BAB 6
Bai Lisha hanya menampilkan seringai kala memasuki butik, melangkah dengan anggun menuju ruangan pribadi. Suara langkah kaki perempuan itu berdentum mantap di lantai marmer, sesampai di tempat tujuan wanita tersebut lekas mendaratkan bokong di kursi lalu mengembuskan napas dengan kasar. Ia sangat tak percaya jika Xavier memperlakukannya demikian, perempuan tersebut sangat merasa dipermalukan. Padahal apa kekuranganya , dia Kembali ke tanah kelahiran langsung terjun ke dunia bisnis sendiri. Lisha mengepalkan tangan, amarah bergejolak di dada perempuan tersebut. "Yang pantas berdiri di sisi Xavier itu cuma kau!" desisnya. Matanya menyipit tajam. "Mana mungkin aku kalah dengan gadis kampung itu, mana mungkin!" dia menjerit sampai suara bergetar. "Pasti Xavier hanya bermain-main aja, pasti itu. Tapi aku sangat malas menunggu dia bosan dengan gadis kampungan itu," geram Lisha. Tangan perempuan ini semakin terkepal kuat mengingat bagaimana Xavier memperlakukan Gaia, ia sangat menginginkan lelaki tersebut melakukan hal tersebut pada dirinya. Bayangan kejadian tadi membuat ia murka, rasa iri mendominan di hati, walaupun dengan wajah datar dan tatapan seperti tidak peduli dengan sekitar membuat Lisha menginginkan pria itu. "Sebenarnya apa yang digunakan gadis itu sampai pernikahan ini sudah mau setahun," pekik Bai Lisha. "Sialan!" Bai Lisha menggebrak meja dengan tangan terkepal, meja yang dipukul itu sampai berbunyi membuat orang yang mendengar suara nyaring perempuan tersebut dan meja langsung berlari memasuki ruangan. "Nona!" Mereka berseru serentak membuat Bai Lisha menoleh, perempuan tersebut langsung memandang mereka membuat semua menundukkan kepala. Ia mengigit bibir kala merasakan nyeri di tangan akibat memukul meja, tetapi sedikit kalah karena amarah yang bergejolak. "Maaf, Nona," lontar salah satu dari mereka. "Kami mendengar teriakan Nona, kami hanya khawatir. Jadi langsung masuk," lanjutnya. Mata Lisha yang agak memerah karena menahan sakit menatap tajam mereka, ia langsung menggerakkan tangan menunjuk pintu keluar. "Keluar! aku gak butuh kalian urusi," teriak Bai Lisha. Mendengar amarah Lisha, mereka segera berhamburan kabur dari ruangan ini. Melihat hal tersebut perempuan itu mendengkus, ia langsung memalingkan wajah. "Cuma gara-gara wanita itu aku sampai emosi begini," desis Lisha. Suara perempuan itu sedikit terengah-engah, ia masih sangat emosi. Lisha mencengkram erat lengan kursi, kuku wanita tersebut sampai memutih akibat saking kuat memegang. Bayangan wajah sombong Gaia terbayang jelas, membuat dada bergemuruh tak karuan. Lisha mengigit bibir Bawah, berusaha mengontrol emosi yang bergejolak. Lisha tersentak mendengar suara dering handphone, ia spontan meraih handphone lalu memandang malas kala melihat nama tertera di sana. Perempuan tersebut memilih menaruh benda pipihnya kembali ke meja. "Mau ngapain Xinxin menelepon, ganggu aja! Pasti dia mengajak ke mall dan minta di traktir lagi, dasar gak tau malu!" cibir Lisha. Perempuan itu tidak berminat menerima telepon dari adik perempuan Xavier, ia memejamkan mata dan memijat kening beberapa menit handphone masih berdiri membuat dia berdecak kesal. "Ck, menyebalkan!" Wanita tersebut menggerutu, ia mengusap wajah dengan telapak tangan. Perempuan tersebut dengan kasar meraih handphone dan melihat layar, kini nama Silvana yang tertera membuat Lisha menghela napas. Putri keluarga Bai ini mengatur napas lalu mengangkat kala merasa telah sedikit tenang. "Akhirnya kamu angkat juga." Suara Silvana terdengar riang dan sangat bersemangat. “Bibi punya kabar baik, Bibi tau gimana