Share

Bab 4

Penulis: Mama Nau
last update Terakhir Diperbarui: 2025-04-07 17:48:26

Hari-hari di kuil Cahaya berlalu dengan pelatihan yang intens. Alina, meski masih kecil, menunjukkan perkembangan luar biasa. Setiap gerakan tangannya mulai selaras dengan cahaya di sekitarnya. Ia belajar mengarahkan energi penyembuh, membentuk pelindung cahaya, hingga memanggil cahaya kecil yang bisa menuntunnya di tengah gelap.

Lyra dan Kael melatihnya dengan sabar. Kael mengajarkan teknik bertarung dan pertahanan, sedangkan Lyra fokus pada pengendalian energi dan meditasi.

Alina setiap hari berlatih setelah pulang sekolah dan akan pulang ke rumah saat sore hari. Meskipun hari-harinya menjadi sangat sibuk, Alina melakukannya dengan hati senang. Alina merasa jika dia memiliki kemampuan dan bisa ikut membantu kenapa tidak dia lakukan, hitung-hitung sebagai amalnya nanti, karena dia tidak tahu masa depan seperti apa yang akan dia jalani dengan kemampuan seperti ini, yang pasti akan sangat berbahaya bagi dirinya.

Namun di suatu sore, ketika Alina sedang duduk di taman kuil memandangi kolam cahaya, Lyra datang membawakan sesuatu, sebuah buku tua berisi catatan tangan.

“Ini milik ibumu,” ujar Lyra lembut. “Dia menulis ini saat tinggal di dunia manusia, sebelum melahirkanmu.”

Alina menerima buku itu dengan hati-hati, membuka halaman demi halaman. Tulisan ibunya indah, tegas namun penuh kelembutan.

Ada banyak cerita, tentang dunianya yang dulu, tentang seorang pria yang menyelamatkannya, dan bagaimana ia memutuskan untuk tinggal di dunia manusia demi melindungi ‘cahaya kecil’ dalam kandungannya—Alina.

Di halaman terakhir tertulis:

“Alina sayang, jika suatu hari kamu membaca ini, maka Ibu mungkin sudah tiada. Tapi jangan bersedih, karena Ibu selalu bersamamu, dalam setiap sinar mentari pagi dan setiap bintang di malam hari. Cahaya bukanlah kekuatan, tapi pilihan. Pilihlah untuk bersinar, meski dunia ingin kamu padam.”

"Alina putriku, ada hal yang ingin ibu ceritakan, tapi itu akan sangat panjang. Ibu akan memberitahu intinya saja ya?" Alina berdecak saat membaca bagian yang ini.

"Ibu ini ingin bercerita tapi malas menulis, bagaimana sih!" Alina mengomel sendiri, terlihat lucu di mata Lyra sehingga membuatnya tersenyum. Lyra memang masih menemani Alina membaca catatan Ibunya.

"Alina sayang, sebenarnya kau memiliki saudara kembar, tapi saat di lahirkan ada seseorang yang mencuri saudara kembarmu, Ayah dan Ibu sudah berusaha mencari adikmu tetapi tidak bisa menemukannya, jika suatu saat kau melihat orang yang mirip denganmu maka itu pasti adikmu, dia juga memiliki tanda lahir yang sama denganmu di tempat yang sama juga, di bagian bahu sebelah kanan. Ibu harap kau bisa menyelamatkan Adikmu dan menjaga Adikmu dengan baik."

Air mata Alina menetes tanpa suara.

"Aku punya saudara kembar," gumamnya pelan, mengusap air matanya yang menetes di pipinya.

Alina kembali membaca catatan buku ibunya.

