"Beritahu seluruh Investor untuk segera datang ke ruang rapat sekarang juga. Termasuk Tuan Wilyam!" Begitu sampai di Jerman, tepatnya pukul sembilan malam. Mark mengadakan rapat dadakan bersama seluruh Investor. Padahal dia baru saja tiba dari Praha lima menit lalu.Pun Maria, gadis itu juga ada di sana. Maria benar-benar lelah setelah melakukan perjalanan panjang. Bahkan ia mengalami jat lag usai turun dari pesawat. Namun, tak ada yang bisa dilakukannya. Ia hanya mengikuti kemana langkah kaki Mark mengarah."Tuan, mereka sudah datang." Sepuluh menit kemudian, para Investor itu pun datang, meski waktu telah menuju tengah malam.Mark tidak peduli pada seluruh kondisi Investor. Dia hanya ingin memberi peringatan sekaligus pelajaran pada mereka yang telah berani berkhianat padanya."Bagaimana dengan Tuan Wilyam? Apakah dia juga ada?" tanya Mark sebelum meninggalkan kamar hotel."Dia menolak untuk hadir," jawab Leo."Baiklah, tidak masalah. Besok pagi aku akan membuat perhitungan denganny
Pagi itu Mark menemui Wilyam. Membahas permasalahan diantara mereka. Mark menuntut pertanggung jawaban pria tersebut. Memintanya mengganti rugi sesuai dengan kesepakatan yang tertera di dalam kontrak.Awalnya Wilyam menolak, karena denda yang harus dibayar bernilai sangat tinggi, melebihi saham yang ditanam ke perusahaan Mark.Namun, setelah menunjukkan kontrak, maka mau tidak mau Wilyam pun harus setuju. Atau dia akan berakhir di balik jeruji besi.Sementara itu, Maria merasa bosan berada di dalam kamar sepanjang waktu. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh gadis tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk keluar menikmati pemandangan.Maria merasa, bahwa dengan menghabiskan sejenak waktu di luar hotel akan membuat hati serta jiwanya tentram seketika. Lagi pula jarak yang harus ia tempuh tidaklah jauh.Begitu sampai di tempat tujuan, Maria sangat senang. Dia melihat begitu banyak orang berlalu lalang di depan hotel.Tak lama pandangan wanita tersebut tertuju pada seekor kucing di seberang ja
Dunia Maria seakan berhenti berputar saat ia menyaksikan orang-orang di depan sana. Mulai mendekat sembari menatapnya nakal.Gadis malang itu sedang duduk meringkuk memeluk lutut sembari meneteskan air mata, tetapi tanpa suara. Maria masih ketakutan, takut lelaki tiga orang di sana melecehkan dirinya.Andaikan saja ia lebih berhati-hati saat menolong Nenek tua tadi. Atau setidaknya dia mengingat tiap liku jalan yang dilalui. Mungkin saja Maria tidak akan berakhir seperti ini.Kemana dia harus mengadu? Dan kepada siapa ia harus meminta pertolongan? Maria tidak mengenal siapapun di tempat itu. Pun ponsel untuk menghubungi Mark, dia juga tidak memilikinya.Namun, kemudian muncul sosok yang familiar datang dari ujung gang. Pria itu berlari menghampirinya sembari menyebut nama Maria."Mark." Betapa senang hati gadis tersebut kala itu. Akhirnya orang yang dinanti menemukan dirinya. Padahal Maria sempat putus asa andai ia harus berakhir tragis di negara asing seperti Jerman.Sementara tiga o
Waktu terus berlalu, hingga tak terasa enam bulan sudah Maria menjadi gadis pengantar tidur Mark.Pelan-pelan penyakit insomnia pria tersebut mulai menghilang. Akan tetapi, masih harus bersama Maria. Bila gadis itu tiada, maka Mark akan merasa menderita.Segala jenis obat serta terapi telah Mark lakukan, tetapi tidak membuahkan hasil. Satu-satunya obat yang ampuh mengobati pria tersebut hanyalah Maria, gadis dua belas digit yang rela ditebusnya.Beberapa bulan lalu, belajar dari kesalahan. Mark akhirnya memberi Maria ponsel pengeluaran terbaru untuk memudahkan mereka berkomunikasi.Setelah mendapatkan itu, tak lupa pula Mark memberi Maria kartu kredit untuk memudahkan gadis tersebut membeli kebutuhannya.Semula Maria menolak. Dia tidak membutuhkan itu semua. Cukup diberi makan serta tidak dilecehkan secara fisik dan verbal. Namun, Mark bersi kukuh ingin memberi kartu kredit tersebut. Pun ponsel yang kini menjadi sarana komunikasi antara mereka. Maria sungguh tidak membutuhkan itu semu
