“Tuan.” Maria mengenakan lingeri hitam pekat pemberian Mark. Berdiri di ambang pintu kamar pria tersebut. Mark menoleh, memperhatikan penampilan Maria yang cukup memukau. Namun sayangnya, pria itu sama sekali tidak tertarik.
“Masuklah,” titahnya.
Mark mengakhiri panggilan telpon. Lantas duduk di kursi minimalis seraya menuang wisky. Seperti biasa, bila menjelang tidur ia kerap meneguk segelas minuman keras untuk memancing rasa kantuk.
Sialnya, cara itu tak pernah berhasil walau ia menghabiskan berbotol-botol minuman keras. Penyakit insomnia yang dideritanya selama bertahun-tahun kerap menghalang memasuki alam mimpi.
Maria duduk di sisi Mark, sedangkan pria tersebut masih meneguk wisky. Ada rasa canggung sekaligus takut dalam benak Remaja berusia sembilan tahun tersebut. Berpikir jauh bila Mark hendak mengajaknya bercinta.
“Apa kau pernah masuk ke perguruan tinggi?” Pertanyaan ini memeceh keheningan, hingga Maria merasa sedikit lega.
“Tidak pernah,” sahut gadis itu.
“Mengapa?”
Maria tersenyum kecut tatkala Mark mengajukan pertanyaan kedua. Pasalnya Wanita berparas manis itu berasal dari keluarga sederhana. Maka mustahil baginya untuk masuk ke perguruan tinggi. Untuk menyelesaikan pendidikan menengah atas saja Maria masih tak menduga. Sebab, mengingat kondisi orang tuanya yang tak mampu membayar biaya sekolah yang sangat tinggi.
Sejujurnya Maria cukup berprestasi di sekolah. Namun sayang, prestasi tersebut tak mampu membawanya ke jenjang atas.
Tentu saja Maria mempunyai cita-cita seperti kebanyakan gadis seusianya. Akan tetapi, harapan itu pupus setelah ia bertemu Richard.
“Mengapa diam saja?” tanya Mark sekali lagi.
“Karena aku bukan orang kaya seperti Anda,” jawab Maria bernada lirih.
Sadar, bahwa pertanyaan itu melukai harga diri Maria, akhirnya Mark menyudahi percakapan singkat tersebut dan menutup botol wisky.
Mark beranjak ke tempat tidur. “Kemarilah.” Lantas mengajak Maria untuk tidur bersamanya.
Saat itu juga perasaan Maria kembali berkecamuk. Ketakutan mulai menyapa diri. Pun detak jantung yang kian berdegup kencang. Ia meremas jemarinya yang mulai berkeringat.
Untuk pertama kali ia harus tidur bersama pria asing yang tak memiliki ikatan sama sekali. Alhasil Maria pun merasa telah menjadi gadis gampangan.
Fantasi liar pun tak mau ketinggalan, ia hadir saat Mark terus menatapnya. “Matikan lampu.” Begitu Maria duduk di tepi ranjang, Mark meminta Wanita itu untuk memadamkan lampu. Sehingga gadis dengan rambut tergerai itu kian membuncah.
Suasana yang begitu remang-remang seolah membawanya ke dalam dunia berbeda. “Baiklah,” sahut Maria.
Kemudian Mark berbaring membelakangi Maria tanpa satu kata terucap dari bibirnya. Pria itu mencoba untuk menutup mata.
Maria menatap punggung pria tersebut. Selama lima belas menit gadis belia itu duduk terdiam di balik punggung Mark tanpa berbaring sama sekali.
“Usap kepalaku,” titah Mark, masih membelakangi Maria.
Maria pun hanya bisa melaksanakan perintah. Toh dia hanyalah pelayan pribadi pria tersebut. Maka wajar bila ia harus patuh.
Sentuhan demi sentuhan Maria lakukan. Dari ujung kepala hingga turun ke bahu. Maria memang lumayan pandai membuat seseorang merasa nyaman.
Dahulu, sewaktu bersama kedua orangtuanya, Maria kerap memijat punggung serta kepala Sang Ayah bila rasa penat mulai menyapa.
Jemari gadis itu seolah menghantarnya ke alam mimpi. Sampai akhrinya Mark pun tertidur pulas. Untuk pertama kalinya lelaki dengan piyama hitam itu terlelap pada pukul sepuluh malam. Biasanya menjelang pagi netra itu baru tertutup rapat.
