Share

Bab 5

Penulis: Mama Nau
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-08 18:44:56

Aeron dan Alina berdiri saling berhadapan di bawah langit yang kini retak oleh celah antara dua dunia. Angin berdesir kencang, membawa serpihan bayangan dan percikan cahaya ke sekeliling mereka. Semua penjaga kuil menahan napas, tak satu pun berani mendekat, takut menyentuh keseimbangan rapuh antara terang dan gelap yang kini berada dalam tubuh dua anak kecil itu.

"Aeron…" suara Alina pelan, namun jelas, "aku tahu kau bisa mendengarku. Aku tahu kau bukan milik kegelapan itu."

"Aeron, dengarkan aku! kau adalah saudara kembarku, kalau kau tidak percaya, lihatlah bahu kananmu apakah memiliki tanda lahir berbentuk matahari atau tidak? karena aku juga memiliki tanda lahir itu,"sambung Alina berusaha menyadarkan Aeron.

Aeron tidak menjawab. Matanya gelap dan dalam, tapi untuk sesaat, pupilnya tampak bergetar. Seberkas cahaya seperti hendak muncul… tapi lenyap kembali.

Di atas mereka, Morvak muncul dari pusaran langit dengan jubah panjang yang menjuntai seperti kabut hitam. Suaranya menggema, dingin dan tajam.

“Cukup, Alina. Anak ini bukan saudaramu lagi. Ia adalah milikku sejak hari kelahirannya. Dan malam ini… akan menjadi awal kehancuran dirimu pewaris Sirene.” ucap morvak dengan raut wajah datar dan dingin.

Morvak mengangkat tangannya. Bayangan menggulung seperti ombak hitam dan menyambar ke arah Alina. Tapi tepat sebelum mengenai gadis kecil itu, Aeron bergerak cepat. Ia berdiri di depan Alina dan menyilangkan tangannya, membentuk perisai gelap yang menahan serangan Morvak.

Semua orang tercengang. Termasuk Morvak.

“Aeron?” desis Morvak terkejut dengan perubahan situasi yang tidak dia perkirakan.

Aeron berbalik, menatap Alina dengan mata yang kini setengah gelap, setengah terang.

“Aku tidak tahu siapa aku sebenarnya,” bisik Aeron, “tapi saat aku melihatmu… aku merasa hangat. Aku merasa seperti… rumah.” Aeron meringis merasakan sakit di kepalanya. matanya perlahan memancarkan cahaya kehidupan.

Alina tersenyum lirih, lalu perlahan meraih tangannya. Saat jari mereka bersentuhan, liontin Alina bersinar menyilaukan. Cahaya itu merambat ke tubuh Aeron, dan dari dalam dadanya, muncul sinar lembut yang serupa. Dalam sekejap, kegelapan yang membelenggu tubuh Aeron seperti retak-retak.

“Tidak!!” teriak Morvak. Ia melayang turun, hendak memisahkan keduanya, tapi cahaya dari dua saudara itu kini telah membentuk semacam kubah pelindung, mendorong Morvak mundur.

Celah di langit bergetar hebat. Dunia tidak bisa menanggung kekuatan mereka bersatu terlalu lama.

Lyra melangkah maju, wajahnya pucat.

“Kael, kita harus menutup celah itu sekarang, sebelum dunia ini terbelah!”

“Tapi kalau kita tutup sekarang, Aeron bisa terjebak di sisi lain!”

“Tapi jika tidak, semua akan musnah!” ucap Lyra cemas.

Alina menoleh ke mereka, lalu ke Aeron yang kini mulai tersenyum pelan.

“Aku akan ikut menutupnya,” kata Aeron. “Tapi… aku ingin kembali. Bersamamu.”

Alina menggenggam tangannya lebih erat. “Kau tidak sendiri. Kita akan kembali… bersama.”

Bersama-sama, kedua anak itu melangkah ke pusat celah yang terbuka di udara, cahaya mereka menyatu membentuk simbol kuno dua daun saling bertaut. Kekuatan itu merambat ke langit, memaksa celah perlahan menutup kembali, sambil menarik semua bayangan masuk bersamanya, termasuk Morvak yang meraung marah. Bayangannya menghilang saat terkena cahaya yang keluar dari kalung keduanya.

