Sementara itu tim Jonathan baru saja menyelesaikan tugas di pos ketiga. Melanjutkan menuju pos ke empat yang jaraknya cukup jauh.Namun saat akan menyebrangi sungai, Jonathan melihat pada tim Rachel yang berada di seberang sungai. Dan mereka seperti tengah kebingungan.Jonathan segera menyebrang bersama teman-temannya. Menghampiri tim Rachel yang masih berdiam diri tanpa meneruskan langkah mereka.“Ada apa? Kenapa kalian tidak meneruskan jalan?” tanya Jonathan pada salah satu siswi.“Jo, kami kehilangan satu tim kami,” jawab Alisha dengan wajah panik.Wajah Jonathan terlihat mengerut.“Siapa tim kalian yang hilang?” tanya Jonathan lagi.“Rachel.”Sontak membuat mata Jonathan melebar karena terkejut. Apa Rachel hilang? Kok bisa? Jonathan tak habis pikir dengan tim Rachel yang tidak kompak itu.“Gimana bisa hilang sih? Emangnya kalian jalan sendiri-sendiri?” “Gak Jo, tadinya gue lihat Rachel masih jalan di belakang gue. Eh baru mau nyebrang kok udah gak ada,” jawab Mila dengan raut waj
Tubuh Rachel luruh, tangannya melepaskan genggaman Jonathan. Lalu memijat pada kakinya yang terasa sakit.“Kenapa? Lu jatuh tadi?” tanya Jonathan.Rachel mengangguk, “sepertinya kaki gue terkilir.”Jonathan merendahkan tubuhnya dan berjongkok di depan Rachel.“Lepas sepatu lu, biar gue lihat!” perintah Jonathan yang langsung dituruti oleh Rachel.Jonathan menarik kaki kiri Rachel ke arahnya, lalu memberikan pijatan ringan di mata kaki hingga betis.Jantung Rachel mendadak tidak aman, darahnya berdesir membuat wajahnya terasa panas. Baru kali ini dia berada begitu dekat dengan seorang laki-laki.Bahkan Jonathan yang biasanya mengejeknya ketika di sekolah, justru memberinya perhatian lebih. Pemuda di hadapannya layaknya superhero yang datang menolong. Sungguh di luar ekspektasi Rachel.Jonathan menekan tepat di titik dimana kaki Rachel sakit.“Auwhhh! Jangan keras-keras Jo, sakit tau!” ujar Rachel sembari menggigit bibir bawahnya.Terlihat Jonathan menghela nafas kasar. Tatapannya beral
Jonathan berusaha mengejar Rachel. Entah apa dipikiran gadis itu sampai tak mengingat arah jalan. Beruntung langkah Rachel lambat, sehingga dengan cepat Jo bisa mendapatkan Rachel. “Cupu, berhenti!” sentak Jonathan sembari menarik kepangan Rachel. Membuat langkah Rachel terhenti. Posisinya masih membelakangi Jonathan, Rachel tidak ingin Jo melihat wajah sedihnya. “Gue mau pulang, Jo. Jangan tahan gue!” ucapnya lirih berharap Jo tidak menahannya. “Lu mau pulang kemana? Jalan lu salah, harusnya belok sana bukan ke sini!” tegas Jonathan. Sontak membuat Rachel terdiam dan menoleh ke belakang, “Sorry, gue lupa!” ucap Rachel dengan senyum kaku. “Makanya, jangan asal ngeloyor pergi kalau gak tahu jalan. Ayo ikutin gue!” perintah Jonathan. Mereka kembali melangkah beriringan. Kali ini Jonathan berusaha mengimbangi langkah Rachel yang lamban, agar gadis itu tidak tertinggal lagi. Tak lama mereka melangkah, langit terlihat semakin gelap dan tampak mendung. Entah jam berapa sekarang, t
“Jonathan? Lu dah balik?” suara Jessi menyentak lamunan Jonathan.Dia menegakkan pandangan untuk menatap Jessi yang terlihat senang melihatnya.“Jo, lu kemana aja? Ray cerita kalau lu nyari si Cupu yang tersesat, benarkah?” tanya Jessi dengan tatapan menelisik.Jessi berharap Jonathan menjawab tidak, namun saat matanya menangkap sosok Rachel dari balik tubuh Jo, membuatnya kecewa. Ternyata benar apa yang dikatakan Ray.“Bukan tanggung jawab lu kali Jo kalau si Cupu tersesat. Bukankah masih ada guru yang bisa mencarinya?” ujar Jessi lagi, padahal Jo belum menjawab pertanyaannya yang tadi. Namun Jessi tampak ribut sendiri.“Gue capek Jes, mau istirahat!” balas Jonathan sembari melangkah melewati Jessi.“Jo, tunggu! Gue ikut!” ujar Jessi sembari berjalan di samping Jonathan.Jo melangkah menuju tendanya, dan segera masuk untuk mengambil baju ganti. Saat dia keluar, Jessi masih berdiri di depan tendanya.“Lu mau ikut?” tanya Jonathan yang tampak heran dengan Jessi.Jessi pun mengangguk.“
