Mata Li Jian-Long menatap ke arah, Xinxin, Xavier, Gaia dan Leonard, mendengar perkataan lelaki tersebut, menantu keluar ini menunduk.
"Dia membuat Kakak Xavier sakit, Ayah," seru perempuan tersebut.Xinxin berkata sambil menunjuk Gaia, mendengar hal tersebut Xavier segera menggenggam tangan sang istri. Sedangkan Leonard memandang pegangan tersebut lalu memalingkan wajah."Lihat, dia terlihat tidak sakit itu, jangan membuat masalah. Kamu ada kuliah pagi bukan, ikut sana sama kakakmu," seru Li."Jaga sikapmu, jangan membuat malu dihadapan orang lain," bisik lelaki itu.Gadis tersebut menundukkan kepala, sedangkan Li Jian-Long segera melangkah pergi meninggalkan dapur, Silvana menepuk bahu sang putri menguatkan."Sudah, ayo pergi! Biarkan Gaia memasak sendiri," ajak sang Ibu.Perempuan itu mengembuskan napas, mata melirik Gaia sekilas lalu mengikuti sang ibu pergi. Xavier meremas pelan tangan istrinya, sedangkan Leonard segeraMata Xavier membulat sempurna mendengar perkataan yang terlontar dengan lancar dari mulut Leonard, lelaki tersebut spontan hendak memukul pria tersebut tetapi segera ditahan oleh lawan. Seringai muncul di bibir, sedangkan Gaia yang mencari mereka lekas berlari karena terkejut.“Aku cuma memberitahumu, kalau Shasha gak suka perkelahian. Kamu malah mau mengajarku,” sungut Leonard.Xavier langsung menoleh mendengar suara langkah kaki berlari mendekati, tatapan Gaia tertuju padanya lalu memandang Leonard.“Sudahlah, kenapa kalian seperti anak kecil. Sudah sana pergi!” seru Gaia.Perempuan itu mendorong Leonard untuk memasuki mobil dan membantu membuka pintu, sedangkan Xinxin yang melihat dan mendengar lekas berlari.“Kamu apaan sih! Leon mau mengantarku,” semprot Xinxin kesal. Tatapan wanita itu seperti mau menerkam kakak iparnya ini, sedangkan Gaia menaikan alis mendengar panggilan perempuan tersebut untuk Leonard. “Ayo m
Gaia duduk di sudut ruangan, pandangan mata tidak lepas dari memperhatikan gerak-gerik sang suami. Terlihat Xavier tengah berdiskusi dengan para bawahan, suasana sangat terasa berat karena pembahasan begitu rumit jika bukan dari bidang ini. Setiap kata yang keluar dari bibir pria tersebut, bagai tetesan air jatuh ke dalam wadah di hati. Jari Gaia mengetuk meja dengan seolah mengikuti irama detak jantung, kepala ia kadang dimiringkan ke kanan dan kiri, mengikuti pergerakkan Xavier. Pandangan tidak lepas dari sosok lelaki berperawakan besar ini.”Nona, apa kamu ingin minum? Sudah lama Nona memperhatikan Tuan Xavier,” seru seorang wanita.Perempuan itu langsung menoleh memandang gadis yang bertanya padanya, ia segera mengulas senyum lalu mengangguk. Dia meletakan jari telunjuk ke bibir menandakan agar jangan bersuara kembali.“Buatkan jus aja, bawakan cemilan juga. Oh iya, siapkan juga buat mereka, turuti aja perintahku!” ucap istri Xavier.
Waktu dan suasana berbeda. terlihat Arka tengah berjibaku dengan pekerjaan. Kesibukan yang dikerjakan oleh lelaki itu seperti tidak mengenal waktu. Namun, di saat diterpa kebisingan ketikan keyboard ataupun kertas. Sebuah sentuhan lembut terasa di bahu lelaki tersebut membuat ayah Gaia menoleh. Konsentrasi pria ini hancur lembur, Mona mendekat dengan langkah ringan."Sayang," panggil wanita tersebut.Ia berbisik lembut di dekat telinga lelaki tersebut, lalu tangan melingkar di leher pria berstatus suaminya dan duduk di pangkuan Arka. Lengan Mona berpindah, jemari menyentuh dagu laki-laki yang memiliki dua anak ini, sentuhan membuat sang empu memejamkan mata menikmati.“Kamu itu udah tua, harusnya jangan terlalu fokus dengan pekerjaan. Lagian ... anak kita kan bisa menghandle ini semua, harusnya ini waktu kita bersama lho,” rajuk Mona.Wanita ini memejamkan mata menghirup aroma tubuh sang suami yang menerpa indra pencium, melihat reaksi demikian me
Gaia berdiri di pagar balkon, lengan menyentuh pagar besi di sana. Punggung tangan menahan dagu perempuan tersebut, tatapan kosong memandang langit malam yang dihiasi sedikit bintang. Wajahnya terlihat sangat letih, pikiran melayang jauh, terbayang-bayang ucapan orang kepercayaan sang ayah. Jari-jarinya kini memijat kening dengan lembut, seolah berusaha meredakan beban yang menghantam otak. Napas panjang keluar dari bibir anak pertama Arka.“Ini sangat memusingkan,” keluhnya.Tak berselang lama Xavier memasuki ruangan, dia segera mendekati sang istri dan memegang bahu Gaia.“Ada apa, Sayang? Kamu kok semenjak pulang terus melamun. Emang tadi keluar ngapain sih?” tanya Xavier khawatir.“Apa Mama dan adikku menyakitimu lagi?” tanyanya kembali.Perempuan ini membalikkan tubuh dan memandang sang suami, trerlihat ia menghela napas sekali lagi. “Kalau aku merahasiakan sesuatu darimu, apa kamu bakal marah?” tanyanya pelan.Lel
