"Aku ingin tau bagaimana responmu jika aku ditindas oleh mereka," ucap Gaia pelan dalam hati.
Matanya menyipit memandang lurus ke arah suaminya. Sedangkan Xavier menghela napas berat. Pandang saling bergantian melirik Gaia dan sang Ibu. "Mama. Aku tau kamu gak suka Gaia, tapi ... aku benar-benar gak nyangka kalau kalian bakal menyakiti istriku." Suara Xavier bergetar, ada nada kecewa dan amarah yang bersatu menjadi sebuah getaran. Ia berusaha menahan amarah yang menggelegak di dada untuk membalas perlakuan mereka pada kekasih hati. Mendengar nada kecewa dari sang putra, Silvana segera bereaksi, ia membalas dengan suara tinggi karena tidak terima. "Mama gak akan begini kalau dia menurut! Lagi pula dia gak pantas bersanding denganmu. Dia cuma mengincar harta kita, Vier ... dia hanya ingin mengangkat derajat keluarganya aja. Pasti semenjak kalian menikah, orang tuanya memamerkan jika putrinya itu menikah dengan keluarga kaya," sungut Silvana. Xavier mengusap wajah mendengar ocehan sang Ibu, ia kembali menghela napas dan menatap wajah Silvana. "Walaupun itu benar, ya enggak apa-apa, dong. Lagi pula, bagus kan, nama keluarga kita jadi terkenal di sana, lagian Mama. Jangan lupa, kamu juga sama, berasal dari sana," balas lelaki itu. Silvana tercengang, matanya melebar tak percaya. Ia langsung memalingkan wajah, tak sanggup menatap Xavier. Gaia, yang meniup jari-jarinya yang berdarah, merasakan amarah Xavier, tapi juga melihat kesedihan di matanya. "Sudah, Sayang. Jariku sakit. Mungkin aku bakal kehabisan darah kalau nunggu kalian berhenti bertengkar!" Xavier langsung menggendong Gaia, melangkah cepat keluar tanpa menghiraukan teriakan Silvana dan kedua perempuannya yang tak berbeda jauh usia dengan sang istri. Di dalam mobil, Xavier dengan lembut mendudukkan Gaia di kursi penumpang. "Sayang, gara-gara aku kamu jadi berdebat sama Mama," kata Gaia, suaranya berbisik. "Sebenarnya aku nggak mau kamu bersikap gitu ke Mama." Lelaki ini hanya menghela napas mendengar perkataan sang istri, dia memilih mencari kotak obat lalu segera mengobati luka di jari kekasihnya. Ia langsung menatap wajah Gaia kala melihat wanita tersebut meringis kesakitan, pria tersebut lekas meniup-niup. "Kenapa kamu gak lari?" Mendengar pertanyaan yang terlontar oleh suaminya, Gaia sangat gemas. Dengan gerakan refleks satu tangannya memukul kepala Xavier membuat lelaki ini langsung memandang tajam. "Kamu ini! Mana mungkin aku suka rela disiksa gitu, aku juga udah nyoba kabur dari mereka, tapi kamu lihat kan, ada dua laki-laki yang membantu mereka menangkap dan memegangiku." Pria tersebut meringis mendengar jawaban sang istri, ia langsung menggaruk kepala yang tidak gatal lalu memamerkan deretan gigi putih. "Hehehe … maaf, Sayang. Aku tadi gak terlalu fokus," jelas Xavier. Gaia hanya memajukan bibir mendengar penuturan sang suami, lalu lelaki tersebut dengan teliti mengoles obat di tangan perempuan tersebut lalu memakaikan perban. "Sudah." Mata Gaia membulat melihat hasil karya suaminya, sedangkan pria ini hanya memamerkan wajah tak berdosa. "Sayang, kamu …." Baru saja hendak protes, wanita itu langsung diam kala bibirnya dikecup oleh sang suami, membuat perempuan ini melebarkan mata. Melihat reaksi demikian, Xavier hanya tersenyum geli. "Jangan protes, ini pertama kalinya aku memakaikan perban. Kalau itu eum … kamu ikut aku ke perusahaan aja," tutur Xavier. Perempuan tersebut akhirnya menganggukkan kepala sebagai tanda