“Ini semua salahmu! Harusnya anakku tidak menikahimu, agar dia bisa bersama Nona Bai, dari pada sama kamu yang asal usulnya gak jelas,” sungut sang Ibu mertua.
Hawa di dapur terasa panas, semakin pengap oleh amarah Silvana yang menggelegak. Gaia, berusaha menyibukkan diri dengan menggosok piring, tak menghiraukan omelan mertuanya. Karena kesal Silvana menarik bahu sang menantu membuat tubuh gadis tersebut terhuyung. Gelas di tangan istri Xavier terlepas, meluncur dan menabrak lantai. “Kamu apa-apaan sih! Disuruh cuci piring aja tidak beres banget,” maki Silvana. Gaia hanya terdiam, ia berusaha bertahan demi sang suami. Sedangkan sang mertua geram karena perempuan yang dia maki sama sekali tak bereaksi, dengan gerakkan cepat mengambil pecahan gelas lalu menggores ke lengan. “Arghh … sakit! Gaia, kamu menyakitiku,” pekik wanita tersebut. Mata Gaia membulat sempurna, syok dengan apa dilakukan Ibu mertua. Silvana sungguh diluar dugaan perempuan itu, dia berani menyakiti diri sendiri hanya untuk menyudutkan istri Xavier. Jeritan wanita tersebut menggema, membuat ayah mertuanya berlari mendekat lalu dengan hati-hati memegang lengan sang istri dengan mata terpaku pada darah menetes dari pergelangan kekasihnya. “Apa yang terjadi? Kenapa kamu terluka,” ucap lelaki itu dengan nada khawatir. Suami perempuan itu segera menarik lengan Silvana dengan lembut lalu menghidupkan kran untuk membasuh luka. “Menantumu itu melukaiku, Sayang. Padahal aku hanya mengatakan kenyataan, kalau dia gak menikah dengan putra kita pasti Xavier sudah menikah dengan Nona Bai,” seru wanita tersebut. Pria bermarga Li ini hanya melirik sinis Gaia yang menundukkan kepala, lalu tak berselang lama suami menantu keluarga ini mendekat dan berdiri di samping sang kekasih. “Ada apa ini, Ayah, Mama?” tanya Xavier. Dia memandang sang istri dengan tatapan heran lalu menatap ayahnya yang sibuk memperlakukan Silvana penuh rasa hati-hati dalam tindakan. “Tanyakan pada istrimu sendiri, dia sangat mengecewakanku,” lontar lelaki bermarga Li ini. Li Jian-long segera mengajak sang istri untuk pergi dari sini, sedangkan Xavier langsung mengalihkan pandangan pada Gaia. Perempuan berumur dua puluh tiga tahun ini memilih berjongkok dan merapikan pecahan gelas. “Apa yang sebenarnya terjadi saat aku gak berada di sini, Gaia?” tanya Xavier memandang sang istri yang sibuk memungut pecahan gelas. Gaia tidak menjawab wanita itu mengusap air mata yang jatuh, melihat gerakkan tersebut Xavier segera berjongkok. Dia segera memegang bahu istrinya agar mereka saling bertatapan. “Ada apa sebenarnya, Gaia? Tolong ceritakan, jangan membuat aku kebingungan, bagaimana aku tau kalau cuma melihatmu begini,” seru lelaki dengan tinggi tubuh seratus delapan puluh tiga centimeter ini. Bibir Gaia berkedut lalu langsung berhamburan memeluk Xavier, ia menangis tersedu-sedu. “Tenanglah, Sayang … sebenarnya ada apa? Kenapa kamu menangis? Kenapa ayah seperti kecewa sama kamu,” lontar Xavier. Perempuan ini hanya menggelengkan kepala, membuat Xavier langsung menggendong Gaia lalu mendudukkan ke party dan mengusap air mata sang istri. “Diamlah dulu di sini, aku bersihkan pecahan gelas dulu, takut kamu terluka,” ucap lelaki ini. Gaia hendak melarang tetapi dia langsung bungkam kala sang suami mengecup bibirnya, ia akhirnya memilih menunduk lalu mengulum senyum. Xavier yang melihat tingkah perempuan itu hanya tersenyum, dia segera merapikan pecahan gelas lalu membuang ke tempat aman. “Sudah, ayo kita pergi tidur! Ini sudah malam,” ajak sang suami. Istri lelaki itu mengangguk sebagai jawaban