cara membuat Gaia diusir sama Xavier,” lontar Silvana. Lisha spontan berdiri mendengar perkataan Silvana, senyuman Bahagia terukir di bibirnya. Sebuah harapan terlihat di manik mata perempuan tersebut. "Apa! Bibi tidak berbohong bukan," seru gadis tersebut. Silvana menggelengkan kepala mendengar ucapan Lisha, padahal perempuan itu tidak akan pernah tau Gerakan yang dilakukan Ibu Xavier karena mereka hanya melakukan telepon biasa saja. Wanita tersebut segera memberitahu segalanya membuat gadis bermarga Bai ini tersenyum sumringah. Kala mulai mendengar cerita Silvana, Lisha segera duduk Kembali ke kursi dan sedikit mencodongkan tubuh mencari kenyaman. Setelah selesai berteleponan, perempuan ini lekas menaruh benda pipih ke meja dan tersenyum penuh kemenangan. "Dasar Jalang! Kamu gak akan bisa mengalahkanku, Tuhan tengah berpihak padaku," seru Lisha. “Aku gak sabar melihatmu diusir sama Xavier, pasti pemandangan bahagia. Aku harus bergegas ke rumah mereka lagi buat lihat secara langsung,” lanjutnya. Perempuan ini segera bangkit dari duduk, ia langsung menyambar tas lalu melangkah keluar ruangan. Lisha bergegas pergi tanpa menghiraukan panggilan sang bawahan, wanita tersebut bergegas memasuki kendaraan dan melaju menuju salon. “Aku harus tampil maksimal malam ini, biar pas Xavier lagi frustasi dia melihatku,” pekiknya gembira. Di kediaman Li Jian-long, istri lelaki itu terus tersenyum penuh kebahagiaan, tangannya memegang handphone milik Gaia. Sedangkan Xinxin terus menggerutu karena istri sang kakak memiliki pria lain selain Xavier. “Dasar Jalang! Dia selingkuh dari Kakakku, benar-benar sok cantik banget,” geram Xinxin.Matahari kini berganti giliran dengan bulan, Xavier mengemudi mobil dengan tenang. Lelaki itu sudah merencanakan hendak tidur di hotel sambil membuat malam romantis dengan sang istri, tetapi ada barang penting yang harus dibawa besok ke perusahaan dari kediaman milik keluarganya. "Sayang, aku mengantuk. Aku tidur sebentar ya," ucap Gaia pelan.Xavier tersenyum, mendengar perkataan sang istri lalu menganggukkan kepala. "Tentu sayang. Tidurlah, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai.""Janji ya? Bangunkan aku, jangan sampai kamu malah menunggu terbangun sendiri." Gaia mengucek matanya, matanya mulai mengantuk.Lelaki itu terkekeh mendengar ucapan sang istri lalu kembali menganggukkan kepala. "Janji, sayang. Tidur yang nyenyak." Sebelum tertidur wanita itu memamerkan senyuman pada sang suami lalu perlahan mulai berkalana di alam mimpi. Melihat Gaia sudah terlelap begitu tenang, membuat Xavier tidak tahan untuk mengulas lengkungan di bibir. "Sepertinya namamu harus diganti jadi puter
Mata Xavier menyala tajam, menatap Gaia dengan amarah yang membara. Tinju kembali melayang ke arah Leonard dan dengan cekatan menangkis serangan itu. Keduanya bergulat, tubuh mereka saling bertabrakan sangat keras. Usia mereka berbeda beberapa tahun, namun kekuatan seperti setara. Gaia mengigit bibir, matanya terbelalak melihat adegan di depan mata. Xavier, yang melihat istrinya terkejut tidak menghentikan aksinya, bahkan tidak menghiraukan jeritan para wanita di sini. "Sayang, berhenti." Gaia, suaranya bergetar. Merasa sang suami tidak mengindahkan teriakannyan, Gaia memberanikan diri mendekat lalu memeluk Xavier. Leonard yang hendak melayangkan tinjuan segera menghentikan aksi tersebut, begitu pula pasangan perempuan ini. "Dengarkan aku. Jangan percaya omongan orang lain tentangku. Cuma penilaianmu dan pertanyaan langsungmu yang benar-benar penting!" "Apa kamu akan menelan mentah-mentah ucapan itu," teriak Gaia dengan suara bergetar. Leonard mengusap sudut bibir yang berdarah