"Oh iya Sayangku Alina, kau juga masih memiliki Ayah yang tampan dan hebat, tapi sayang sekali dia itu sangat sibuk tidak bisa meninggalkan tempatnya bekerja. Nanti kalau kau bertemu Ayahmu, marahi saja! ibu kesal sekali dengan Ayahmu! bahkan saat Ibu mengandung kalian berdua, Ayahmu datang menengok kalian bisa di hitung. selama kehamilan hanya tiga kali Ayahmu menengok kalian. pertama saat ibu tau kalau Ibu hamil, lalu yang kedua saat ibu mengandung empat bulan dan merayakannya lalu yang ketiga saat Ibu melahirkan kalian. itu juga kedatangan Ayahmu sangat terlambat sekali karena saat kedatangan Ayahmu adikmu sudah di curi seseorang, dan itulah penyesalan terbesar Ayahmu, Ibu harap kau bisa menyembuhkan penyakit hati Ayahmu,"

Alina menghembuskan nafasnya lelah dan juga kesal. dia ini hanya anak berusia 10 tahun, kenapa memberikan pekerjaan yang sangat besar padanya. Dia juga tidak mengerti bagaimana cara menemukan Adik dan Ayahnya.

“Lalu Ayahku… siapa dia?” tanyanya pelan. setelah menyelesaikan membaca seluruh catatan yang ditinggalkan ibunya untuk dirinya. Ibunya tidak mengatakan apapun mengenai identitas Ayahnya dan tidak memberitahu namanya.

Lyra ragu sejenak, lalu menjawab, “Dia bukan dari dunia ini, tapi bukan juga kegelapan. Dia pernah menjadi penjaga gerbang antara dua dunia, tapi setelah perang terakhir… dia menghilang. Nama aslinya, Aethen.”

Alina memandang cahaya langit di atas kuil. “Aku ingin menemukannya… jika dia masih hidup.”

Kael muncul dari balik taman, mendengar percakapan mereka. “Kau akan punya kesempatan. Tapi sebelum itu, kau harus siap. Karena malam bulan purnama berikutnya… portal antara dunia akan terbuka lagi.”

**

Di sisi lain, Morvak menatap langit yang mulai memudar di wilayahnya.

“Bulan hampir penuh. Saatnya retakkan batas dunia ini,” katanya dingin.

Di tangannya, tergenggam seuntai helai rambut keperakan… milik Sirene.

Dan di belakangnya, sebuah sosok mungil dengan mata kosong berdiri. Seorang anak… yang wajahnya sangat mirip Alina.

“Waktunya menemui saudara kembarmu…”

Malam menjelang dengan bulan yang menggantung penuh dan terang di langit. Di dalam Kuil Cahaya, semua penjaga dan pelindung sibuk mempersiapkan ritual perlindungan untuk menjaga perbatasan antara dunia terang dan gelap. Lyra berdiri di tengah altar utama, melantunkan mantra perlindungan kuno. Cahaya dari kristal-kristal di sekeliling kuil mulai menyala satu per satu.

Alina berdiri di samping Kael, mengenakan jubah putih berhiaskan sulaman daun perak—simbol keturunan Sirene. Ia memegang liontin yang diberikan neneknya, yang kini bersinar makin kuat setiap kali ia mendekat ke sumber cahaya di kuil.

"Kael," bisik Alina. "Benarkah aku punya saudara kembar?"

Kael menghela napas, menatap gadis kecil itu penuh simpati. "Ya, Alina. Tapi kalian tidak tumbuh bersama. Saat ibumu melahirkan, ada kekuatan gelap yang mencoba merebut salah satu dari kalian. Sirene sempat membagi kekuatan kalian—kamu dibawa oleh nenek Rosa ke dunia manusia, dan yang satunya... hilang."

Alina menggenggam liontinnya lebih erat. "Dan dia sekarang bersama Morvak?"

Kael mengangguk pelan. "Kami belum tahu pasti... Tapi bayangan yang muncul di mimpimu, dan di gedung malam itu, bisa jadi adalah dia."

**

Sementara itu, di wilayah gelap, Morvak berdiri di depan kolam bayangan, tempat ia bisa mengintip dunia terang. Di sampingnya, anak laki-laki itu berdiri diam. Wajahnya mirip Alina, tapi tanpa cahaya di matanya.

“Namamu… adalah Aeron,” ucap Morvak dengan nada dingin namun penuh kepemilikan. “Dan malam ini, kau akan kembali ke tempat asalmu.”

Aeron hanya menatap kosong, tapi mata hitamnya memantulkan cahaya bulan seakan mengenali sesuatu yang familiar.

Morvak mengangkat tongkat hitamnya. Dari dasar lembah, makhluk-makhluk bayangan mulai naik, membentuk pasukan gelap. Langit di atas mereka mulai berputar pelan—portal antara dunia mulai melemah.

