Assalamualaikum, para Readers yang selalu setia menanti update cerita ini. Mohon maaf jika alurnya sedikit garing dan lambat. Sampai jumpa di karya saya selanjutnya. Selamat membaca. Dan semoga hari kalian menyenangkan. Wassalam.
The King Hotel“Kau benar-benar payah, Mark! Dua malam kau tidur di samping gadis itu, tapi tidak sedikit pun menyentuhnya. Kau ini normal atau tidak?”Lelaki yang bernama Mark itu tak mengambil pusing cemoohan yang dikeluarkan oleh Richard, lelaki satunya yang berprofesi sebagai germo itu."Aku bukan dirimu! Lagi pula aku bukan pecinta anak remaja!" sanggah Mark dengan santainya. Namun, sukses membuat lelaki itu tersindir.Tak lama, Mark dan lelaki germo itu melangkah menuju sebuah kamar, di mana terdapat gadis yang sedari tadi jadi topik perbincangan mereka.Dialah Maria, gadis berusia sembilan belas tahun yang terperangkap ke dalam tipu daya mucikari tersebut. Maria yang semula diimingi pekerjaan di kota, tidak tahu kalau dia sedang ditipu. Bukan bekerja kantoran, atau jadi ART … dia justru berakhir disekap, juga disiksa karena terus memberontak saat tahu nasibnya yang hanya akan berakhir di ranjang lelaki hidung belang.Langkah kedua lelaki itu kian mendekat. Sementara Maria sema
".... Namun, ingat satu hal dariku, bahwa jika kau menarik ulur keputusanmu, maka aku bisa berlaku kejam dari Richard. Apa kau tidak masalah?" Entah apa yang sedang direncanakan oleh lelaki gagah tersebut. Mark seolah menguji mental Maria."Bukankah Anda bosnya di sini? Aku bahkan tidak diberi pilihan ketiga. Lantas mengapa Anda masih bertanya?" Rupanya Maria cukup bijak. Memberi jawaban cerdas yang sukses membuat kagum Mark. "Good, ternyata kau cukup cerdas di usia belia." Mark tersenyum sinis memuji karakter Maria. "Tunggu apa lagi? Apa kau sedang menunggu Richard di sini?" tukas Mark. "Ha?" Maria tercengang tak paham. Mendadak Mark berucap teka-teki. "Ah, iya." Namun, sedetik kemudian Maria paham maksud dari pria tersebut. Sementara itu, di ruang berbeda. Terlihat seorang pria berusia empat puluh tahun tengah menghitung dolar dengan mata berbinar. Jumlah uang itu tidaklah sedikit. Mencakup sembilan digit. "Wah, kalau harga per wanita seperti ini, maka aku bisa menguasai kot
Mobil sedan hitam membawa Maria dan juga Mark. Di dalam mobil itu mereka hanya diam membisu. Bahkan suara musik pun tidak terdengar sama sekali.Keheningan menemani mereka menuju kastil megah milik Mark.Dua jam perjalanan, akhirnya mereka pun tiba. Maria melirik bangunan di depannya. "Apakah ini istana?" batin gadis itu."Apa kau lebih suka tinggal di dalam mobil?" cetus Mark yang sudah keluar dari mobil."Kalau aku diberi pilihan untuk tinggal di mobil, maka aku lebih baik diam di sini," bisik Maria."Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Mark penuh selidik."Tidak!"Maria pun keluar, mengikuti jejak langkah Mark memasuki kastil yang menjulang tinggi.Warnanya coklat tua, bagian dalam dipenuhi pernak-pernik klasik nan unik.Di sudut ruangan lantai satu terdapat tirai kristal putih. Ada pula patung harimau yang tampak menyeramkan. Mata hewan buas itu berwarna merah menyala.Sedangkan lampu gantung terlihat remang-remang.Hampir seluruh ruangan memiliki bola lampu kuning. Sehingga menamb