untuk suaminya, lalu mengulurkan tangan drngan gaya manja dan segera disambut Xavier. “Dasar pendek.” ledek Xavier dengan nada menggoda. Anak Mona ini mengerucutkan bibirnya mendengar ledekkan sang suami, ia langsung menghadiahi pukulan di dada Xavier dan disambut tawa lelaki ini. “Nah gini, kamu lebih cantik tertawa begini dari pada kaya tadi,” ujar putra kedua Silvana. Gaia termenung sejenak, lalu tersenyum kembali. Dia dan sang suami bergandengan tangan, berjalan mrnuju kamar. Sesampai di tempat tujuan, Xavier mendesak perempuan tersebut untuk menceritakan kejadian tadi, akhirnya gadis yang berstatus istri ini mulai bercerita. “Kamu gak perlu masukkan ke hati apa yang Mama aku katakan, yang penting kan sekarang aku suami kamu,” tutur lelaki ini. “Bersabarlah sedikit lagi, kalau rumah kita udah selesai kita bakal langsung pindah. Biar kamu gak tersiksa lagi mendengar ucapan Mama dan adikku,” lanjutnya. Gaia menganggukkan kepala lalu mereka segera tidur tetapi sebelumnya kedua manusia ini melakukan ritual suami istri. Waktu berlalu begitu cepat, karena aktifitas panas kala malam, kekasih Xavier bangun jam delapan suami perempuan tersebut sudah tak ada di kediaman. “Haduh … aku bangun kesiangan, gimana ini? Pasti Mama menggerutu deh,” keluh perempuan ini. Ia segera turun dari ranjang dan bergegas ke bilik mandi untuk membersihkan diri. Setelah berpakaian dia melangkah keluar kamar dan langsung disambut semboran air dari kedua sisi. “akh …!” jerit Gaia. Li Xinxin dan Ibunya tertawa bahagia melihat perempuan di hadapan mereka basah kuyup, mereka menyiram Gaia dengan air dingin. Membuat istri Xavier mengigit dengan tatapan marah pada adik ipar lalu sang mertua. “Kenapa tatapanmu itu, mau marah ha!” sentak Li Xinxin. Silvana tersenyum sinis, dia segera merangkul putrinya dan menatap tajam sang menantu. “Dasar pemalas! Cepat rapikan rumah, kamu ini harusnya bangun lebih pagi dari kami, ini malah jam segini baru bangun. Sebagai hukuman bekerjalah dengan keadaan begini, awas kalau sampai ganti pakaian! Cepat buat cake, calon menantu idamanku bakal datang lagi sekarang,” seru Silvana. “Buat rada red velvet,” lanjutnya. Setelah berkata demikian mereka membalikkan badan lalu hendak melangkah pergi tetapi langsung dicekal Gaia. “Mama … apa yang kamu katakan, aku menantumu, Mah. Kenapa kamu menyebut Nona Bai sebagai calon menantumu, aku gak mau Xavier menikah lagi,” seru Gaia. “Lagian, apa Nona Bai tidak malu menginginkan suami orang lain, atau menjadi simpanan.” Perkataan Gaia langsung mendapatkan tamparan dari sang mertua, perempuan berstatus istri Xavier ini memegang pipi dan mata berkaca-kaca memandang wanita yang melahirkan suaminya ini. “Jaga ucapanmu! Kamu yang memasuki hubungan calon menantuku dan putraku, jika kamu gak menikahi Xavier pasti malam kemarin adalah pembahasan pernikahan mereka,” sentak Silvana. Xinxin hanya menonton dengan tangan terlipat di depan dada, ia memang tidak menyukai Gaia karena Jian-long pernah memarahi dia karena istri Xavier ini. “Kakak Lisha gak akan menjadi simpanan Kak Xavier ataupun istri keduanya. Dia bakal jadi istri satu-satunya Kakakku dan bakal jadi kakak ipar hebatku,” lontar Xinxin dengan penuh semangat. Gaia mengerutkan kening, perempuan ini mencerna apa yang dikatakan adik iparnya lalu membulatkan mata. Silvana segera memanggil beberapa lelaki suruhannya dan lekas memerintahkan mereka memegangi menantu perempuan dia. “Karena kamu sudah tau semuanya, jadi kamu bakal susah diperintah sekarang. Jadi mendingan kamu dengan patuh menandatangani surai perceraian dengan