Matahari kini berganti giliran dengan bulan, Xavier mengemudi mobil dengan tenang. Lelaki itu sudah merencanakan hendak tidur di hotel sambil membuat malam romantis dengan sang istri, tetapi ada barang penting yang harus dibawa besok ke perusahaan dari kediaman milik keluarganya.
"Sayang, aku mengantuk. Aku tidur sebentar ya," ucap Gaia pelan. Xavier tersenyum, mendengar perkataan sang istri lalu menganggukkan kepala. "Tentu sayang. Tidurlah, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai." "Janji ya? Bangunkan aku, jangan sampai kamu malah menunggu terbangun sendiri." Gaia mengucek matanya, matanya mulai mengantuk. Lelaki itu terkekeh mendengar ucapan sang istri lalu kembali menganggukkan kepala. "Janji, sayang. Tidur yang nyenyak." Sebelum tertidur wanita itu memamerkan senyuman pada sang suami lalu perlahan mulai berkalana di alam mimpi. Melihat Gaia sudah terlelap begitu tenang, membuat Xavier tidak tahan untuk mengulas lengkungan di bibir. "Sepertinya namamu harus diganti jadi puteri tidur," ledek pria tersebut. Xavier mengulurkan tangan dan mengusap sayang puncuk kepala sang istri. Ia berani melakukan hal ini karena sedang lampu merah dan kendaraan sudah dia berhentikan, suara klason mengejutkan pria ini membuat dia lekas mengemudi kembali. "Untunglah kamu gak kaget dan bangun, kalau bangun karena terkejut pasti kamu pusing," gumam lelaki ini. Saat mau sampai di kediamannya, ia mengerutkan kening kala melihat kendaraan mengarah ke rumah juga. "Tumben Ayah menerima tamu jam segini? Flat mobil juga asing. Biasanya Ayah cuma menerima kenalan aja kalau jam segini," pikir Xavier. Dia segera memarkirkan kendaraan bersamaan mobil yang tadi sempat Xavier lirik. Lelaki itu setelah mematikan alat tranfortasinya lekas membangunkan Gaia, ketukan di kaca membuat pria ini mendongak. "Siapa sih," batin lelaki tersebut. Gaia menggeliat lalu menyipitkan mata memandang sang suami, ia langsung mengulas senyuman. "Sayang, udah sampai?" tanya perempuan berambut hitam itu. Pasangan wanita tersebut hanya membalas dengan anggukkan, mata Xavier masih sesekali melirik ke arah pria yang berada di dekat kaca. Kini aksi dilakukan lelaki tersebut berhenti. "Ayo turun," ajak pria tersebut. Setelah berkata demikian Xavier membantu membukakan sabuk pengaman lalu ia segera turun dari kendaraan. Diikuti Gaia yang melakukan hal serupa, seseorang yang melihat wajah familiar lekas mendekati istri puteri kediaman ini dan mendaratkan pelukkan. Senyumannya melebar bahkan mata berbinar-binar kala melihat Gaia. "Shasha, aku merindukanmu," seru lelaki itu. Suaranya sedikit gemetar saking bahagia, sedangkan Gaia mematung. Matanya terbelalak, ia belum sadar dan mengerjapkan netra lalu tarikkan seseorang ditangan perempuan tersebut membuat dekapan terlepas. "Ada apa, Shasha? Masa kamu gak kenal aku, kalau iya benar-benar deh," lontar pria tersebut. "Siapa kamu! Beraninya memeluk istriku," sentak Xavier. Mereka berbicara bersamaan, suami perempuan tersebut matanya melotot dengan urat leher terlihat tanda ia sangat marah. Gaia mengerjapkan matanya, sedangkan lelaki yang tadi memeluk perempuan tersebut mengerutkan kening. Ia bahkan memiringkan kepala, tetapi pandangannya terus menatap istri Xavier. "Leon, ngapain kamu