Maria mulai lelah. Beberapa kali ia nyaris tertidur sambil duduk sembari memegang kepala Mark. Sampai akhirnya rasa kantuk itu tak dapat dibendung lagi. Alhasil Maria tertidur di balik punggung Mark. Mereka pun tidur bersama tanpa melakukan aktivitas seksual.
Mark telah berada dalam zona nyaman. Dimana rasa lelah dan kantuk bersatu padu berlari ke alam mimpi. Siapa sangka bila sentuhan hangat seorang gadis belia sukses membunuh insomnia yang dideritanya.
***
Menjelang pagi hari, Mark terkejut saat mendapati dirinya tidur bersama Maria. Gadis itu tengah memeluk erat tubuhnya.
Rambut Maria tergerai menutupi sebagian wajah manisnya. Mark memperhatikan dengan seksama wajah itu. Dilihatnya bulu mata lentik Maria. Lantas turun ke bagian bibir. Tanpa Mark sadari, ia menelan saliva.
Namun, sedetik kemudian Mark baru menyadari, bahwa semalam dia tertidur lelap. “Gadis ini bekerja dengan baik,” gumamnya seraya tersenyum tipis.
“Hmm…” Maria mulai menggeliat, dan mendapati dirinya tengah memeluk tubuh Mark. Sontak saja hal tersebut membuatnya terkesiap. Bagaimana bisa ia berakhir memeluk pria yang dibencinya itu.
Sementara Mark sengaja kembali menutup matanya. Bersandiwara, seolah ia masih dalam keadaan tertidur pulas.
Pelan-pelan Maria melepas diri dari Mark. Lalu mengendap-endap keluar kamar. Setelah mendengar suara pintu tertutup, Mark pun membuka mata. Lantas menarik kedua sudut bibirnya sembari berdecak, "Dasar Bocah!"
Sementara itu, di kamar Maria. Gadis tersebut tengah memegang dadanya yang berdegup kencang. Wajahnya pun turut pucat. Untuk pertama kalinya ia tidur bersama seorang pria. Sialnya pria itu bukanlah suaminya.
“Tunggu dulu, bukankah semalam kami tidur bersama? Apakah terjadi sesuatu yang tidak ku sadari? Tapi mengapa rasanya masih sama? Aku tidak merasa kehilangan apapun.” Sesaat kemudian, Maria pun teringat peristiwa semalam. Gadis itu heran, bahwa Mark justru tidak melecehkan dirinya. Mereka hanya semata-mata tidur di atas ranjang yang sama.
“Apakah pria itu tidak normal? Atau dia menderita kelainan? Ah, sudahlah. Yang jelas aku baik-baik saja. Semoga dia tidak melecehkanku kelak,” imbuh Maria.
Sementara itu, di lain tempat. Seorang Wanita paruh baya tengah meneguk anggur merah miliknya bersama Wanita muda.
Adalah Casandra dan Mely, Ibu Mark. Casandra adalah mantan kekasih Mark. Ia meninggalkan pria tersebut hanya demi mengejar karir di paris untuk menjadi seorang model profesional. Kini kerja kerasnya telah terbayarkan. Ia sukses menjadi model Internasional yang dieluk-elukan semua kalangan. Baik tua maupun muda.
Kini gadis berparas eksentrik itu telah kembali, tetapi masih belum berani menunjukkan wajah di depan Mark. Casandra tahu betul, bahwa pria itu pasti tak akan bersedia menemui dirinya. Oleh sebab itu, ia sengaja mendekati Ibu Mark untuk memuluskan rencana.
Mely memang masih menyukai Casandra dan berharap suatu saat ia menjadi menantunya. Namun, di sisi lain Mely tak memiliki keberanian untuk membujuk Sang putra mengingat sifatnya yang keras kepala.
Mark memang sangat mencintai Casandra. Namun, marah dan kecewa telah bersatu padu di dalam sana. Meruntuhkan cinta serta kasih sayang yang dimiliki.
Dahulu mereka berjanji untuk sehidup semati. Nyatanya Casandra justru ingkar. Ia terbuai pada dunianya sendiri. Sedangkan Mark memiliki segalanya. Dia bisa saja mengorbitkan Casandra, tetapi Wanita itu terlalu ambisius.
Ia tak ingin terlihat bergantung kepada Mark. Namun, nyatanya Wanita itu bukanlah siapa-siapa tanpa bantuan pemuda gagah tersebut.