Dan dengan dentuman terakhir, langit menjadi utuh kembali. Sunyi. Tenang.

Namun... Alina dan Aeron sudah tidak ada. Tubuh mereka berdua menghilang dari dunia ini, dan entah berada dimana.

**

Kael dan Lyra berdiri dalam keheningan, menatap tempat terakhir dua anak itu berdiri. Di tanah, hanya liontin perak yang tertinggal, bersinar lembut... seperti menunggu waktu.

“Apa yang terjadi? apa mereka telah tiada karena menyelamatkan dunia ini?" Lyra terlihat bingung, seharusnya bukan seperti ini kejadiannya.

"kekuatan mereka yang besar tidak sanggup di tanggung oleh tubuh mereka yang masih kecil. Apakah mereka akan kembali…?” tanya Lyra pelan merasa sedih dan kehilangan, mereka baru merasakan bersama-sama sebentar dan kini mereka harus kehilangan lagi.

Kael menggenggam liontin itu. “Ya… mereka akan kembali. Karena cahaya yang saling menemukan… tidak akan pernah padam, tetapi mungkin bukan di dunia kita mereka kembali, mungkin saja mereka akan ada di dunia lainnya dengan tubuh berbeda karena tubuh mereka berdua yang masih kecil kemungkinan sudah lenyap” ucap Kael merasa sedih.

Entah sejak kapan hatinya berubah, dia ternyata sangat menyayangi Alina, dan sekarang dia merasa sangat kehilangan, wajahnya muram dan dunianya yang baru berwarna kembali suram dan dingin. Kael baru merasakan kehangatan di hatinya saat bersama Alina, menjemputnya sekolah. mengajarinya kekuatan dengan sabar hingga berhasil menguasai kekuatannya. kini Alinanya yang ceria telah pergi apa yang harus di lakukannya sekarang. Dia tidak mau kehilangannya, tapi semua telah terjadi. Haruskah dia masuk ke semua dimensi sampai bisa menemukan alinanya kembali, tapi itu melanggar aturan. Kael merasa dilema antara mencari kebahagiaannya dengan menentang aturan atau menjalani hari yang sepi selamanya seorang diri.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 6

    Alina dan Aeron saat sadar berada di sebuah taman yang indah. Mereka berdua sangat kagum, dengan keindahan bunga yang beraneka warna dan memiliki banyak jenisnya yang berbeda. Alina menggandeng Aeron yang masih bingung dengan keadaan mereka. Alina melihat seorang wanita yang sangat cantik dengan rambut pirang kecoklatan yang panjang bergelombang mirip dengannya, duduk di kursi taman menghadap kolam ikan. Alina mengajak Aeron mendekati wanita itu. Saat semakin dekat Alina melihat wajah wanita itu sangat mirip dengannya. "Kalian sudah bangun? Maaf disini tidak ada kasur empuk jadi ibu tidak memindahkan kalian berdua, " ucap wanita itu dengan suara lembut menenangkan hati Alina yang takut. "Kau sangat mirip denganku, Apa kau Ibuku? " tanya Alina Ragu. "Benar! Aku ibu kalian, " Aeron menatap wanita itu dengan mata membelalak, antara bingung dan kagum. Ia memegang tangan Alina lebih erat, seolah memastikan semua ini bukan mimpi. “Ibu kami?” gumam Aeron pelan. “Tapi… baga

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 7

    Waktu terus berlalu, dan perubahan mulai terasa di dunia baru tempat Alina dan Aeron dilahirkan. Di dalam istana kerajaan, Putri Elaria yang masih berusia lima tahun sedang duduk di balkon sambil membaca buku mengenai kerajaan. Ratu Aeris duduk di sampingnya, membaca pembukuan istana dengan tenang. Meski usianya baru seumur jagung, Elaria sudah bisa membaca dan memahami hal-hal yang bahkan sulit dicerna oleh bangsawan dewasa. Kejernihan mata dan sikapnya yang dewasa sering membuat penasihat kerajaan berkata bahwa sang putri “mewarisi jiwa leluhur agung”. Suatu hari, ketika sedang bermain di taman istana, Elaria melihat bunga yang layu di taman membuatnya sangat sedih. Sebenarnya sejak berumur saru tahun dia bisa mengerti bahasa tumbuhan dan bahasa binatang, entah bagaimana caranya tiba-tiba saja dia bisa memahami semua yang ada di sekitarnya. Mendengar bunga itu yang menangis membutuhkan air dan pupuk, Dia tanpa sadar mengangkat tangan kecilnya ke arah bunga yang layu. Dalam sekej