Setelah menyelesaikan permainan, guru pembina menyuruh para peserta untuk istirahat di tendanya masing-masing. Dan untungnya hujan tidak kembali turun. Sehingga mereka bisa lebih nyaman beristirahat.Rachel tengah duduk di depan tenda dengan teman-temannya.“Chel, lu kok bisa nyasar sih tadi? Apa benar tadi Jonathan yang gendong lu sampai sini?” tanya Mila yang sedari tadi penasaran. Dan hanya bisa mendengar desas desus dari teman-temannya.“Kaki gue terkilir, Mil. Kalau gak sakit sih mending gue jalan sendiri. Lagian gue terpaksa,” jawab Rachel.“Seriusan lu terpaksa? Gue kok ngerasa ada sesuatu antara lu dan si Jo,” ucap Mila lagi.Tepat setelah Mila berkata, Jonathan melintas di depan tenda mereka. Membuat Mila membungkam mulutnya dengan telapak tangan.Namun Rachel belum menyadari kehadiran Jonathan karena posisinya yang membelakangi.“Iyalah, gue gak ada hubungan dengan si Tengil itu! Sampai kapanpun gue gak bakal punya perasaan sama Jonathan!" tegas Rachel dengan penuh keyakinan
“Keluar!!” hardik Rachel dengan tatapan tajam.“Sabar dong! Lagian salah siapa mandi tapi gak kunci pintu! Hah?” balas Jonathan tanpa rasa bersalah.“Toilet kan ada banyak, ngapain lu gak ke toilet lain? Hah!” sanggah Rachel tak kalah ketus.“Gue nyari yang paling deket, gak tahu gue kalau ternyata ada lu,” kilah Jonathan, tanpa sadar matanya menelisik tubuh Rachel. Meskipun tubuhnya sudah tertutup, ada gelegar aneh yang mengisi hati dan pikiran Jo. Rachel kembali mengambil pasta gigi dan melemparnya ke arah Jonathan yang masih tak mau pergi.“Jangan lihat-lihat! Pergi!” teriak Rachel ketus.“Lagian apa juga menariknya lu, gak ada!” Jonathan segera membalikkan badan dan membuka pintu untuk keluar.Dengan cepat Rachel segera melangkah menuju pintu dan menguncinya.Dia merasa kesal pada sikap Jonathan yang tak sopan. Bisa-bisanya pemuda itu masuk tiba-tiba tanpa rasa bersalah sedikitpun. Tidak! Rachel serasa dipermalukan.Rachel mulai memungut botol sampo dan pasta gigi yang terjatuh d
“Nolan? Kok lu di sini?” tanya Rachel saat menyadari sosok itu adalah temannya Nolan.Namun sebuah tangan mendorongnya hingga masuk ke dalam ruangan itu, dan orang itu dengan cepat menutup pintu lalu menguncinya. Membuat Nolan juga Rachel sama-sama terkejut. Mereka segera melangkah cepat menuju pintu.“Bukain dong!” teriak Rachel sembari menggedor-gedor pintu. Namun yang terdengar hanya suara langkah kaki yang bergerak menjauh.Rachel dan Nolan masih terus menggedor, berharap ada seseorang yang melintas di depan bangunan itu dan membukakan pintu untuk mereka.Namun hingga tangannya lelah menggedor, tak ada satupun yang membuka. Bahkan Rachel merasa jika di luar tidak ada seorang pun.Suasana di dalam terlihat gelap, hanya ada satu sumber penerangan di atap yang salah satu gentengnya berwarna transparan.“Siapa yang nyuruh lu kesini, Lan?” tanya Rachel menelisik. Kedua orang terkunci dalam satu ruangan, tentu bukanlah hal yang tak disengaja. Pasti ada satu orang yang sengaja menjebak m