Awal karir, Mark lah yang menemaninya. Tak sekalipun ia goyah. Padahal banyak gadis yang mengejar dirinya. Namun, cintanya hanya untuk Casandra.
“Mengapa kau baru kembali? Tidakkah kau tahu selama ini Mark menantimu? Dia sekarat Casandra. Setiap malam Mark harus menghabiskan berbotol-botol wisky hanya untuk menghilangkan kejenuhan serta insomnia yang diderita.” Mely mencerca gadis berparas cantik itu. Mengungkap kondisi Sang putra semenjak ditinggal menikah.
Ya, saat Casandra memutuskan untuk pergi, Mark berencana untuk melamar dirinya. Naas, sebelum itu terjadi ia harus menerima kenyataan pahit yang begitu menyakitkan.
“Aku tahu. Itulah sebabnya aku kembali,” sahut Casandra penuh percaya diri seraya meneguk anggur miliknya. Seolah Mark bersedia menerimanya kembali.
“Dengar, aku tidak yakin. Namun, kau bisa mencobanya. Kau sangat mengenal sifat Mark, bukan? Barangkali dia akan luluh begitu kau rayu. Mungkin saat ini dia masih marah padamu. Namun, kau jangan khawatir. Aku akan membantumu untuk membujuknya.” Meski tidak yakin, tetapi Mely masih berani memberi harapan kepada Casandra. Tanpa mereka sadari, bahwa hidup pria tersebut telah berubah.
Masih terlalu pagi, tetapi Mark harus melaksanakan perjalanan bisnis. Namun, hal itu tidak diketahui oleh Maria. Mark tidak berencana untuk memberitahu gadis tersebut. Baginya Maria hanyalah sebatas partner tidur. Tentu saja Mark mempunyai alasan mengapa dari sekian banyak Wanita yang mengejarnya, justru ia menjatuhkan pilihan terhadap Maria.Awalnya Mark tidak yakin pada perasaan aneh itu. Namun, setelah melalui malam yang begitu panjang, ternyata penyakit menyebalkan itu justru dapat diajak bekerjasama. Sungguh pertemuan yang Ajaib.Hanya dua malam, cukup bagi Mark untuk menyimpulkan, bahwa Maria sanggup menyembuhkan dirinya. Tak ada sentuhan, tak ada ciuman, yang ada hanyalah elusan hangat dari jemari darah berusia sembilan belas tahun tersebut.“Apa ini? Mengapa banyak uang disini? Apakah pria itu sengaja pamer padaku?” bisik Maria dengan penuh keheranan.Pasalnya, jumlah uang yang tersusun rapi di atas tempat tidur tak main-main. Nyaris mendekati angka Sembilan digit.“Nona Mari
"Aakk... sial! Mengapa aku tidak bisa tidur?" Mark berteriak frustasi saat mata birunya tak dapat terpejam. Sedangkan waktu telah menunjukkan pukul sepuluh malam, saatnya istirahat setelah makan malam bersama Edward, klien dari Jerman.Namun, netra itu masih tak mau diajak bekerjasama. Beberapa kali Mark memaksa diri untuk masuk ke alam mimpi. Akan tetapi, lagi-lagi ia kesulitan. Sudah beberapa botol wisky diminumnya sebagai umpan. Namun, hasilnya tetap saja nihil.Mark hendak meneguk segelas minuman keras lagi, tetapi diurungkan. Sebab, ia merasa dada sebelah kiri terasa sesak.Mark menyadari, bahwa mengkonsumsi terlalu banyak minuman beralkohol tentu saja lambat laun akan merusak kesehatan. Ibarat benalu tersembunyi yang pelan-pelan menghancur seluruh organ tubuh.Sesekali Mark berdiri, lantas duduk kembali. Terkadang ia memutar musik agar rasa kantuk itu datang menyapa. Namun, hingga pukul dua belas malam Mark masih juga terjaga.Terlihat Mark memeriksa ponselnya, memastikan kondis