**

Di Kuil Cahaya, Lyra mendadak berhenti melantunkan mantra.

“Portal mulai terbuka,” katanya dengan tegang. “Terlalu cepat... seharusnya belum waktunya.”

Kael menoleh pada Alina. “Kau harus tetap di dalam lingkaran perlindungan. Jangan keluar, apapun yang terjadi.”

Namun liontin Alina tiba-tiba bersinar sangat terang. Detakannya makin cepat. Seakan memanggil... sesuatu.

“Aku harus ke sana,” bisik Alina, matanya berkaca-kaca. “Aku bisa merasakannya… dia butuh aku.”

“Tidak, terlalu berbahaya!” seru Kael, tapi Alina sudah melangkah keluar lingkaran.

Dan seketika, cahaya dan bayangan menyatu di tengah langit malam, membuka celah antara dua dunia—dan dari dalamnya, muncul sosok anak laki-laki bermata gelap. Aeron.

Ia berdiri diam menatap Alina. Di matanya… ada kilatan ragu. Seperti sedang mencari sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Dan Alina… perlahan mendekat. Alina sangat terkejut saat melihat anak seusianya itu dari dekat, anak itu sangat mirip dengannya yang membedakan hanya jenis kelaminnya saja.

"Siapa kau? kenapa kau sangat mirip denganku? apa kau saudara kembarku?" tanya Alina ragu saat melihat anak di depannya yang menatapnya kosong. Anak itu terlihat sangat kesepian, dan Alina merasa sangat sedih saat menatapnya.

"Siapa namamu?" tanya Alina lagi semakin mendekati anak di depannya. Mata Alina bersitatap dengan mata anak di depannya yang tatapannya terlihat dingin dan kelam menggetarkan hatinya.

"Aeron," sahutnya datar dan dingin.

"Aeron aku yakin kau saudara kembarku yang di culik seseorang saat kau baru lahir. Ibu yang menceritakannya padaku dalam suratnya. Ibu mengatakan aku memiliki saudara kembar laki-laki dan memiliki tanda lahir yang sama. denganku. Tanda lahir berbentuk matahari di bahu sebelah kanan. Apa kau pernah melihat tanda lahirmu?" Alina menjelaskan pada Aeron yang tidak berekspresi apapun seakan tidak mendengar penjelasan Alina.

“Aeron… Aku tahu kamu bisa mendengarku…” ucap Alina menghela nafasnya lelah, melihat Aeron yang tidak memiliki ekspresi sama sekali.

**

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 5

    Aeron dan Alina berdiri saling berhadapan di bawah langit yang kini retak oleh celah antara dua dunia. Angin berdesir kencang, membawa serpihan bayangan dan percikan cahaya ke sekeliling mereka. Semua penjaga kuil menahan napas, tak satu pun berani mendekat, takut menyentuh keseimbangan rapuh antara terang dan gelap yang kini berada dalam tubuh dua anak kecil itu. "Aeron…" suara Alina pelan, namun jelas, "aku tahu kau bisa mendengarku. Aku tahu kau bukan milik kegelapan itu." "Aeron, dengarkan aku! kau adalah saudara kembarku, kalau kau tidak percaya, lihatlah bahu kananmu apakah memiliki tanda lahir berbentuk matahari atau tidak? karena aku juga memiliki tanda lahir itu,"sambung Alina berusaha menyadarkan Aeron. Aeron tidak menjawab. Matanya gelap dan dalam, tapi untuk sesaat, pupilnya tampak bergetar. Seberkas cahaya seperti hendak muncul… tapi lenyap kembali. Di atas mereka, Morvak muncul dari pusaran langit dengan jubah panjang yang menjuntai seperti kabut hitam. Suaranya

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-08
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 6