setuju, senyuman langsung terukir di bibir Xavier. Lelaki ini segera memakaikan sabuk pengaman untuk sang istri lalu diri sendiri. Selesai melakukan hal itu, dia lekas melajukan kendaraan menuju perusahaan. “Angkat telepon itu, Sayang,” perintah Xavier. Mendengar perintah sang suami, ia segera menurut lalu melakukan apa yang disuruh lelaki tersebut. Suara asisten Xavier terdengar, pria ini hanya menganggukkan kepala. Mereka tengah melakukan video call dan Gaia mengarahkan kamera pada kekasihnya. “Tunggu, kami sebentar lagi sampai. Kita lanjutkan lagi nanti, sudah! Kamu membuat istriku pegal memegang handphone,” seru Xavier. Lelaki itu mengangguk mendengar ucapan sang bos, ia segera pamit lalu mematikan sambungan telepon. Sedangkan Gaia mengulum senyum, dia lekas menaruh handphone ke tempatnya. “Kalau kamu bosan mainkan aja handphoneku, handphone kamu ketinggalan di rumah bukan,” tutur lelaki itu. Sang istri segera menyambar handphone Xavier, membuat lelaki ini hanya menggelengkan kepala melihat tingkah pasangan yang ia nikahi. Mereka memang selalu begini, tidak ada rahasia yang disembunyikan. “Sayang, emang kamu jawab apa sih buat si Lisha sampai emosi gitu?” tanya Xavier penasaran. Gaia menoleh mendengar pertanyaan suaminya, ia terdiam sebentar dan menyandarkan punggung. Helaan napas terdengar membuat Xavier mengerutkan kening. “Aku cuma minta uang beberapa miliar kok, uang kecil gitu malah buat dia marah. Eh dia malah cuma mau kasih tiga ratus juta doang. Masa buat ninggalin kamu cuma di kasih uang sedikit itu, mana mau aku,” jawab Gaia. Mata lelaki ini membulat mendengar penjelasan sang istri, ia akhirnya hanya menanggapi dengan senyuman kecil ambil menggelengkan kepala. ”Nah kan, kamu juga merasa uang yang ditawarkan kecil,” kata perempuan ini. Sebelum menjawab lelaki itu menghentikan laju kendaraan karena lampu merah menyala, ia langsung memandang sang istri dengan seksama. Membuat Gaia yang merasa diperhatikan menoleh dan mengerutkan kening mendapatkan pandangan demikian oleh suaminya. “Kamu bilang uang segitu sedikit?” tanya Xavier. Gaia kembali mengernyitkan dahi tetapi segera mengangguk kala melihat lampu sudah berubah hijau, ia menggerakkan kepala dan memberitahu jika sudah boleh melajukan kendaraan. “Sayang, ayo jalan! Udah hijau tuh,” seru Gaia. Xavier terdiam sebentar tidak merespon seruan sang suami, lalu tersadar kala mendengar klakson. Ia lekas melajukan kendaraan dan sesekali melirik Gaia. “Kamu kenapa sih, Sayang, melihatku sampai segitunya. Ada yang aneh?” tanya wanita tersebut. Lelaki berstatus suaminya ini menganggukkan kepala, membuat ia merasa heran. Perempuan itu segera mengarahkan kaca ke wajah dan memperhatikan dengan saksama membuat Xavier tersenyum. “Bukan penampilanmu yang aneh, Sayang. Tapi jawabanmu itu, baru kali ini ada yang bilang uang tiga ratus juta sedikit,” lontar Xavier. Gaia memamerkan senyuman yang memperlihatkan deretan gigi putih yang ada beberapa tak rapi, perempuan ini segera memalingkan wajah dan melihat jalanan. “Memang sedikit bukan? Dia mau menyuruhku pergi dari hidupmu lho. Cuma memberi harga tiga ratus juta, em … emangnya kamu mau dihargai segitu,” ujar sang istri. Xavier berpikir sejenak lalu menganggukkan kepala membuat Gaia berdecak kesal, melihat respon demikian lelaki ini segera mengulurkan tangan dan mengusap kepala sang istri. Sedangkan di kediaman keluarga Li, Silvana dan Xinxin tengah menenangkan Bai Lisha. “Mereka