Di sebuah hotel berbintang, seorang wanita berusia tiga puluh tahun mengusap pipi pria yang tidur dengannya.Sepanjang malam menghabiskan waktu bersama, memadu kasih bagai orang yang haus akan nafsu. Bergulat bagai dua ekor burung darah, menikmati syahdunya aroma tubuh bersama.Adalah Casandra dan Antonio, sepasang anak manusia yang tidak terikat hubungan apapun, tetapi cukup berani bersetubuh.Malam itu Casandra mabuk berat, hingga menemui Antonio yang diketahui sejak lama mengejar dirinya.Ya, pria itu telah lama mendambakan Casandra, tetapi kala itu masih ada Mark sebagai kekasih wanita tersebut.Kini ia memiliki kesempatan untuk memenangkan hati Casandra setelah tahu wanita itu telah berpisah dari Mark."Morning," ucap Antonio dengan suara serak, khas baru bangun tidur. Sembari memeluk erat Casandra, pria itu menghirup dalam-dalam aroma tubuh wanita tersebut."Bagaimana aku bisa berakhir sampai di sini? Apa semalam kau menjemputku di bar?" Rupanya Casandra tidak menyadari peristiw
Luka lama yang mulai mengering seolah menganga kembali. Kehadiran Casandra membawa Mark dalam situasi yang rumit. Dimana perasaan yang telah ia kubur dalam-dalam perlahan muncul ke permukaan.Getaran yang telah lama tak dirasa, kini menggelora di dalam sana. Menghantam benak pria berusia tiga puluh enam tahun tersebut. Cinta pertamanya telah kembali dan duduk di kursi kebesaran sembari menebar pesona senyuman."Sayang." Casandra beranjak, memeluk Mark sembari mencium pipi pria tersebut. Mark pun terpaku. Ia tidak menduga bila hari itu harus dikejutkan dengan kehadiran Casandra, wanita dari masa lalu yang sukses memporak-porandakan jiwa serta kesehatan mentalnya.Sementara Maria yang juga ada di sana, seketika menunduk malu menyaksikan adegan dua orang di depannya itu."Apa kau merindukanku?" imbuh Casandra, membisik Mark seraya menebar senyuman lagi dan lagi.Casandra sangat tahu titik kelemahan Mark. Maka ia pun rela melakukan apa saja demi memenangkan kembali hatinya."Lepaskan aku!
"Apa?" Begitu terkejutnya Leo saat tahu Casandra telah kembali. Mengusik hidup sahabat sekaligus majikannya itu.Lima tahun telah berlalu, di mata Leo, Mark telah berhasil menata hati. Meski tak jarang ia kerap mengingat momen menyakitnya itu. Ditambah lagi setelah kejadian mengerikan tersebut, Mark harus menderita lahir batin.Kini Mark telah bangkit, pelan-pelan melupakan Casandra, wanita yang sengaja menyakitinya. Terlebih ada Maria, gadis dua belas digit penawar insomnia yang diderita."Lalu, apa yang akan kau lakukan selanjutnya? Apa kau akan kembali pada wanita itu?" tanya Leo kemudian."Entahlah, aku tidak tahu," balas Mark dengan tatapan kosong."Aku tidak ingin turut campur dalam urusan pribadimu. Namun, sebagai sahabat aku ingin memberimu nasehat. Jangan salah mengambil keputusan. Aku tahu kau lebih paham dariku. Sebagaimana kau ketahui, bahwa aku tidak mempunyai kisah cinta sepertimu." Kini Leo mengajak Mark bicara dari hati ke hati selayaknya sahabat, bukan antara Bos dan
"Beritahu seluruh Investor untuk segera datang ke ruang rapat sekarang juga. Termasuk Tuan Wilyam!" Begitu sampai di Jerman, tepatnya pukul sembilan malam. Mark mengadakan rapat dadakan bersama seluruh Investor. Padahal dia baru saja tiba dari Praha lima menit lalu.Pun Maria, gadis itu juga ada di sana. Maria benar-benar lelah setelah melakukan perjalanan panjang. Bahkan ia mengalami jat lag usai turun dari pesawat. Namun, tak ada yang bisa dilakukannya. Ia hanya mengikuti kemana langkah kaki Mark mengarah."Tuan, mereka sudah datang." Sepuluh menit kemudian, para Investor itu pun datang, meski waktu telah menuju tengah malam.Mark tidak peduli pada seluruh kondisi Investor. Dia hanya ingin memberi peringatan sekaligus pelajaran pada mereka yang telah berani berkhianat padanya."Bagaimana dengan Tuan Wilyam? Apakah dia juga ada?" tanya Mark sebelum meninggalkan kamar hotel."Dia menolak untuk hadir," jawab Leo."Baiklah, tidak masalah. Besok pagi aku akan membuat perhitungan denganny
