"Tuan, silahkan temani istri Anda untuk memicu kontraksi.""Ha?"Leo terkesiap ketika Dokter berjenis kelamin perempuan itu memintanya untuk masuk ke dalam ruang bersalin guna menemani Maria."Memicu kontraksi? Bukankah dia sudah mengalami pecah ketuban? Seharusnya bayi itu sudah keluar?"Leo merasa heran, bagaimana bisa Maria belum melahirkan. Sementara sewaktu diperjalanan menuju rumah sakit tadi, wanita itu terlihat kesakitan. Seolah hendak melahirkan segera.Namun, sudah satu jam berlalu, perempuan dua puluh tahun tersebut masih belum selamat juga.Sialnya, Leo justru diminta untuk segera menemani Maria di dalam sana."Iya, Tuan. Seharusnya begitu. Akan tetapi, istri Anda kurang pandai mendorong bayi untuk segera keluar. jadi, tolong kerja samanya, Tuan," papar Dokter itu."Tapi saya bukan...""Aakk...""Tuan, cepat masuk. Jangan buang-buang waktu lagi. Atau nyawa istri Anda akan melayang."Leo tak sempat memberitahu Dokter itu, bahwa ia bukanlah suami Maria. Namun, suara teriakan
Maria telah melewati banyak hal dalam hidup ini. Dimulai dari kasus penipuan yang dialaminya. Menjadi gadis pengantar tidur demi menyembuhkan pria yang berakhir menjadi suaminya sendiri.Tidak adanya restu dari mertua. Disepelehkan dari segalah aspek. Mendapat berbagai macam tudingan miring terkait profesinya terdahulu.Mendapat fitnah tak terpuji yang berujung perceraian. Diusir oleh kedua orang tuanya karena diduga membuat malu keluarga.Melahirkan tanpa didampingi suami. Sampai akhirnya ia mendapat santunan dari Leo dan keluarganya.Hidup terlunta-lunta bagai pengemis takdir. Menghamba pada yang kuasa, tetapi nasib tak pernah berpihak padanya.Hingga tibalah pada masa dimana Maria mulai bangkit dari keterpurukan. Lagi-lagi hal itu tak lepas dari peran Leo yang kerap ada untuknya.Leo membujuk wanita itu untuk melanjutkan pendidikan. Sedangkan bayinya diasuh oleh kedua orang tua pria tersebut.Apakah berat? Tentu saja. Sebab, tak mudah bagi Maria menjalankan peran sebagai mahasiswa
Waktu terus berlalu, hingga tak terasa telah memasuki usia tiga tahun Maria bekerja di firma hukum Yama. Di sana ia mendapat penghormatan serta penghargaan atas kerja kerasnya.Dan berkat jeri payahnya pula Maria memenangkan penghargaan sebagai kategori pengacara wanita terpopuler sekaligus berkopeten.Maria sangat bahagia atas pencapaiannya itu. Pun Leo serta keluargnya yang tak jauh beda dari wanita tersebut.Akhirnya, setelah sekian lama berjuang memperdalam ilmu, Maria menemukan jati diri yang sesungguhnya."Selamat ya atas pencapaianmu selama ini. Aku bangga padamu," ucap Leo setulus hati saat menghadiri acara penghargaan Maria."Terimakasih. Ini semua tak lain berkat dukungan darimu," balas Maria terharu."Selamat ya, Nak. Akhirnya kau memenangkan penghargaan itu. Ibu dan Ayah bangga padamu," Lisa yang merupakan Ibu Leo, menjadi saksi hidup betapa kerasnya Maria berjuang dalam menggapai cita-citanya.Maria telah melalui banyak hal untuk itu. Sampai akhirnya ia menjadi seorang pe
