"Berapa lama perjalanannya?"
"Jangan banyak tanya, nikmati saja!"
Elora heran, mereka sudah berjalan hampir satu jam, tapi belum ada tanda-tanda kalau mereka akan tiba. Entah, kemana Jonas akan membawanya.
"Baiklah."
Dan akhirnya setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, akhirnya mereka tiba di sebuah rumah yang cukup mewah. Namun, itu seperti tempat terpencil. Perumahan, tapi suasananya sangat sepi dan seperti tidak ada penghuni.
"Ini rumahnya?" tanya Elora.
"Iya."
"Rumah atau tempat jin buang anak? Seram banget," gumam Elora saat turun dari mobil. Apalagi rumah mereka berada di blok paling belakang dan sudut. Sebelah kanannya, tidak ada lagi rumah lainnya, hanya pagar tembok yang tinggi. Sebelah kiri? Ada rumah tapi jaraknya cukup jauh, ada tanah kosong yang mungkin bisa di bangun dua rumah lagi. Ditambah lagi rumah itu tidak ada pagarnya. Karena pagar sekaligus seluruh perumahan, di gerbang depan, ada sekuriti yang berjaga.
Ceklek!
Pintu dibuka, aroma rumah kosong begitu kental. Meskipun semua perlengkapan di dalamnya sudah ada.
"Ini rumah siapa?" tanya Elora lagi.
"Rumah pengasingan bagi keluarga Zein jika mau menenangkan diri."
"Mengapa kita kesini?"
"Papi yang minta!"
"Anak Papi," kekeh Elora.
"Diam!"
Elora hanya merengut dan mengikuti langkah kaki Jonas memasuki rumah tersebut. Benar saja, di dalamnya sudah lengkap dengan semua perlengkapan, juga rumah ini terlihat sangat terawat.
"Kita akan tidur di kamar terpisah. Terserah kau mau dikamar yang mana. Tapi, kamar itu milikku," ujar Jonas sambil menunjuk sebuah kamar di samping kirinya. Mungkin itu adalah kamar utama rumah tersebut.
"Aku diatas," jawab Elora.
Jonas tidak melarang ketika melihat Elora membawa kopernya naik ke atas. Dia merasa terbebas dari pernikahan palsu itu. Sekarang, mereka menjadi diri sendiri.
Elora menatap ke sekeliling dari jendela kamarnya, perumahan itu seperti tidak berpenghuni. Tidak ada orang yang lalu lalang disana, entah untuk apa mereka membeli rumah disana. Apakah benar untuk mengasingkan diri?
“Mengapa mereka membeli rumah disini? Apakah ini benar-benar untuk menenangkan diri, atau untuk bersembunyi?” tanya Elora pada dirinya sendiri.
Hari-hari berlalu, hidup Elora seperti sedang terisolasi. Hidup di dalam perumahan mewah, tapi tidak ada seorangpun yang dia kenal, kecuali seorang pembantu yang datang dan pergi setelah menyelesaikan pekerjaannya.
Kring! Kring!
Suara deringan ponsel mengagetkan Elora, dia melirik layar ponselnya heran siapa yang menelponnya. Yang dia tahu, dia sudah memblokir semua nomor pelanggannya ketika dia bertemu dengan Jonas dan sudah membuang nomor yang dia gunakan untuk pekerjaan singkatnya itu. Dan juga, ponselnya sudah diatur hanya nomor yang dikenal yang bisa menelponnya.
“Papa?” tanya Elora mengernyitkan keningnya saat melihat kalau Damian Yugev, ayahnya, yang menelpon.
Sejak setahun kepergiannya, Damian tidak pernah menghubunginya. Seperti yang Damian katakan ketika Elora pergi, “Jangan pernah kembali jika kau memang merasa hebat. Anggap saja kami sudah mati.” Tapi, kini Damian sendirilah yang menelponnya.
“Halo,” sapa Elora.
“Dimana kau? Apa yang kau lakukan?” tanya Damian memberondongnya dengan pertanyaan.
