“Siapa yang Mami usir?”
Sontak saja semua mata melihat ke sumber suara, dan disana berdiri Jonas dengan tatapan menyelidik. Dia yang tadinya sudah pergi ke kantor, harus kembali lagi ke rumah karena ada sesuatu yang tertinggal. Namun, dia malah mendengar Rini mengusir istrinya.
Meskipun pernikahan Jonas dan Elora hanyalah sebuah pernikahan kontrak, tapi tidak ada yang tahu akan hal itu. Hanya mereka berdua yang tahu. Dan jika Rini mengusir Elora, itu artinya Jonas harus ikut. Bagaimanapun dia tidak mau menunjukkan di depan orang tuanya tentang status mereka, karena itu akan membuat orang tuanya kembali mencarikan jodoh untuknya.
“Jonas, kenapa kau kembali?”tanya Rini dengan kikuk.
“Ada yang ketinggalan. Jadi, siapa yang Mami usir?” Jonas mengulangi pertanyaan yang belum dijawab oleh Rini.
“Elora merusak tanaman Mami, Jonas. Lihatlah, tanaman itu sangat mahal dan dia menghabiskan daunnya,” jawab Rini sambil menunjuk tanaman yang tadi habis di pruning oleh Elora.
“Kan Mami yang suruh aku kerja.” Elora tidak mau kalah, dia menjawab dengan cepat agar Jonas juga tahu bagaimana tingkah ibunya saat dia tidak ada.
Jonas menyugar kasar rambutnya, dia tahu kalau ibunya sangat menyukai tanaman-tanaman itu. Ibunya rela merogoh kantong dalam-dalam hanya untuk membeli sebuah tanaman kesukaannya. Tapi, dia juga yakin kalau Elora tidak akan mungkin berani selancang itu kalau tidak ada yang menyuruhnya.
“Aku akan menggantinya, Mi,” jawab Jonas akhirnya.
“Kenapa kau yang harus ganti? Wanita jalang ini yang merusaknya!”
“Jadi, Mami mau mengusir Elora? Kalau begitu, aku juga akan keluar dari rumah ini,” jawab Jonas.
“Kau tidak boleh pergi dari sini, Jonas!”
“Kita bicarakan nanti, Mi. Aku ada meeting diluar, nanti setelah aku pulang kita bahas ini.”
Setelah mengatakan demikian, Jonas segera berlalu masuk ke dalam rumah dan tidak lama dia kembali keluar langsung pergi lagi meninggalkan rumah.
“Jonas!” panggil Rini yang masih merasa tidak puas dengan keputusan yang diambil oleh Jonas.
Namun, Jonas sudah pergi meninggalkan rumah. Sementara Elora hanya menatap tanaman di depannya dalam diam. Dia tahu, sepertinya peperangan sebentar lagi akan pecah di keluarga Zein.
“Heh pelacur, mau apa lagi kau disana!” ujar Rini saat melihat Elora masih disana, bahkan tangannya sudah ingin meraih tanaman lainnya.
“Kerja, Nyonya.”
“Kau sengaja ya?” tanya Rini emosi, seketika dia menarik rambut Elora saking kesalnya. Dan Elora tidak memberikan perlawanan. Meskipun kulit kepala rasanya mau lepas, Elora menahan dirinya. Ini belum saatnya dia melawan.
“Kau mau menghasut Jonas? Kau tidak akan berhasil, Jonas akan segera menceraikanmu!”
“Lalu, kenapa dia menikahiku?” tanya Elora.
“Karena kau telah mengguna-gunainya!”
“Nyonya, kau adalah manusia yang hidup di zaman ini. Kau masih percaya dengan hal magis?”
“Diam!”
Rini melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar, dan segera berlalu meninggalkan Elora yang merapikan rambutnya dengan senyuman di wajahnya.
“Non, tidak apa-apa?” tanya Pak Ujang yang sejak tadi masih berdiri di posisinya.
“Gapapa, Pak. Hanya sakit sedikit,” jawab Elora tersenyum.
