Hari itu Mark dan Joe tengah merayakan ulang tahun Maria yang ketiga puluh satu. Walau wanita itu masih setia dengan tidur panjangnya.Selang infus dan oksigen menjadi saksi bisu mereka merayakan hari kelahiran Ibu satu Anak tersebut. Seolah hendak mengatakan kepada dunia, bahwa meski dalam situasi dan kondisi apapun, mereka tetap setia menanti kehadiran Maria di tengah-tengahnya.Walau entah kapan waktu itu akan segera datang. Yang pasti baik Mark maupun Joe, keduanya kompak tidak ingin putus asa."Happy birthday to you... Happy birthday too you... Happy birthday to you... Happy birthday... Happy birthday to you..."Mark dan Joe menyanyikan lagu selamat ulang tahun kepada Maria."Maaf, aku terlambat... Belum dimulaikan acara tiup lilinnya? Maaf, tadi aku mampir di butik teman untuk membeli gaun ini sebagai hadiah. Nanti kalau Mommy dari cucuku yang tampan ini sembuh, bisa langsung dikenakan."Sementara Mely datang terlambat, karena masih harus mencari hadiah ulang tahun untuk menantu
Mark Pov.Setelah sekian lama menyaksikan istriku terbaring koma tak berdaya di rumah sakit yang ku bangun sendiri, kini akhirnya ia kembali pulih.Mungkin Tuhan telah bosan mendengar doa serta keluhanku. Atau mungkin Maria sakit hati setelah aku mengancamnya menikah lagi.Sungguh, aku tersenyum gemas ketika mengingat hari itu. Andai bukan di rumah sakit. Andai kondisinya telah membaik seperti dulu. Maka aku akan menciumnya secara bertubi-tubi. Lalu mengajaknya bercinta sepanjang hari.Maria, istriku itu sangat suka menggoda ketika usianya beranjak lebih dewasa. Bukan tanpa usaha, dia semakin bijaksana dan berwibawa.Sampai detik ini, aku masih belum percaya, bahwa Tuhan akhirnya mengabulkan segala hajat yang ku panjatkan.Pun Joe, Putra kami satu-satunya. Anak itu tak pernah berhenti mendoakan Ibunya yang sekarat. Walau sempat kecewa serta nyaris putus asa karena Maria tak kunjung sadar juga. Akan tetapi, Joe berhasil melalui itu semua.Harus aku akui, Anak itu sungguh luar biasa ber
Aku masih menunggu hasil pemeriksaan Maria. Tiba-tiba sosok wanita asing datang menghampiriku."Tuan Mark? Ah, benar itu Anda. Tadinya aku ragu untuk menyapa, takut salah orang. Tapi rupanya benar-benar Anda," ucap wanita yang nyaris membuatku lupa siapa dia."Ah ya, Nona...""Monika."Bahkan aku melupakan namanya saking tidak pentingnya dia. Entah wanita ini datang dari sudut mana, tiba-tiba berdiri di depanku dengan senyuman yang menurutku mencari perhatian."Ah, benar. Monika," gumamku acuh.Tuhan, Kau bisa tahu betapa aku tidak menyukai interaksi ini. Aku sungguh canggung dan merasa aneh."Mark, dia..."Leo menghampiri kami dengan tatapan penuh tanyanya."Bukan siapa-siapa. Hanya seseorang yang tak sengaja bertemu. Aku nyaris menabraknya sewaktu menjemput Leo tadi siang. Entah mengapa kami selalu bertemu dimana-mana," jelasku bernada sedikit kesal.Entah mengapa, semenjak Maria siuman. Aku lebih sensitif terhadap wanita lain... Maksduku adalah aku tidak suka ada perempuan lain di
Tiga bulan sudah istriku menjalani tahap pemulihan. Dan hari ini akhirnya kami diizinkan kembali ke rumah.Senang rasanya bisa melangkah bersama seperti ini. Menghirup udara serta aroma khas rumah yang telah lama dirindukan.Sewaktu berada di rumah sakit, Maria kerap menanyakan rumah ini. Maklum saja, dua tahun koma tentu membuatnya melupakan banyak hal. Selalu yang diingat hanyalah peristiwa enam tahun silam.Tapi tidak masalah, yang terpenting adalah dia telah kembali padaku. Sisanya biar takdir yang urus.Aku tidak ingin hal lain mengusik ketenangan kami. Sudah cukup aku melihat air mata di pipi Maria. Sekarang waktunya dia bahagia."Sayang, berapa lama aku koma? Mengapa semuanya tampak sama? Bukankah kau bilang, bahwa aku koma selama dua tahun? Tapi kau dan aku masih terlihat sama."Entah apa maksud dari pertanyaan ini. Maria duduk di depan cermin rias miliknya. Sedangkan aku meletakkan tas milik istriku itu."Apa menurutmu ada yang berbeda dari rumah ini? Atau cermin itu yang ber
