The King Hotel
“Kau benar-benar payah, Mark! Dua malam kau tidur di samping gadis itu, tapi tidak sedikit pun menyentuhnya. Kau ini normal atau tidak?”
Lelaki yang bernama Mark itu tak mengambil pusing cemoohan yang dikeluarkan oleh Richard, lelaki satunya yang berprofesi sebagai germo itu.
"Aku bukan dirimu! Lagi pula aku bukan pecinta anak remaja!" sanggah Mark dengan santainya. Namun, sukses membuat lelaki itu tersindir.
Tak lama, Mark dan lelaki germo itu melangkah menuju sebuah kamar, di mana terdapat gadis yang sedari tadi jadi topik perbincangan mereka.
Dialah Maria, gadis berusia sembilan belas tahun yang terperangkap ke dalam tipu daya mucikari tersebut.
Maria yang semula diimingi pekerjaan di kota, tidak tahu kalau dia sedang ditipu. Bukan bekerja kantoran, atau jadi ART … dia justru berakhir disekap, juga disiksa karena terus memberontak saat tahu nasibnya yang hanya akan berakhir di ranjang lelaki hidung belang.
Langkah kedua lelaki itu kian mendekat. Sementara Maria semakin ketakutan dan merapatkan tubuhnya di tempat persembunyian, terlebih tatkala pintu kamarnya terbuka.
‘Tuhan, tolong selamatkan aku,’ batin Maria ketakutan sembari membekap mulutnya sendiri.
Langkah Mark semakin dekat, aroma parfum pun kian menyengat. Baunya sungguh wangi, tetapi Maria tidak peduli. Benak gadis malang itu dipenuhi ketakutan.
Bug!
Maria hendak menghantam bahu lelaki tersebut. Naas, kaki jenjangnya harus terbentur nakas. Hingga kehilangan keseimbangan.
Tubuh ramping Maria menindih Mark. Bersamaan dengan itu, lampu kamar pun menyala. Hingga keduanya saling menatap satu sama lain.
Sesaat, Maria terpana menatap wajah tampan lelaki yang berada di bawahnya. Wajah Mark memang jauh dari seram untuk dikatakan sebagai orang jahat. Begitu pula yang dipikirkan Maria.
Namun, tak lama … dia langsung mengenyahkan pikiran bodoh itu saat teringat posisinya yang sedang dalam bahaya.
"Apa kau sudah puas menatapku?" ucap lelaki itu.
"Ha?" Maria hanya bisa tercengang bagai orang bodoh. Tangannya menempel tepat di depan dada lelaki bertubuh kekar tersebut.
"Menyingkirlah, aku tidak suka anak bau kencur."
Seketika Maria menarik diri. Menundukan kepala sembari meremas jemari. Perasaan gadis itu berkecamuk. Ada rasa takut dan juga kesal.
"Apa kau tidak sekolah? Mengapa menjadi gundik di tempat ini?” Mark beranjak, merapikan kemeja hitamnya. “Anak seusiamu seharusnya masih menempuh pendidikan. Kau malah menjual tubuh!"
Pertanyaan itu membuat Maria merasa terhina, hingga sukses menghujam jantung. Bukan keinginan Maria hidup dalam kemelaratan. Bukan pula kehendaknya menjadi gadis malam yang diperjualbelikan. Melainkan takdir kejam yang tak dapat ia ubah. Richard telah menipu dirinya.
"Mungkin di rumah Anda tidak tersedia roti tawar murahan. Sehingga menganggap semua manusia mempunyai nasib yang sama!" seru Maria dengan mata berkaca-kaca.
Harga diri gadis itu kian terluka. Kalimat hina itu kerap ditujukan kepadanya. Namun, entah mengapa kali ini ia merasa sangat terluka hingga berdarah.
"Ehem!" Lelaki itu berdehem sembari membenarkan posisi jas. Lantas kembali berucap, "Itu karena kau dan keluargamu sangat malas untuk berusaha!"
Belum kering luka yang ditorehkan Richard, kini muncul lelaki lain menghina dirinya.
"Siapa namamu?" tanya lelaki itu kemudian.
“….”
Namun, Maria tidak menyahut. Ia terlalu sakit hati.
"Dengar, belajarlah untuk menghormati yang lebih tua. Jangan diam saja, bukankah kau masih punya mulut untuk bicara?!" Mark mulai sinis. Namun, masih menjaga intonasi.
"Maafkan saya, Tuan," jawab Maria.
"Katakan siapa namamu? Dan mengapa kau bisa berakhir sampai di sini? Apakah ada yang memaksamu untuk menjajakan tubuh?"