mempermalukan, Bi!” “Sebenarnya apa kelebihan wanita itu yang gak aku miliki,” seru Lisha kembali. “Bahkan Xavier gak mau menatapku lama-lama, dia malah memperhatikan gadis kampung itu!” Silvana terus berusaha menenangkan wanita yang ia ingin jadikan menantu, sedangkan Xinxin tidak terlalu mau dekat dengan Lisha jika dia tengah marah. Setelah perempuan ini tenang, dia memandang istri Li Jian-long dan memandang dengan tatapan sendu. “Bi, maafkan aku, aku gak bermaksud menyakitimu. Aku, aku cuma kalau kesal selalu gak sadar kalau ….” Ucapannya terhenti kala Silvana menggeleng, ia akhirnya pamit dari kediaman ini. Setelah kepergian perempuan tersebut, Xinxin lekas mendekati wanita yang melahirkannya. “Mama, Mama terluka,” kata perempuan tersebut. Wanita itu langsung melihat bekas kuku Lisha yang menggores kulit tangannya, ia menghela napas panjang geraman terdengar. Ia mengepalkan tangan mengingat jika rencana gagal untuk memisahkan putra kedua dengan Gaia. “Ini salah Gaia, dia harus membayar semuanya!” geram Silvana.BAB 5Xinxin menganggukkan kepala membenarkan ucapan sang ibu, ia segera mengajak Silvana duduk di sofa dan segera membantu mengobati luka cakaran Lisha. Sedangkan di dalam kendaraan milik Xavier, lelaki ini baru saja memarkirkan kendaraan roda empat di parkiran."Ayo turun, Sayang!" ajak lelaki itu kala membuka pintu dan mengulurkan tangan ke sang istri.Gaia menunduk melihat pakaiannya lalu Kembali menatap suaminya, Xavier yang melihat tingkah sang istri mengerutkan kening. Apalagi mendapatkan perempuan ini menggeleng, membuat dia bingung sampai mengerutkan kening dan membikin alis menyatu."Ada apa? apa kamu gak enak badan?" tanya Xavier lembut.Perempuan tersebut menggeleng sebagai jawaban, lalu terlihat menghela napas Panjang."Aku nunggu di sini aja, aku takut buat kamu malu. Lihat! pakaianku gak rapi, sedangkan kamu sangatr tampan," tutur Gaia.Xavier menganggukkan kepala mendengar penjelasan Gaia, melihat anggukkan sang suami wanita itu merasa kecewa. Ia menundukkan kepala, se
BAB 6 Bai Lisha hanya menampilkan seringai kala memasuki butik, melangkah dengan anggun menuju ruangan pribadi. Suara langkah kaki perempuan itu berdentum mantap di lantai marmer, sesampai di tempat tujuan wanita tersebut lekas mendaratkan bokong di kursi lalu mengembuskan napas dengan kasar. Ia sangat tak percaya jika Xavier memperlakukannya demikian, perempuan tersebut sangat merasa dipermalukan. Padahal apa kekuranganya , dia Kembali ke tanah kelahiran langsung terjun ke dunia bisnis sendiri.Lisha mengepalkan tangan, amarah bergejolak di dada perempuan tersebut. "Yang pantas berdiri di sisi Xavier itu cuma kau!" desisnya.Matanya menyipit tajam. "Mana mungkin aku kalah dengan gadis kampung itu, mana mungkin!" dia menjerit sampai suara bergetar."Pasti Xavier hanya bermain-main aja, pasti itu. Tapi aku sangat malas menunggu dia bosan dengan gadis kampungan itu," geram Lisha.Tangan perempuan ini semakin terkepal kuat mengingat bagaimana Xavier memperlakukan Gaia, ia sangat mengin