Keadaan di ruangan itu sangat hening dan tegang. Semua orang terdiam, terpaku pada situasi yang tak menentu. Li, yang tak tahan dengan kediaman mereka, menghela napas kasar. Ia segera melangkah dan mendaratkan bokong di sofa."Atur emosimu, Vier" suaranya sedikit meninggi, penuh kekesalan. "Jangan seperti ini lagi. Emang gak malu diperhatikan orang lain?""Rumah tanggamu menjadi konsumsi publih, iya kalau hal bagus. Ini malah ...." Lelaki ini tidak melanjutkan perkataannya lagi, dia berdecak dan menatap puteranya dengan pandangan dingin, membuat Xavier hanya berwajah datar. Ia memalingkan muka mendengar ucapan sang Ayah, sedangkan Gaia mengigit bibir dengan tangan memilin-milin pakaian. "Apa kamu gak mau menjelaskan keadaan, Gaia?" tanya Li. Gaia tersentak mendengar pertanyaan Ayah mertuanya, mendapat sang istri yang terkejut. Xavier mendekat dan menyentuh lengan wanita itu, membuat perempuan ini menoleh dan mengulas senyum ke arah kekasihnya. "Ayo jelaskan, aku menunggu lho,"
Lelaki itu tidak melajukan perkataannya karena Gaia langsung membekam mulut Leonard, Xavier yang mengintip mengerutkan kening. Suami perempuan tersebut mengepalkan tangan melihat reaksi sang istri, ia memilih pergi dari sana dari pada semakin panas melihat adegan lain.“Sebenarnya apa sih yang mereka bicarakan!” geram Xavier.Xavier mukul dinding kasar dengan sekuat tenaga dan melakukan beberapa kali membuat tangan memerah. Senyuman langsung terukir di bibir melihat hal ini, pria tersebut dengan bahagia melangkahkan kaki menuju bilik mandi. ”Aku bakal mandi air dingin, biar istriku lebih memperhatikanku. Beraninya dia mencuri perhatian istriku, awas aja nanti bakal aku balas,” ucapnya pelan.Pria tersebut sedikit memekik karena merasakan hawa dingin yang menusuk kulit, ia berusaha bertahan beberapa lama berendam air dingin. Sedangkan di ruang tengah Leonard menghela napas mendengar perkataan Gaia.”Udah selesai, ayo aku antar kamu ke kamar tamu,” ajak Gaia.Leonard menganggukkan kepa
Istri lelaki itu segera menggerakkan kepalanya menggeleng, mata perempuan tersebut berkaca-kaca. Tatapan sang suami bagai laser sampai menembus hati. Suara Xavier terdengah lemah, tetapi tidak bisa menyembunyikan amarah yang tersulut."Sayang, ini..."Dia menghela napas lalu menundukkan kepala, tak sanggup membalas tatapan mata sang suami. Air mulai berjatuhan dan meluncur bebas dari pipi Gaia. Bibir bergetar tetapi ia berusaha menyembunyikkan isakan, ingin membantah tetapi kata seakan terjebak di tenggorokan.Melihat reaksi demikian Xavier memijat pangkal hidung yang kepala terasa semakin pening. Ia bahkan menghela napas berkali-kali, berusaha menahan gejolak amarah, dia tau sang istri bukan tipe perempuan seperti itu.”Aku tau, aku tau. Kamu gak akan sengaja melakukan itu, cuma ... aku cuma gak mau berbagi, apalagi lelaki lain melihat penampilanmu yang begini,” lontar lelaki itu.“Aku tau kamu panik, sudah jangan menangis. Maaf tadi aku memarahimu,” lanjutnya.Suara lelaki itu perla
Selesai berkata demikian, Leonard memilih memasuki kamar mandi, ia menggeram kesakitan kala air dingin membasahi tubuh. Luka dan memar terasa berdenyut nyeri, dia memejamkan mata lalu mengusap wajah dengan kasar. "Sialan!" makinya. "Aku harus merebut hati, Gaia. Dia pasti tertekan mendapatkan keluarga suami yang begini," lanjut lelaki itu. Sementara di ruangan lain, Xavier telah terlelap pulas setelah menelan obat. Gaia membingkai senyum lembut, mengamati setiap inci wajah sang suami yang tertidur begitu damai. "Tidurlah yang nyenyak, suamiku," bisik perempuan tersebut. "Aku harus mengerjakan sesuatu dulu, baru nanti ikut tidur di sisimu," lanjutnya. Dia mendaratkan kecupan di kening Xavier lalu segera beranjak dari tempat tidur.Bergegas mengambil laptop lalu duduk di kursi dan menaruh benda untuk bekerja di meja. Segera membuka dan jari mulai menari di atas keyboard, tatapan mata sangat tajam memandang fokus ke l