"Mengapa kau lakukan ini padaku, Mark? Aku adalah istrimu," tukas Casandra makin emosi.Setiap hari Mark terus mengabaikan dirinya. Meski tinggal dalam satu atap yang sama. Mereka lebih tepat disebut sebagai sepasang manusia asing yang tidak saling mengenal satu sama lain.Betapa tidak, Mark tak pernah menyapa Casandra di dalam rumah itu, walau ia nyaris menginjak kakinya sekalipun.Kebencian serta kemarahan Mark terhadap wanita itu telah mendarah daging. Terutama saat ia sadar, bahwa dirinya telah dinikahi oleh Casandra.Saat itu Mark masih dirundung kekalutan, karena ditinggal Maria. Setiap hari ia mabuk berat, karena insomnia yang dialaminya kembali kambuh.Dan untuk mengobati penyakit tersebut Mark harus mengkonsumsi beberapa botol alkohol setiap malam. Alhasil Casandra pun memanfaatkan hal tersebut untuk mengganti status sebagai istri Mark."Istri? Sejak kapan kau menjadi istriku? Bukankah aku telah mengajukan pembatalan pernikahan ke catatan sipil?" balas Mark, mempermalukan Cas
Casandra mengacak-acak seluruh kamarnya. Sebab, mengetahui fakta, bahwa Maria telah kembali.Wanita itu ibarat ancaman besar baginya. Seolah posisi yang susah payah ia dapat segera tergantikan.Belum lagi beberapa waktu lalu ia menemukan fakta terbaru terkait Maria, yaknia Ibu satu anak itu telah menjadi seorang pengacara sukses yang belum lama ini memenangkan penghargaan bergengsi.Mengetahui fakta itu pun tingkat kecemburuan Casandra semakin bertambah kadarnya. Ia tidak pernah menduga bila gadis yang dahulu ia remehkan, justru menjelma menjadi sosok yang kuat dibalik pengamanan hukum."Maria lagi, Maria lagi! Aakk..." teriak Casandra seraya membanting vas bunga dari atas nakas.Wanita itu berteriak frustasi. Mengacak-acak seluruh ruang itu seperti orang kesurupan. Rambut yang tertata rapi, kini grasak-grusuk bagai gelandangan.Seorang model papan atas, menangisi seorang pria yang tak pernah berpihak padanya. Sungguh nasib yang malang.Di depan media ia menunjukkan sisi lain tentang
Sekujur tubuh Maria terasa kaku. Kaki jenjangnya tak dapat melangkah. Tenggorokan pun bagai terasa menelan duri.Luka lama yang mulai mengering, kini menganga kembali.Maria terjebak dalam kasus yang dihadapi Tuan Anderson. Hingga mempertemukan ia bersama seseorang yang tak ingin dilihatnya seumur hidup."Mark." Sialnya, kali ini Mark justru bersandiwara. Seolah ia baru pertama kali bertemu Maria.Maria enggan menerima uluran tangan Mark. Ia hanya menatap nanar jemari yang dulu membelainya dengan penuh kasih itu."Maria." Hingga akhirnya ia memberanikan diri menjabat tangan Sang mantan suami. Berupaya untuk tetap profesional. "Karena kalian sudah saling mengenal satu sama lain. Bagaimana kalau kita memesan makanan sambil membahas kasus?" seloroh Anderson."Tidak masalah," sahut Mark santai."Bagaimana denganmu, Nona? Apa kau juga bersedia?" Anderson memang antusias. Namun, ia masih menjaga privasi Maria. Tidak ingin melanggar kredibilitas wanita itu.Sejenak Maria melirik Mark yang s
Kini pria yang tak ingin ku sebut namanya itu berjalan kearahku dengan gagah perkasa. Postur tubuh semampai, masih belum berubah.Mark tidak berubah sama sekali. Wajahnya masih tetap awet tanpa keriput yang menghiasi. Pun rambutnya tidak memutih. Padahal usia pria itu telah memasuki empat puluh lima tahun. Apakah ia mewarnainya? Ah sudahlah, itu bukan urusanku. Ada wanita lain di luar sana yang lebih berhak atas dirinya.Mark melayangkan tatapan yang sulit untuk ku artikan. Namun, sukses membuatku ketakutan.Aku sangat mengenal pria itu. Dia diam, tetapi pelan-pelan menghanyutkan. Sikapnya yang saat ini seolah tak mengenalku, hanyalah sebuah tipuan.Dan terbukti benar, kini ia menerobos masuk ke dalam kamar hotel yang ku pesan sembari menciumku secara brutal. Hingga aku terkejut luar biasa.Aku berusaha untuk mendorong tubuh kekar Mark. Namun, tenagaku kalah telak. Mark mengunciku, hingga tak dapat bergerak sama sekali.Akhirnya aku memalingkan wajah, merasa jijik disentuh olehnya. Su