    Alina dan Aeron saat sadar berada di sebuah taman yang indah. Mereka berdua sangat kagum, dengan keindahan bunga yang beraneka warna dan memiliki banyak jenisnya yang berbeda. Alina menggandeng Aeron yang masih bingung dengan keadaan mereka. Alina melihat seorang wanita yang sangat cantik dengan rambut pirang kecoklatan yang panjang bergelombang mirip dengannya, duduk di kursi taman menghadap kolam ikan. Alina mengajak Aeron mendekati wanita itu. Saat semakin dekat Alina melihat wajah wanita itu sangat mirip dengannya. "Kalian sudah bangun? Maaf disini tidak ada kasur empuk jadi ibu tidak memindahkan kalian berdua, " ucap wanita itu dengan suara lembut menenangkan hati Alina yang takut. "Kau sangat mirip denganku, Apa kau Ibuku? " tanya Alina Ragu. "Benar! Aku ibu kalian, " Aeron menatap wanita itu dengan mata membelalak, antara bingung dan kagum. Ia memegang tangan Alina lebih erat, seolah memastikan semua ini bukan mimpi. “Ibu kami?” gumam Aeron pelan. “Tapi… baga

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-11
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 7

    Waktu terus berlalu, dan perubahan mulai terasa di dunia baru tempat Alina dan Aeron dilahirkan. Di dalam istana kerajaan, Putri Elaria yang masih berusia lima tahun sedang duduk di balkon sambil membaca buku mengenai kerajaan. Ratu Aeris duduk di sampingnya, membaca pembukuan istana dengan tenang. Meski usianya baru seumur jagung, Elaria sudah bisa membaca dan memahami hal-hal yang bahkan sulit dicerna oleh bangsawan dewasa. Kejernihan mata dan sikapnya yang dewasa sering membuat penasihat kerajaan berkata bahwa sang putri “mewarisi jiwa leluhur agung”. Suatu hari, ketika sedang bermain di taman istana, Elaria melihat bunga yang layu di taman membuatnya sangat sedih. Sebenarnya sejak berumur saru tahun dia bisa mengerti bahasa tumbuhan dan bahasa binatang, entah bagaimana caranya tiba-tiba saja dia bisa memahami semua yang ada di sekitarnya. Mendengar bunga itu yang menangis membutuhkan air dan pupuk, Dia tanpa sadar mengangkat tangan kecilnya ke arah bunga yang layu. Dalam sekej

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-14
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 8

    Beberapa tahun pun berlalu… Putri Elaria kini telah berusia sembilan tahun. Ia tumbuh menjadi gadis kecil yang anggun dan bijaksana, dengan aura yang menenangkan siapa pun di sekitarnya. Di bawah bimbingan guru spiritual kerajaan, Elaria mulai memahami bahwa kekuatan penyembuhannya bukan berasal dari dunia biasa. Ia belajar mengendalikan aliran energi penyembuhan, memahami perasaan makhluk hidup di sekitarnya, bahkan membaca bisikan alam. Banyak bangsawan mulai mendengar keajaiban sang putri dan datang dari berbagai kerajaan untuk melihatnya secara langsung. Namun Elaria tidak sombong. Ia tetap sering bermain di taman, berbicara dengan bunga-bunga, membantu pelayan, dan mengunjungi kandang kudanya yang kini sudah dinamai Kai. Kai kini menjadi sahabatnya, dan hanya mau ditunggangi oleh Elaria. "Kai ayo kita pergi ke hutan!" ajak Putri Elaria. "Mau apa kita ke hutan Putri? Disana tidak enak, lebih baik kita tidur saja!" balas Kai si kuda hitam. "Dasar pemalas, ayo cepetan Kai!

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-16
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 1

    Langit kota malam itu berwarna kelabu, menyimpan cahaya bulan di balik kabut dan polusi yang menggantung berat. Di sebuah apartemen sederhana di lantai delapan, cahaya hangat dari sebuah lampu baca menerangi kamar kecil berisi rak buku lusuh, boneka usang, dan seorang gadis kecil yang tengah menulis di buku hariannya. Namanya Alina. Rambutnya yang berwarna pirang kecoklatan dikepang dua, wajahnya cantik, bersih dan polos, tapi ada sesuatu di matanya kedalaman yang tak biasa bagi anak seusianya. Malam itu, ia menulis tentang seorang anak laki-laki di sekolahnya yang kakinya terkilir saat bermain bola. Alina saat itu duduk di sebelahnya, menyentuh lutut anak itu dengan ragu-ragu, dan entah bagaimana, rasa sakit anak itu mereda. Ia tersenyum dan berdiri, seolah tak pernah jatuh. "Alina kau hebat sekali, pijatanmu membuat kakiku tidak sakit lagi," ucap Kenzo teman baik di kelasnya. "Benarkah? aku hanya memijat biasa saja, apa sudah tidak sakit lagi?" tanya Alina heran. "Hmm sudah tida