Pak Ujang, lelaki paruh baya yang hampir senja itu tampak memandang Elora dengan sedih. Sorot matanya menunjukkan kalau dia orang baik. Dia merasa kasihan melihat Elora mendapat perlakuan buruk dari Rini, apalagi Elora ternyata cukup baik, dia begitu riang bercerita banyak hal.
“Sudahlah, Non Elora masuk saja. Nanti Nyonya marah lagi,” ujar Pak Ujang lagi.
“Yaudah, ini Pak Ujang saja yang kerjakan ya. Tapi, aku akan tetap disini, merasakan embusan angin disini jauh lebih tenang daripada di dalam rumah, Pak. Hawanya sangat panas seperti kurang keberkahan,” jawab Elora terkekeh.
“Yang sabar, Non.”
“Iya, Pak.”
Elora akhirnya hanya duduk sambil memperhatikan tangan pak Ujang yang dengan lincah merawat tanaman-tanaman mahal itu.
“Hidup itu tidak bisa ditebak, ya Pak? Dan mengapa orang-orang hanya memandang sesama manusia dari status sosial?” tanya Elora.
“Itu hukum alam, Non. Tanpa ada yang mengaturnya, tapi kebanyakan orang menjalani kehidupan seperti itu.”
“Menyedihkan.”
Malam harinya, setelah makan malam Jonas ingin menyelesaikan permasalahan pagi tadi, dia meminta seluruh anggota keluarga untuk berkumpul di ruang keluarga.
“Ada apa?” tanya Matheo keheranan karena tidak biasanya Jonas meminta mereka berkumpul.
"Aku ingin pindah dari rumah ini," jawab Jonas tegas. "Ini permintaan Mami."
Rini langsung memotong. "Bukan begitu, Jonas."
"Aku dan Elora adalah suami istri. Kalau Mami mengusir Elora, maka aku juga akan pergi!" Jonas berkata tanpa ragu.
Matheo yang duduk di kursi sebelah Rini, langsung menatap putranya dengan dingin. "Sekali kau melangkahkan kaki dari rumah ini, kau tidak akan mendapatkan warisan dari keluarga Zein! Sepertinya kau masih tidak puas membuat masalah!" ujarnya tegas.
“Sudah! Sudah, tidak ada yang boleh pergi dari rumah ini. Biarkan saja dia masih disini,” ujar Rini akhirnya sambil menatap Elora dengan penuh kebencian.Rini semakin membenci Elora, karena wanita itu Jonas selalu melawannya. Mulai dari memilih menikahinya, bahkan sekarang sudah berani mau pergi dari rumah.“Dia sudah membuat keputusan, Mi,” ucap Matheo dingin.“Jadi?” tanya Rini.“Jonas akan tetap pergi meninggalkan rumah ini. Dan setelah ini, aku harap dia akan menyelesaikan masalahnya sendiri. Dia menganggap dia sudah mampu dan kita tidak boleh menahannya!” jawab Matheo.“Tinggalkan rumah ini besok, terserah kalian mau kemana! Tapi, itu artinya kau juga dipecat dari Zein Company!” sambung Matheo dan segera meninggalkan ruangan itu. Tidak ada yang bisa membantantahnya, semuanya hanya bisa terdiam, termasuk Jonas yang hanya bisa menatap punggung sang ayah dengan tatapan sulit diartikan.“Semua karena kau, jalang!” teriak Rini menunjuk ke arah Elora.“Ini keputusanku, Mi,” jawab Jonas
"Berapa lama perjalanannya?""Jangan banyak tanya, nikmati saja!"Elora heran, mereka sudah berjalan hampir satu jam, tapi belum ada tanda-tanda kalau mereka akan tiba. Entah, kemana Jonas akan membawanya."Baiklah."Dan akhirnya setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, akhirnya mereka tiba di sebuah rumah yang cukup mewah. Namun, itu seperti tempat terpencil. Perumahan, tapi suasananya sangat sepi dan seperti tidak ada penghuni."Ini rumahnya?" tanya Elora."Iya.""Rumah atau tempat jin buang