Maria pikir, mungkin lelaki itu bbisa menolongnya untuk keluar dari sini. Untuk itu, gadis itu tak takut untuk menjawab pertanyaan tersebut, meski kata-kata yang diucapkannya terdengar begitu pahit.
"Iya, lelaki bernama Richard yang telah memaksaku. Dia menipu kami." Maria mulai memberitahu. "Om, tolong bantu aku. Keluarkan aku dari sini. Aku ingin pulang. Aku tidak mau menjadi pelacur."
Maria mendekat, memohon pada lelaki itu.
"Apakah menurutmu wajahku layak dipanggil Om?"
“M-maaf.” Maria melepas lengan lelaki itu. Hatinya melemah. Seolah kehilangan harapan. Disangkanya dia akan mendapat pertolongan. Setidaknya lelaki itu tidak menodai harga dirinya.
"Panggil aku Mark. Aku tidak setua itu untuk menjadi Walimu!"
Maria semakin ketakutan. Dia telah melakukan kesalahan besar.
"Dengar, jika kau ingin keluar dalam keadaan utuh dari tempat ini. Minimal kau harus bekerja padaku." Mark duduk di kursi, menyilangkan kaki sembari mengisap cerutu.
"Aku akan melakukan apa saja. Asal aku bisa keluar dari sini." Ibarat mendapat angin segar, Maria kembali mendekat. Menarik tipis kedua sudut bibirnya. Ada setitik harapan di dalam sana untuk selamat.
"Kau jangan terlalu bersemangat. Pekerjaan ini tidak akan mudah bagimu," ucap Mark, memupus harapan Maria.
"Tidak masalah, asal Anda bersedia menepati janji." Tak ada lagi yang diinginkan Maria selain keluar dari tempat itu.
"Baiklah, sepertinya kau memang tidak menginginkan tempat ini," balas Mark.
"Katakan apa yang harus aku lakukan?"
"Kau terlalu terburu-buru, Nona. Apa kau tidak takut padaku?" Lagi-lagi Mark membuat nyali Maria menciut.
Tadinya wanita itu merasa lega, karena akhirnya dia bertemu seseorang yang bisa diandalkan.
"Aku bahkan lebih berbahaya dari Richard. Apa kau yakin ingin bekerja padaku? Kau tidak takut kesucianmu kurenggut? Atau bisa jadi aku menjual organ tubuhmu pada salah satu pemilik bank skin." Lihatlah betapa menakutkannya itu. "Pikirkan baik-baik keputusanmu. Sebab, begitu kau setuju, tidak akan ada jalan untuk kembali," imbuh Mark.
Maria terdiam lesu, dan berpikir. Apakah jika dia bersedia mengikuti perkataan lelaki itu, dia bisa kembali pada orang tuanya, atau justru berakhir semakin parah?
Namun jelas, pilihannya tak mungkin dia berdiam diri di tempat itu, di mana Richard bisa saja menjualnya pada lelaki hidung belang setiap saat.
Setelah melalui pemikiran panjang lagi matang, kini Maria mengangkat kepala. Membulatkan tekad dalam memilih.
"Baiklah, aku bersedia." Tidak ada jalan untuk kembali di dunia ini. Yang dijanjikan Tuhan adalah melangkah maju, agar tidak terjebak dalam rotasi yang sama.
"Pilihan yang bijak." Mark tersenyum menyeringai. Seolah rencananya telah berhasil.
Mark berdiri, merapikan jasnya yang kusut. Lantas memasukan kedua tangan kedalam saku celana. Lalu ia pun berkata, "Jadilah pelayanku, maka aku akan menjamin hidupmu."
Mata Maria membeliak sempurnah. Pilihan yang baru saja diambil, seolah menghantarnya pada kegelapan. Harapannya perihal hidup normal dengan impiannya telah sirna seiring dengan tawaran Mark yang begitu misterius.