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-05
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 2

    Jauh di bawah tanah, di reruntuhan kuil kuno yang terkubur oleh waktu dan dilupakan oleh sejarah, sesuatu mulai bergerak. Cahaya biru kehijauan menari di sela-sela ukiran dinding batu yang retak, menggambarkan kisah lama tentang dewa-dewi, perang, dan pengkhianatan. Di tengah ruangan batu raksasa itu, sebuah kolam air bening memantulkan gambar Alina yang sedang tertidur, wajahnya tenang, namun cahaya samar di dahinya mulai muncul berdenyut pelan seperti bintang yang baru menyala. Sebuah suara berat bergema dari lorong-lorong batu. “Penerus Darah Sirene telah terbangun...” Sosok berjubah hitam yang tadi mengintai di mal, kini berlutut di hadapan kolam. Wajahnya tidak terlihat, namun tubuhnya bergetar karena kekuatan yang terpancar dari bayangan Alina. “Apa perintahmu, Penjaga Mata Air Cahaya?” Dari dalam kolam, cahaya melonjak, membentuk siluet seorang perempuan anggun dengan rambut panjang berkilauan. Wajahnya teduh, namun tatapannya tajam. Ia bukan manusia. Ia adalah Aurellia,

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-06
  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 3

    Malam itu, setelah Kael dan Lyra pergi, Alina sulit tidur. Ia meringkuk di bawah selimut, memeluk boneka kelincinya yang sudah mulai usang, dan menatap kalung daun perak di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembutnya masih berdenyut... seperti bernafas. Pikirannya melayang-layang. Tentang ibunya Alenia Sirene yang tak pernah ia kenal, selain dari foto dan cerita Nenek. Tapi kini... semuanya terasa dekat. Seolah ibunya belum pernah benar-benar pergi. ** Keesokan paginya, saat sekolah usai, Kael sudah menunggu di luar pagar sekolah, menyamar seperti guru dengan jas panjang dan map di tangannya. Kenzo bahkan menyapanya dengan penasaran."Eh...om Kael, kau menjemputku?Apa di suruh Nenek?" tanya Alina merasa tidak enak."Tidak Alina, ini keinginan om sendiri yang ingin menjemputmu pulang sekolah," sahut Kael dengan wajah datar."Terima kasih om, sudah mau menjemputku," sahut Alina tersenyum manis. kenzo yang bersama Alina penasaran dengan pria yang menjemput Alina, kare

    Terakhir Diperbarui : 2025-04-06

Bab terbaru

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 8

    Beberapa tahun pun berlalu… Putri Elaria kini telah berusia sembilan tahun. Ia tumbuh menjadi gadis kecil yang anggun dan bijaksana, dengan aura yang menenangkan siapa pun di sekitarnya. Di bawah bimbingan guru spiritual kerajaan, Elaria mulai memahami bahwa kekuatan penyembuhannya bukan berasal dari dunia biasa. Ia belajar mengendalikan aliran energi penyembuhan, memahami perasaan makhluk hidup di sekitarnya, bahkan membaca bisikan alam. Banyak bangsawan mulai mendengar keajaiban sang putri dan datang dari berbagai kerajaan untuk melihatnya secara langsung. Namun Elaria tidak sombong. Ia tetap sering bermain di taman, berbicara dengan bunga-bunga, membantu pelayan, dan mengunjungi kandang kudanya yang kini sudah dinamai Kai. Kai kini menjadi sahabatnya, dan hanya mau ditunggangi oleh Elaria. "Kai ayo kita pergi ke hutan!" ajak Putri Elaria. "Mau apa kita ke hutan Putri? Disana tidak enak, lebih baik kita tidur saja!" balas Kai si kuda hitam. "Dasar pemalas, ayo cepetan Kai!