Malam itu gemuruh hujan kembali menyapa belahan dunia lain. Petir yang selalu enggan alpa, menghantam tiang listrik di ujung kota. Sehingga menyebabkan kegelapan di seluruh pelosok. Tak terkecuali kastil Mark.Namun, orang kaya sepertinya tentu saja menyiapkan persediaan khusus bila siatuasi seperti ini akan terjadi. Mark merupakan orang terkaya di kota tersebut. Tentu mudah baginya untuk mendapatkan apa yang tidak dimiliki rakyat jelata.Bahkan jika mau, ia bisa saja membeli seluruh pemukiman warga. "Duduklah, kau akan tahu tugasmu apa saja," titah Mark kepada Maria yang saat ini berdiri meremas kesepuluh jemarinya.Jemari lentik itu berkeringat sejak tadi. Takut bila Mark memintanya untuk menjadi budak ranjang. "Bacalah ini." Mark menyodorkan secarik kertas kepada Maria."Apa ini?" tanya gadis itu."Walau kau miskin, setidaknya kau tidak buta huruf." Lidah Mark memang terkesan tajam. Kata-katanya kerap melukai perasaan. Seluruh pelayan di kastil itu tahu karakter pria tersebut. Maka
Melihat Maria yang tak pandai memotong stik, terpaksa Mark memberi potongan miliknya. "Ambillah, kau hanya akan menghambat tidurku," cetus pria itu."Terimakasih." Mark memang pria arogan sekaligus misterius. Namun, dibalik sifatnya itu rupanya masih tersimpan rasa simpatik.Dua anak manusia beda generasi itu makan dalam diam. Hanya suara deru hujan yang menemani mereka. Maria masih belum terbiasa dengan jenis makanan yang tersaji. Rasanya memang sungguh nikmat, tetapi tidak mengenyangkan.Dahulu kedua orang tuanya menyiapkan roti serta daging ayam sebagai menu makan malam mereka. Keluarga kecil nan sederhana itu menghabiskan makanan sesuka hati. Berbeda dengan Mark yang makan dalam porsi sedikit.Seperti kebanyakan orang kaya, usai makan malam mereka langsung menikmati wisky sebagai hidangan penutup. Tak lupa pula buah-buahan melengkapi.Mark menekan tombol di sebelah kiri meja. Lima menit kemudian datanglah seorang pelayan dengan sepiring stik dan juga kentang goreng. Tak lupa pula
“Tuan.” Maria mengenakan lingeri hitam pekat pemberian Mark. Berdiri di ambang pintu kamar pria tersebut. Mark menoleh, memperhatikan penampilan Maria yang cukup memukau. Namun sayangnya, pria itu sama sekali tidak tertarik.“Masuklah,” titahnya.Mark mengakhiri panggilan telpon. Lantas duduk di kursi minimalis seraya menuang wisky. Seperti biasa, bila menjelang tidur ia kerap meneguk segelas minuman keras untuk memancing rasa kantuk.Sialnya, cara itu tak pernah berhasil walau ia menghabiskan berbotol-botol minuman keras. Penyakit insomnia yang dideritanya selama bertahun-tahun kerap menghalang memasuki alam mimpi.Maria duduk di sisi Mark, sedangkan pria tersebut masih meneguk wisky. Ada rasa canggung sekaligus takut dalam benak Remaja berusia sembilan tahun tersebut. Berpikir jauh bila Mark hendak mengajaknya bercinta.“Apa kau pernah masuk ke perguruan tinggi?” Pertanyaan ini memeceh keheningan, hingga Maria merasa sedikit lega.“Tidak pernah,” sahut gadis itu.“Mengapa?”Maria te
Masih terlalu pagi, tetapi Mark harus melaksanakan perjalanan bisnis. Namun, hal itu tidak diketahui oleh Maria. Mark tidak berencana untuk memberitahu gadis tersebut. Baginya Maria hanyalah sebatas partner tidur. Tentu saja Mark mempunyai alasan mengapa dari sekian banyak Wanita yang mengejarnya, justru ia menjatuhkan pilihan terhadap Maria.Awalnya Mark tidak yakin pada perasaan aneh itu. Namun, setelah melalui malam yang begitu panjang, ternyata penyakit menyebalkan itu justru dapat diajak bekerjasama. Sungguh pertemuan yang Ajaib.Hanya dua malam, cukup bagi Mark untuk menyimpulkan, bahwa Maria sanggup menyembuhkan dirinya. Tak ada sentuhan, tak ada ciuman, yang ada hanyalah elusan hangat dari jemari darah berusia sembilan belas tahun tersebut.“Apa ini? Mengapa banyak uang disini? Apakah pria itu sengaja pamer padaku?” bisik Maria dengan penuh keheranan.Pasalnya, jumlah uang yang tersusun rapi di atas tempat tidur tak main-main. Nyaris mendekati angka Sembilan digit.“Nona Mari