putraku,” seru Silvana, Perempuan ini menggelengkan kepala sebagai penolakan atas ucapan sang mertua perempuannya. Melihat hal ini Silvana melotot dengan penuh amarah, dia bahkan kini menampar Gaia. “Kamu gak berhak menolak! Kamu harus tanda tangan surat yang dibawa Lisha nanti, Kamu itu harusnya tau diri, kamu gak pantas bersanding dengan anakku, dia menolak bantuan Lisha karena kamu! Harusnya sekarang perusahaan yang diurus Xavier mendapatkan dana itu, karena kamu ini semua hancur lebur. Kamu harusnya tau diri, nanti kamu harus tanda tangan surat perceraian itu,” sentak sang ibu mertua. Anak Arka ini kembali menggelengkan kepala membuat Silvana sangat murka. “Kamu menghambat kesuksesan anakku, sialan!” maki Silvana penuh amarah. Silvana dengan penuh kekuatan menampar Gaia membuat pipi perempuan ini memerah. Xinxin melihat adegan tersebut hanya mengulas seringai, sedangkan Gaia dengan keras kepala menggelengkan kepala lagi. “Aku gak akan menanda tangani surat perceraian itu, kalau suamiku membutuhkan dana, aku bakal minta ayahku untuk membantunya. Pokoknya walaupun kamu menyiksaku aku gak bakal mau tanda tangan,” balas Gaia. Mendengar ucapan Gaia, Silvana memandang sinis, urat leher sampai terlihat karena saking marah dengan menantunya ini. "Benarkah? Kamu yakin dengan perkataanmu itu? Kalau gitu ayo kita buktikan, cepat bawa dia ke ruang tengah!" perintah Silvana. "Ambil alat penyiksaan untuk menyiksa perempuan keras kepala ini, aku gak percaya kalau dia masih menolak menandatangani surat percerai dengan putraku."BAB 2Robot yang berada di dalam kamar merekam kejadian itu dan segera mengirim rekaman pada Xavier. Gaia diseret paksa ke ruang tengah, ia terus berontak, namun kalah tenaga dengan dua pria yang memegangnya.“Apa yang mau kamu lakukan, Mah!” seru Gaia.Silvana hanya menyeringai mendengar ucapan menantunya, ia miringkan kepala lalu mengetuk-ngetuk jari ke lengannya. “Menurutmu? Aku hanya mengabulkan apa yang kamu katakan,” balas sang mertua.Mata Gaia melotot mendengar perkataan mertuanya, sedangkan perempuan yang lebih tua dari sang Ibu hanya semakin tersenyum senang.“Kamu ketakutan? Di mana sikapmu tadi,” kata Ibu Xavier.Sedangkan Xinxin tersenyum bahagia melihat adegan di hadapannya, bahkan ia merekam dengan handphone untuk diabadikan.“Walaupun kamu memohon agar tidak perlu dihukum aku gak akan mendengarnya, aku harus mendidikmu agar tidak seperti tadi lagi. Kamu harus tau diri, kamu gadis gak jelas yang beruntung menikahi putraku,” lontar istri Li Jian-long.“Eum … kira-kira a
Mata Lisha membulat sempurna, seperti seekor elang yang menatap mangsanya. Tatapan perempuan ini sangat tajam dan menusuk, tepat terarah ke istri Xavier. Seolah dari pandangan tersebut bisa menembus kulit, daging, tulang Gaia. Semua terkesima mendengar kemarahan wanita yang mencintai suami orang lain ini."Kamu gila!"Lisha berteriak sampai suaranya bergetar dengan amarah yang tidak terbendung.Citra anggun yang selama ini dijaga Bai Lisha, hancur berkeping-keping layaknya sesuatu jatuh dari ketinggian lalu mendarat ke tanah. Sangat hancur dan tidak terbentuk, ruat wajah perempuan tersebut sangat merah padam, mata melotot tajam dengan jari menunjuk ke arah Gaia.Gaia hanya menyeringai sinis kala mendengar ucapan gadis yang mencintai suaminya ini, ia sangat puas melihat kemarahan yang terpancar dari wajah Lisha. Sudut bibir terangkat membentuk senyuman mengejek. Dia segera membuang muka sambal melipat tangannya di depan dada, menunjuk sikap acuh tak acuh."Kamu gak mampu, kan? malah me