Maria Pov.Sehari setelah insiden pemerkosasan itu, kami dipertemukan kembali dalam sebuah kasus penggelapan dana yang melibatkan Tuan Anderson sebagai penggugat. Dan Mark selaku saksi.Takdir Tuhan sungguh aneh dan tak masuk akal. Orang yang selamanya ingin ku hindari, justru berjalan kearahku kembali. Benar-benar sial.Aku yang nyaris tak profesional ketika berada di dekat Mark. Sementara pria brengsek itu tampak biasa saja. Seolah tak terjadi apa-apa diantara kami.Padahal nyeri pada area selangkanganku masih jelas terasa. Betapa tidak, delapan tahun lamanya tak bercumbu, tiba-tiba dipaksa untuk melakukannya."Nona Maria, apakah semua bukti yang mengarah ke tergugat sudah rampung? Jika iya, aku rasa ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan pelaporan ke pihak berwajib. Dengan begitu mereka akan menidak lanjuti terkait kasus kita." Perkataan Tuan Anderson memecah lamunanku."Ah iya, aku rasa juga begitu. Berhubung semua bukti sudah lengkap," balasku tak bersemangat.Dapat ku rasak
Hari yang ku nantikan akhirnya datang juga. "Selamat siang, Tuan Mark. Apa benar kau yang memanggilku?" Akhirnya wanita licik itu masuk dalam perangkapku. Dia datang seorang diri. "Silahkan duduk, Nona Monika. Aku memang ingin bertemu denganmu." Ya, wanita itu adalah Monika. Wanita yang selama tiga bulan terakhir ku curigai kehadirannya. Setiap kali melangkah, wanita itu pasti ada dimana-mana. Bukankah ini sesuatu yang mencurigakan? Bahkan pertemuan kami pun seolah direncanakan dengan matang. "Ada apa, Tuan Mark? Apa kau merindukanku?" Kali ini Monika tak segan menunjukkan jati dirinya. Dia membelai pundak serta dahiku. Seakan hendak menggoda. Faktanya adalah aku tidak tertarik sama sekali. "Tentu saja aku merindukanmu. Kalau tidak, untuk apa aku capek-capek memintamu datang?" Aku sungguh muak terhadap diriku sendiri. Menyentuh paha wanita selain Maria, membuatku jijik dan ingin muntah. "Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi? Silahkan jamah aku." Aku sudah duga, Monika past
Tiga bulan sudah istriku menjalani tahap pemulihan. Dan hari ini akhirnya kami diizinkan kembali ke rumah.Senang rasanya bisa melangkah bersama seperti ini. Menghirup udara serta aroma khas rumah yang telah lama dirindukan.Sewaktu berada di rumah sakit, Maria kerap menanyakan rumah ini. Maklum saja, dua tahun koma tentu membuatnya melupakan banyak hal. Selalu yang diingat hanyalah peristiwa enam tahun silam.Tapi tidak masalah, yang terpenting adalah dia telah kembali padaku. Sisanya biar takdir yang urus.Aku tidak ingin hal lain mengusik ketenangan kami. Sudah cukup aku melihat air mata di pipi Maria. Sekarang waktunya dia bahagia."Sayang, berapa lama aku koma? Mengapa semuanya tampak sama? Bukankah kau bilang, bahwa aku koma selama dua tahun? Tapi kau dan aku masih terlihat sama."Entah apa maksud dari pertanyaan ini. Maria duduk di depan cermin rias miliknya. Sedangkan aku meletakkan tas milik istriku itu."Apa menurutmu ada yang berbeda dari rumah ini? Atau cermin itu yang ber