Matahari kini berganti giliran dengan bulan, Xavier mengemudi mobil dengan tenang. Lelaki itu sudah merencanakan hendak tidur di hotel sambil membuat malam romantis dengan sang istri, tetapi ada barang penting yang harus dibawa besok ke perusahaan dari kediaman milik keluarganya. "Sayang, aku mengantuk. Aku tidur sebentar ya," ucap Gaia pelan.Xavier tersenyum, mendengar perkataan sang istri lalu menganggukkan kepala. "Tentu sayang. Tidurlah, nanti aku bangunkan kalau sudah sampai.""Janji ya? Bangunkan aku, jangan sampai kamu malah menunggu terbangun sendiri." Gaia mengucek matanya, matanya mulai mengantuk.Lelaki itu terkekeh mendengar ucapan sang istri lalu kembali menganggukkan kepala. "Janji, sayang. Tidur yang nyenyak." Sebelum tertidur wanita itu memamerkan senyuman pada sang suami lalu perlahan mulai berkalana di alam mimpi. Melihat Gaia sudah terlelap begitu tenang, membuat Xavier tidak tahan untuk mengulas lengkungan di bibir. "Sepertinya namamu harus diganti jadi puter
Mata Xavier menyala tajam, menatap Gaia dengan amarah yang membara. Tinju kembali melayang ke arah Leonard dan dengan cekatan menangkis serangan itu. Keduanya bergulat, tubuh mereka saling bertabrakan sangat keras. Usia mereka berbeda beberapa tahun, namun kekuatan seperti setara. Gaia mengigit bibir, matanya terbelalak melihat adegan di depan mata. Xavier, yang melihat istrinya terkejut tidak menghentikan aksinya, bahkan tidak menghiraukan jeritan para wanita di sini. "Sayang, berhenti." Gaia, suaranya bergetar. Merasa sang suami tidak mengindahkan teriakannyan, Gaia memberanikan diri mendekat lalu memeluk Xavier. Leonard yang hendak melayangkan tinjuan segera menghentikan aksi tersebut, begitu pula pasangan perempuan ini. "Dengarkan aku. Jangan percaya omongan orang lain tentangku. Cuma penilaianmu dan pertanyaan langsungmu yang benar-benar penting!" "Apa kamu akan menelan mentah-mentah ucapan itu," teriak Gaia dengan suara bergetar. Leonard mengusap sudut bibir yang berdarah
Keadaan di ruangan itu sangat hening dan tegang. Semua orang terdiam, terpaku pada situasi yang tak menentu. Li, yang tak tahan dengan kediaman mereka, menghela napas kasar. Ia segera melangkah dan mendaratkan bokong di sofa."Atur emosimu, Vier" suaranya sedikit meninggi, penuh kekesalan. "Jangan seperti ini lagi. Emang gak malu diperhatikan orang lain?""Rumah tanggamu menjadi konsumsi publih, iya kalau hal bagus. Ini malah ...." Lelaki ini tidak melanjutkan perkataannya lagi, dia berdecak dan menatap puteranya dengan pandangan dingin, membuat Xavier hanya berwajah datar. Ia memalingkan muka mendengar ucapan sang Ayah, sedangkan Gaia mengigit bibir dengan tangan memilin-milin pakaian. "Apa kamu gak mau menjelaskan keadaan, Gaia?" tanya Li. Gaia tersentak mendengar pertanyaan Ayah mertuanya, mendapat sang istri yang terkejut. Xavier mendekat dan menyentuh lengan wanita itu, membuat perempuan ini menoleh dan mengulas senyum ke arah kekasihnya. "Ayo jelaskan, aku menunggu lho,"
Lelaki itu tidak melajukan perkataannya karena Gaia langsung membekam mulut Leonard, Xavier yang mengintip mengerutkan kening. Suami perempuan tersebut mengepalkan tangan melihat reaksi sang istri, ia memilih pergi dari sana dari pada semakin panas melihat adegan lain.“Sebenarnya apa sih yang mereka bicarakan!” geram Xavier.Xavier mukul dinding kasar dengan sekuat tenaga dan melakukan beberapa kali membuat tangan memerah. Senyuman langsung terukir di bibir melihat hal ini, pria tersebut dengan bahagia melangkahkan kaki menuju bilik mandi. ”Aku bakal mandi air dingin, biar istriku lebih memperhatikanku. Beraninya dia mencuri perhatian istriku, awas aja nanti bakal aku balas,” ucapnya pelan.Pria tersebut sedikit memekik karena merasakan hawa dingin yang menusuk kulit, ia berusaha bertahan beberapa lama berendam air dingin. Sedangkan di ruang tengah Leonard menghela napas mendengar perkataan Gaia.”Udah selesai, ayo aku antar kamu ke kamar tamu,” ajak Gaia.Leonard menganggukkan kepa