"Aku ingin tau bagaimana responmu jika aku ditindas oleh mereka," ucap Gaia pelan dalam hati. Matanya menyipit memandang lurus ke arah suaminya. Sedangkan Xavier menghela napas berat. Pandang saling bergantian melirik Gaia dan sang Ibu. "Mama. Aku tau kamu gak suka Gaia, tapi ... aku benar-benar gak nyangka kalau kalian bakal menyakiti istriku." Suara Xavier bergetar, ada nada kecewa dan amarah yang bersatu menjadi sebuah getaran. Ia berusaha menahan amarah yang menggelegak di dada untuk membalas perlakuan mereka pada kekasih hati.Mendengar nada kecewa dari sang putra, Silvana segera bereaksi, ia membalas dengan suara tinggi karena tidak terima. "Mama gak akan begini kalau dia menurut! Lagi pula dia gak pantas bersanding denganmu. Dia cuma mengincar harta kita, Vier ... dia hanya ingin mengangkat derajat keluarganya aja. Pasti semenjak kalian menikah, orang tuanya memamerkan jika putrinya itu menikah dengan keluarga kaya," sungut Silvana. Xavier mengusap wajah mendengar ocehan s
BAB 5Xinxin menganggukkan kepala membenarkan ucapan sang ibu, ia segera mengajak Silvana duduk di sofa dan segera membantu mengobati luka cakaran Lisha. Sedangkan di dalam kendaraan milik Xavier, lelaki ini baru saja memarkirkan kendaraan roda empat di parkiran."Ayo turun, Sayang!" ajak lelaki itu kala membuka pintu dan mengulurkan tangan ke sang istri.Gaia menunduk melihat pakaiannya lalu Kembali menatap suaminya, Xavier yang melihat tingkah sang istri mengerutkan kening. Apalagi mendapatkan perempuan ini menggeleng, membuat dia bingung sampai mengerutkan kening dan membikin alis menyatu."Ada apa? apa kamu gak enak badan?" tanya Xavier lembut.Perempuan tersebut menggeleng sebagai jawaban, lalu terlihat menghela napas Panjang."Aku nunggu di sini aja, aku takut buat kamu malu. Lihat! pakaianku gak rapi, sedangkan kamu sangatr tampan," tutur Gaia.Xavier menganggukkan kepala mendengar penjelasan Gaia, melihat anggukkan sang suami wanita itu merasa kecewa. Ia menundukkan kepala, se
BAB 6 Bai Lisha hanya menampilkan seringai kala memasuki butik, melangkah dengan anggun menuju ruangan pribadi. Suara langkah kaki perempuan itu berdentum mantap di lantai marmer, sesampai di tempat tujuan wanita tersebut lekas mendaratkan bokong di kursi lalu mengembuskan napas dengan kasar. Ia sangat tak percaya jika Xavier memperlakukannya demikian, perempuan tersebut sangat merasa dipermalukan. Padahal apa kekuranganya , dia Kembali ke tanah kelahiran langsung terjun ke dunia bisnis sendiri.Lisha mengepalkan tangan, amarah bergejolak di dada perempuan tersebut. "Yang pantas berdiri di sisi Xavier itu cuma kau!" desisnya.Matanya menyipit tajam. "Mana mungkin aku kalah dengan gadis kampung itu, mana mungkin!" dia menjerit sampai suara bergetar."Pasti Xavier hanya bermain-main aja, pasti itu. Tapi aku sangat malas menunggu dia bosan dengan gadis kampungan itu," geram Lisha.Tangan perempuan ini semakin terkepal kuat mengingat bagaimana Xavier memperlakukan Gaia, ia sangat mengin
Matahari kini berganti giliran dengan bulan, Xavier mengemudi mobil dengan tenang. Lelaki itu sudah merencanakan hendak tidur di hotel sambil membuat malam romantis dengan sang istri, tetapi ada barang penting yang harus dibawa besok ke perusahaan dari kediaman milik keluarganya. "Sayang, aku mengantuk. Aku tidur sebentar ya," ucap Gaia pelan.Xavier tersenyum, mendengar perkataan sang istri lalu menganggukkan kepala. "Tentu sayang. Tidurlah, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai.""Janji ya? Bangunkan aku, jangan sampai kamu malah menunggu terbangun sendiri." Gaia mengucek matanya, matanya mulai mengantuk.Lelaki itu terkekeh mendengar ucapan sang istri lalu kembali menganggukkan kepala. "Janji, sayang. Tidur yang nyenyak." Sebelum tertidur wanita itu memamerkan senyuman pada sang suami lalu perlahan mulai berkalana di alam mimpi. Melihat Gaia sudah terlelap begitu tenang, membuat Xavier tidak tahan untuk mengulas lengkungan di bibir. "Sepertinya namamu harus diganti jadi puter