anak? Seram banget," gumam Elora saat turun dari mobil. Apalagi rumah mereka berada di blok paling belakang dan sudut. Sebelah kanannya, tidak ada lagi rumah lainnya, hanya pagar tembok yang tinggi. Sebelah kiri? Ada rumah tapi jaraknya cukup jauh, ada tanah kosong yang mungkin bisa di bangun dua rumah lagi. Ditambah lagi rumah itu tidak ada pagarnya. Karena pagar sekaligus seluruh perumahan, di gerbang depan, ada sekuriti yang berjaga.Ceklek!Pintu dibuka, aroma rumah kosong begitu ke
“Tidak akan, Pa! Nanti aku akan pulang kalau sudah waktunya. Tapi, beneran Papa gak akan memaksaku menikah lagi, kan? Sekarang aku sudah memiliki suami.”‘Papa tidak akan pernah merestui hubungan kau dengannya! Kau tidak boleh menikah dengan keluarga penjahat, Elora!’‘Kau bilang pergi dari rumah akan menemukan jodoh yang baik, tapi apa yang kau dapatkan? Kau hanyalah mendapatkan seorang yang tidak berguna,’ sambung Damian.“Pa, aku tutup dulu teleponnya.”Tut!Elora mematikan panggilannya, dia hanya menggelengkan kepalanya. Sekarang dia tahu, orang tuanya masih peduli kepadanya. Meskipun mereka bilang tidak peduli, nyatanya mereka masih peduli.“Aku pasti akan kembali, Pa. Tapi, tidak sekarang. Aku akan membuat Jonas berlutut dan jatuh cinta kepadaku. Keluarga Zein, mereka harus tahu siapa lawannya kali ini,” gumam Elora pelan.“Aku yakin, Jonas akan berlutut di kakiku. Dia hanyalah lelaki kesepian, dan aku akan menemaninya. Aku akan membuatnya ketergantungan kepadaku.” Elora terseny
“Mana pelacur itu?”Pagi-pagi sekali, saat terbangun Elora mendengar suara yang memekakkan telinganya. Elora menggeliat, dan berjalan pelan menuruni tangga. Dia melihat Rini duduk di sofa dengan begitu angkuh.“Jam segini kau baru bangun?” tanya Rini sinis kepada Elora.“Iya.”“Bagaimana suami mau bekerja kalau jam segini baru bangun?”“Kan sekarang Jonas sedang menganggur,” jawab Elora.Rini benar-benar emosi mendengar jawaban yang diberikan Elora. Sedangkan Jonas hanya duduk tidak peduli. Dia sibuk menatap layar ponselnya.“Jonas akan kembali bekerja di perusahaan keluarga Zein! Tapi, dia harus menikah dengan seorang yang bisa membantunya mendapatkan kembali posisinya di Zein Company!” ujar Rini kemudian.“Mi, aku tidak akan menikah dengan siapapun. Aku sudah memiliki istri,” jawab Jonas.Elora menyunggingkan senyumannya mendengar jawaban yang diberikan Jonas, dan itu membuat Rini mendelik ke arahnya.“Jonas, apa yang kau harapkan dari wanita ini? Dia hanyalah wanita malam, dia hany
“Mengapa menatapku seperti itu?” tanya Elora kepada Jonas yang tampak melihatnya dengan pandangan intens.“Kau orang kaya?”“Nggak!”“Tapi, orang tuamu memberikan kau perusahaan ini. Terus kalau bukan orang kaya, orang apa? Dimana orang tuamu berada?” tanya Jonas mencecar Elora dengan pertanyaan.Dan sebenarnya lebih banyak lagi pertanyaan yang akan Jonas ajukan kepada Elora, apalagi kalau mengingat bagaimana pertemuan mereka. Jonas mengenal Elora karena dia menjual tubuhnya dan Jonas adalah pelanggannya.Namun, apa yang dia dapatkan sekarang? Orang tua Elora memberikan perusahaan kepadanya, tepat di saat dia di depak dari keluarga Zein.“Mengapa kau bilang kalau kau tidak punya orang tua? Mengapa saat kita menikah mereka tidak hadir?” tanya Jonas lagi.Elora menatap Jonas dengan bibir menganga. Jonas yang selama ini dia tahu sangat pelit dan hemat dalam bicara, sekarang entah pertanyaan yang mana yang harus dia jawab. Setiap kata yang keluar dari mulut Jonas adalah pertanyaan.“Kau m