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 7

    Waktu terus berlalu, dan perubahan mulai terasa di dunia baru tempat Alina dan Aeron dilahirkan. Di dalam istana kerajaan, Putri Elaria yang masih berusia lima tahun sedang duduk di balkon sambil membaca buku mengenai kerajaan. Ratu Aeris duduk di sampingnya, membaca pembukuan istana dengan tenang. Meski usianya baru seumur jagung, Elaria sudah bisa membaca dan memahami hal-hal yang bahkan sulit dicerna oleh bangsawan dewasa. Kejernihan mata dan sikapnya yang dewasa sering membuat penasihat kerajaan berkata bahwa sang putri “mewarisi jiwa leluhur agung”. Suatu hari, ketika sedang bermain di taman istana, Elaria melihat bunga yang layu di taman membuatnya sangat sedih. Sebenarnya sejak berumur saru tahun dia bisa mengerti bahasa tumbuhan dan bahasa binatang, entah bagaimana caranya tiba-tiba saja dia bisa memahami semua yang ada di sekitarnya. Mendengar bunga itu yang menangis membutuhkan air dan pupuk, Dia tanpa sadar mengangkat tangan kecilnya ke arah bunga yang layu. Dalam sekej

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 6

    Alina dan Aeron saat sadar berada di sebuah taman yang indah. Mereka berdua sangat kagum, dengan keindahan bunga yang beraneka warna dan memiliki banyak jenisnya yang berbeda. Alina menggandeng Aeron yang masih bingung dengan keadaan mereka. Alina melihat seorang wanita yang sangat cantik dengan rambut pirang kecoklatan yang panjang bergelombang mirip dengannya, duduk di kursi taman menghadap kolam ikan. Alina mengajak Aeron mendekati wanita itu. Saat semakin dekat Alina melihat wajah wanita itu sangat mirip dengannya. "Kalian sudah bangun? Maaf disini tidak ada kasur empuk jadi ibu tidak memindahkan kalian berdua, " ucap wanita itu dengan suara lembut menenangkan hati Alina yang takut. "Kau sangat mirip denganku, Apa kau Ibuku? " tanya Alina Ragu. "Benar! Aku ibu kalian, " Aeron menatap wanita itu dengan mata membelalak, antara bingung dan kagum. Ia memegang tangan Alina lebih erat, seolah memastikan semua ini bukan mimpi. “Ibu kami?” gumam Aeron pelan. “Tapi… baga

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 5

    Aeron dan Alina berdiri saling berhadapan di bawah langit yang kini retak oleh celah antara dua dunia. Angin berdesir kencang, membawa serpihan bayangan dan percikan cahaya ke sekeliling mereka. Semua penjaga kuil menahan napas, tak satu pun berani mendekat, takut menyentuh keseimbangan rapuh antara terang dan gelap yang kini berada dalam tubuh dua anak kecil itu. "Aeron…" suara Alina pelan, namun jelas, "aku tahu kau bisa mendengarku. Aku tahu kau bukan milik kegelapan itu." "Aeron, dengarkan aku! kau adalah saudara kembarku, kalau kau tidak percaya, lihatlah bahu kananmu apakah memiliki tanda lahir berbentuk matahari atau tidak? karena aku juga memiliki tanda lahir itu,"sambung Alina berusaha menyadarkan Aeron. Aeron tidak menjawab. Matanya gelap dan dalam, tapi untuk sesaat, pupilnya tampak bergetar. Seberkas cahaya seperti hendak muncul… tapi lenyap kembali. Di atas mereka, Morvak muncul dari pusaran langit dengan jubah panjang yang menjuntai seperti kabut hitam. Suaranya

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 4

    Hari-hari di kuil Cahaya berlalu dengan pelatihan yang intens. Alina, meski masih kecil, menunjukkan perkembangan luar biasa. Setiap gerakan tangannya mulai selaras dengan cahaya di sekitarnya. Ia belajar mengarahkan energi penyembuh, membentuk pelindung cahaya, hingga memanggil cahaya kecil yang bisa menuntunnya di tengah gelap. Lyra dan Kael melatihnya dengan sabar. Kael mengajarkan teknik bertarung dan pertahanan, sedangkan Lyra fokus pada pengendalian energi dan meditasi. Alina setiap hari berlatih setelah pulang sekolah dan akan pulang ke rumah saat sore hari. Meskipun hari-harinya menjadi sangat sibuk, Alina melakukannya dengan hati senang. Alina merasa jika dia memiliki kemampuan dan bisa ikut membantu kenapa tidak dia lakukan, hitung-hitung sebagai amalnya nanti, karena dia tidak tahu masa depan seperti apa yang akan dia jalani dengan kemampuan seperti ini, yang pasti akan sangat berbahaya bagi dirinya. Namun di suatu sore, ketika Alina sedang duduk di taman kuil memanda