Pagi itu Mark menemui Wilyam. Membahas permasalahan diantara mereka. Mark menuntut pertanggung jawaban pria tersebut. Memintanya mengganti rugi sesuai dengan kesepakatan yang tertera di dalam kontrak.Awalnya Wilyam menolak, karena denda yang harus dibayar bernilai sangat tinggi, melebihi saham yang ditanam ke perusahaan Mark.Namun, setelah menunjukkan kontrak, maka mau tidak mau Wilyam pun harus setuju. Atau dia akan berakhir di balik jeruji besi.Sementara itu, Maria merasa bosan berada di dalam kamar sepanjang waktu. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh gadis tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar menikmati pemandangan.Maria merasa, bahwa dengan menghabiskan sejenak waktu di luar hotel akan membuat hati serta jiwanya tentram seketika. Lagi pula jarak yang harus ia tempuh tidaklah jauh.Begitu sampai di tempat tujuan, Maria sangat senang. Dia melihat begitu banyak orang berlalu lalang di depan hotel.Tak lama pandangan wanita tersebut tertuju pada seekor kucing di seberang ja
Dunia Maria seakan berhenti berputar saat ia menyaksikan orang-orang di depan sana. Mulai mendekat sembari menatapnya nakal.Gadis malang itu sedang duduk meringkuk memeluk lutut sembari meneteskan air mata, tetapi tanpa suara. Maria masih ketakutan, takut lelaki tiga orang di sana melecehkan dirinya.Andaikan saja ia lebih berhati-hati saat menolong Nenek tua tadi. Atau setidaknya dia mengingat tiap liku jalan yang dilalui. Mungkin saja Maria tidak akan berakhir seperti ini.Kemana dia harus mengadu? Dan kepada siapa ia harus meminta pertolongan? Maria tidak mengenal siapapun di tempat itu. Pun ponsel untuk menghubungi Mark, dia juga tidak memilikinya.Namun, kemudian muncul sosok yang familiar datang dari ujung gang. Pria itu berlari menghampirinya sembari menyebut nama Maria."Mark." Betapa senang hati gadis tersebut kala itu. Akhirnya orang yang dinanti menemukan dirinya. Padahal Maria sempat putus asa andai ia harus berakhir tragis di negara asing seperti Jerman.Sementara tiga o
Hari yang ku nantikan akhirnya datang juga. "Selamat siang, Tuan Mark. Apa benar kau yang memanggilku?" Akhirnya wanita licik itu masuk dalam perangkapku. Dia datang seorang diri. "Silahkan duduk, Nona Monika. Aku memang ingin bertemu denganmu." Ya, wanita itu adalah Monika. Wanita yang selama tiga bulan terakhir ku curigai kehadirannya. Setiap kali melangkah, wanita itu pasti ada dimana-mana. Bukankah ini sesuatu yang mencurigakan? Bahkan pertemuan kami pun seolah direncanakan dengan matang. "Ada apa, Tuan Mark? Apa kau merindukanku?" Kali ini Monika tak segan menunjukkan jati dirinya. Dia membelai pundak serta dahiku. Seakan hendak menggoda. Faktanya adalah aku tidak tertarik sama sekali. "Tentu saja aku merindukanmu. Kalau tidak, untuk apa aku capek-capek memintamu datang?" Aku sungguh muak terhadap diriku sendiri. Menyentuh paha wanita selain Maria, membuatku jijik dan ingin muntah. "Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi? Silahkan jamah aku." Aku sudah duga, Monika past
Tiga bulan sudah istriku menjalani tahap pemulihan. Dan hari ini akhirnya kami diizinkan kembali ke rumah.Senang rasanya bisa melangkah bersama seperti ini. Menghirup udara serta aroma khas rumah yang telah lama dirindukan.Sewaktu berada di rumah sakit, Maria kerap menanyakan rumah ini. Maklum saja, dua tahun koma tentu membuatnya melupakan banyak hal. Selalu yang diingat hanyalah peristiwa enam tahun silam.Tapi tidak masalah, yang terpenting adalah dia telah kembali padaku. Sisanya biar takdir yang urus.Aku tidak ingin hal lain mengusik ketenangan kami. Sudah cukup aku melihat air mata di pipi Maria. Sekarang waktunya dia bahagia."Sayang, berapa lama aku koma? Mengapa semuanya tampak sama? Bukankah kau bilang, bahwa aku koma selama dua tahun? Tapi kau dan aku masih terlihat sama."Entah apa maksud dari pertanyaan ini. Maria duduk di depan cermin rias miliknya. Sedangkan aku meletakkan tas milik istriku itu."Apa menurutmu ada yang berbeda dari rumah ini? Atau cermin itu yang ber