".... Namun, ingat satu hal dariku, bahwa jika kau menarik ulur keputusanmu, maka aku bisa berlaku kejam dari Richard. Apa kau tidak masalah?" Entah apa yang sedang direncanakan oleh lelaki gagah tersebut. Mark seolah menguji mental Maria."Bukankah Anda bosnya di sini? Aku bahkan tidak diberi pilihan ketiga. Lantas mengapa Anda masih bertanya?" Rupanya Maria cukup bijak. Memberi jawaban cerdas yang sukses membuat kagum Mark. "Good, ternyata kau cukup cerdas di usia belia." Mark tersenyum sinis memuji karakter Maria. "Tunggu apa lagi? Apa kau sedang menunggu Richard di sini?" tukas Mark. "Ha?" Maria tercengang tak paham. Mendadak Mark berucap teka-teki. "Ah, iya." Namun, sedetik kemudian Maria paham maksud dari pria tersebut. Sementara itu, di ruang berbeda. Terlihat seorang pria berusia empat puluh tahun tengah menghitung dolar dengan mata berbinar. Jumlah uang itu tidaklah sedikit. Mencakup sembilan digit. "Wah, kalau harga per wanita seperti ini, maka aku bisa menguasai kot
Mobil sedan hitam membawa Maria dan juga Mark. Di dalam mobil itu mereka hanya diam membisu. Bahkan suara musik pun tidak terdengar sama sekali.Keheningan menemani mereka menuju kastil megah milik Mark.Dua jam perjalanan, akhirnya mereka pun tiba. Maria melirik bangunan di depannya. "Apakah ini istana?" batin gadis itu."Apa kau lebih suka tinggal di dalam mobil?" cetus Mark yang sudah keluar dari mobil."Kalau aku diberi pilihan untuk tinggal di mobil, maka aku lebih baik diam di sini," bisik Maria."Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Mark penuh selidik."Tidak!"Maria pun keluar, mengikuti jejak langkah Mark memasuki kastil yang menjulang tinggi.Warnanya coklat tua, bagian dalam dipenuhi pernak-pernik klasik nan unik.Di sudut ruangan lantai satu terdapat tirai kristal putih. Ada pula patung harimau yang tampak menyeramkan. Mata hewan buas itu berwarna merah menyala.Sedangkan lampu gantung terlihat remang-remang.Hampir seluruh ruangan memiliki bola lampu kuning. Sehingga menamb
Malam itu gemuruh hujan kembali menyapa belahan dunia lain. Petir yang selalu enggan alpa, menghantam tiang listrik di ujung kota. Sehingga menyebabkan kegelapan di seluruh pelosok. Tak terkecuali kastil Mark.Namun, orang kaya sepertinya tentu saja menyiapkan persediaan khusus bila siatuasi seperti ini akan terjadi. Mark merupakan orang terkaya di kota tersebut. Tentu mudah baginya untuk mendapatkan apa yang tidak dimiliki rakyat jelata.Bahkan jika mau, ia bisa saja membeli seluruh pemukiman warga. "Duduklah, kau akan tahu tugasmu apa saja," titah Mark kepada Maria yang saat ini berdiri meremas kesepuluh jemarinya.Jemari lentik itu berkeringat sejak tadi. Takut bila Mark memintanya untuk menjadi budak ranjang. "Bacalah ini." Mark menyodorkan secarik kertas kepada Maria."Apa ini?" tanya gadis itu."Walau kau miskin, setidaknya kau tidak buta huruf." Lidah Mark memang terkesan tajam. Kata-katanya kerap melukai perasaan. Seluruh pelayan di kastil itu tahu karakter pria tersebut. Maka
Melihat Maria yang tak pandai memotong stik, terpaksa Mark memberi potongan miliknya. "Ambillah, kau hanya akan menghambat tidurku," cetus pria itu."Terimakasih." Mark memang pria arogan sekaligus misterius. Namun, dibalik sifatnya itu rupanya masih tersimpan rasa simpatik.Dua anak manusia beda generasi itu makan dalam diam. Hanya suara deru hujan yang menemani mereka. Maria masih belum terbiasa dengan jenis makanan yang tersaji. Rasanya memang sungguh nikmat, tetapi tidak mengenyangkan.Dahulu kedua orang tuanya menyiapkan roti serta daging ayam sebagai menu makan malam mereka. Keluarga kecil nan sederhana itu menghabiskan makanan sesuka hati. Berbeda dengan Mark yang makan dalam porsi sedikit.Seperti kebanyakan orang kaya, usai makan malam mereka langsung menikmati wisky sebagai hidangan penutup. Tak lupa pula buah-buahan melengkapi.Mark menekan tombol di sebelah kiri meja. Lima menit kemudian datanglah seorang pelayan dengan sepiring stik dan juga kentang goreng. Tak lupa pula