Istri lelaki itu segera menggerakkan kepalanya menggeleng, mata perempuan tersebut berkaca-kaca. Tatapan sang suami bagai laser sampai menembus hati. Suara Xavier terdengah lemah, tetapi tidak bisa menyembunyikan amarah yang tersulut."Sayang, ini..."Dia menghela napas lalu menundukkan kepala, tak sanggup membalas tatapan mata sang suami. Air mulai berjatuhan dan meluncur bebas dari pipi Gaia. Bibir bergetar tetapi ia berusaha menyembunyikkan isakan, ingin membantah tetapi kata seakan terjebak di tenggorokan.Melihat reaksi demikian Xavier memijat pangkal hidung yang kepala terasa semakin pening. Ia bahkan menghela napas berkali-kali, berusaha menahan gejolak amarah, dia tau sang istri bukan tipe perempuan seperti itu.”Aku tau, aku tau. Kamu gak akan sengaja melakukan itu, cuma ... aku cuma gak mau berbagi, apalagi lelaki lain melihat penampilanmu yang begini,” lontar lelaki itu.“Aku tau kamu panik, sudah jangan menangis. Maaf tadi aku memarahimu,” lanjutnya.Suara lelaki itu perla
Selesai berkata demikian, Leonard memilih memasuki kamar mandi, ia menggeram kesakitan kala air dingin membasahi tubuh. Luka dan memar terasa berdenyut nyeri, dia memejamkan mata lalu mengusap wajah dengan kasar. "Sialan!" makinya. "Aku harus merebut hati, Gaia. Dia pasti tertekan mendapatkan keluarga suami yang begini," lanjut lelaki itu. Sementara di ruangan lain, Xavier telah terlelap pulas setelah menelan obat. Gaia membingkai senyum lembut, mengamati setiap inci wajah sang suami yang tertidur begitu damai. "Tidurlah yang nyenyak, suamiku," bisik perempuan tersebut. "Aku harus mengerjakan sesuatu dulu, baru nanti ikut tidur di sisimu," lanjutnya. Dia mendaratkan kecupan di kening Xavier lalu segera beranjak dari tempat tidur.Bergegas mengambil laptop lalu duduk di kursi dan menaruh benda untuk bekerja di meja. Segera membuka dan jari mulai menari di atas keyboard, tatapan mata sangat tajam memandang fokus ke l
Silvana siap meledakkan amarahnya, tetapi tangan Li Jian-Long menahan tepat waktu. perempuan tersebut spontan menoleh ke arah sang suami lalu menghentakkan kaki menunjuk kekesalan yang tak tertahankan. Li Jian-Long lekas melirik putra keduanya, ia menggerakkan kepala sebagai isyarat untuk Xavier lekas mengajak mereka memasuki kediaman. "Ayo masuk," ajak putra kedua Li Jian-Long. Xavier lekas membuka pintu dan mempersilakan sang istri untuk memasuki kediaman. Tatapan perempuan itu tidak bisa disembunyikan, pancaran terpesona sangat terlihat membuat Li Xinxin menatap sinis. Sedangkan Bai Lisha mengerutkan dahi melihat dekorasi yang sama sekali bukan terlihat hasil dari seorang Xavier. Selesai terpaku melihat ruangan ini, Gaia menoleh ke arah pasangannya lalu tersenyum lebar. ia segera berlari kecil dan mendaratkan dekapan erat di pinggang Xavier. "Sayang, makasih," pekik wanita tersebut. Xavier langsung tersenyum hangat, ia segera memb
"Tapi aku kan gak tau di mana rumahmu," sungutnya dengan nada kesal. Xavier memutarkan bola mata dengan malas dan mengembuskan napas kasar. Dia memandang sekilas riak wajah penuh amarah Bai Lisha lalu kembali menatap muka istrinya, ia bahkan dengan lembut merapikan anak rambut Gaia. "Itu udah aku nyalakan GPS-nya, Lisha. Kamu tinggal ikuti perintahnya aja. Gitu aja kok dibuat ribet sih. Ini udah tahun dua ribu empat puluh lima, Lisha ... sebengar lagi malah mau dua ribu empat puluh enam, masa kamu gaptek sih," balas Xavier. Lisha langsung memalingkan wajah ke depan kala mendengar sindiran Xavier, matanya sangat berapi. Dia mengepalkan tangan, apalagi melihat betapa lembut sang pujaan memperlakikan Gaia. "Awas aja kamu, aku bakal buat kamu bertekuk lutut padaku. Dan menyesal sudah menikahi gadis sialan itu," geram Bai Lisha dalam hatinya. Suara ketukan