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 8

    Beberapa tahun pun berlalu… Putri Elaria kini telah berusia sembilan tahun. Ia tumbuh menjadi gadis kecil yang anggun dan bijaksana, dengan aura yang menenangkan siapa pun di sekitarnya. Di bawah bimbingan guru spiritual kerajaan, Elaria mulai memahami bahwa kekuatan penyembuhannya bukan berasal dari dunia biasa. Ia belajar mengendalikan aliran energi penyembuhan, memahami perasaan makhluk hidup di sekitarnya, bahkan membaca bisikan alam. Banyak bangsawan mulai mendengar keajaiban sang putri dan datang dari berbagai kerajaan untuk melihatnya secara langsung. Namun Elaria tidak sombong. Ia tetap sering bermain di taman, berbicara dengan bunga-bunga, membantu pelayan, dan mengunjungi kandang kudanya yang kini sudah dinamai Kai. Kai kini menjadi sahabatnya, dan hanya mau ditunggangi oleh Elaria. "Kai ayo kita pergi ke hutan!" ajak Putri Elaria. "Mau apa kita ke hutan Putri? Disana tidak enak, lebih baik kita tidur saja!" balas Kai si kuda hitam. "Dasar pemalas, ayo cepetan Kai!

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 1

    Langit kota malam itu berwarna kelabu, menyimpan cahaya bulan di balik kabut dan polusi yang menggantung berat. Di sebuah apartemen sederhana di lantai delapan, cahaya hangat dari sebuah lampu baca menerangi kamar kecil berisi rak buku lusuh, boneka usang, dan seorang gadis kecil yang tengah menulis di buku hariannya. Namanya Alina. Rambutnya yang berwarna pirang kecoklatan dikepang dua, wajahnya cantik, bersih dan polos, tapi ada sesuatu di matanya kedalaman yang tak biasa bagi anak seusianya. Malam itu, ia menulis tentang seorang anak laki-laki di sekolahnya yang kakinya terkilir saat bermain bola. Alina saat itu duduk di sebelahnya, menyentuh lutut anak itu dengan ragu-ragu, dan entah bagaimana, rasa sakit anak itu mereda. Ia tersenyum dan berdiri, seolah tak pernah jatuh. "Alina kau hebat sekali, pijatanmu membuat kakiku tidak sakit lagi," ucap Kenzo teman baik di kelasnya. "Benarkah? aku hanya memijat biasa saja, apa sudah tidak sakit lagi?" tanya Alina heran. "Hmm sudah tida

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 2

    Jauh di bawah tanah, di reruntuhan kuil kuno yang terkubur oleh waktu dan dilupakan oleh sejarah, sesuatu mulai bergerak. Cahaya biru kehijauan menari di sela-sela ukiran dinding batu yang retak, menggambarkan kisah lama tentang dewa-dewi, perang, dan pengkhianatan. Di tengah ruangan batu raksasa itu, sebuah kolam air bening memantulkan gambar Alina yang sedang tertidur, wajahnya tenang, namun cahaya samar di dahinya mulai muncul berdenyut pelan seperti bintang yang baru menyala. Sebuah suara berat bergema dari lorong-lorong batu. “Penerus Darah Sirene telah terbangun...” Sosok berjubah hitam yang tadi mengintai di mal, kini berlutut di hadapan kolam. Wajahnya tidak terlihat, namun tubuhnya bergetar karena kekuatan yang terpancar dari bayangan Alina. “Apa perintahmu, Penjaga Mata Air Cahaya?” Dari dalam kolam, cahaya melonjak, membentuk siluet seorang perempuan anggun dengan rambut panjang berkilauan. Wajahnya teduh, namun tatapannya tajam. Ia bukan manusia. Ia adalah Aurellia,