"Aakk... sial! Mengapa aku tidak bisa tidur?" Mark berteriak frustasi saat mata birunya tak dapat terpejam. Sedangkan waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam, saatnya istirahat setelah makan malam bersama Edward, klien dari Jerman.Namun, netra itu masih tak mau diajak bekerjasama. Beberapa kali Mark memaksa diri untuk masuk ke alam mimpi. Akan tetapi, lagi-lagi ia kesulitan. Sudah beberapa botol wisky diminumnya sebagai umpan. Namun, hasilnya tetap saja nihil.Mark hendak meneguk segelas minuman keras lagi, tetapi diurungkan. Sebab, ia merasa dada sebelah kiri terasa sesak.Mark menyadari, bahwa mengkonsumsi terlalu banyak minuman beralkohol tentu saja lambat laun akan merusak kesehatan. Ibarat benalu tersembunyi yang pelan-pelan menghancur seluruh organ tubuh.Sesekali Mark berdiri, lantas duduk kembali. Terkadang ia memutar musik agar rasa kantuk itu datang menyapa. Namun, hingga pukul dua belas malam Mark masih juga terjaga.Terlihat Mark memeriksa ponselnya, memastikan kondis
Hari yang ku nantikan akhirnya datang juga. "Selamat siang, Tuan Mark. Apa benar kau yang memanggilku?" Akhirnya wanita licik itu masuk dalam perangkapku. Dia datang seorang diri. "Silahkan duduk, Nona Monika. Aku memang ingin bertemu denganmu." Ya, wanita itu adalah Monika. Wanita yang selama tiga bulan terakhir ku curigai kehadirannya. Setiap kali melangkah, wanita itu pasti ada dimana-mana. Bukankah ini sesuatu yang mencurigakan? Bahkan pertemuan kami pun seolah direncanakan dengan matang. "Ada apa, Tuan Mark? Apa kau merindukanku?" Kali ini Monika tak segan menunjukkan jati dirinya. Dia membelai pundak serta dahiku. Seakan hendak menggoda. Faktanya adalah aku tidak tertarik sama sekali. "Tentu saja aku merindukanmu. Kalau tidak, untuk apa aku capek-capek memintamu datang?" Aku sungguh muak terhadap diriku sendiri. Menyentuh paha wanita selain Maria, membuatku jijik dan ingin muntah. "Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi? Silahkan jamah aku." Aku sudah duga, Monika past
Tiga bulan sudah istriku menjalani tahap pemulihan. Dan hari ini akhirnya kami diizinkan kembali ke rumah.Senang rasanya bisa melangkah bersama seperti ini. Menghirup udara serta aroma khas rumah yang telah lama dirindukan.Sewaktu berada di rumah sakit, Maria kerap menanyakan rumah ini. Maklum saja, dua tahun koma tentu membuatnya melupakan banyak hal. Selalu yang diingat hanyalah peristiwa enam tahun silam.Tapi tidak masalah, yang terpenting adalah dia telah kembali padaku. Sisanya biar takdir yang urus.Aku tidak ingin hal lain mengusik ketenangan kami. Sudah cukup aku melihat air mata di pipi Maria. Sekarang waktunya dia bahagia."Sayang, berapa lama aku koma? Mengapa semuanya tampak sama? Bukankah kau bilang, bahwa aku koma selama dua tahun? Tapi kau dan aku masih terlihat sama."Entah apa maksud dari pertanyaan ini. Maria duduk di depan cermin rias miliknya. Sedangkan aku meletakkan tas milik istriku itu."Apa menurutmu ada yang berbeda dari rumah ini? Atau cermin itu yang ber