Hari yang ku nantikan akhirnya datang juga. "Selamat siang, Tuan Mark. Apa benar kau yang memanggilku?" Akhirnya wanita licik itu masuk dalam perangkapku. Dia datang seorang diri. "Silahkan duduk, Nona Monika. Aku memang ingin bertemu denganmu." Ya, wanita itu adalah Monika. Wanita yang selama tiga bulan terakhir ku curigai kehadirannya. Setiap kali melangkah, wanita itu pasti ada dimana-mana. Bukankah ini sesuatu yang mencurigakan? Bahkan pertemuan kami pun seolah direncanakan dengan matang. "Ada apa, Tuan Mark? Apa kau merindukanku?" Kali ini Monika tak segan menunjukkan jati dirinya. Dia membelai pundak serta dahiku. Seakan hendak menggoda. Faktanya adalah aku tidak tertarik sama sekali. "Tentu saja aku merindukanmu. Kalau tidak, untuk apa aku capek-capek memintamu datang?" Aku sungguh muak terhadap diriku sendiri. Menyentuh paha wanita selain Maria, membuatku jijik dan ingin muntah. "Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi? Silahkan jamah aku." Aku sudah duga, Monika past
The King Hotel“Kau benar-benar payah, Mark! Dua malam kau tidur di samping gadis itu, tapi tidak sedikit pun menyentuhnya. Kau ini normal atau tidak?”Lelaki yang bernama Mark itu tak mengambil pusing cemoohan yang dikeluarkan oleh Richard, lelaki satunya yang berprofesi sebagai germo itu."Aku bukan dirimu! Lagi pula aku bukan pecinta anak remaja!" sanggah Mark dengan santainya. Namun, sukses membuat lelaki itu tersindir.Tak lama, Mark dan lelaki germo itu melangkah menuju sebuah kamar, di mana terdapat gadis yang sedari tadi jadi topik perbincangan mereka.Dialah Maria, gadis berusia sembilan belas tahun yang terperangkap ke dalam tipu daya mucikari tersebut. Maria yang semula diimingi pekerjaan di kota, tidak tahu kalau dia sedang ditipu. Bukan bekerja kantoran, atau jadi ART … dia justru berakhir disekap, juga disiksa karena terus memberontak saat tahu nasibnya yang hanya akan berakhir di ranjang lelaki hidung belang.Langkah kedua lelaki itu kian mendekat. Sementara Maria sema
".... Namun, ingat satu hal dariku, bahwa jika kau menarik ulur keputusanmu, maka aku bisa berlaku kejam dari Richard. Apa kau tidak masalah?" Entah apa yang sedang direncanakan oleh lelaki gagah tersebut. Mark seolah menguji mental Maria."Bukankah Anda bosnya di sini? Aku bahkan tidak diberi pilihan ketiga. Lantas mengapa Anda masih bertanya?" Rupanya Maria cukup bijak. Memberi jawaban cerdas yang sukses membuat kagum Mark. "Good, ternyata kau cukup cerdas di usia belia." Mark tersenyum sinis memuji karakter Maria. "Tunggu apa lagi? Apa kau sedang menunggu Richard di sini?" tukas Mark. "Ha?" Maria tercengang tak paham. Mendadak Mark berucap teka-teki. "Ah, iya." Namun, sedetik kemudian Maria paham maksud dari pria tersebut. Sementara itu, di ruang berbeda. Terlihat seorang pria berusia empat puluh tahun tengah menghitung dolar dengan mata berbinar. Jumlah uang itu tidaklah sedikit. Mencakup sembilan digit. "Wah, kalau harga per wanita seperti ini, maka aku bisa menguasai kot
Mobil sedan hitam membawa Maria dan juga Mark. Di dalam mobil itu mereka hanya diam membisu. Bahkan suara musik pun tidak terdengar sama sekali.Keheningan menemani mereka menuju kastil megah milik Mark.Dua jam perjalanan, akhirnya mereka pun tiba. Maria melirik bangunan di depannya. "Apakah ini istana?" batin gadis itu."Apa kau lebih suka tinggal di dalam mobil?" cetus Mark yang sudah keluar dari mobil."Kalau aku diberi pilihan untuk tinggal di mobil, maka aku lebih baik diam di sini," bisik Maria."Apa kau mengatakan sesuatu?" tanya Mark penuh selidik."Tidak!"Maria pun keluar, mengikuti jejak langkah Mark memasuki kastil yang menjulang tinggi.Warnanya coklat tua, bagian dalam dipenuhi pernak-pernik klasik nan unik.Di sudut ruangan lantai satu terdapat tirai kristal putih. Ada pula patung harimau yang tampak menyeramkan. Mata hewan buas itu berwarna merah menyala.Sedangkan lampu gantung terlihat remang-remang.Hampir seluruh ruangan memiliki bola lampu kuning. Sehingga menamb