Share

BAB 6

BAB 6

Bai Lisha hanya menampilkan seringai kala memasuki butik, melangkah dengan anggun menuju ruangan pribadi. Suara langkah kaki perempuan itu berdentum mantap di lantai marmer, sesampai di tempat tujuan wanita tersebut lekas mendaratkan bokong di kursi lalu mengembuskan napas dengan kasar.

Ia sangat tak percaya jika Xavier memperlakukannya demikian, perempuan tersebut sangat merasa dipermalukan. Padahal apa kekuranganya , dia Kembali ke tanah kelahiran langsung terjun ke dunia bisnis sendiri.

Lisha mengepalkan tangan, amarah bergejolak di dada perempuan tersebut. "Yang pantas berdiri di sisi Xavier itu cuma kau!" desisnya.

Matanya menyipit tajam. "Mana mungkin aku kalah dengan gadis kampung itu, mana mungkin!" dia menjerit sampai suara bergetar.

"Pasti Xavier hanya bermain-main aja, pasti itu. Tapi aku sangat malas menunggu dia bosan dengan gadis kampungan itu," geram Lisha.

Tangan perempuan ini semakin terkepal kuat mengingat bagaimana Xavier memperlakukan Gaia, ia sangat menginginkan lelaki tersebut melakukan hal tersebut pada dirinya. Bayangan kejadian tadi membuat ia murka, rasa iri mendominan di hati, walaupun dengan wajah datar dan tatapan seperti tidak peduli dengan sekitar membuat Lisha menginginkan pria itu.

"Sebenarnya apa yang digunakan gadis itu sampai pernikahan ini sudah mau setahun," pekik Bai Lisha.

"Sialan!"

Bai Lisha menggebrak meja dengan tangan terkepal, meja yang dipukul itu sampai berbunyi membuat orang yang mendengar suara nyaring perempuan tersebut dan meja langsung berlari memasuki ruangan.

"Nona!"

Mereka berseru serentak membuat Bai Lisha menoleh, perempuan tersebut langsung memandang mereka membuat semua menundukkan kepala. Ia mengigit bibir kala merasakan nyeri di tangan akibat memukul meja, tetapi sedikit kalah karena amarah yang bergejolak.

"Maaf, Nona," lontar salah satu dari mereka.

"Kami mendengar teriakan Nona, kami hanya khawatir. Jadi langsung masuk," lanjutnya.

Mata Lisha yang agak memerah karena menahan sakit menatap tajam mereka, ia langsung menggerakkan tangan menunjuk pintu keluar.

"Keluar! aku gak butuh kalian urusi," teriak Bai Lisha.

Mendengar amarah Lisha, mereka segera berhamburan kabur dari ruangan ini. Melihat hal tersebut perempuan itu mendengkus, ia langsung memalingkan wajah.

"Cuma gara-gara wanita itu aku sampai emosi begini," desis Lisha.

Suara perempuan itu sedikit terengah-engah, ia masih sangat emosi. Lisha mencengkram erat lengan kursi, kuku wanita tersebut sampai memutih akibat saking kuat memegang. Bayangan wajah sombong Gaia terbayang jelas, membuat dada bergemuruh tak karuan. Lisha mengigit bibir Bawah, berusaha mengontrol emosi yang bergejolak.

Lisha tersentak mendengar suara dering handphone, ia spontan meraih handphone lalu memandang malas kala melihat nama tertera di sana. Perempuan tersebut memilih menaruh benda pipihnya kembali ke meja.

"Mau ngapain Xinxin menelepon, ganggu aja! Pasti dia mengajak ke mall dan minta di traktir lagi, dasar gak tau malu!" cibir Lisha.

Perempuan itu tidak berminat menerima telepon dari adik perempuan Xavier, ia memejamkan mata dan memijat kening beberapa menit handphone masih berdiri membuat dia berdecak kesal.

"Ck, menyebalkan!"

Wanita tersebut menggerutu, ia mengusap wajah dengan telapak tangan. Perempuan tersebut dengan kasar meraih handphone dan melihat layar, kini nama Silvana yang tertera membuat Lisha menghela napas. Putri keluarga Bai ini mengatur napas lalu mengangkat kala merasa telah sedikit tenang.

"Akhirnya kamu angkat juga." Suara Silvana terdengar riang dan sangat bersemangat.

“Bibi punya kabar baik, Bibi tau gimana cara membuat Gaia diusir sama Xavier,” lontar Silvana.

Lisha spontan berdiri mendengar perkataan Silvana, senyuman Bahagia terukir di bibirnya. Sebuah harapan terlihat di manik mata perempuan tersebut.

"Apa! Bibi tidak berbohong bukan," seru gadis tersebut.

Silvana menggelengkan kepala mendengar ucapan Lisha, padahal perempuan itu tidak akan pernah tau Gerakan yang dilakukan Ibu Xavier karena mereka hanya melakukan telepon biasa saja. Wanita tersebut segera memberitahu segalanya membuat gadis bermarga Bai ini tersenyum sumringah.

Kala mulai mendengar cerita Silvana, Lisha segera duduk Kembali ke kursi dan sedikit mencodongkan tubuh mencari kenyaman. Setelah selesai berteleponan, perempuan ini lekas menaruh benda pipih ke meja dan tersenyum penuh kemenangan.

"Dasar Jalang! Kamu gak akan bisa mengalahkanku, Tuhan tengah berpihak padaku," seru Lisha.

“Aku gak sabar melihatmu diusir sama Xavier, pasti pemandangan bahagia. Aku harus bergegas ke rumah mereka lagi buat lihat secara langsung,” lanjutnya.

Perempuan ini segera bangkit dari duduk, ia langsung menyambar tas lalu melangkah keluar ruangan. Lisha bergegas pergi tanpa menghiraukan panggilan sang bawahan, wanita tersebut bergegas memasuki kendaraan dan melaju menuju salon.

“Aku harus tampil maksimal malam ini, biar pas Xavier lagi frustasi dia melihatku,” pekiknya gembira.

Di kediaman Li Jian-long, istri lelaki itu terus tersenyum penuh kebahagiaan, tangannya memegang handphone milik Gaia. Sedangkan Xinxin terus menggerutu karena istri sang kakak memiliki pria lain selain Xavier.

“Dasar Jalang! Dia selingkuh dari Kakakku, benar-benar sok cantik banget,” geram Xinxin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status