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-06
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 3

    Malam itu, setelah Kael dan Lyra pergi, Alina sulit tidur. Ia meringkuk di bawah selimut, memeluk boneka kelincinya yang sudah mulai usang, dan menatap kalung daun perak di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembutnya masih berdenyut... seperti bernafas. Pikirannya melayang-layang. Tentang ibunya Alenia Sirene yang tak pernah ia kenal, selain dari foto dan cerita Nenek. Tapi kini... semuanya terasa dekat. Seolah ibunya belum pernah benar-benar pergi. ** Keesokan paginya, saat sekolah usai, Kael sudah menunggu di luar pagar sekolah, menyamar seperti guru dengan jas panjang dan map di tangannya. Kenzo bahkan menyapanya dengan penasaran."Eh...om Kael, kau menjemputku?Apa di suruh Nenek?" tanya Alina merasa tidak enak."Tidak Alina, ini keinginan om sendiri yang ingin menjemputmu pulang sekolah," sahut Kael dengan wajah datar."Terima kasih om, sudah mau menjemputku," sahut Alina tersenyum manis. kenzo yang bersama Alina penasaran dengan pria yang menjemput Alina, kare

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-06
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 4

    Hari-hari di kuil Cahaya berlalu dengan pelatihan yang intens. Alina, meski masih kecil, menunjukkan perkembangan luar biasa. Setiap gerakan tangannya mulai selaras dengan cahaya di sekitarnya. Ia belajar mengarahkan energi penyembuh, membentuk pelindung cahaya, hingga memanggil cahaya kecil yang bisa menuntunnya di tengah gelap. Lyra dan Kael melatihnya dengan sabar. Kael mengajarkan teknik bertarung dan pertahanan, sedangkan Lyra fokus pada pengendalian energi dan meditasi. Alina setiap hari berlatih setelah pulang sekolah dan akan pulang ke rumah saat sore hari. Meskipun hari-harinya menjadi sangat sibuk, Alina melakukannya dengan hati senang. Alina merasa jika dia memiliki kemampuan dan bisa ikut membantu kenapa tidak dia lakukan, hitung-hitung sebagai amalnya nanti, karena dia tidak tahu masa depan seperti apa yang akan dia jalani dengan kemampuan seperti ini, yang pasti akan sangat berbahaya bagi dirinya. Namun di suatu sore, ketika Alina sedang duduk di taman kuil memanda

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-07

Bab terbaru

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 8

    Beberapa tahun pun berlalu… Putri Elaria kini telah berusia sembilan tahun. Ia tumbuh menjadi gadis kecil yang anggun dan bijaksana, dengan aura yang menenangkan siapa pun di sekitarnya. Di bawah bimbingan guru spiritual kerajaan, Elaria mulai memahami bahwa kekuatan penyembuhannya bukan berasal dari dunia biasa. Ia belajar mengendalikan aliran energi penyembuhan, memahami perasaan makhluk hidup di sekitarnya, bahkan membaca bisikan alam. Banyak bangsawan mulai mendengar keajaiban sang putri dan datang dari berbagai kerajaan untuk melihatnya secara langsung. Namun Elaria tidak sombong. Ia tetap sering bermain di taman, berbicara dengan bunga-bunga, membantu pelayan, dan mengunjungi kandang kudanya yang kini sudah dinamai Kai. Kai kini menjadi sahabatnya, dan hanya mau ditunggangi oleh Elaria. "Kai ayo kita pergi ke hutan!" ajak Putri Elaria. "Mau apa kita ke hutan Putri? Disana tidak enak, lebih baik kita tidur saja!" balas Kai si kuda hitam. "Dasar pemalas, ayo cepetan Kai!