“Ini semua salahmu! Harusnya anakku tidak menikahimu, agar dia bisa bersama Nona Bai, dari pada sama kamu yang asal usulnya gak jelas,” sungut sang Ibu mertua.Hawa di dapur terasa panas, semakin pengap oleh amarah Silvana yang menggelegak. Gaia, berusaha menyibukkan diri dengan menggosok piring, tak menghiraukan omelan mertuanya. Karena kesal Silvana menarik bahu sang menantu membuat tubuh gadis tersebut terhuyung. Gelas di tangan istri Xavier terlepas, meluncur dan menabrak lantai. “Kamu apa-apaan sih! Disuruh cuci piring aja tidak beres banget,” maki Silvana.Gaia hanya terdiam, ia berusaha bertahan demi sang suami. Sedangkan sang mertua geram karena perempuan yang dia maki sama sekali tak bereaksi, dengan gerakkan cepat mengambil pecahan gelas lalu menggores ke lengan.“Arghh … sakit! Gaia, kamu menyakitiku,” pekik wanita tersebut.Mata Gaia membulat sempurna, syok dengan apa dilakukan Ibu mertua. Silvana sungguh diluar dugaan perempuan itu, dia berani menyakiti diri sendiri hany
BAB 2Robot yang berada di dalam kamar merekam kejadian itu dan segera mengirim rekaman pada Xavier. Gaia diseret paksa ke ruang tengah, ia terus berontak, namun kalah tenaga dengan dua pria yang memegangnya.“Apa yang mau kamu lakukan, Mah!” seru Gaia.Silvana hanya menyeringai mendengar ucapan menantunya, ia miringkan kepala lalu mengetuk-ngetuk jari ke lengannya. “Menurutmu? Aku hanya mengabulkan apa yang kamu katakan,” balas sang mertua.Mata Gaia melotot mendengar perkataan mertuanya, sedangkan perempuan yang lebih tua dari sang Ibu hanya semakin tersenyum senang.“Kamu ketakutan? Di mana sikapmu tadi,” kata Ibu Xavier.Sedangkan Xinxin tersenyum bahagia melihat adegan di hadapannya, bahkan ia merekam dengan handphone untuk diabadikan.“Walaupun kamu memohon agar tidak perlu dihukum aku gak akan mendengarnya, aku harus mendidikmu agar tidak seperti tadi lagi. Kamu harus tau diri, kamu gadis gak jelas yang beruntung menikahi putraku,” lontar istri Li Jian-long.“Eum … kira-kira a
Mata Lisha membulat sempurna, seperti seekor elang yang menatap mangsanya. Tatapan perempuan ini sangat tajam dan menusuk, tepat terarah ke istri Xavier. Seolah dari pandangan tersebut bisa menembus kulit, daging, tulang Gaia. Semua terkesima mendengar kemarahan wanita yang mencintai suami orang lain ini."Kamu gila!"Lisha berteriak sampai suaranya bergetar dengan amarah yang tidak terbendung.Citra anggun yang selama ini dijaga Bai Lisha, hancur berkeping-keping layaknya sesuatu jatuh dari ketinggian lalu mendarat ke tanah. Sangat hancur dan tidak terbentuk, ruat wajah perempuan tersebut sangat merah padam, mata melotot tajam dengan jari menunjuk ke arah Gaia.Gaia hanya menyeringai sinis kala mendengar ucapan gadis yang mencintai suaminya ini, ia sangat puas melihat kemarahan yang terpancar dari wajah Lisha. Sudut bibir terangkat membentuk senyuman mengejek. Dia segera membuang muka sambal melipat tangannya di depan dada, menunjuk sikap acuh tak acuh."Kamu gak mampu, kan? malah me
"Aku ingin tau bagaimana responmu jika aku ditindas oleh mereka," ucap Gaia pelan dalam hati. Matanya menyipit memandang lurus ke arah suaminya. Sedangkan Xavier menghela napas berat. Pandang saling bergantian melirik Gaia dan sang Ibu. "Mama. Aku tau kamu gak suka Gaia, tapi ... aku benar-benar gak nyangka kalau kalian bakal menyakiti istriku." Suara Xavier bergetar, ada nada kecewa dan amarah yang bersatu menjadi sebuah getaran. Ia berusaha menahan amarah yang menggelegak di dada untuk membalas perlakuan mereka pada kekasih hati.Mendengar nada kecewa dari sang putra, Silvana segera bereaksi, ia membalas dengan suara tinggi karena tidak terima. "Mama gak akan begini kalau dia menurut! Lagi pula dia gak pantas bersanding denganmu. Dia cuma mengincar harta kita, Vier ... dia hanya ingin mengangkat derajat keluarganya aja. Pasti semenjak kalian menikah, orang tuanya memamerkan jika putrinya itu menikah dengan keluarga kaya," sungut Silvana. Xavier mengusap wajah mendengar ocehan s