Share

BAB 4

"Aku ingin tau bagaimana responmu jika aku ditindas oleh mereka," ucap Gaia pelan dalam hati.

Matanya menyipit memandang lurus ke arah suaminya. Sedangkan Xavier menghela napas berat. Pandang saling bergantian melirik Gaia dan sang Ibu.

"Mama. Aku tau kamu gak suka Gaia, tapi ... aku benar-benar gak nyangka kalau kalian bakal menyakiti istriku."

Suara Xavier bergetar, ada nada kecewa dan amarah yang bersatu menjadi sebuah getaran. Ia berusaha menahan amarah yang menggelegak di dada untuk membalas perlakuan mereka pada kekasih hati.

Mendengar nada kecewa dari sang putra, Silvana segera bereaksi, ia membalas dengan suara tinggi karena tidak terima.

"Mama gak akan begini kalau dia menurut! Lagi pula dia gak pantas bersanding denganmu. Dia cuma mengincar harta kita, Vier ... dia hanya ingin mengangkat derajat keluarganya aja. Pasti semenjak kalian menikah, orang tuanya memamerkan jika putrinya itu menikah dengan keluarga kaya," sungut Silvana.

Xavier mengusap wajah mendengar ocehan sang Ibu, ia kembali menghela napas dan menatap wajah Silvana.

"Walaupun itu benar, ya enggak apa-apa, dong. Lagi pula, bagus kan, nama keluarga kita jadi terkenal di sana, lagian Mama. Jangan lupa, kamu juga sama, berasal dari sana," balas lelaki itu.

Silvana tercengang, matanya melebar tak percaya. Ia langsung memalingkan wajah, tak sanggup menatap Xavier. Gaia, yang meniup jari-jarinya yang berdarah, merasakan amarah Xavier, tapi juga melihat kesedihan di matanya.

"Sudah, Sayang. Jariku sakit. Mungkin aku bakal kehabisan darah kalau nunggu kalian berhenti bertengkar!"

Xavier langsung menggendong Gaia, melangkah cepat keluar tanpa menghiraukan teriakan Silvana dan kedua perempuannya yang tak berbeda jauh usia dengan sang istri. Di dalam mobil, Xavier dengan lembut mendudukkan Gaia di kursi penumpang.

"Sayang, gara-gara aku kamu jadi berdebat sama Mama," kata Gaia, suaranya berbisik.

"Sebenarnya aku nggak mau kamu bersikap gitu ke Mama."

Lelaki ini hanya menghela napas mendengar perkataan sang istri, dia memilih mencari kotak obat lalu segera mengobati luka di jari kekasihnya. Ia langsung menatap wajah Gaia kala melihat wanita tersebut meringis kesakitan, pria tersebut lekas meniup-niup.

"Kenapa kamu gak lari?"

Mendengar pertanyaan yang terlontar oleh suaminya, Gaia sangat gemas. Dengan gerakan refleks satu tangannya memukul kepala Xavier membuat lelaki ini langsung memandang tajam.

"Kamu ini! Mana mungkin aku suka rela disiksa gitu, aku juga udah nyoba kabur dari mereka, tapi kamu lihat kan, ada dua laki-laki yang membantu mereka menangkap dan memegangiku."

Pria tersebut meringis mendengar jawaban sang istri, ia langsung menggaruk kepala yang tidak gatal lalu memamerkan deretan gigi putih.

"Hehehe … maaf, Sayang. Aku tadi gak terlalu fokus," jelas Xavier.

Gaia hanya memajukan bibir mendengar penuturan sang suami, lalu lelaki tersebut dengan teliti mengoles obat di tangan perempuan tersebut lalu memakaikan perban.

"Sudah."

Mata Gaia membulat melihat hasil karya suaminya, sedangkan pria ini hanya memamerkan wajah tak berdosa.

"Sayang, kamu …."

Baru saja hendak protes, wanita itu langsung diam kala bibirnya dikecup oleh sang suami, membuat perempuan ini melebarkan mata. Melihat reaksi demikian, Xavier hanya tersenyum geli.

"Jangan protes, ini pertama kalinya aku memakaikan perban. Kalau itu eum … kamu ikut aku ke perusahaan aja," tutur Xavier.

Perempuan tersebut akhirnya menganggukkan kepala sebagai tanda setuju, senyuman langsung terukir di bibir Xavier. Lelaki ini segera memakaikan sabuk pengaman untuk sang istri lalu diri sendiri. Selesai melakukan hal itu, dia lekas melajukan kendaraan menuju perusahaan.

“Angkat telepon itu, Sayang,” perintah Xavier.

Mendengar perintah sang suami, ia segera menurut lalu melakukan apa yang disuruh lelaki tersebut. Suara asisten Xavier terdengar, pria ini hanya menganggukkan kepala. Mereka tengah melakukan video call dan Gaia mengarahkan kamera pada kekasihnya.