“Dirumah suamiku,” jawab Elora santai.
“Apa yang kau lakukan? Apa kau tahu keluarga yang kau masuki?”
“Tahu. Ini adalah keluarga Zein, salah satu orang terkaya di New Makala. Kok papa bisa tahu aku disini?” tanya Elora menyelidik.
“Jangan gila, Elora! Pulanglah ke rumah di Cappoda! Kau dalam bahaya!”
Suara Damian terdengar panik, dia mengkhawatirkan anak semata wayangnya itu. Dia yang baru saja menerima sebuah foto dan juga link sebuah berita pagi ini. Itu adalah foto pernikahan Elora dan berita yang memuat tentang pernikahan anak lelaki satu-satunya keluarga Zein. Tidak salah lagi, Elora menikah dengan salah satu dari keluarga Zein.
Itulah yang membuat Damian menghubungi Elora, karena sebenarnya ada kisah kelam antara keluarga Zein dan keluarga Yugev. Dimana dulunya, kedua keluarga memiliki hubungan yang cukup dekat. Namun, dua puluh lima tahun lalu, Theo Zein mengkhianati Damian Yugev, tidak sampai disitu, Theo juga merebut semua harta yang dimiliki keluarga Yugev, bahkan berniat membunuhnya. Namun, Theo beserta istri dan anaknya, Elora, berhasil kabur dari New Makala, hingga akhirnya memilih menetap dan perlahan bangkit di Kota Cappoda.
“Aku baru saja memulainya, Pa,” jawab Elora santai.
“Apa yang akan kau lakukan? Jangan nekad, Elora!”
“Aku akan merebut kembali apa yang menjadi milik kita selama ini! Mereka harus mengembalikan yang bukan haknya.”
“Elora, jangan lakukan apapun. Biarlah itu menjadi tugas Papa, kau pulang saja ke rumah. Papa tidak akam memaksa kau menikah lagi,” ujar Damian melunakkan suaranya, Damian mengalah demi membujuk Elora agar pulang.
Elora menggeleng. "Belum saatnya, Pa."
"Elora, pulang!"
“Tidak akan, Pa! Nanti aku akan pulang kalau sudah waktunya. Tapi, beneran Papa gak akan memaksaku menikah lagi, kan? Sekarang aku sudah memiliki suami.”‘Papa tidak akan pernah merestui hubungan kau dengannya! Kau tidak boleh menikah dengan keluarga penjahat, Elora!’‘Kau bilang pergi dari rumah akan menemukan jodoh yang baik, tapi apa yang kau dapatkan? Kau hanyalah mendapatkan seorang yang tidak berguna,’ sambung Damian.“Pa, aku tutup dulu teleponnya.”Tut!Elora mematikan panggilannya, dia hanya menggelengkan kepalanya. Sekarang dia tahu, orang tuanya masih peduli kepadanya. Meskipun mereka bilang tidak peduli, nyatanya mereka masih peduli.“Aku pasti akan kembali, Pa. Tapi, tidak sekarang. Aku akan membuat Jonas berlutut dan jatuh cinta kepadaku. Keluarga Zein, mereka harus tahu siapa lawannya kali ini,” gumam Elora pelan.“Aku yakin, Jonas akan berlutut di kakiku. Dia hanyalah lelaki kesepian, dan aku akan menemaninya. Aku akan membuatnya ketergantungan kepadaku.” Elora terseny
“Mana pelacur itu?”Pagi-pagi sekali, saat terbangun Elora mendengar suara yang memekakkan telinganya. Elora menggeliat, dan berjalan pelan menuruni tangga. Dia melihat Rini duduk di sofa dengan begitu angkuh.“Jam segini kau baru bangun?” tanya Rini sinis kepada Elora.“Iya.”“Bagaimana suami mau bekerja kalau jam segini baru bangun?”“Kan sekarang Jonas sedang menganggur,” jawab Elora.Rini benar-benar emosi mendengar jawaban yang diberikan Elora. Sedangkan Jonas hanya duduk tidak peduli. Dia sibuk menatap layar ponselnya.“Jonas akan kembali bekerja di perusahaan keluarga Zein! Tapi, dia harus menikah dengan seorang yang bisa membantunya mendapatkan kembali posisinya di Zein Company!” ujar Rini kemudian.“Mi, aku tidak akan menikah dengan siapapun. Aku sudah memiliki istri,” jawab Jonas.Elora menyunggingkan senyumannya mendengar jawaban yang diberikan Jonas, dan itu membuat Rini mendelik ke arahnya.“Jonas, apa yang kau harapkan dari wanita ini? Dia hanyalah wanita malam, dia hany