Aku masih menunggu hasil pemeriksaan Maria. Tiba-tiba sosok wanita asing datang menghampiriku."Tuan Mark? Ah, benar itu Anda. Tadinya aku ragu untuk menyapa, takut salah orang. Tapi rupanya benar-benar Anda," ucap wanita yang nyaris membuatku lupa siapa dia."Ah ya, Nona...""Monika."Bahkan aku melupakan namanya saking tidak pentingnya dia. Entah wanita ini datang dari sudut mana, tiba-tiba berdiri di depanku dengan senyuman yang menurutku mencari perhatian."Ah, benar. Monika," gumamku acuh.Tuhan, Kau bisa tahu betapa aku tidak menyukai interaksi ini. Aku sungguh canggung dan merasa aneh."Mark, dia..."Leo menghampiri kami dengan tatapan penuh tanyanya."Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang tak sengaja bertemu. Aku nyaris menabraknya sewaktu menjemput Leo tadi siang. Entah mengapa kami selalu bertemu dimana-mana," jelasku bernada sedikit kesal.Entah mengapa, semenjak Maria siuman. Aku lebih sensitif terhadap wanita lain... Maksduku adalah aku tidak suka ada perempuan lain di
Mark Pov.Setelah sekian lama menyaksikan istriku terbaring koma tak berdaya di rumah sakit yang ku bangun sendiri, kini akhirnya ia kembali pulih.Mungkin Tuhan telah bosan mendengar doa serta keluhanku. Atau mungkin Maria sakit hati setelah aku mengancamnya menikah lagi.Sungguh, aku tersenyum gemas ketika mengingat hari itu. Andai bukan di rumah sakit. Andai kondisinya telah membaik seperti dulu. Maka aku akan menciumnya secara bertubi-tubi. Lalu mengajaknya bercinta sepanjang hari.Maria, istriku itu sangat suka menggoda ketika usianya beranjak lebih dewasa. Bukan tanpa usaha, dia semakin bijaksana dan berwibawa.Sampai detik ini, aku masih belum percaya, bahwa Tuhan akhirnya mengabulkan segala hajat yang ku panjatkan.Pun Joe, Putra kami satu-satunya. Anak itu tak pernah berhenti mendoakan Ibunya yang sekarat. Walau sempat kecewa serta nyaris putus asa karena Maria tak kunjung sadar juga. Akan tetapi, Joe berhasil melalui itu semua.Harus aku akui, Anak itu sungguh luar biasa ber
Hari itu Mark dan Joe tengah merayakan ulang tahun Maria yang ketiga puluh satu. Walau wanita itu masih setia dengan tidur panjangnya.Selang infus dan oksigen menjadi saksi bisu mereka merayakan hari kelahiran Ibu satu Anak tersebut. Seolah hendak mengatakan kepada dunia, bahwa meski dalam situasi dan kondisi apapun, mereka tetap setia menanti kehadiran Maria di tengah-tengahnya.Walau entah kapan waktu itu akan segera datang. Yang pasti baik Mark maupun Joe, keduanya kompak tidak ingin putus asa."Happy birthday to you... Happy birthday too you... Happy birthday to you... Happy birthday... Happy birthday to you..."Mark dan Joe menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepada Maria."Maaf, aku terlambat... Belum dimulaikan acara tiup lilinnya? Maaf, tadi aku mampir di butik teman untuk membeli gaun ini sebagai hadiah. Nanti kalau Mommy dari cucuku yang tampan ini sembuh, bisa langsung dikenakan."Sementara Mely datang terlambat, karena masih harus mencari hadiah ulang tahun untuk menantu