Aku masih menunggu hasil pemeriksaan Maria. Tiba-tiba sosok wanita asing datang menghampiriku."Tuan Mark? Ah, benar itu Anda. Tadinya aku ragu untuk menyapa, takut salah orang. Tapi rupanya benar-benar Anda," ucap wanita yang nyaris membuatku lupa siapa dia."Ah ya, Nona...""Monika."Bahkan aku melupakan namanya saking tidak pentingnya dia. Entah wanita ini datang dari sudut mana, tiba-tiba berdiri di depanku dengan senyuman yang menurutku mencari perhatian."Ah, benar. Monika," gumamku acuh.Tuhan, Kau bisa tahu betapa aku tidak menyukai interaksi ini. Aku sungguh canggung dan merasa aneh."Mark, dia..."Leo menghampiri kami dengan tatapan penuh tanyanya."Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang tak sengaja bertemu. Aku nyaris menabraknya sewaktu menjemput Leo tadi siang. Entah mengapa kami selalu bertemu dimana-mana," jelasku bernada sedikit kesal.Entah mengapa, semenjak Maria siuman. Aku lebih sensitif terhadap wanita lain... Maksduku adalah aku tidak suka ada perempuan lain di
Mark Pov.Setelah sekian lama menyaksikan istriku terbaring koma tak berdaya di rumah sakit yang ku bangun sendiri, kini akhirnya ia kembali pulih.Mungkin Tuhan telah bosan mendengar doa serta keluhanku. Atau mungkin Maria sakit hati setelah aku mengancamnya menikah lagi.Sungguh, aku tersenyum gemas ketika mengingat hari itu. Andai bukan di rumah sakit. Andai kondisinya telah membaik seperti dulu. Maka aku akan menciumnya secara bertubi-tubi. Lalu mengajaknya bercinta sepanjang hari.Maria, istriku itu sangat suka menggoda ketika usianya beranjak lebih dewasa. Bukan tanpa usaha, dia semakin bijaksana dan berwibawa.Sampai detik ini, aku masih belum percaya, bahwa Tuhan akhirnya mengabulkan segala hajat yang ku panjatkan.Pun Joe, Putra kami satu-satunya. Anak itu tak pernah berhenti mendoakan Ibunya yang sekarat. Walau sempat kecewa serta nyaris putus asa karena Maria tak kunjung sadar juga. Akan tetapi, Joe berhasil melalui itu semua.Harus aku akui, Anak itu sungguh luar biasa ber
Hari itu Mark dan Joe tengah merayakan ulang tahun Maria yang ketiga puluh satu. Walau wanita itu masih setia dengan tidur panjangnya.Selang infus dan oksigen menjadi saksi bisu mereka merayakan hari kelahiran Ibu satu Anak tersebut. Seolah hendak mengatakan kepada dunia, bahwa meski dalam situasi dan kondisi apapun, mereka tetap setia menanti kehadiran Maria di tengah-tengahnya.Walau entah kapan waktu itu akan segera datang. Yang pasti baik Mark maupun Joe, keduanya kompak tidak ingin putus asa."Happy birthday to you... Happy birthday too you... Happy birthday to you... Happy birthday... Happy birthday to you..."Mark dan Joe menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepada Maria."Maaf, aku terlambat... Belum dimulaikan acara tiup lilinnya? Maaf, tadi aku mampir di butik teman untuk membeli gaun ini sebagai hadiah. Nanti kalau Mommy dari cucuku yang tampan ini sembuh, bisa langsung dikenakan."Sementara Mely datang terlambat, karena masih harus mencari hadiah ulang tahun untuk menantu
Entah dengan jurus doa apa lagi harus Mark dan Joe panjatkan kepada Tuhan agar Maria segera sadar dari komanya.Telah berbagai macam cara dilakukan. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Sampai akhirnya memasuki tahun kedua."Mark, apa kau tidak berencana untuk menikah lagi? Maaf sebelumnya, bukan aku tidak menghormati istrimu. Akan tetapi, bila melihat situasi dan kondisinya saat ini. Sangat sulit untuk selamat. Sebaiknya kau mengambil keputusan cepat. Apa kau tidak memikirkan Putramu? Dia juga menginginkan sosok Ibu," ucap Wilyam."Terimakasih atas nasehatmu, Bro. Aku tahu kau peduli padaku, tapi maaf. Aku tidak bisa. Berbicara mengenai Putraku, tentu saja aku memikirkan masa depannya. Namun, bukankah sangat egois bila aku meminta restunya untuk menikah lagi demi memberi Ibu baru? Sementara Ibu kandungnya masih terbaring tak berdaya di rumah sakit... Maaf, aku tidak bisa," jawab Mark, menolak tegas usulan Wilyam."Baiklah, aku tidak keberatan. Aku hanya ingin menyampaikan gagasank