di sini?" tanya Gaia. Perkataan kasar sudah siap meluncur dari bibir Xavier, tetapi terhenti kala mendengar ucapan sang istri. Pandangannya segera tertuju pada Gaia, sedangkan Leonard langsung mengulas senyuman kala nama disebut oleh perempuan tersebut. Melihat lengkungan di bibir lelaki yang tadi mengetuk kaca, Xavier ingin sekali menghantamkan tinjunya ke muka pria itu. Senyum yang seakan mengejek, seakan meremehkan amarah yang berkobar dalam dirinya. "Kamu mengenalnya?" tanya sang suami. Perempuan tersebut langsung menoleh menatap Xavier, tatapan lelaki itu sangat tajam. Ia seperti merasakan lewat pandangan mata saja bisa menembus daging dan tulang. "Leonard Bryan Winata, panggil aja Leo. Jangan Leon, itu panggil Shasha ke saya," seru lelaki itu. Suami Gaia ini langsung menatap sinis pria bernama Leon ini, ia memelototi lelaki tersebut. "Gak bertanya sama kamu! Aku bertanya sama istriku," sungut Xavier. Setelah berkata demikian, Xavier kembali memandang sang istri yang menggaruk kepala. Orang yang mendengar suara mobil di depan rumah segera keluar kediaman, mereka sejak tadi menonton adegan di depan mata. "Gila! Dia ganteng banget," gumam Xinxin. Wanita itu sampai mengigit jari memandang Leonard, sedangkan sang Ibu hanya mendengkus mendengar ucapan putrinya. "Apa dia yang Bibi bicarakan?" tanya Lisha. Silvana terdiam sejenak, lalu menganggukkan kepala kala mendengar suara Leonard lagi. "Ya, itu dia. Bibi agak hafal suaranya," balas Silvana. Lisha segera menganggukkan kepala, wanita itu menyeringai lalu segera melangkah mendekati mereka. Suami Silvana tidak berada di luar, dia sibuk bekerja di ruang kerja, dua perempuan ini mengikuti Bai Lisha. "Vier, dia selingkuhan istrimu!" seru Lisha. Mendengar perkataan Lisha mata Xavier membulat sempurna, dia langsung menatap Leonard dengan tatapan murka. Dengan gerakan tangan cepat, suami Gaia ini melayangkan tinjuan ke wajah lelaki yang hendak bertamu ini. Para wanita memekik terkejut, bahkan Xinxin menutup mata. "Vier, hentikan!" teriak Gaia.Mata Xavier menyala tajam, menatap Gaia dengan amarah yang membara. Tinju kembali melayang ke arah Leonard dan dengan cekatan menangkis serangan itu. Keduanya bergulat, tubuh mereka saling bertabrakan sangat keras. Usia mereka berbeda beberapa tahun, namun kekuatan seperti setara. Gaia mengigit bibir, matanya terbelalak melihat adegan di depan mata. Xavier, yang melihat istrinya terkejut tidak menghentikan aksinya, bahkan tidak menghiraukan jeritan para wanita di sini. "Sayang, berhenti." Gaia, suaranya bergetar. Merasa sang suami tidak mengindahkan teriakannyan, Gaia memberanikan diri mendekat lalu memeluk Xavier. Leonard yang hendak melayangkan tinjuan segera menghentikan aksi tersebut, begitu pula pasangan perempuan ini. "Dengarkan aku. Jangan percaya omongan orang lain tentangku. Cuma penilaianmu dan pertanyaan langsungmu yang benar-benar penting!" "Apa kamu akan menelan mentah-mentah ucapan itu," teriak Gaia dengan suara bergetar. Leonard mengusap sudut bibir yang berdarah
