Share

Gadis Kampung Itu, Istriku!
Gadis Kampung Itu, Istriku!
Penulis: Pena_Receh01

BAB 1

“Ini semua salahmu! Harusnya anakku tidak menikahimu, agar dia bisa bersama Nona Bai, dari pada sama kamu yang asal usulnya gak jelas,” sungut sang Ibu mertua.

Hawa di dapur terasa panas, semakin pengap oleh amarah Silvana yang menggelegak. Gaia, berusaha menyibukkan diri dengan menggosok piring, tak menghiraukan omelan mertuanya. Karena kesal Silvana menarik bahu sang menantu membuat tubuh gadis tersebut terhuyung. Gelas di tangan istri Xavier terlepas, meluncur dan menabrak lantai.

“Kamu apa-apaan sih! Disuruh cuci piring aja tidak beres banget,” maki Silvana.

Gaia hanya terdiam, ia berusaha bertahan demi sang suami. Sedangkan sang mertua geram karena perempuan yang dia maki sama sekali tak bereaksi, dengan gerakkan cepat mengambil pecahan gelas lalu menggores ke lengan.

“Arghh … sakit! Gaia, kamu menyakitiku,” pekik wanita tersebut.

Mata Gaia membulat sempurna, syok dengan apa dilakukan Ibu mertua. Silvana sungguh diluar dugaan perempuan itu, dia berani menyakiti diri sendiri hanya untuk menyudutkan istri Xavier. Jeritan wanita tersebut menggema, membuat ayah mertuanya berlari mendekat lalu dengan hati-hati memegang lengan sang istri dengan mata terpaku pada darah menetes dari pergelangan kekasihnya.

“Apa yang terjadi? Kenapa kamu terluka,” ucap lelaki itu dengan nada khawatir.

Suami perempuan itu segera menarik lengan Silvana dengan lembut lalu menghidupkan kran untuk membasuh luka.

“Menantumu itu melukaiku, Sayang. Padahal aku hanya mengatakan kenyataan, kalau dia gak menikah dengan putra kita pasti Xavier sudah menikah dengan Nona Bai,” seru wanita tersebut.

Pria bermarga Li ini hanya melirik sinis Gaia yang menundukkan kepala, lalu tak berselang lama suami menantu keluarga ini mendekat dan berdiri di samping sang kekasih.

“Ada apa ini, Ayah, Mama?” tanya Xavier.

Dia memandang sang istri dengan tatapan heran lalu menatap ayahnya yang sibuk memperlakukan Silvana penuh rasa hati-hati dalam tindakan.

“Tanyakan pada istrimu sendiri, dia sangat mengecewakanku,” lontar lelaki bermarga Li ini.

Li Jian-long segera mengajak sang istri untuk pergi dari sini, sedangkan Xavier langsung mengalihkan pandangan pada Gaia. Perempuan berumur dua puluh tiga tahun ini memilih berjongkok dan merapikan pecahan gelas.

“Apa yang sebenarnya terjadi saat aku gak berada di sini, Gaia?” tanya Xavier memandang sang istri yang sibuk memungut pecahan gelas.

Gaia tidak menjawab wanita itu mengusap air mata yang jatuh, melihat gerakkan tersebut Xavier segera berjongkok. Dia segera memegang bahu istrinya agar mereka saling bertatapan.

“Ada apa sebenarnya, Gaia? Tolong ceritakan, jangan membuat aku kebingungan, bagaimana aku tau kalau cuma melihatmu begini,” seru lelaki dengan tinggi tubuh seratus delapan puluh tiga centimeter ini.

Bibir Gaia berkedut lalu langsung berhamburan memeluk Xavier, ia menangis tersedu-sedu.

“Tenanglah, Sayang … sebenarnya ada apa? Kenapa kamu menangis? Kenapa ayah seperti kecewa sama kamu,” lontar Xavier.

Perempuan ini hanya menggelengkan kepala, membuat Xavier langsung menggendong Gaia lalu mendudukkan ke party dan mengusap air mata sang istri.

“Diamlah dulu di sini, aku bersihkan pecahan gelas dulu, takut kamu terluka,” ucap lelaki ini.

Gaia hendak melarang tetapi dia langsung bungkam kala sang suami mengecup bibirnya, ia akhirnya memilih menunduk lalu mengulum senyum. Xavier yang melihat tingkah perempuan itu hanya tersenyum, dia segera merapikan pecahan gelas lalu membuang ke tempat aman.

“Sudah, ayo kita pergi tidur! Ini sudah malam,” ajak sang suami.

Istri lelaki itu mengangguk sebagai jawaban untuk suaminya, lalu mengulurkan tangan drngan gaya manja dan segera disambut Xavier.

“Dasar pendek.” ledek Xavier dengan nada menggoda.

Anak Mona ini mengerucutkan bibirnya mendengar ledekkan sang suami, ia langsung menghadiahi pukulan di dada Xavier dan disambut tawa lelaki ini.

“Nah gini, kamu lebih cantik tertawa begini dari pada kaya tadi,” ujar putra kedua Silvana.

Gaia termenung sejenak, lalu tersenyum kembali. Dia dan sang suami bergandengan tangan, berjalan mrnuju kamar. Sesampai di tempat tujuan, Xavier mendesak perempuan tersebut untuk menceritakan kejadian tadi, akhirnya gadis yang berstatus istri ini mulai bercerita.

“Kamu gak perlu masukkan ke hati apa yang Mama aku katakan, yang penting kan sekarang aku suami kamu,” tutur lelaki ini.