Tatapan mata Mark terhadap James mendadak berubah. Dari rasa kagum menjadi tidak suka semenjak pemuda itu tanpa sungkan mendekati Maria.Seperti timbul rasa panas dingin di dalam hati. Ingin rasanya Mark menarik tubuh Maria, lalu membawanya ke pelukan. Menjauhkan dari putra rekannya.Sementara Willy tampak senang begitu melihat Sang putra menemukan teman baru. Di sisi lain, Willy mengira Maria adalah salah satu kerabat jauh Mark."Jadi, apakah aku boleh meminta nomor ponselmu?" Sekali lagi James bertanya kepada Maria. Namun, gadis tersebut masih belum memberikan.Matanya beralih melihat Mark yang tengah menatapnya tajam. Sehingga Maria kembali menundukkan kepala. Dia tidak berani menatap netra biru tersebut."Baiklah, kalau begitu biar aku yang memberimu nomor ponselku." James tampak antusias mengajak Maria berteman.Pemuda dengan setelan jas hitam tersebut tiba-tiba meraih tangan Maria. Lantas menulis nomor ponselnya di sana. Dengan harapan, bahwa wanita itu akan menghubunginya kelak
Malam itu Mark terlihat gelisah, karena memikirkan Maria dan James yang mulai dekat semenjak pertemuan tadi.Beberapa kali lelaki itu tampak menggit-gigit ujung kuku. Seolah memikirkan suatu ide untuk memisahkan dua orang tersebut."Sial!" umpat Mark pada diri sendiri.Mark merasa, bahwa sebagai pria dia telah gagal mempertahankan wanitanya. Terlebih lagi ia terlalu gengsi mengakui Maria sebagai wanita yang dikasihinya.Mark tidak bisa bersikap selayaknya pria pemberani . Sehingga memberi peluang bagi orang baru untuk memasuki hati Maria."Bisa-bisanya dia tertawa pada anak ingusan itu. Padahal aku sudah memberinya petunjuk agar tidak tebar pesona pada sembarang orang yang baru dikenal. Benar-benar keterlaluan!" Mark berbicara seorang diri di dalam kamar. Menyayangkan sikap Maria yang menurutnya terlalu welcome terhadap pemuda yang baru dikenalnya.Sementara itu, di kamar Maria. Tampak gadis tersebut tersenyum saat mendapat satu pesan baru dari James.Ya, akhirnya dua anak manusia yan
Pagi itu Maria bangun pukul delapan pagi dan mendapati Mark telah berbaring di belakangnya serta memeluk ia seperti biasa, sehingga membuat remaja itu terkejut.Betapa tidak, sepanjang malam ia tidak merasakan pergerakan apapun yang mengganggu tidur. Bahkan tak ada suara dentuman pintu terbuka."Mengapa bisa Tuan Mark ada di sini? Apakah dia masuk secara diam-diam? Dasar pria tidak sopan!" umpat Maria di dalam hati.Lantas gadis itu memindahkan tangan Mark dari pinggangnya. Namun, pria tersebut semakin mengeratkan pelukan."Kau mau kemana? Aku masih ingin tidur." Suara serak Mark menggema memecah keheningan, tak pelak Maria terkesiap. Betapa tidak, lelaki itu membawa Maria jatuh dalam pelukannya yang membuat mereka saling berhadapan.Tanpa sadar Maria menelan salivanya dengan susah payah. Sepertinya kali ini Mark berhasil membuat luluh hati Maria setelah semalaman marah padanya."Apakah dia sudah sadar?" bisik Maria di dalam hati.Kemudian Mark semakin mengeratkan pelukan. Seolah tak
Ketukan pintu itu membuat Mark mengurungkan niat untuk mencium Maria.Semula dia tidak perduli, tetapi konsentrasinya telah terganggu. Hingga memutuskan untuk menjeda beberapa saat."Tunggu aku, em?" Mark hanya mengecup kening Maria sebagai tanda sayang terhadap remaja tersebut. Dan Maria pun dibuat terenyuh untuk itu.Maria tidak ingin munafik, bahwa dia juga merasakan sensasi yang luar biasa dari Mark. Ia pun bisa merasakan adanya kasih sayang yang tulus dari pria tersebut.Usia Maria memang masih sangat belia. Namun, dia masih bisa membedakan cara pandang seseorang terhadap dirinya. Sayang kah atau justru membenci."Ada apa?" Mark membuka pintu kamar Maria. Dan mendapati Rebeca tengah berdiri di depan kamar gadis tersebut."Mohon maaf, Tuan. Sarapan sudah siap," kata Rebeca yang membuat Mark sedikit kesal. Betapa tidak, wanita itu telah mengganggu momen kebersamaannya dengan Maria pagi itu."Baiklah, terimakasih," balas Mark.Lantas Rebeca meninggalkan kamar Maria. Sedangkan Mark k