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 3

    Malam itu, setelah Kael dan Lyra pergi, Alina sulit tidur. Ia meringkuk di bawah selimut, memeluk boneka kelincinya yang sudah mulai usang, dan menatap kalung daun perak di atas meja kecil di samping tempat tidurnya. Cahaya lembutnya masih berdenyut... seperti bernafas. Pikirannya melayang-layang. Tentang ibunya Alenia Sirene yang tak pernah ia kenal, selain dari foto dan cerita Nenek. Tapi kini... semuanya terasa dekat. Seolah ibunya belum pernah benar-benar pergi. ** Keesokan paginya, saat sekolah usai, Kael sudah menunggu di luar pagar sekolah, menyamar seperti guru dengan jas panjang dan map di tangannya. Kenzo bahkan menyapanya dengan penasaran."Eh...om Kael, kau menjemputku?Apa di suruh Nenek?" tanya Alina merasa tidak enak."Tidak Alina, ini keinginan om sendiri yang ingin menjemputmu pulang sekolah," sahut Kael dengan wajah datar."Terima kasih om, sudah mau menjemputku," sahut Alina tersenyum manis. kenzo yang bersama Alina penasaran dengan pria yang menjemput Alina, kare

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 2

    Jauh di bawah tanah, di reruntuhan kuil kuno yang terkubur oleh waktu dan dilupakan oleh sejarah, sesuatu mulai bergerak. Cahaya biru kehijauan menari di sela-sela ukiran dinding batu yang retak, menggambarkan kisah lama tentang dewa-dewi, perang, dan pengkhianatan. Di tengah ruangan batu raksasa itu, sebuah kolam air bening memantulkan gambar Alina yang sedang tertidur, wajahnya tenang, namun cahaya samar di dahinya mulai muncul berdenyut pelan seperti bintang yang baru menyala. Sebuah suara berat bergema dari lorong-lorong batu. “Penerus Darah Sirene telah terbangun...” Sosok berjubah hitam yang tadi mengintai di mal, kini berlutut di hadapan kolam. Wajahnya tidak terlihat, namun tubuhnya bergetar karena kekuatan yang terpancar dari bayangan Alina. “Apa perintahmu, Penjaga Mata Air Cahaya?” Dari dalam kolam, cahaya melonjak, membentuk siluet seorang perempuan anggun dengan rambut panjang berkilauan. Wajahnya teduh, namun tatapannya tajam. Ia bukan manusia. Ia adalah Aurellia,

  • Gadis Kecil Sang Penyelamat   Bab 1

    Langit kota malam itu berwarna kelabu, menyimpan cahaya bulan di balik kabut dan polusi yang menggantung berat. Di sebuah apartemen sederhana di lantai delapan, cahaya hangat dari sebuah lampu baca menerangi kamar kecil berisi rak buku lusuh, boneka usang, dan seorang gadis kecil yang tengah menulis di buku hariannya. Namanya Alina. Rambutnya yang berwarna pirang kecoklatan dikepang dua, wajahnya cantik, bersih dan polos, tapi ada sesuatu di matanya kedalaman yang tak biasa bagi anak seusianya. Malam itu, ia menulis tentang seorang anak laki-laki di sekolahnya yang kakinya terkilir saat bermain bola. Alina saat itu duduk di sebelahnya, menyentuh lutut anak itu dengan ragu-ragu, dan entah bagaimana, rasa sakit anak itu mereda. Ia tersenyum dan berdiri, seolah tak pernah jatuh. "Alina kau hebat sekali, pijatanmu membuat kakiku tidak sakit lagi," ucap Kenzo teman baik di kelasnya. "Benarkah? aku hanya memijat biasa saja, apa sudah tidak sakit lagi?" tanya Alina heran. "Hmm sudah tida

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status