Mata Xavier menyala tajam, menatap Gaia dengan amarah yang membara. Tinju kembali melayang ke arah Leonard dan dengan cekatan menangkis serangan itu. Keduanya bergulat, tubuh mereka saling bertabrakan sangat keras. Usia mereka berbeda beberapa tahun, namun kekuatan seperti setara. Gaia mengigit bibir, matanya terbelalak melihat adegan di depan mata. Xavier, yang melihat istrinya terkejut tidak menghentikan aksinya, bahkan tidak menghiraukan jeritan para wanita di sini. "Sayang, berhenti." Gaia, suaranya bergetar. Merasa sang suami tidak mengindahkan teriakannyan, Gaia memberanikan diri mendekat lalu memeluk Xavier. Leonard yang hendak melayangkan tinjuan segera menghentikan aksi tersebut, begitu pula pasangan perempuan ini. "Dengarkan aku. Jangan percaya omongan orang lain tentangku. Cuma penilaianmu dan pertanyaan langsungmu yang benar-benar penting!" "Apa kamu akan menelan mentah-mentah ucapan itu," teriak Gaia dengan suara bergetar. Leonard mengusap sudut bibir yang berdarah
Keadaan di ruangan itu sangat hening dan tegang. Semua orang terdiam, terpaku pada situasi yang tak menentu. Li, yang tak tahan dengan kediaman mereka, menghela napas kasar. Ia segera melangkah dan mendaratkan bokong di sofa."Atur emosimu, Vier" suaranya sedikit meninggi, penuh kekesalan. "Jangan seperti ini lagi. Emang gak malu diperhatikan orang lain?""Rumah tanggamu menjadi konsumsi publih, iya kalau hal bagus. Ini malah ...." Lelaki ini tidak melanjutkan perkataannya lagi, dia berdecak dan menatap puteranya dengan pandangan dingin, membuat Xavier hanya berwajah datar. Ia memalingkan muka mendengar ucapan sang Ayah, sedangkan Gaia mengigit bibir dengan tangan memilin-milin pakaian. "Apa kamu gak mau menjelaskan keadaan, Gaia?" tanya Li. Gaia tersentak mendengar pertanyaan Ayah mertuanya, mendapat sang istri yang terkejut. Xavier mendekat dan menyentuh lengan wanita itu, membuat perempuan ini menoleh dan mengulas senyum ke arah kekasihnya. "Ayo jelaskan, aku menunggu lho,"
Silvana siap meledakkan amarahnya, tetapi tangan Li Jian-Long menahan tepat waktu. perempuan tersebut spontan menoleh ke arah sang suami lalu menghentakkan kaki menunjuk kekesalan yang tak tertahankan. Li Jian-Long lekas melirik putra keduanya, ia menggerakkan kepala sebagai isyarat untuk Xavier lekas mengajak mereka memasuki kediaman. "Ayo masuk," ajak putra kedua Li Jian-Long. Xavier lekas membuka pintu dan mempersilakan sang istri untuk memasuki kediaman. Tatapan perempuan itu tidak bisa disembunyikan, pancaran terpesona sangat terlihat membuat Li Xinxin menatap sinis. Sedangkan Bai Lisha mengerutkan dahi melihat dekorasi yang sama sekali bukan terlihat hasil dari seorang Xavier. Selesai terpaku melihat ruangan ini, Gaia menoleh ke arah pasangannya lalu tersenyum lebar. ia segera berlari kecil dan mendaratkan dekapan erat di pinggang Xavier. "Sayang, makasih," pekik wanita tersebut. Xavier langsung tersenyum hangat, ia segera memb