"EL Company?"Gumam Jonas saat mereka tiba di perusahaan yang diberikan Damian. Iya, dia memilih untuk menerima tawaran Elora."Selamat datang, Pak, Bu." Beberapa karyawan menyambut kedatangan mereka. Hari ini adalah hari pertama Elora dan Jonas bekerja. Entah sebelumnya siapa yang memimpin perusahaan itu."Ini adalah Jonas, CEO baru disini," ujar Elora setelah dia memperkenalkan diri hanya sebagai Komisaris. Dan Jonas lah yang dipercaya untuk memimpin perusahaan."Hai pak Jonas, saya Cindy, sekretaris CEO," sapa seorang perempuan muda dengan gaya centilnya. "Iya, mohon kerjasamanya," jawab Jonas.Sedangkan Elora dia hanya tersenyum miring, dia tahu kalau Cindy sepertinya wanita yang lebih murahan. Jelas-jelas Elora selain mengenalkan Jonas sebagai CEO, dia juga memberitahukan kalau Jonas adalah suaminya. Tapi, Cindy masih saja bersikap genit.Kebetulan, jarak antara rumah mereka ke perusahaan tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit. "Ruanganmu dimana?" tanya
“Siapa yang kau teriakan? Lihatlah tidak ada orang!”“Tadi, ada orang disana. Dia sedang mengawasi rumah ini, Jonas!”“Sekarang lihat, apa ada?” tanya Jonas.Elora berdiri di ambang pintu, matanya menelusuri tanah kosong di sebelah rumahnya. Dia tidak menemukan apa-apa di sana, hanya embusan angin malam yang lembut membelai wajahnya. Sosok yang tadi sempat berlari melewati lahan kosong itu sudah menghilang entah ke mana. Tak ada jejak, hanya kesunyian malam yang menyelimuti.“Elora, masuk sekarang!” Jonas mendekat, suaranya tajam dan tegas, tatapan matanya tak kalah tajam. “Kamu nggak bisa sembarangan keluar di malam seperti ini. Kita nggak tahu apa bahaya yang ada di luar sana. Kau tidak mengenali lingkungan ini.”Elora berbalik dan tertawa kecil, nada suaranya mengejek. “Jonas, kau penakut sekali. Aku cuma penasaran. Siapa kira-kira yang berani mengirim mata-mata ke sini? Apa jangan-jangan kau tahu siapa yang sedang memata-matai kita?” tanya Elora.“Jangan sembarangan berbicara!” uj
Keesokan paginya..."Aku harus memeriksanya lagi," gumam Elora sembari keluar dari kamarnya.Elora masih dihantui perasaan penasaran tentang tanah kosong di samping rumahnya. Dia yakin semalam ada seseorang disana, memantau gerak-geriknya. Dengan langkah hati-hati, dia melangkah keluar rumah dan menuju area tersebut. Matanya menyapu pepohonan yang rindang, mencari tanda-tanda keberadaan manusia. Tepat saat dia melewati semak-semak, pandangannya tertumbuk pada ranting-ranting yang patah—jelas bekas terinjak."Pasti disini," ujar Elora mencoba berdiri di atas ranting itu dan mengedarkan pandangannya.Tepat sekali, tempat dimana dia berdiri sekarang itu mengarah ke kamarnya. Disana, bisa melihat dengan jelas, apalagi kalau dia berdiri di balkon."Shiit! Aku yang dia mata-matai! Siapa sebenarnya? Apakah Papa? Ataukah dari keluarga Zein?" tanya Elora pelan.Jika Jonas mengatakan orang yang bisa masuk ke komplek itu hanyalah yang punya akses. Bagaimana orang suruhan papanya? "Apakah Papa p