Waktu terus berputar. Akhirnya hubungan antara Mark dan Ibunya kembali membaik. Keduanya telah berdamai dengan keadaan yang selama bertahun-tahun mencekik mereka.Pun Joe, Bocah itu sangat bahagia sekaligus antusias menyambut hubungan barunya bersama Sang Nenek.Namun sayangnya, kebahagiaan itu tak dapat disaksikan oleh Maria yang belum juga sadar dari komanya.Sudah berbagai macam cara telah Mark lakukan demi kesembuhan wanita itu. Bahkan Mark rela membawa Dokter terkenal asal Amerika, Singapoor, Jerman, Turkey, dan Rusia. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Maria seolah enggan untuk bangkit kembali.Tampaknya luka yang disebabkan oleh Casandra sangat parah sehingga menyebabkan Maria mengalami koma berkepanjangan.Luka benturan pada bagian kepawa wanita itu menjadi penyebab utama ia masih belum sadarkan diri hingga satu tahun terakhir.Berbagai macam cara dan doa dipanjatkan oleh Mark demi kesembuhan Sang istri tercinta. Namun, lagi-lagi tak ada perubahan sama sekali. Bahkan jema
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, hingga bulan berganti bulan. Akhirnya Mely memberanikan diri untuk menemui Maria di rumah sakit. Walau wanita itu masih setia dengan koma panjangnya.Selama ini Mely hanya bisa menatap dari kejauhan tiga orang kesayangannya itu sembari mengenakan kacamata hitam agar tidak dikenali orang-orang.Melalui tembok kokoh, Mely berdiri rapuh menatap jauh cucu tercinta sembari merasa iba. Tak ada yang bisa dilakukan oleh wanita tua itu. Sebab, Mark tidak mengizinkan dirinya untuk mendekati Joe, pun Maria.Mely yang sangat hafal betul karakter Putranya itu, hanya bisa pasrah menerima kenyataan, bahwa ia telah terbuang dari anggota keluarga Mark.Sejujurnya Mark tidak sepenuhnya membenci Maly. Hanya saja Mark ingin melihat ketulusan yang luas dari hati wanita yang telah melahirkannya itu."Maria, hari ini dengan segenap rasa hormat dan penyesalan yang mendalam. Saya meminta maaf padamu, Nak. Karena aku lah kau berakhir seperti ini. Aku terlalu mencinta
Hidup itu tidak seindah berada dalam negeri dongeng, yang ketika sedang mendambakan sesuatu. Maka tinggal minta kepada Ibu peri.Hidup itu tidak sesimple pemikiran membalikkan telapak tangan. Hidup itu tidak semudah memetik bunga di taman.Melainkan hidup itu butuh perjuangan yang besar. Jika ingin hasil maksimal, maka lakukan yang terbaik dalam hidup ini.Tuhan telah memberi berkah-Nya kepada setiap manusia. Akan tetapi, bila seluruh pintu syukur ditutup, maka dunia dan seisinya tak akan membuat kita kenyang.Jangan pernah memandang kenikmatan orang lain hanya untuk membandingkan dengan diri sendiri, agar hati tetap damai dan tak ada kesukaran.Rejeki tidak selalu tentang materi. Melainkan persahabatan, keluarga, serta pendidikan adalah nikmat tiada tara.Akan tetapi, tidak segelintir orang yang berpikir sebaliknya. Masih banyak penghuni bumi ini yang tak pandai bersukur dan lebih memilih mengejar ambisi. Padahal yang diberi sudah lebih dari cukup.Seperti yang telah dialami oleh Cas