“Mengapa menatapku seperti itu?” tanya Elora kepada Jonas yang tampak melihatnya dengan pandangan intens.“Kau orang kaya?”“Nggak!”“Tapi, orang tuamu memberikan kau perusahaan ini. Terus kalau bukan orang kaya, orang apa? Dimana orang tuamu berada?” tanya Jonas mencecar Elora dengan pertanyaan.Dan sebenarnya lebih banyak lagi pertanyaan yang akan Jonas ajukan kepada Elora, apalagi kalau mengingat bagaimana pertemuan mereka. Jonas mengenal Elora karena dia menjual tubuhnya dan Jonas adalah pelanggannya.Namun, apa yang dia dapatkan sekarang? Orang tua Elora memberikan perusahaan kepadanya, tepat di saat dia di depak dari keluarga Zein.“Mengapa kau bilang kalau kau tidak punya orang tua? Mengapa saat kita menikah mereka tidak hadir?” tanya Jonas lagi.Elora menatap Jonas dengan bibir menganga. Jonas yang selama ini dia tahu sangat pelit dan hemat dalam bicara, sekarang entah pertanyaan yang mana yang harus dia jawab. Setiap kata yang keluar dari mulut Jonas adalah pertanyaan.“Kau m
"EL Company?"Gumam Jonas saat mereka tiba di perusahaan yang diberikan Damian. Iya, dia memilih untuk menerima tawaran Elora."Selamat datang, Pak, Bu." Beberapa karyawan menyambut kedatangan mereka. Hari ini adalah hari pertama Elora dan Jonas bekerja. Entah sebelumnya siapa yang memimpin perusahaan itu."Ini adalah Jonas, CEO baru disini," ujar Elora setelah dia memperkenalkan diri hanya sebagai Komisaris. Dan Jonas lah yang dipercaya untuk memimpin perusahaan."Hai pak Jonas, saya Cindy, sekretaris CEO," sapa seorang perempuan muda dengan gaya centilnya. "Iya, mohon kerjasamanya," jawab Jonas.Sedangkan Elora dia hanya tersenyum miring, dia tahu kalau Cindy sepertinya wanita yang lebih murahan. Jelas-jelas Elora selain mengenalkan Jonas sebagai CEO, dia juga memberitahukan kalau Jonas adalah suaminya. Tapi, Cindy masih saja bersikap genit.Kebetulan, jarak antara rumah mereka ke perusahaan tidak terlalu jauh. Hanya butuh waktu sekitar tiga puluh menit. "Ruanganmu dimana?" tanya
“Siapa yang kau teriakan? Lihatlah tidak ada orang!”“Tadi, ada orang disana. Dia sedang mengawasi rumah ini, Jonas!”“Sekarang lihat, apa ada?” tanya Jonas.Elora berdiri di ambang pintu, matanya menelusuri tanah kosong di sebelah rumahnya. Dia tidak menemukan apa-apa di sana, hanya embusan angin malam yang lembut membelai wajahnya. Sosok yang tadi sempat berlari melewati lahan kosong itu sudah menghilang entah ke mana. Tak ada jejak, hanya kesunyian malam yang menyelimuti.“Elora, masuk sekarang!” Jonas mendekat, suaranya tajam dan tegas, tatapan matanya tak kalah tajam. “Kamu nggak bisa sembarangan keluar di malam seperti ini. Kita nggak tahu apa bahaya yang ada di luar sana. Kau tidak mengenali lingkungan ini.”Elora berbalik dan tertawa kecil, nada suaranya mengejek. “Jonas, kau penakut sekali. Aku cuma penasaran. Siapa kira-kira yang berani mengirim mata-mata ke sini? Apa jangan-jangan kau tahu siapa yang sedang memata-matai kita?” tanya Elora.“Jangan sembarangan berbicara!” uj