Entah dengan jurus doa apa lagi harus Mark dan Joe panjatkan kepada Tuhan agar Maria segera sadar dari komanya.Telah berbagai macam cara dilakukan. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Sampai akhirnya memasuki tahun kedua."Mark, apa kau tidak berencana untuk menikah lagi? Maaf sebelumnya, bukan aku tidak menghormati istrimu. Akan tetapi, bila melihat situasi dan kondisinya saat ini. Sangat sulit untuk selamat. Sebaiknya kau mengambil keputusan cepat. Apa kau tidak memikirkan Putramu? Dia juga menginginkan sosok Ibu," ucap Wilyam."Terimakasih atas nasehatmu, Bro. Aku tahu kau peduli padaku, tapi maaf. Aku tidak bisa. Berbicara mengenai Putraku, tentu saja aku memikirkan masa depannya. Namun, bukankah sangat egois bila aku meminta restunya untuk menikah lagi demi memberi Ibu baru? Sementara Ibu kandungnya masih terbaring tak berdaya di rumah sakit... Maaf, aku tidak bisa," jawab Mark, menolak tegas usulan Wilyam."Baiklah, aku tidak keberatan. Aku hanya ingin menyampaikan gagasank
Waktu terus berputar. Akhirnya hubungan antara Mark dan Ibunya kembali membaik. Keduanya telah berdamai dengan keadaan yang selama bertahun-tahun mencekik mereka.Pun Joe, Bocah itu sangat bahagia sekaligus antusias menyambut hubungan barunya bersama Sang Nenek.Namun sayangnya, kebahagiaan itu tak dapat disaksikan oleh Maria yang belum juga sadar dari komanya.Sudah berbagai macam cara telah Mark lakukan demi kesembuhan wanita itu. Bahkan Mark rela membawa Dokter terkenal asal Amerika, Singapoor, Jerman, Turkey, dan Rusia. Akan tetapi, hasilnya masih tetap sama. Maria seolah enggan untuk bangkit kembali.Tampaknya luka yang disebabkan oleh Casandra sangat parah sehingga menyebabkan Maria mengalami koma berkepanjangan.Luka benturan pada bagian kepawa wanita itu menjadi penyebab utama ia masih belum sadarkan diri hingga satu tahun terakhir.Berbagai macam cara dan doa dipanjatkan oleh Mark demi kesembuhan Sang istri tercinta. Namun, lagi-lagi tak ada perubahan sama sekali. Bahkan jema
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, hingga bulan berganti bulan. Akhirnya Mely memberanikan diri untuk menemui Maria di rumah sakit. Walau wanita itu masih setia dengan koma panjangnya.Selama ini Mely hanya bisa menatap dari kejauhan tiga orang kesayangannya itu sembari mengenakan kacamata hitam agar tidak dikenali orang-orang.Melalui tembok kokoh, Mely berdiri rapuh menatap jauh cucu tercinta sembari merasa iba. Tak ada yang bisa dilakukan oleh wanita tua itu. Sebab, Mark tidak mengizinkan dirinya untuk mendekati Joe, pun Maria.Mely yang sangat hafal betul karakter Putranya itu, hanya bisa pasrah menerima kenyataan, bahwa ia telah terbuang dari anggota keluarga Mark.Sejujurnya Mark tidak sepenuhnya membenci Maly. Hanya saja Mark ingin melihat ketulusan yang luas dari hati wanita yang telah melahirkannya itu."Maria, hari ini dengan segenap rasa hormat dan penyesalan yang mendalam. Saya meminta maaf padamu, Nak. Karena aku lah kau berakhir seperti ini. Aku terlalu mencinta
Hidup itu tidak seindah berada dalam negeri dongeng, yang ketika sedang mendambakan sesuatu. Maka tinggal minta kepada Ibu peri.Hidup itu tidak sesimple pemikiran membalikkan telapak tangan. Hidup itu tidak semudah memetik bunga di taman.Melainkan hidup itu butuh perjuangan yang besar. Jika ingin hasil maksimal, maka lakukan yang terbaik dalam hidup ini.Tuhan telah memberi berkah-Nya kepada setiap manusia. Akan tetapi, bila seluruh pintu syukur ditutup, maka dunia dan seisinya tak akan membuat kita kenyang.Jangan pernah memandang kenikmatan orang lain hanya untuk membandingkan dengan diri sendiri, agar hati tetap damai dan tak ada kesukaran.Rejeki tidak selalu tentang materi. Melainkan persahabatan, keluarga, serta pendidikan adalah nikmat tiada tara.Akan tetapi, tidak segelintir orang yang berpikir sebaliknya. Masih banyak penghuni bumi ini yang tak pandai bersukur dan lebih memilih mengejar ambisi. Padahal yang diberi sudah lebih dari cukup.Seperti yang telah dialami oleh Cas