Mata Li Jian-Long menatap ke arah, Xinxin, Xavier, Gaia dan Leonard, mendengar perkataan lelaki tersebut, menantu keluar ini menunduk."Dia membuat Kakak Xavier sakit, Ayah," seru perempuan tersebut.Xinxin berkata sambil menunjuk Gaia, mendengar hal tersebut Xavier segera menggenggam tangan sang istri. Sedangkan Leonard memandang pegangan tersebut lalu memalingkan wajah."Lihat, dia terlihat tidak sakit itu, jangan membuat masalah. Kamu ada kuliah pagi bukan, ikut sana sama kakakmu," seru Li."Jaga sikapmu, jangan membuat malu dihadapan orang lain," bisik lelaki itu.Gadis tersebut menundukkan kepala, sedangkan Li Jian-Long segera melangkah pergi meninggalkan dapur, Silvana menepuk bahu sang putri menguatkan."Sudah, ayo pergi! Biarkan Gaia memasak sendiri," ajak sang Ibu.Perempuan itu mengembuskan napas, mata melirik Gaia sekilas lalu mengikuti sang ibu pergi. Xavier meremas pelan tangan istrinya, sedangkan Leonard segera
Mata Xavier membulat sempurna mendengar perkataan yang terlontar dengan lancar dari mulut Leonard, lelaki tersebut spontan hendak memukul pria tersebut tetapi segera ditahan oleh lawan. Seringai muncul di bibir, sedangkan Gaia yang mencari mereka lekas berlari karena terkejut.“Aku cuma memberitahumu, kalau Shasha gak suka perkelahian. Kamu malah mau mengajarku,” sungut Leonard.Xavier langsung menoleh mendengar suara langkah kaki berlari mendekati, tatapan Gaia tertuju padanya lalu memandang Leonard.“Sudahlah, kenapa kalian seperti anak kecil. Sudah sana pergi!” seru Gaia.Perempuan itu mendorong Leonard untuk memasuki mobil dan membantu membuka pintu, sedangkan Xinxin yang melihat dan mendengar lekas berlari.“Kamu apaan sih! Leon mau mengantarku,” semprot Xinxin kesal. Tatapan wanita itu seperti mau menerkam kakak iparnya ini, sedangkan Gaia menaikan alis mendengar panggilan perempuan tersebut untuk Leonard. “Ayo m
Xavier segera mengantarkan Gaia dan mertuanya ke kediaman, sesampai di sana lelaki tersebut membantu Arka masuk ke dalam rumah. Kini semua telah berada di ruang tengah, pria ini memandang sang istri, paham akan tatapan kekasihnya ia lekas pamit dan mengajak putra arka ke kamar."Aku menunggu penjelasanmu, aku gak akan menuduh kamu langsung," lontar Xavier kala memasuki kamar.Gaia mendengar hal ini hanya tersenyum, ia mengunci pintu dan meraih lengan sang suami agar ikut duduk di ranjang. "Dia membantu Papaku, dia yang membawa Papaku ke rumah sakit," terang Gaia."Gak perlu memikirkan hal gak perlu, dia punya tunangan dan sebentar lagi menikah. Gak mungkin aku menjadi perusak hubungan orang laian, apalagi aku pernah merasakan hal tersebut, aku sangat paham sak ...."Ucapannya terhenti kala sang suami langsung menariknya dalam dekapan, membuat ia sangat terkejut sampai melotot. "Udah jangan dijelaskan, aku paham. Aku minta maaf karena belum bisa melindungimu sepenuhnya, tapi aku bers