Aku masih menunggu hasil pemeriksaan Maria. Tiba-tiba sosok wanita asing datang menghampiriku."Tuan Mark? Ah, benar itu Anda. Tadinya aku ragu untuk menyapa, takut salah orang. Tapi rupanya benar-benar Anda," ucap wanita yang nyaris membuatku lupa siapa dia."Ah ya, Nona...""Monika."Bahkan aku melupakan namanya saking tidak pentingnya dia. Entah wanita ini datang dari sudut mana, tiba-tiba berdiri di depanku dengan senyuman yang menurutku mencari perhatian."Ah, benar. Monika," gumamku acuh.Tuhan, Kau bisa tahu betapa aku tidak menyukai interaksi ini. Aku sungguh canggung dan merasa aneh."Mark, dia..."Leo menghampiri kami dengan tatapan penuh tanyanya."Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang tak sengaja bertemu. Aku nyaris menabraknya sewaktu menjemput Leo tadi siang. Entah mengapa kami selalu bertemu dimana-mana," jelasku bernada sedikit kesal.Entah mengapa, semenjak Maria siuman. Aku lebih sensitif terhadap wanita lain... Maksduku adalah aku tidak suka ada perempuan lain di
Mark Pov.Setelah sekian lama menyaksikan istriku terbaring koma tak berdaya di rumah sakit yang ku bangun sendiri, kini akhirnya ia kembali pulih.Mungkin Tuhan telah bosan mendengar doa serta keluhanku. Atau mungkin Maria sakit hati setelah aku mengancamnya menikah lagi.Sungguh, aku tersenyum gemas ketika mengingat hari itu. Andai bukan di rumah sakit. Andai kondisinya telah membaik seperti dulu. Maka aku akan menciumnya secara bertubi-tubi. Lalu mengajaknya bercinta sepanjang hari.Maria, istriku itu sangat suka menggoda ketika usianya beranjak lebih dewasa. Bukan tanpa usaha, dia semakin bijaksana dan berwibawa.Sampai detik ini, aku masih belum percaya, bahwa Tuhan akhirnya mengabulkan segala hajat yang ku panjatkan.Pun Joe, Putra kami satu-satunya. Anak itu tak pernah berhenti mendoakan Ibunya yang sekarat. Walau sempat kecewa serta nyaris putus asa karena Maria tak kunjung sadar juga. Akan tetapi, Joe berhasil melalui itu semua.Harus aku akui, Anak itu sungguh luar biasa ber
Hari itu Mark dan Joe tengah merayakan ulang tahun Maria yang ketiga puluh satu. Walau wanita itu masih setia dengan tidur panjangnya.Selang infus dan oksigen menjadi saksi bisu mereka merayakan hari kelahiran Ibu satu Anak tersebut. Seolah hendak mengatakan kepada dunia, bahwa meski dalam situasi dan kondisi apapun, mereka tetap setia menanti kehadiran Maria di tengah-tengahnya.Walau entah kapan waktu itu akan segera datang. Yang pasti baik Mark maupun Joe, keduanya kompak tidak ingin putus asa."Happy birthday to you... Happy birthday too you... Happy birthday to you... Happy birthday... Happy birthday to you..."Mark dan Joe menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepada Maria."Maaf, aku terlambat... Belum dimulaikan acara tiup lilinnya? Maaf, tadi aku mampir di butik teman untuk membeli gaun ini sebagai hadiah. Nanti kalau Mommy dari cucuku yang tampan ini sembuh, bisa langsung dikenakan."Sementara Mely datang terlambat, karena masih harus mencari hadiah ulang tahun untuk menantu
Entah dengan jurus doa apa lagi harus Mark dan Joe panjatkan kepada Tuhan agar Maria segera sadar dari komanya.Telah berbagai macam cara dilakukan. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Sampai akhirnya memasuki tahun kedua."Mark, apa kau tidak berencana untuk menikah lagi? Maaf sebelumnya, bukan aku tidak menghormati istrimu. Akan tetapi, bila melihat situasi dan kondisinya saat ini. Sangat sulit untuk selamat. Sebaiknya kau mengambil keputusan cepat. Apa kau tidak memikirkan Putramu? Dia juga menginginkan sosok Ibu," ucap Wilyam."Terimakasih atas nasehatmu, Bro. Aku tahu kau peduli padaku, tapi maaf. Aku tidak bisa. Berbicara mengenai Putraku, tentu saja aku memikirkan masa depannya. Namun, bukankah sangat egois bila aku meminta restunya untuk menikah lagi demi memberi Ibu baru? Sementara Ibu kandungnya masih terbaring tak berdaya di rumah sakit... Maaf, aku tidak bisa," jawab Mark, menolak tegas usulan Wilyam."Baiklah, aku tidak keberatan. Aku hanya ingin menyampaikan gagasank