Xavier segera membantu sang istri untuk berdiri, sedangkan Li Jian-Long menatap tajam Xinxin membuat perempuan tersebut menundukkan kepala. "Jangan lakukan itu lagi, ingat itu! Dia tetap kakak iparmu," tegur Li Jian-Long. Setelah menegur putrinya, Li Jian-Long langsung menatap Xavier. Tatapan mata terlihat agak kecewa, mendapatkan hal ini suami Gaia menghela napas. "Ayah ...." Ucapannya terhenti kala dilirik tajam oleh sang Ayah, membuat Xavier menghela napas. Lelaki itu langsung menoleh memandang Bai Lisha, lalu melangkah dan berdiri di hadapan perempuan tersebut. "Maaf, tapi kalau permintaanmu buat bantu aku persyaratnya kaya gitu, aku gak akan mau," tutur Xavier lembut. Bai Lisha mengulas senyuman mendengar perkataan Xavier, walaupun lelaki itu menolak permintaannya tetapi dia terlihat mulai melunak dan merima ia lagi. "Okey, aku tau. Gak bisa dipaksakan, aku tetap akan membantumu, lagian emang awalnya tujuanku
Semua sudah selesai mengisi perut, kini mereka berada di luar. Xavier melihat masih ada keberadaan Bai Lisha merasa heran, sedangkan Gaia memandang geram wanita tersebut. "Sayang, kenapa wanita itu masih ada di sini? apa dia mau ikut ke rumah kita," bisik sang gadis. Mendengar ucapan sang istri dan nada bicara yang ia pahami, lelaki tersebut tersenyum kecil lalu pandangannya kembali melirik Bai Lisha dan bertepatan wanita itu menoleh menatapnya. "Dia menatapku, aku masih ada kesempatan," pekik perempuan itu dalam hati. Hati yang tadinya dipenuhi marah dan kecemburuan ini mengusap ke udara, terbawa oleh hembusan angin. "Apa yang dia lakukan di sini? istriku risih ada dia, mendingan Nona Bai silakan pulang. Ini sudah larut malam, gak pantas seorang gadis terlalu lama di luar," seru Xavier. Bai Lisha langsung memalingkan wajah mendengar perkataan yang keluar dari bibir Xavier, ucapan lelaki itu s
Mereka hanyut dalam tatapan penuh cinta, menikmati setiap kulit yang bersentuhan, napas terdengar memburu. Xavier sudah melemparkan asal jas dan kemeja, kala lelaki itu mulai terburu-buru hendak melepaskan pakaian wanitanya. Bunyi pintu terbuka membuat keduanya kaget dan mengalihkan pandangan ke benda untuk akses keluar masuk. "Ka-kalian." Ucapan Bai Lisha tergagap, dia terpaku melihat pemandangan tersebut. Terpesona dengan penampilan Xavier dan tatapan penuh amarah terpancar kala memandang Gaia. "Keluar! Siapa yang menyuruhmu membuka pintu kamar kami sembarangan," teriak Xavier menggelenggar.Gaia yang baru saja tersadar dari keterkejutan segera menarik selimut dan menutupi tubuh sang suami. Xavier langsung menoleh memandang istri kecilnya, sedangkan penghuni lain mendebgar teriakan lelaki itu lekas berlari mendekat."Apa yang ter ...." Ucapan Li Jian-Long terhenti kala melihat pemandangan yang ada di kamar putranya, dia seg