Xavier yang ada dibelakang Bai Lisha langsung mengerutkan dahi, ia menatap ke depan dan menangkap sang istri tengah memandangnya. "Menduakan?" Lelaki ini mengulangi perkataan Lisha dengan nada santai, wanita itu langsung mengangguk sebagai jawaban. "Kamu ini, masih saja berusaha mencari keributan," gerutu Gaia. Dia mendengkus pelan lalu menatap malas Bai Lisha dan kembali memandang sang suami. Tangannya melipat dada dan memiringkan kepala, tanpa pandangan lepas dari Xavier. "Jangan mengelak kamu! Bukti sudah jelas di depan mata," sungut Lisha dengan nada tinggi. Mendengar suara Lisha, beberapa orang di rumah sakit menoleh. Perawat yang ada di sini mendekat dan menegur wanita bermarga Bai tersebut. Sedangkan Xavier melangkah mendekat dan meraih pinggang istrinya membuat jarak di antara mereka terkikis. “Bagaimana bisa istriku mendua, sementara dia selalu jatuh ke pelukanku setiap malam?” bisiknya dengan nada menggoda.Pipi Gaia langsung memerah. Ia mencoba melepaskan diri, tapi
Mata Mona melebar mendengar perkataan Jiang Lie, wanita itu langsung memotong perkataan bawahan sang suami. "Rumah sakit mana? Cepat katakan!" pekik wanita itu. Gaia yang mendengar ucapan sang Ibu langsung memandang wanita tersebut, Jiang Lie yang terkejut dengan teriakan istri atasannya sampai lupa hendak mengatakan apa tadi. Dia lekas menjawab pertanyaan Mona dan setelah itu secara sepihak perempuan ini mematikan sambungan telepon. "Ayo ke rumah sakit! Papamu masuk rumah sakit," ajak Mona. "Apa yang dilakukan lelaki itu, kenapa bisa sampai ke rumah sakit!" ucapnya dengan nada frustasi dan khawatir. Dengan gerakkan cepat wanita itu langsung meraih lengan sang putri dan menariknya. Kedua perempuan tersebut terlihat begitu terkejut tambah panik. "Ayo cepat ke rumah sakit ...." perintah Mona saat memasuki kendaraan. Sepanjang perjalanan, Mona terus-menerus menggigit bibir, ekspresinya menunjukkan kegelisahan yang dalam. Tangan mengepal kuat dipangkuan. sementara mata dia seseka
Waktu berputar begitu cepat, Xavier masih sibuk di perusahaan. Membaca dan menandatangani lalu bertemu beberapa orang membuat kesepakatan. "Apa sudah dapat?" tanya lelaki itu tidak sabaran. Ia memandang asistennya penuh harapan, membuat sang empu menunduk lalu menghembuskan napas. "Mereka menginginkan saham sebagai gantinya, Tuan," balas lelaki tersebut. Mata Xavier membelalak, ia mengepalkan tangan dan membuang wajah. "Lupakan saja, Tuan. Jangan cuma karena keegoisan Nyonya, Tuan memberikan beberapa persen saham pada mereka," tutur sang bawahan.Xavier memejamkan mata, ia bersandar di kursi dan mengibaskan tangan memerintah sang asisten untuk pergi. Suara notifikasi chat masuk, dia segera meraih benda pipihnya. [Sayang, aku lagi perawatan. Biar terlihat cantik dan segar,] [Sand photo] [Lihat, istrimu sangat mempesona bukan. 😁] Senyuman terlukis di bibir Xavier kala melihat pesan dari kekasihnya. Ia memandangi photo Gaia yang sedang menikmati pijatan sambil memejamkan mata.
Senyuman masih melekat di bibir Gaia, ia langsung melingkarkan tangan di leher sang suami. Mata mereka saling memandang dan menyelami, lalu berjinjit agar bisa berbisik di telinga Xavier. "Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, bodoh. Kamu gak perlu takut, kecuali kamu memang mempunyai kesalahan," lontarnya pelan di dekat telinga Xavier. Xavier menghela napas, menatap wajah istrinya yang begitu tenang seakan tak terjadi apa-apa. Ia memeluk erat pinggang sang istri, membuat keduanya tak ada jarak sedikitpun. Mengecup puncak kepala Gaia dengan penuh rasa sayang.“Aku tidak suka, kalau kamu mengambil risiko seperti itu,” gumamnya pelan.Gaia mengangguk dalam pelukannya. “Aku mengerti. Aku janji, aku tidak akan mengatakannya lagi.”Xavier sedikit tenang mendengar janji istrinya, tapi ada hal lain yang mengganggunya. “Sekarang soal acara Tuan Arka… maaf aku gak bisa mengajakmu pergi,” tutur lelaki itu dengan nada lemah. Gaia melepaskan pelukan dan menatap Xavier dengan mata penuh tekad.