Waktu terus berputar. Akhirnya hubungan antara Mark dan Ibunya kembali membaik. Keduanya telah berdamai dengan keadaan yang selama bertahun-tahun mencekik mereka.Pun Joe, Bocah itu sangat bahagia sekaligus antusias menyambut hubungan barunya bersama Sang Nenek.Namun sayangnya, kebahagiaan itu tak dapat disaksikan oleh Maria yang belum juga sadar dari komanya.Sudah berbagai macam cara telah Mark lakukan demi kesembuhan wanita itu. Bahkan Mark rela membawa Dokter terkenal asal Amerika, Singapoor, Jerman, Turkey, dan Rusia. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Maria seolah enggan untuk bangkit kembali.Tampaknya luka yang disebabkan oleh Casandra sangat parah sehingga menyebabkan Maria mengalami koma berkepanjangan.Luka benturan pada bagian kepawa wanita itu menjadi penyebab utama ia masih belum sadarkan diri hingga satu tahun terakhir.Berbagai macam cara dan doa dipanjatkan oleh Mark demi kesembuhan Sang istri tercinta. Namun, lagi-lagi tak ada perubahan sama sekali. Bahkan jema
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, hingga bulan berganti bulan. Akhirnya Mely memberanikan diri untuk menemui Maria di rumah sakit. Walau wanita itu masih setia dengan koma panjangnya.Selama ini Mely hanya bisa menatap dari kejauhan tiga orang kesayangannya itu sembari mengenakan kacamata hitam agar tidak dikenali orang-orang.Melalui tembok kokoh, Mely berdiri rapuh menatap jauh cucu tercinta sembari merasa iba. Tak ada yang bisa dilakukan oleh wanita tua itu. Sebab, Mark tidak mengizinkan dirinya untuk mendekati Joe, pun Maria.Mely yang sangat hafal betul karakter Putranya itu, hanya bisa pasrah menerima kenyataan, bahwa ia telah terbuang dari anggota keluarga Mark.Sejujurnya Mark tidak sepenuhnya membenci Maly. Hanya saja Mark ingin melihat ketulusan yang luas dari hati wanita yang telah melahirkannya itu."Maria, hari ini dengan segenap rasa hormat dan penyesalan yang mendalam. Saya meminta maaf padamu, Nak. Karena aku lah kau berakhir seperti ini. Aku terlalu mencinta
Hidup itu tidak seindah berada dalam negeri dongeng, yang ketika sedang mendambakan sesuatu. Maka tinggal minta kepada Ibu peri.Hidup itu tidak sesimple pemikiran membalikkan telapak tangan. Hidup itu tidak semudah memetik bunga di taman.Melainkan hidup itu butuh perjuangan yang besar. Jika ingin hasil maksimal, maka lakukan yang terbaik dalam hidup ini.Tuhan telah memberi berkah-Nya kepada setiap manusia. Akan tetapi, bila seluruh pintu syukur ditutup, maka dunia dan seisinya tak akan membuat kita kenyang.Jangan pernah memandang kenikmatan orang lain hanya untuk membandingkan dengan diri sendiri, agar hati tetap damai dan tak ada kesukaran.Rejeki tidak selalu tentang materi. Melainkan persahabatan, keluarga, serta pendidikan adalah nikmat tiada tara.Akan tetapi, tidak segelintir orang yang berpikir sebaliknya. Masih banyak penghuni bumi ini yang tak pandai bersukur dan lebih memilih mengejar ambisi. Padahal yang diberi sudah lebih dari cukup.Seperti yang telah dialami oleh Cas