Keadaan di ruangan itu sangat hening dan tegang. Semua orang terdiam, terpaku pada situasi yang tak menentu. Li, yang tak tahan dengan kediaman mereka, menghela napas kasar. Ia segera melangkah dan mendaratkan bokong di sofa."Atur emosimu, Vier" suaranya sedikit meninggi, penuh kekesalan. "Jangan seperti ini lagi. Emang gak malu diperhatikan orang lain?""Rumah tanggamu menjadi konsumsi publih, iya kalau hal bagus. Ini malah ...." Lelaki ini tidak melanjutkan perkataannya lagi, dia berdecak dan menatap puteranya dengan pandangan dingin, membuat Xavier hanya berwajah datar. Ia memalingkan muka mendengar ucapan sang Ayah, sedangkan Gaia mengigit bibir dengan tangan memilin-milin pakaian. "Apa kamu gak mau menjelaskan keadaan, Gaia?" tanya Li. Gaia tersentak mendengar pertanyaan Ayah mertuanya, mendapat sang istri yang terkejut. Xavier mendekat dan menyentuh lengan wanita itu, membuat perempuan ini menoleh dan mengulas senyum ke arah kekasihnya. "Ayo jelaskan, aku menunggu lho,"
Lelaki itu tidak melajukan perkataannya karena Gaia langsung membekam mulut Leonard, Xavier yang mengintip mengerutkan kening. Suami perempuan tersebut mengepalkan tangan melihat reaksi sang istri, ia memilih pergi dari sana dari pada semakin panas melihat adegan lain.“Sebenarnya apa sih yang mereka bicarakan!” geram Xavier.Xavier mukul dinding kasar dengan sekuat tenaga dan melakukan beberapa kali membuat tangan memerah. Senyuman langsung terukir di bibir melihat hal ini, pria tersebut dengan bahagia melangkahkan kaki menuju bilik mandi. ”Aku bakal mandi air dingin, biar istriku lebih memperhatikanku. Beraninya dia mencuri perhatian istriku, awas aja nanti bakal aku balas,” ucapnya pelan.Pria tersebut sedikit memekik karena merasakan hawa dingin yang menusuk kulit, ia berusaha bertahan beberapa lama berendam air dingin. Sedangkan di ruang tengah Leonard menghela napas mendengar perkataan Gaia.”Udah selesai, ayo aku antar kamu ke kamar tamu,” ajak Gaia.Leonard menganggukkan kepa
Istri lelaki itu segera menggerakkan kepalanya menggeleng, mata perempuan tersebut berkaca-kaca. Tatapan sang suami bagai laser sampai menembus hati. Suara Xavier terdengah lemah, tetapi tidak bisa menyembunyikan amarah yang tersulut."Sayang, ini..."Dia menghela napas lalu menundukkan kepala, tak sanggup membalas tatapan mata sang suami. Air mulai berjatuhan dan meluncur bebas dari pipi Gaia. Bibir bergetar tetapi ia berusaha menyembunyikkan isakan, ingin membantah tetapi kata seakan terjebak di tenggorokan.Melihat reaksi demikian Xavier memijat pangkal hidung yang kepala terasa semakin pening. Ia bahkan menghela napas berkali-kali, berusaha menahan gejolak amarah, dia tau sang istri bukan tipe perempuan seperti itu.”Aku tau, aku tau. Kamu gak akan sengaja melakukan itu, cuma ... aku cuma gak mau berbagi, apalagi lelaki lain melihat penampilanmu yang begini,” lontar lelaki itu.“Aku tau kamu panik, sudah jangan menangis. Maaf tadi aku memarahimu,” lanjutnya.Suara lelaki itu perla
Selesai berkata demikian, Leonard memilih memasuki kamar mandi, ia menggeram kesakitan kala air dingin membasahi tubuh. Luka dan memar terasa berdenyut nyeri, dia memejamkan mata lalu mengusap wajah dengan kasar. "Sialan!" makinya. "Aku harus merebut hati, Gaia. Dia pasti tertekan mendapatkan keluarga suami yang begini," lanjut lelaki itu. Sementara di ruangan lain, Xavier telah terlelap pulas setelah menelan obat. Gaia membingkai senyum lembut, mengamati setiap inci wajah sang suami yang tertidur begitu damai. "Tidurlah yang nyenyak, suamiku," bisik perempuan tersebut. "Aku harus mengerjakan sesuatu dulu, baru nanti ikut tidur di sisimu," lanjutnya. Dia mendaratkan kecupan di kening Xavier lalu segera beranjak dari tempat tidur.Bergegas mengambil laptop lalu duduk di kursi dan menaruh benda untuk bekerja di meja. Segera membuka dan jari mulai menari di atas keyboard, tatapan mata sangat tajam memandang fokus ke l