Mendengar perkataan Jian-Long, Gaia langsung mengalihkan tatapannya pada lelaki itu. Sedangkan Xavier menggenggam jemari sang istri, seolah dari genggaman tersebut menyalurkan kekuatan. Senyuman masih terulas di bibir, suami perempuan ini bahkan terkejut dengan aksi pasangan hidup dia. "Batasan?" Gaia mengulang kata itu sambil menatap sang ayah mertua. "Sejak awal, siapa yang lebih dulu melewati batas? Aku hanya membela diri dan menuntut keadilan. Aku sudah lama terus diam, tapi mereka selalu menginjak-injak aku, gak menghargai aku. Ayah kamu tau itu,"Xinxin mendengus marah, ia masih berusaha merampas handphone Gaia. "Hapus rekaman itu sekarang juga, Gaia!"Gaia menggeleng pelan, masih dengan senyum tenang. "Tidak semudah itu. Aku hanya ingin memastikan kamu dan Mama menepati janji, itu saja apa susahnya."Silvana mengepalkan tangannya erat, napasnya memburu karena amarah yang ditahan. "Jangan macam-macam, Gaia. Aku tidak akan membiarkanmu mempermalukan keluarga ini!""Justru aku ya
Istri Xavier tersenyum tipis kala mendengar perkataan sang mertua, sedangkan Jian-Long memandang heran menantu dan kekasihnya. "Kalau terbukti palsu aku bakal berpisah dengan Xavier," ucap wanita tersebut. Mata Xavier membulat sempurna mendengar perkataan sang istri, dia langsung menarik Gaia membuat wanita itu menabrak tubuhnya. "Sayang! Apa-apaan kamu, jangan main-main! Tarik ucapanmu kembali," seru lelaki itu dengan nada tajam. Sedangkan Xinxin dan Silvana menyeringai mendengar perkataan wanita tersebut, dan Gaia ia sedikit terkejut dengan tarikan sang suami. "Kenapa kamu diam aja, tarik ucapanmu! Pernikahan kita jangan dipakai taruhan," kata Xavier sekali lagi. Tatapannya begitu menghunus memandang sang istri, sedangkan Gaia ia tersenyum kecil. Perempuan ini mengelus lembut punggung tangan lelakinya dengan penuh kasih sayang. "Kamu tenang aja, percaya sama aku," tutur Gaia tenang. Setelah berkata demikian, wanita itu kembali memandang dua perempuan yang terus mengincarnya.
Wanita itu masih terdiam tidak menlanjutkan perkataannya, ia bahkan mengigit bibir bawah, seolah ragu untuk melajukannya."Karena apa? hah!" desak sang ayah mertua dengan nada mencemooh. "Jangan bilang kamu pernah memilikinya, ah bukan, melihatnya, melihatnya dari mana coba. Dari mimpi!" sindir lelaki tersebut dengan tajam. Xinxin menyeringai mengetahui jika sang ayah terlihat agak membenci Gaia, sedangkan istri Xavier menghela napas berusaha tenang."Terserah apa yang kalian pikirkan, aku hanya menekankan kalung ini asli . Kalau tidak percaya kalian bisa ke ahlinya," seru Gaia. "Kalau gitu aku bakal menelepon untuk meminta dia datang menilai," balas Silvana. Gaia hanya mengedikkan bahu, sedangkan Xavier memandang istrinya lalu menghela napas. "Apa perlu? Kalung itu bahkan aku sempat berebutan dengan Tuan Atha, dia juga bilang kalau ini asli," tutur Xavier. Mendengar nama Atha dengan kedua kalinya, Jian-Long mengerutkan dahi ia memandang putranya dengan heran. "Tuan Atha, siapa?
Suara Jian-Long begitu nyaring membuat Gaia langsung menghentikan langkahnya, ia menoleh memandang mereka mereka. Sedangkan Xinxin berdecak kesal dan memalingkan wajah."Kenapa kamu membeli barang sampah ini! kenapa gak mendapatkan barang yang kita inginkan, kamu sangat bodoh!" maki lelaki itu."Ini pasti permintaan istrimu kan, kamu gak mungkin melanggar janjimu untuk mendapatkan barang untuk hadiah putri Tuan Arka," seru Silvana."Ya, pasti ini suruhan dia, kamu sangat bodoh Kak!" omel Xinxin.Mendengar ia dimaki sang adik, lelaki itu langsung menatap tajam perempuan yang umur dibawahnya. "Kalian gak perlu khawatir, kalung ini asli," jelas Gaia.Semua langsung memandang Gaia, mereka mendelik mendengar perkataan istri Xavier."Kenapa kamu membuat ulah, sudah Ayah bilang jangan membuat masalah! sekarang gimana kita memberikan hadiah buat putri Tuan Arka," geram Li Jian-Long."Kamu begitu mengecewakanku, Gaia!" tekan pria tersebut, ia masih menatap tajam Gaia membuat wanita ini menghe