Maria Pov.Alasan yang tidak masuk akal. Mark mengumpanku dengan sebuah kasus semu. Hebatnya lagi, pria itu menyusun segala sesuatunya secara rapi dan epik, hingga tak ada cela untuk membuatku curiga.Dan berhasil, aku pun terjebak dalam ruang lingkup Mark. Lelaki yang selamanya ku benci sepenuh hati."Mengapa kau memperlakukanku seperti ini, Mark? Bukankah sudah delapan tahun berlalu? Kau pun telah membangun kelurga baru bersama Casandra. Lalu apa lagi yang kau inginkan dariku?" Aku tak habis pikir pada cara Mark.Mengapa dia harus repot-repot menghukumku selayaknya penjahat. Padahal dia sendiri telah menikah.Jika ini masih mengenai kepercayaan dan perselingkuhan. Bukankah Mark sendiri telah merusak kepercayaanku dengan menikahi Casandra?Sedangkan dulu ia dengan tegas dan lantang menyatakan, bahwasanya tak akan menjilat ludah sendiri. Nyatanya pria itu telah kembali pada wanita sebelum aku. Bukankah itu sama saja dengan selingkuh? Lalu mengapa dia harus mengumpanku sedemikian rupa?
Author Pov."Apa ini, Mark?" Casandra membanting nokta merah ke atas ranjang Mark. Nokta yang baru saja dilayangkan untuknya."Bukankah kau tidak buta huruf?" jawab Mark seraya merapikan dasinya dengan santai."Aku tahu, tapi apa maksudmu memberiku surat ini?!" tanya Casandra sekali lagi. Meminta penjelasan Mark."Mengapa? Apa kau takut kehilangan status sebagai Nyonya Mark?" Lagi, Mark menanggapi dengan santainya pertanyaan Casandra sembari mengenakan jas."Jawab aku, Mark!" hardik Casandra tujuh oktaf lebih tinggi.Lantas Mark berdiri menghadap Casandra seraya memasukan tangan ke dalam saku celananya sembari berkata, "Bukankah kau menolak pembatalan nikah? Jadi, aku memberimu surat cerai itu.""Apa?" Casandra nyaris kehilangan kata-kata begitu Mark membungkamnya dengan satu kali telak.Dulu ia sangat lantang menolak pembatalan pernikahan yang dilayangkan Mark. Casandra tetap bersi kukuh mempertahankan pernikahan itu.Sekarang wanita itu pun harus gigit jari, karena Mark telah menand
Maria masih berusaha berpikir keras agar terlepas dari jeratan Mark dengan menggunakan hukum. Akan tetapi, ia menyadari, bahwa mustahil melawan pria tersebut.Maria pasti akan kalah sebelum berperang. Di belahan dunia manapun, uang adalah rajanya.Uang dapat membeli harga diri seseorang. Termasuk harkat dan martabat. Sangat sedikit orang yang memegang teguh prinsip hidup.Sudah sejak lama seperti itu. Jadi, tak heran bila kelak dunia ini akan hancur karena uang pula."Tuan Yama, apa aku bisa meminta bantuan Anda?" Tiba-tiba Maria menemukan solusi baru, bahwa ia harus menghubungi Tuan Yama untuk dimintai bantuan.Sudah satu tahun berlalu, mereka tak lagi bekerja di firma hukum yang sama. Sebab, Maria telah membuka firma hukumnya sendiri.Sebagai ahli hukum sejak bertahun-tahun lalu, Maria hendak meminta solusi atas kasus yang ia hadapi saat ini kepada pria tua tersebut. Setidaknya ia bisa melarikan diri dari Mark."Tentu saja boleh, Nyonya Maria. Katakan saja apa yang bisa saya bantu?"