“Tunggu, kami sebentar lagi sampai. Kita lanjutkan lagi nanti, sudah! Kamu membuat istriku pegal memegang handphone,” seru Xavier.

Lelaki itu mengangguk mendengar ucapan sang bos, ia segera pamit lalu mematikan sambungan telepon. Sedangkan Gaia mengulum senyum, dia lekas menaruh handphone ke tempatnya.

“Kalau kamu bosan mainkan aja handphoneku, handphone kamu ketinggalan di rumah bukan,” tutur lelaki itu.

Sang istri segera menyambar handphone Xavier, membuat lelaki ini hanya menggelengkan kepala melihat tingkah pasangan yang ia nikahi. Mereka memang selalu begini, tidak ada rahasia yang disembunyikan.

“Sayang, emang kamu jawab apa sih buat si Lisha sampai emosi gitu?” tanya Xavier penasaran.

Gaia menoleh mendengar pertanyaan suaminya, ia terdiam sebentar dan menyandarkan punggung. Helaan napas terdengar membuat Xavier mengerutkan kening.

“Aku cuma minta uang beberapa miliar kok, uang kecil gitu malah buat dia marah. Eh dia malah cuma mau kasih tiga ratus juta doang. Masa buat ninggalin kamu cuma di kasih uang sedikit itu, mana mau aku,” jawab Gaia.

Mata lelaki ini membulat mendengar penjelasan sang istri, ia akhirnya hanya menanggapi dengan senyuman kecil ambil menggelengkan kepala.

”Nah kan, kamu juga merasa uang yang ditawarkan kecil,” kata perempuan ini.

Sebelum menjawab lelaki itu menghentikan laju kendaraan karena lampu merah menyala, ia langsung memandang sang istri dengan seksama. Membuat Gaia yang merasa diperhatikan menoleh dan mengerutkan kening mendapatkan pandangan demikian oleh suaminya.

“Kamu bilang uang segitu sedikit?” tanya Xavier.

Gaia kembali mengernyitkan dahi tetapi segera mengangguk kala melihat lampu sudah berubah hijau, ia menggerakkan kepala dan memberitahu jika sudah boleh melajukan kendaraan.

“Sayang, ayo jalan! Udah hijau tuh,” seru Gaia.

Xavier terdiam sebentar tidak merespon seruan sang suami, lalu tersadar kala mendengar klakson. Ia lekas melajukan kendaraan dan sesekali melirik Gaia.

“Kamu kenapa sih, Sayang, melihatku sampai segitunya. Ada yang aneh?” tanya wanita tersebut.

Lelaki berstatus suaminya ini menganggukkan kepala, membuat ia merasa heran. Perempuan itu segera mengarahkan kaca ke wajah dan memperhatikan dengan saksama membuat Xavier tersenyum.

“Bukan penampilanmu yang aneh, Sayang. Tapi jawabanmu itu, baru kali ini ada yang bilang uang tiga ratus juta sedikit,” lontar Xavier.

Gaia memamerkan senyuman yang memperlihatkan deretan gigi putih yang ada beberapa tak rapi, perempuan ini segera memalingkan wajah dan melihat jalanan.

“Memang sedikit bukan? Dia mau menyuruhku pergi dari hidupmu lho. Cuma memberi harga tiga ratus juta, em … emangnya kamu mau dihargai segitu,” ujar sang istri.

Xavier berpikir sejenak lalu menganggukkan kepala membuat Gaia berdecak kesal, melihat respon demikian lelaki ini segera mengulurkan tangan dan mengusap kepala sang istri. Sedangkan di kediaman keluarga Li, Silvana dan Xinxin tengah menenangkan Bai Lisha.

“Mereka mempermalukan, Bi!”

“Sebenarnya apa kelebihan wanita itu yang gak aku miliki,” seru Lisha kembali.

“Bahkan Xavier gak mau menatapku lama-lama, dia malah memperhatikan gadis kampung itu!”

Silvana terus berusaha menenangkan wanita yang ia ingin jadikan menantu, sedangkan Xinxin tidak terlalu mau dekat dengan Lisha jika dia tengah marah. Setelah perempuan ini tenang, dia memandang istri Li Jian-long dan memandang dengan tatapan sendu.

“Bi, maafkan aku, aku gak bermaksud menyakitimu. Aku, aku cuma kalau kesal selalu gak sadar kalau ….”

Ucapannya terhenti kala Silvana menggeleng, ia akhirnya pamit dari kediaman ini. Setelah kepergian perempuan tersebut, Xinxin lekas mendekati wanita yang melahirkannya.

“Mama, Mama terluka,” kata perempuan tersebut.

Wanita itu langsung melihat bekas kuku Lisha yang menggores kulit tangannya, ia menghela napas panjang geraman terdengar. Ia mengepalkan tangan mengingat jika rencana gagal untuk memisahkan putra kedua dengan Gaia.

“Ini salah Gaia, dia harus membayar semuanya!” geram Silvana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status