Fang Yin mendengar hal itu langsung menarik lengan sang teman. Ia melirik sekitar lalu bernapas lega kala tidak ada tanda keberadaan Gaia. "Kamu ini, jangan asal bicara. Gaia gak mungkin jadi simpanan calon suamiku. Dia udah punya suami, dan aku pernah bertemu sama suaminya dan aku jamin Gaia gak akan berpaling," seru wanita itu. Dahi perempuan tersebut berkerut kala mendengar seruan Fang Yin yang begitu yakin. "Sudah, bilang ke semua orang. Jangan bergosip begitu lagi, Gaia gak mungkin menjadi orang ketiga di hubunganku. Lie dan dia cuma murni sebagai atasan dan bawahan aja," tutur sang calon istri Jiang Lie. Mendengar penjelasan Fang Yin akhirnya perempuan tersebut menganggukkan kepala lalu mengiyakan perkataan wanita itu. Semua mulai sibuk lagi melakukan pekerjaan dan keluar perusahaan kala waktu pulang telah tiba. Senyuman Gaia terus terukir bahkan saat sampai di depan kediaman Li. "Kamu!" teriak Xin
Dua hari berlalu semenjak kejadian Hana yang hendak menjebak Gaia tetapi digagalkan oleh Fang Yin. Perempuan tersebut langsung dikeluarkan oleh perusahaan atas perintah Jiang Lie, kala melangkah keluar perempuan tersebut menatap penuh amarah ke arah Gaia. Kini waktu sudah menjelang sore, setelah pulang dari kantor dia akan segera pindah dari kediaman mertuanya. Netra wanita tersebut memandang ke langit yang terlihat semburat jingga, senyuman terus terukir di bibir. "Apa yang kamu pikirkan? Bahagia sekali," tegur Fang Yin. Mereka tengah berada di ruangan Jiang Lie, mengerjakan pekerjaan di sana. Beberapa orang membicarakan ketiganya, gosip mulai tersebar hanya saja belum sampai ke telinga dua perempuan tersebut. "Iya dong aku bahagia, akhirnya keluar dari rumah mertua dan punya rumah sendiri bareng suamiku," balas Gaia penuh semangat. Perempuan itu berbalik memandang Fang Yin, senyuman terus terbingkai di wajah anak Arka ini. "Wah ...
Ketegangan langsung memenuhi ruangan saat mendengar suara Fang Yin, perkataannya begitu tajam dan menusuk bak pisau yang baru saja selesai diasah. Nada suara sarat akan amarah, membuat pasang nata beralih tertuju padanya. Sedangkan dia menatap Hana yang terlihat jelas wajah berubah seketika menjadi memucat. Keterkejutan, takut tergambar jelas. "Apa-apaan sih, kamu! Gak jelas banget," gerutu Hana. Suaranya terdengar gemetar,perempuan itu menyembunyikan keterkejutannya dan bahkan tangan spontan menyembunyikan sebuah berkas di belakang tubuh. "Kamu tau kalau Gaia alergi seafood, dan kamu malah mau menyuruh dia buat pergi bertemu orang yang sangat gila seafood. Kamu gila, ha!" balas wanita itu sengit.Gaia mendengar perkataan Fang Yin mengerutkan dahi dan melirik yang dimarahi perempuan itu sebentar, sedangkan Hana membulatkan mata ia segera mendekati temannya ini."Kamu apaan sih, aku harus menyingkirkan dia. Kamu sudah terpengaruh s
Xavier terdiam mendengar ucapan Bai Lisha membuat wanita itu menyeringai, perempuan tersebut langsung menepuk pakaiannya lalu mendaratkan bokong di meja kerja lelaki berstatus suami orang lain ini."Kamu benar gak berbohong?" tanya Xavier memastikan.Bai Lisha menganggukkan kepala sebagai jawaban, tatapan lelaki itu kini menatap sang lawan bicara dengan tatapan menelisik mencari kebenaran. Xavier menghela napas kala tidak mendapati kebohongan dalam diri perempuan tersebut."Kamu pasti gak mau rugi, kamu mau membantu imbalannya apa kalau berhasil?" balas lelaki tersebut.Wanita itu menyeringai mendengar perkataan Xavier, ia langsung menopang kaki bergaya begitu angkuh. Sedangkan lelaki ini segera memalingkan wajah, ia memilih melangkah menjauh dan mendaratkan bokong di sofa."Aku ingin kamu menceraikan wanita itu dan menikahiku, mudah bukan!" Mata Xavier melotot mendengar ucapan Bai Lisha, lelaki itu bahkan langsung berdiri dan m