Hari itu Maria kembali ke rumah Mark yang dulu mereka tempati bersama setelah berhasil mengusir Casandra.Para Pelayan memberi hormat pada keduanya. Namun, sama sekali tidak nampak Rebeca. Pelayan yang dahulu turut andil memfitnah Maria. Entah kemana perginya wanita itu. Tak pernah ada yang membahasnya setelah delapan tahun berlalu.Maria memperhatikan seluruh perabot rumah megah tersebut. Tak ada satu pun yang berubah setelah ia pergi.Pun potret pernikahan mereka, masih terpampang sempurnah di dinding ruang keluarga. Entah mengapa Mark tak pernah menyingkirkan benda berukuran persegi empat tersebut. Padahal delapan tahun lalu ia memaki serta mengutuk Maria dengan memandang gambarnya."Apa yang kau lakukan? Mengapa kau membawaku ke kamarmu?" tanya Maria setelah sadar, bahwa Mark justru membawanya ke dalam kamar mereka dulu."Mengapa? Apa kau teringat sesuatu bersama selingkuhanmu?" balas Mark.Tiap kata yang keluar dari mulut lelaki itu selalu terdengar sarkas. Menyudutkan Maria, sea
Malam itu Maria tak bisa tidur, karena memikirkan Putranya yang sudah seharian penuh tak dapat berkomunikasi dengannya.Mark telah merusak ponsel wanita tersebut. Sedangkan ia sendiri tidak menghafal nomor telpon Joe ataupun Leo.Beberapa kali Maria memutar badan kiri dan kanan. Hendak memaksa mata untuk terpejam. Namun, pikirannya masih terbayang-bayang akan Putranya.Sementara Mark masih belum pulang. Entah kemana perginya pria tampan tersebut."Sial! AKu tidak bisa tidur," umpat Maria dengan kesalnya.Kemudian Maria bangun dari tempat tidur. Duduk di atas ranjang sembari merenung."Joe, kau sedang apa, Nak? Apa kau baik-baik saja? Kau pasti ketakutan memikirkan Mommy yang tak kunjung menghubungimu," lirih wanita itu.Sudah dua jam lamanya Maria duduk menangis mengingat Joe. Sampai akhirnya ia lelah dan mulai tertidur pulas.Pukul satu malam, Mark pun datang. Melihat Maria sedang tidur dengan mengenakan lingeri hitam yang sedikit terbuka, hingga menunjukkan paha mulusnya.Mark yang
Usai menikmati nasi biryani buatan Maria bersama Joe. Mark masuk ke dalam ruang kerja. Di sana ia memeriksa laporan keuangan perusahaan.Tak lama muncullah Maria dengan secangkir kopi di tangan untuk Mark. Mengecek mantan suaminya itu tengah serius bekerja.Dan tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, Maria pun masuk serta meletakan cangkir kopi yang dibawahnya.Sejenak Mark melirik cangkir kopi yang asapnya masih mengepul di udara itu. Lantas beralih menatap selidik Maria."Terimakasih," ucap Maria dengan nada canggung, tapi bersungguh-sungguh."Untuk apa?" tanya Mark pura-pura tak tahu."Untuk memberiku kesempatan bertemu Joe," papar Maria.*Delapan belas jam lalu.Mark terbang menuju kota tempat tinggal Joe dengan menaiki jet pribadinya tanpa mengganti baju terlebih dahulu.Tujuannya adalah ia hendak membawa Bocah itu untuk menemui Ibunya. Di balik sikapnya yang dingin dan kasar, Mark dapat merasakan betapa besarnya rasa rindu Maria terhadap Putranya itu. Sehingga ia rela terbang jauh
Pagi itu mentari baru saja bersinar, hingga teriknya menembus jendela kamar yang semalam sengaja dibuka oleh Maria. Terlihat tiga orang beda generasi itu masih tertidur pulas.Maria dan Mark saling berpelukan. Sedangkan Joe tidur dalam kondisi membelakangi mereka.Tepat pukul tujuh pagi Joe bangun lebih dulu. Dan menyaksikan kedua orang tuanya tengah berpelukan."Lepaskan Mommyku!" teriak Joe tak senang. Tak ayal Maria dan Mark sontak terkejut.Maria melihat tangan Mark yang melingkar di pinggangnya, seketika menghempas tangan pria tersebut. Tak ingin memberi contoh yang tidak baik untuk Putranya itu."Joe, maafkan Mommy, Sayang. Joe jangan salah paham. Mommy tidak sengaja memeluk Uncle." Buru-buru Maria memberi penjelasan kepada Joe. Wanita cantik itu pun merasa malu, karena ulah Mark yang sengaja memeluk dirinya.Sementara Mark terlihat gembira. Namun, tak menunjukkannya kepada Ibu dan Anak itu. Ia hanya diam dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan."Tapi Mommy terlihat menyukain
Semalaman Leo dan kedua orang tuanya panik memikirkan Joe yang tidak kelihatan sejak siang.Kini waktu telah menunjukkan pukul tujuh pagi dan Bocah itu masih belum kembali. Tanpa mereka ketahui, bahwa saat ini Joe tengah bersama kedua orang tuanya di praha.Saat membawa Joe, Mark tidak memberitahu siapapun. Dia langsung membawa Putranya itu begitu ia setuju."Apa yang sedang Ibu dan Ayah lakukan kemarin? Mengapa bisa sampai kehilangan Joe?" tukas Leo dengan paniknya.Wajah pria tampan itu terlihat pucat, karena tidak tidur semalaman. Belum lagi rasa lelah karena pekerjaan."Kemarin Joe bermain sepak bola di halaman rumah. Ibu dan Ayah sedang membersihkan paviliun sebelah," jelas Lisa dengan raut panik yang luar biasa."Astaga Ibu, mengapa harus membersihkan paviliun? Bukankah kita masih punya Pelayan untuk melakukan pekerjaan itu? Sekarang lihat yang terjadi, kita kehilangan Joe... Entah apa yang akan terjadi pada Maria bila tahu Putranya hilang," balas Leo kian panik."Maafkan Ibu, N