“Bersabarlah sedikit lagi, kalau rumah kita udah selesai kita bakal langsung pindah. Biar kamu gak tersiksa lagi mendengar ucapan Mama dan adikku,” lanjutnya.

Gaia menganggukkan kepala lalu mereka segera tidur tetapi sebelumnya kedua manusia ini melakukan ritual suami istri. Waktu berlalu begitu cepat, karena aktifitas panas kala malam, kekasih Xavier bangun jam delapan suami perempuan tersebut sudah tak ada di kediaman.

“Haduh … aku bangun kesiangan, gimana ini? Pasti Mama menggerutu deh,” keluh perempuan ini.

Ia segera turun dari ranjang dan bergegas ke bilik mandi untuk membersihkan diri. Setelah berpakaian dia melangkah keluar kamar dan langsung disambut semboran air dari kedua sisi.

“akh …!” jerit Gaia.

Li Xinxin dan Ibunya tertawa bahagia melihat perempuan di hadapan mereka basah kuyup, mereka menyiram Gaia dengan air dingin. Membuat istri Xavier mengigit dengan tatapan marah pada adik ipar lalu sang mertua.

“Kenapa tatapanmu itu, mau marah ha!” sentak Li Xinxin.

Silvana tersenyum sinis, dia segera merangkul putrinya dan menatap tajam sang menantu.

“Dasar pemalas! Cepat rapikan rumah, kamu ini harusnya bangun lebih pagi dari kami, ini malah jam segini baru bangun. Sebagai hukuman bekerjalah dengan keadaan begini, awas kalau sampai ganti pakaian! Cepat buat cake, calon menantu idamanku bakal datang lagi sekarang,” seru Silvana.

“Buat rada red velvet,” lanjutnya.

Setelah berkata demikian mereka membalikkan badan lalu hendak melangkah pergi tetapi langsung dicekal Gaia.

“Mama … apa yang kamu katakan, aku menantumu, Mah. Kenapa kamu menyebut Nona Bai sebagai calon menantumu, aku gak mau Xavier menikah lagi,” seru Gaia.

“Lagian, apa Nona Bai tidak malu menginginkan suami orang lain, atau menjadi simpanan.”

Perkataan Gaia langsung mendapatkan tamparan dari sang mertua, perempuan berstatus istri Xavier ini memegang pipi dan mata berkaca-kaca memandang wanita yang melahirkan suaminya ini.

“Jaga ucapanmu! Kamu yang memasuki hubungan calon menantuku dan putraku, jika kamu gak menikahi Xavier pasti malam kemarin adalah pembahasan pernikahan mereka,” sentak Silvana.

Xinxin hanya menonton dengan tangan terlipat di depan dada, ia memang tidak menyukai Gaia karena Jian-long pernah memarahi dia karena istri Xavier ini.

“Kakak Lisha gak akan menjadi simpanan Kak Xavier ataupun istri keduanya. Dia bakal jadi istri satu-satunya Kakakku dan bakal jadi kakak ipar hebatku,” lontar Xinxin dengan penuh semangat.

Gaia mengerutkan kening, perempuan ini mencerna apa yang dikatakan adik iparnya lalu membulatkan mata. Silvana segera memanggil beberapa lelaki suruhannya dan lekas memerintahkan mereka memegangi menantu perempuan dia.

“Karena kamu sudah tau semuanya, jadi kamu bakal susah diperintah sekarang. Jadi mendingan kamu dengan patuh menandatangani surai perceraian dengan putraku,” seru Silvana,

Perempuan ini menggelengkan kepala sebagai penolakan atas ucapan sang mertua perempuannya. Melihat hal ini Silvana melotot dengan penuh amarah, dia bahkan kini menampar Gaia.

“Kamu gak berhak menolak! Kamu harus tanda tangan surat yang dibawa Lisha nanti, Kamu itu harusnya tau diri, kamu gak pantas bersanding dengan anakku, dia menolak bantuan Lisha karena kamu! Harusnya sekarang perusahaan yang diurus Xavier mendapatkan dana itu, karena kamu ini semua hancur lebur. Kamu harusnya tau diri, nanti kamu harus tanda tangan surat perceraian itu,” sentak sang ibu mertua.

Anak Arka ini kembali menggelengkan kepala membuat Silvana sangat murka.

“Kamu menghambat kesuksesan anakku, sialan!” maki Silvana penuh amarah.

Silvana dengan penuh kekuatan menampar Gaia membuat pipi perempuan ini memerah. Xinxin melihat adegan tersebut hanya mengulas seringai, sedangkan Gaia dengan keras kepala menggelengkan kepala lagi.

“Aku gak akan menanda tangani surat perceraian itu, kalau suamiku membutuhkan dana, aku bakal minta ayahku untuk membantunya. Pokoknya walaupun kamu menyiksaku aku gak bakal mau tanda tangan,” balas Gaia.

Mendengar ucapan Gaia, Silvana memandang sinis, urat leher sampai terlihat karena saking marah dengan menantunya ini.

"Benarkah? Kamu yakin dengan perkataanmu itu? Kalau gitu ayo kita buktikan, cepat bawa dia ke ruang tengah!" perintah Silvana.

"Ambil alat penyiksaan untuk menyiksa perempuan keras kepala ini, aku gak percaya kalau dia masih menolak menandatangani surat percerai dengan putraku."

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rai Seika
nice story, Semangat buat authornya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status