"Tapi aku kan gak tau di mana rumahmu," sungutnya dengan nada kesal. Xavier memutarkan bola mata dengan malas dan mengembuskan napas kasar. Dia memandang sekilas riak wajah penuh amarah Bai Lisha lalu kembali menatap muka istrinya, ia bahkan dengan lembut merapikan anak rambut Gaia. "Itu udah aku nyalakan GPS-nya, Lisha. Kamu tinggal ikuti perintahnya aja. Gitu aja kok dibuat ribet sih. Ini udah tahun dua ribu empat puluh lima, Lisha ... sebengar lagi malah mau dua ribu empat puluh enam, masa kamu gaptek sih," balas Xavier. Lisha langsung memalingkan wajah ke depan kala mendengar sindiran Xavier, matanya sangat berapi. Dia mengepalkan tangan, apalagi melihat betapa lembut sang pujaan memperlakikan Gaia. "Awas aja kamu, aku bakal buat kamu bertekuk lutut padaku. Dan menyesal sudah menikahi gadis sialan itu," geram Bai Lisha dalam hatinya. Suara ketukan
Xavier segera membantu sang istri untuk berdiri, sedangkan Li Jian-Long menatap tajam Xinxin membuat perempuan tersebut menundukkan kepala. "Jangan lakukan itu lagi, ingat itu! Dia tetap kakak iparmu," tegur Li Jian-Long. Setelah menegur putrinya, Li Jian-Long langsung menatap Xavier. Tatapan mata terlihat agak kecewa, mendapatkan hal ini suami Gaia menghela napas. "Ayah ...." Ucapannya terhenti kala dilirik tajam oleh sang Ayah, membuat Xavier menghela napas. Lelaki itu langsung menoleh memandang Bai Lisha, lalu melangkah dan berdiri di hadapan perempuan tersebut. "Maaf, tapi kalau permintaanmu buat bantu aku persyaratnya kaya gitu, aku gak akan mau," tutur Xavier lembut. Bai Lisha mengulas senyuman mendengar perkataan Xavier, walaupun lelaki itu menolak permintaannya tetapi dia terlihat mulai melunak dan merima ia lagi. "Okey, aku tau. Gak bisa dipaksakan, aku tetap akan membantumu, lagian emang awalnya tujuanku
Semua sudah selesai mengisi perut, kini mereka berada di luar. Xavier melihat masih ada keberadaan Bai Lisha merasa heran, sedangkan Gaia memandang geram wanita tersebut. "Sayang, kenapa wanita itu masih ada di sini? apa dia mau ikut ke rumah kita," bisik sang gadis. Mendengar ucapan sang istri dan nada bicara yang ia pahami, lelaki tersebut tersenyum kecil lalu pandangannya kembali melirik Bai Lisha dan bertepatan wanita itu menoleh menatapnya. "Dia menatapku, aku masih ada kesempatan," pekik perempuan itu dalam hati. Hati yang tadinya dipenuhi marah dan kecemburuan ini mengusap ke udara, terbawa oleh hembusan angin. "Apa yang dia lakukan di sini? istriku risih ada dia, mendingan Nona Bai silakan pulang. Ini sudah larut malam, gak pantas seorang gadis terlalu lama di luar," seru Xavier. Bai Lisha langsung memalingkan wajah mendengar perkataan yang keluar dari bibir Xavier, ucapan lelaki itu s
Mereka hanyut dalam tatapan penuh cinta, menikmati setiap kulit yang bersentuhan, napas terdengar memburu. Xavier sudah melemparkan asal jas dan kemeja, kala lelaki itu mulai terburu-buru hendak melepaskan pakaian wanitanya. Bunyi pintu terbuka membuat keduanya kaget dan mengalihkan pandangan ke benda untuk akses keluar masuk. "Ka-kalian." Ucapan Bai Lisha tergagap, dia terpaku melihat pemandangan tersebut. Terpesona dengan penampilan Xavier dan tatapan penuh amarah terpancar kala memandang Gaia. "Keluar! Siapa yang menyuruhmu membuka pintu kamar kami sembarangan," teriak Xavier menggelenggar.Gaia yang baru saja tersadar dari keterkejutan segera menarik selimut dan menutupi tubuh sang suami. Xavier langsung menoleh memandang istri kecilnya, sedangkan penghuni lain mendebgar teriakan lelaki itu lekas berlari mendekat."Apa yang ter ...." Ucapan Li Jian-Long terhenti kala melihat pemandangan yang ada di kamar putranya, dia seg