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 7

    Waktu terus berlalu, dan perubahan mulai terasa di dunia baru tempat Alina dan Aeron dilahirkan. Di dalam istana kerajaan, Putri Elaria yang masih berusia lima tahun sedang duduk di balkon sambil membaca buku mengenai kerajaan. Ratu Aeris duduk di sampingnya, membaca pembukuan istana dengan tenang. Meski usianya baru seumur jagung, Elaria sudah bisa membaca dan memahami hal-hal yang bahkan sulit dicerna oleh bangsawan dewasa. Kejernihan mata dan sikapnya yang dewasa sering membuat penasihat kerajaan berkata bahwa sang putri “mewarisi jiwa leluhur agung”. Suatu hari, ketika sedang bermain di taman istana, Elaria melihat bunga yang layu di taman membuatnya sangat sedih. Sebenarnya sejak berumur saru tahun dia bisa mengerti bahasa tumbuhan dan bahasa binatang, entah bagaimana caranya tiba-tiba saja dia bisa memahami semua yang ada di sekitarnya. Mendengar bunga itu yang menangis membutuhkan air dan pupuk, Dia tanpa sadar mengangkat tangan kecilnya ke arah bunga yang layu. Dalam sekej

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 6

    Alina dan Aeron saat sadar berada di sebuah taman yang indah. Mereka berdua sangat kagum, dengan keindahan bunga yang beraneka warna dan memiliki banyak jenisnya yang berbeda. Alina menggandeng Aeron yang masih bingung dengan keadaan mereka. Alina melihat seorang wanita yang sangat cantik dengan rambut pirang kecoklatan yang panjang bergelombang mirip dengannya, duduk di kursi taman menghadap kolam ikan. Alina mengajak Aeron mendekati wanita itu. Saat semakin dekat Alina melihat wajah wanita itu sangat mirip dengannya. "Kalian sudah bangun? Maaf disini tidak ada kasur empuk jadi ibu tidak memindahkan kalian berdua, " ucap wanita itu dengan suara lembut menenangkan hati Alina yang takut. "Kau sangat mirip denganku, Apa kau Ibuku? " tanya Alina Ragu. "Benar! Aku ibu kalian, " Aeron menatap wanita itu dengan mata membelalak, antara bingung dan kagum. Ia memegang tangan Alina lebih erat, seolah memastikan semua ini bukan mimpi. “Ibu kami?” gumam Aeron pelan. “Tapi… baga

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 5

    Aeron dan Alina berdiri saling berhadapan di bawah langit yang kini retak oleh celah antara dua dunia. Angin berdesir kencang, membawa serpihan bayangan dan percikan cahaya ke sekeliling mereka. Semua penjaga kuil menahan napas, tak satu pun berani mendekat, takut menyentuh keseimbangan rapuh antara terang dan gelap yang kini berada dalam tubuh dua anak kecil itu. "Aeron…" suara Alina pelan, namun jelas, "aku tahu kau bisa mendengarku. Aku tahu kau bukan milik kegelapan itu." "Aeron, dengarkan aku! kau adalah saudara kembarku, kalau kau tidak percaya, lihatlah bahu kananmu apakah memiliki tanda lahir berbentuk matahari atau tidak? karena aku juga memiliki tanda lahir itu,"sambung Alina berusaha menyadarkan Aeron. Aeron tidak menjawab. Matanya gelap dan dalam, tapi untuk sesaat, pupilnya tampak bergetar. Seberkas cahaya seperti hendak muncul… tapi lenyap kembali. Di atas mereka, Morvak muncul dari pusaran langit dengan jubah panjang yang menjuntai seperti kabut hitam. Suaranya

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 4

    Hari-hari di kuil Cahaya berlalu dengan pelatihan yang intens. Alina, meski masih kecil, menunjukkan perkembangan luar biasa. Setiap gerakan tangannya mulai selaras dengan cahaya di sekitarnya. Ia belajar mengarahkan energi penyembuh, membentuk pelindung cahaya, hingga memanggil cahaya kecil yang bisa menuntunnya di tengah gelap. Lyra dan Kael melatihnya dengan sabar. Kael mengajarkan teknik bertarung dan pertahanan, sedangkan Lyra fokus pada pengendalian energi dan meditasi. Alina setiap hari berlatih setelah pulang sekolah dan akan pulang ke rumah saat sore hari. Meskipun hari-harinya menjadi sangat sibuk, Alina melakukannya dengan hati senang. Alina merasa jika dia memiliki kemampuan dan bisa ikut membantu kenapa tidak dia lakukan, hitung-hitung sebagai amalnya nanti, karena dia tidak tahu masa depan seperti apa yang akan dia jalani dengan kemampuan seperti ini, yang pasti akan sangat berbahaya bagi dirinya. Namun di suatu sore, ketika Alina sedang duduk di taman kuil memanda