“Tuan.” Maria mengenakan lingeri hitam pekat pemberian Mark. Berdiri di ambang pintu kamar pria tersebut. Mark menoleh, memperhatikan penampilan Maria yang cukup memukau. Namun sayangnya, pria itu sama sekali tidak tertarik.“Masuklah,” titahnya.Mark mengakhiri panggilan telpon. Lantas duduk di kursi minimalis seraya menuang wisky. Seperti biasa, bila menjelang tidur ia kerap meneguk segelas minuman keras untuk memancing rasa kantuk.Sialnya, cara itu tak pernah berhasil walau ia menghabiskan berbotol-botol minuman keras. Penyakit insomnia yang dideritanya selama bertahun-tahun kerap menghalang memasuki alam mimpi.Maria duduk di sisi Mark, sedangkan pria tersebut masih meneguk wisky. Ada rasa canggung sekaligus takut dalam benak Remaja berusia sembilan tahun tersebut. Berpikir jauh bila Mark hendak mengajaknya bercinta.“Apa kau pernah masuk ke perguruan tinggi?” Pertanyaan ini memeceh keheningan, hingga Maria merasa sedikit lega.“Tidak pernah,” sahut gadis itu.“Mengapa?”Maria te
Masih terlalu pagi, tetapi Mark harus melaksanakan perjalanan bisnis. Namun, hal itu tidak diketahui oleh Maria. Mark tidak berencana untuk memberitahu gadis tersebut. Baginya Maria hanyalah sebatas partner tidur. Tentu saja Mark mempunyai alasan mengapa dari sekian banyak Wanita yang mengejarnya, justru ia menjatuhkan pilihan terhadap Maria.Awalnya Mark tidak yakin pada perasaan aneh itu. Namun, setelah melalui malam yang begitu panjang, ternyata penyakit menyebalkan itu justru dapat diajak bekerjasama. Sungguh pertemuan yang Ajaib.Hanya dua malam, cukup bagi Mark untuk menyimpulkan, bahwa Maria sanggup menyembuhkan dirinya. Tak ada sentuhan, tak ada ciuman, yang ada hanyalah elusan hangat dari jemari darah berusia sembilan belas tahun tersebut.“Apa ini? Mengapa banyak uang disini? Apakah pria itu sengaja pamer padaku?” bisik Maria dengan penuh keheranan.Pasalnya, jumlah uang yang tersusun rapi di atas tempat tidur tak main-main. Nyaris mendekati angka Sembilan digit.“Nona Mari
"Aakk... sial! Mengapa aku tidak bisa tidur?" Mark berteriak frustasi saat mata birunya tak dapat terpejam. Sedangkan waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam, saatnya istirahat setelah makan malam bersama Edward, klien dari Jerman.Namun, netra itu masih tak mau diajak bekerjasama. Beberapa kali Mark memaksa diri untuk masuk ke alam mimpi. Akan tetapi, lagi-lagi ia kesulitan. Sudah beberapa botol wisky diminumnya sebagai umpan. Namun, hasilnya tetap saja nihil.Mark hendak meneguk segelas minuman keras lagi, tetapi diurungkan. Sebab, ia merasa dada sebelah kiri terasa sesak.Mark menyadari, bahwa mengkonsumsi terlalu banyak minuman beralkohol tentu saja lambat laun akan merusak kesehatan. Ibarat benalu tersembunyi yang pelan-pelan menghancur seluruh organ tubuh.Sesekali Mark berdiri, lantas duduk kembali. Terkadang ia memutar musik agar rasa kantuk itu datang menyapa. Namun, hingga pukul dua belas malam Mark masih juga terjaga.Terlihat Mark memeriksa ponselnya, memastikan kondis
Di sebuah hotel berbintang, seorang wanita berusia tiga puluh tahun mengusap pipi pria yang tidur dengannya.Sepanjang malam menghabiskan waktu bersama, memadu kasih bagai orang yang haus akan nafsu. Bergulat bagai dua ekor burung darah, menikmati syahdunya aroma tubuh bersama.Adalah Casandra dan Antonio, sepasang anak manusia yang tidak terikat hubungan apapun, tetapi cukup berani bersetubuh.Malam itu Casandra mabuk berat, hingga menemui Antonio yang diketahui sejak lama mengejar dirinya.Ya, pria itu telah lama mendambakan Casandra, tetapi kala itu masih ada Mark sebagai kekasih wanita tersebut.Kini ia memiliki kesempatan untuk memenangkan hati Casandra setelah tahu wanita itu telah berpisah dari Mark."Morning," ucap Antonio dengan suara serak, khas baru bangun tidur. Sembari memeluk erat Casandra, pria itu menghirup dalam-dalam aroma tubuh wanita tersebut."Bagaimana aku bisa berakhir sampai di sini? Apa semalam kau menjemputku di bar?" Rupanya Casandra tidak menyadari peristiw