Fang Yin mendengar hal itu langsung menarik lengan sang teman. Ia melirik sekitar lalu bernapas lega kala tidak ada tanda keberadaan Gaia. "Kamu ini, jangan asal bicara. Gaia gak mungkin jadi simpanan calon suamiku. Dia udah punya suami, dan aku pernah bertemu sama suaminya dan aku jamin Gaia gak akan berpaling," seru wanita itu. Dahi perempuan tersebut berkerut kala mendengar seruan Fang Yin yang begitu yakin. "Sudah, bilang ke semua orang. Jangan bergosip begitu lagi, Gaia gak mungkin menjadi orang ketiga di hubunganku. Lie dan dia cuma murni sebagai atasan dan bawahan aja," tutur sang calon istri Jiang Lie. Mendengar penjelasan Fang Yin akhirnya perempuan tersebut menganggukkan kepala lalu mengiyakan perkataan wanita itu. Semua mulai sibuk lagi melakukan pekerjaan dan keluar perusahaan kala waktu pulang telah tiba. Senyuman Gaia terus terukir bahkan saat sampai di depan kediaman Li. "Kamu!" teriak Xin
Dua hari berlalu semenjak kejadian Hana yang hendak menjebak Gaia tetapi digagalkan oleh Fang Yin. Perempuan tersebut langsung dikeluarkan oleh perusahaan atas perintah Jiang Lie, kala melangkah keluar perempuan tersebut menatap penuh amarah ke arah Gaia. Kini waktu sudah menjelang sore, setelah pulang dari kantor dia akan segera pindah dari kediaman mertuanya. Netra wanita tersebut memandang ke langit yang terlihat semburat jingga, senyuman terus terukir di bibir. "Apa yang kamu pikirkan? Bahagia sekali," tegur Fang Yin. Mereka tengah berada di ruangan Jiang Lie, mengerjakan pekerjaan di sana. Beberapa orang membicarakan ketiganya, gosip mulai tersebar hanya saja belum sampai ke telinga dua perempuan tersebut. "Iya dong aku bahagia, akhirnya keluar dari rumah mertua dan punya rumah sendiri bareng suamiku," balas Gaia penuh semangat. Perempuan itu berbalik memandang Fang Yin, senyuman terus terbingkai di wajah anak Arka ini. "Wah ...
Ketegangan langsung memenuhi ruangan saat mendengar suara Fang Yin, perkataannya begitu tajam dan menusuk bak pisau yang baru saja selesai diasah. Nada suara sarat akan amarah, membuat pasang nata beralih tertuju padanya. Sedangkan dia menatap Hana yang terlihat jelas wajah berubah seketika menjadi memucat. Keterkejutan, takut tergambar jelas. "Apa-apaan sih, kamu! Gak jelas banget," gerutu Hana. Suaranya terdengar gemetar,perempuan itu menyembunyikan keterkejutannya dan bahkan tangan spontan menyembunyikan sebuah berkas di belakang tubuh. "Kamu tau kalau Gaia alergi seafood, dan kamu malah mau menyuruh dia buat pergi bertemu orang yang sangat gila seafood. Kamu gila, ha!" balas wanita itu sengit.Gaia mendengar perkataan Fang Yin mengerutkan dahi dan melirik yang dimarahi perempuan itu sebentar, sedangkan Hana membulatkan mata ia segera mendekati temannya ini."Kamu apaan sih, aku harus menyingkirkan dia. Kamu sudah terpengaruh s
Xavier terdiam mendengar ucapan Bai Lisha membuat wanita itu menyeringai, perempuan tersebut langsung menepuk pakaiannya lalu mendaratkan bokong di meja kerja lelaki berstatus suami orang lain ini."Kamu benar gak berbohong?" tanya Xavier memastikan.Bai Lisha menganggukkan kepala sebagai jawaban, tatapan lelaki itu kini menatap sang lawan bicara dengan tatapan menelisik mencari kebenaran. Xavier menghela napas kala tidak mendapati kebohongan dalam diri perempuan tersebut."Kamu pasti gak mau rugi, kamu mau membantu imbalannya apa kalau berhasil?" balas lelaki tersebut.Wanita itu menyeringai mendengar perkataan Xavier, ia langsung menopang kaki bergaya begitu angkuh. Sedangkan lelaki ini segera memalingkan wajah, ia memilih melangkah menjauh dan mendaratkan bokong di sofa."Aku ingin kamu menceraikan wanita itu dan menikahiku, mudah bukan!" Mata Xavier melotot mendengar ucapan Bai Lisha, lelaki itu bahkan langsung berdiri dan m