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 3

    Malam itu, setelah Kael dan Lyra pergi, Alina sulit tidur. Ia meringkuk di bawah selimut, memeluk boneka kelincinya yang sudah mulai usang, dan menatap kalung daun perak di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembutnya masih berdenyut... seperti bernafas. Pikirannya melayang-layang. Tentang ibunya Alenia Sirene yang tak pernah ia kenal, selain dari foto dan cerita Nenek. Tapi kini... semuanya terasa dekat. Seolah ibunya belum pernah benar-benar pergi. ** Keesokan paginya, saat sekolah usai, Kael sudah menunggu di luar pagar sekolah, menyamar seperti guru dengan jas panjang dan map di tangannya. Kenzo bahkan menyapanya dengan penasaran."Eh...om Kael, kau menjemputku?Apa di suruh Nenek?" tanya Alina merasa tidak enak."Tidak Alina, ini keinginan om sendiri yang ingin menjemputmu pulang sekolah," sahut Kael dengan wajah datar."Terima kasih om, sudah mau menjemputku," sahut Alina tersenyum manis. kenzo yang bersama Alina penasaran dengan pria yang menjemput Alina, kare

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 2

    Jauh di bawah tanah, di reruntuhan kuil kuno yang terkubur oleh waktu dan dilupakan oleh sejarah, sesuatu mulai bergerak. Cahaya biru kehijauan menari di sela-sela ukiran dinding batu yang retak, menggambarkan kisah lama tentang dewa-dewi, perang, dan pengkhianatan. Di tengah ruangan batu raksasa itu, sebuah kolam air bening memantulkan gambar Alina yang sedang tertidur, wajahnya tenang, namun cahaya samar di dahinya mulai muncul berdenyut pelan seperti bintang yang baru menyala. Sebuah suara berat bergema dari lorong-lorong batu. “Penerus Darah Sirene telah terbangun...” Sosok berjubah hitam yang tadi mengintai di mal, kini berlutut di hadapan kolam. Wajahnya tidak terlihat, namun tubuhnya bergetar karena kekuatan yang terpancar dari bayangan Alina. “Apa perintahmu, Penjaga Mata Air Cahaya?” Dari dalam kolam, cahaya melonjak, membentuk siluet seorang perempuan anggun dengan rambut panjang berkilauan. Wajahnya teduh, namun tatapannya tajam. Ia bukan manusia. Ia adalah Aurellia,

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 1

    Langit kota malam itu berwarna kelabu, menyimpan cahaya bulan di balik kabut dan polusi yang menggantung berat. Di sebuah apartemen sederhana di lantai delapan, cahaya hangat dari sebuah lampu baca menerangi kamar kecil berisi rak buku lusuh, boneka usang, dan seorang gadis kecil yang tengah menulis di buku hariannya. Namanya Alina. Rambutnya yang berwarna pirang kecoklatan dikepang dua, wajahnya cantik, bersih dan polos, tapi ada sesuatu di matanya kedalaman yang tak biasa bagi anak seusianya. Malam itu, ia menulis tentang seorang anak laki-laki di sekolahnya yang kakinya terkilir saat bermain bola. Alina saat itu duduk di sebelahnya, menyentuh lutut anak itu dengan ragu-ragu, dan entah bagaimana, rasa sakit anak itu mereda. Ia tersenyum dan berdiri, seolah tak pernah jatuh. "Alina kau hebat sekali, pijatanmu membuat kakiku tidak sakit lagi," ucap Kenzo teman baik di kelasnya. "Benarkah? aku hanya memijat biasa saja, apa sudah tidak sakit lagi?" tanya Alina heran. "Hmm sudah tida

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status