Mata Li Jian-Long menatap ke arah, Xinxin, Xavier, Gaia dan Leonard, mendengar perkataan lelaki tersebut, menantu keluar ini menunduk."Dia membuat Kakak Xavier sakit, Ayah," seru perempuan tersebut.Xinxin berkata sambil menunjuk Gaia, mendengar hal tersebut Xavier segera menggenggam tangan sang istri. Sedangkan Leonard memandang pegangan tersebut lalu memalingkan wajah."Lihat, dia terlihat tidak sakit itu, jangan membuat masalah. Kamu ada kuliah pagi bukan, ikut sana sama kakakmu," seru Li."Jaga sikapmu, jangan membuat malu dihadapan orang lain," bisik lelaki itu.Gadis tersebut menundukkan kepala, sedangkan Li Jian-Long segera melangkah pergi meninggalkan dapur, Silvana menepuk bahu sang putri menguatkan."Sudah, ayo pergi! Biarkan Gaia memasak sendiri," ajak sang Ibu.Perempuan itu mengembuskan napas, mata melirik Gaia sekilas lalu mengikuti sang ibu pergi. Xavier meremas pelan tangan istrinya, sedangkan Leonard segera
Mata Xavier membulat sempurna mendengar perkataan yang terlontar dengan lancar dari mulut Leonard, lelaki tersebut spontan hendak memukul pria tersebut tetapi segera ditahan oleh lawan. Seringai muncul di bibir, sedangkan Gaia yang mencari mereka lekas berlari karena terkejut.“Aku cuma memberitahumu, kalau Shasha gak suka perkelahian. Kamu malah mau mengajarku,” sungut Leonard.Xavier langsung menoleh mendengar suara langkah kaki berlari mendekati, tatapan Gaia tertuju padanya lalu memandang Leonard.“Sudahlah, kenapa kalian seperti anak kecil. Sudah sana pergi!” seru Gaia.Perempuan itu mendorong Leonard untuk memasuki mobil dan membantu membuka pintu, sedangkan Xinxin yang melihat dan mendengar lekas berlari.“Kamu apaan sih! Leon mau mengantarku,” semprot Xinxin kesal. Tatapan wanita itu seperti mau menerkam kakak iparnya ini, sedangkan Gaia menaikan alis mendengar panggilan perempuan tersebut untuk Leonard. “Ayo m
Gaia duduk di sudut ruangan, pandangan mata tidak lepas dari memperhatikan gerak-gerik sang suami. Terlihat Xavier tengah berdiskusi dengan para bawahan, suasana sangat terasa berat karena pembahasan begitu rumit jika bukan dari bidang ini. Setiap kata yang keluar dari bibir pria tersebut, bagai tetesan air jatuh ke dalam wadah di hati. Jari Gaia mengetuk meja dengan seolah mengikuti irama detak jantung, kepala ia kadang dimiringkan ke kanan dan kiri, mengikuti pergerakkan Xavier. Pandangan tidak lepas dari sosok lelaki berperawakan besar ini.”Nona, apa kamu ingin minum? Sudah lama Nona memperhatikan Tuan Xavier,” seru seorang wanita.Perempuan itu langsung menoleh memandang gadis yang bertanya padanya, ia segera mengulas senyum lalu mengangguk. Dia meletakan jari telunjuk ke bibir menandakan agar jangan bersuara kembali.“Buatkan jus aja, bawakan cemilan juga. Oh iya, siapkan juga buat mereka, turuti aja perintahku!” ucap istri Xavier.