Keesokan paginya..."Aku harus memeriksanya lagi," gumam Elora sembari keluar dari kamarnya.Elora masih dihantui perasaan penasaran tentang tanah kosong di samping rumahnya. Dia yakin semalam ada seseorang disana, memantau gerak-geriknya. Dengan langkah hati-hati, dia melangkah keluar rumah dan menuju area tersebut. Matanya menyapu pepohonan yang rindang, mencari tanda-tanda keberadaan manusia. Tepat saat dia melewati semak-semak, pandangannya tertumbuk pada ranting-ranting yang patah—jelas bekas terinjak."Pasti disini," ujar Elora mencoba berdiri di atas ranting itu dan mengedarkan pandangannya.Tepat sekali, tempat dimana dia berdiri sekarang itu mengarah ke kamarnya. Disana, bisa melihat dengan jelas, apalagi kalau dia berdiri di balkon."Shiit! Aku yang dia mata-matai! Siapa sebenarnya? Apakah Papa? Ataukah dari keluarga Zein?" tanya Elora pelan.Jika Jonas mengatakan orang yang bisa masuk ke komplek itu hanyalah yang punya akses. Bagaimana orang suruhan papanya? "Apakah Papa p
Di kantor EL Company...Jonas duduk di ruangannya yang luas, mengamati tumpukan berkas di atas meja. Ternyata EL Company adalah perusahaan yang baru diakuisisi, dan Jonas dipekerjakan untuk memperbaiki operasional dan meningkatkan penjualan. Perusahaan ini memiliki beberapa produk seperti sabun dan sampo, namun selama ini produknya tidak begitu terkenal di pasar."Dan proses akuisisi begitu cepat. Siapa sebenarnya orang tua Elora?" tanya Jonas.Dia menghela nafas panjang, lalu mulai membuka berkas yang berisi detail produk. “Sabun herbal, shampo anti-ketombe... kualitasnya lumayan, tapi branding-nya lemah,” gumamnya sambil mempelajari rincian lebih dalam."Dan melihat dari caranya menatap prospek, sepertinya beliau adalah pebisnis handal. Dia tahu perusahaan ini berpotensi untuk maju."Jonas tahu betul bahwa jika dia ingin membuat EL Company bersaing dengan raksasa seperti Zein Company—perusahaan keluarganya yang terkenal di seluruh negeri—dia harus bekerja ekstra keras. Sambil berpi
"Rasanya aku seperti dalam penjara saja!" kesal Elora saat mereka sedang menghabiskan sarapan."Aku ingin pindah!" sambung Elora ketika Jonas tidak memberikan respon apapun. Lelaki itu malah sibuk dengan ponsel di tangannya."Terserah." Jonas hanya melontarkan kata-kata singkat yang mengambang.Hari-hari berlalu dengan cepat, dan tanpa terasa sudah enam bulan sejak Jonas dan Elora mengikat janji suci sebagai suami istri. Jonas sibuk dengan pekerjaannya di EL Company, sementara Elora dia lebih banyak dirumah, hanya sesekali datang ke perusahaan."Siang ini aku akan ke kantor!" ujar Elora ketika Jonas baru saja masuk ke mobilnya."Nanti sopir yang jemput.""Oke."Elora menikmati secangkir teh di teras rumah, menikmati keheningan sambil sesekali melihat keluar.Tiba-tiba, sebuah mobil berhenti di depan rumah mengganggu lamunannya. Elora menoleh dan mendapati sosok wanita yang tidak asing baginya—Rini Zein, ibu mertuanya."Dia lagi," sungut Elora.Rini datang dengan langkah mantap, wajah