Jonathan bahkan sampai keluar dari barisan, setelah mendengar kabar hilangnya Rachel. Lagi dan lagi gadis itu membuat hidupnya repot. Sore nanti mereka sudah pulang, bagaimana ceritanya jika dia pulang tanpa Rachel?Para guru pembina pun berpencar untuk mencari Rachel dan Nolan.Setelah mendesak Jessi, akhirnya gadis itu mengaku jika menyuruh Nolan ke gudang kayu untuk mengambil sapu.Beberapa guru segera melangkah menuju gudang kayu yang di maksud. Dimana posisinya berada di dalam hutan pinus berjarak beberapa puluh meter dari mushola.“Wah kayaknya bakal seru nih!” ucap salah satu siswa yang terdengar di telinga Jonathan.“Si Culun dan si Cupu terjebak di gudang, wah kayaknya kita harus lihat!” terdengar suara Rayjendra menjawab.“Yoi, jangan sampe kelewat!” seru yang lain.Hal itu tertangkap jelas di pendengaran Jonathan, hal itu membuatnya segera mengikuti langkah teman-temannya.Namun belum sempat Jo sampai ke lokasi, Jessi menghampiri.“Jo, kita ke tempat lain aja yuk! Lagian b
Pandangan Jonathan mengikuti langkah Rachel, salah satu alisnya terangkat.“Mau kemana, Beb?” panggil Jonathan sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil.“Lu mau ganti baju, kan? Mending gue tunggu di luar,” jawab Rachel tanpa berani memandang ke belakang. Tangan kanannya masih mencengkram handle pintu.“Tunggu aja di dalam, ngapain di luar?”“Jo, mana lu taruh cardlock?” tanya Rachel tak mengindahkan ucapan Jonathan.“Tuh, di samping pintu.” Jonathan melempar handuk basahnya ke atas meja. Lalu melangkah ke arah pintu.Tanpa menunggu lama, Rachel segera meraih kartu persegi itu dan hendak membuka pintu. Namun kembali ditahan oleh tangan Jonathan.“Mau kemana? Tungguin gue! Nanti kita turun barengan. Gue takut lu hilang lagi,” ucap Jonathan.“Ta-tapi Jo, lu telanjang..”“Gue bisa ganti di kamar mandi. Udah, lu tungguin gue di sini aja!” Jonathan menutup kembali pintu yang sudah setengah terbuka. Lalu mengambil kartu dari tangan Rachel, mengembalikan ke tempat semula.Rachel
Kring!Suara ponsel Jonathan berdering, membuat keduanya berpaling menatap ke sumber suara.“Pasti papa yang nelpon,” tebak Rachel sembari mendorong dada Jonathan yang menghalanginya.Dia pun segera melangkah untuk memeriksa. Namun sebelum tiba di tempat, suara ponsel berhenti.Rachel melirik pada layar ponsel yang masih menyala. Terlihat panggilan tak terjawab dari nenek Maria.“Papa Jacob?” tanya Jonathan yang sudah berdiri di belakang Rachel. Memanjangkan lehernya untuk melihat ke arah ponsel melalui pundak kiri Rachel. Akan tetapi layar ponsel sudah berubah gelap.Jonathan mengulurkan tangan kanannya, sengaja membuat posisi Rachel terhimpit.“Ih.. ngapain deket-deket sih Jo? Jauhin dikit!” ucap Rachel ketus sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Awas aja, nanti gue bakal bikin lu gak bisa jauh dari gue!” balas Jonathan. Setelah meraih ponselnya, gadis itu sengaja mendorong tubuhnya ke belakang.“Coba aja kalau bisa!” tantang Rachel yang kini sudah berhasil lolos dari
Mata Rachel terbelalak mendengar ucapan Jonathan yang sangat frontal. Sontak dia memalingkan wajahnya hingga terlepas dari tangan Jonathan.“Dasar mesum!” ucapnya ketus.“Tapi lu suka, kan?” goda Jonathan sembari mengulum senyum.“Ih.. gue gak suka sama cowok mesum ya!” balas Rachel dengan bibir mengerucut.Garis bibir Jonathan semakin melengkung, melihat pada wajah Rachel yang semakin hari terlihat cantik dan menggemaskan.Dia masih tak menyangka, jika akan memiliki perasaan sayang pada gadis berkacamata tebal, yang pernah dijadikan bahan ejekan. Namun justru sekarang Jonathan yang tergila-gila.Tatapan Jonathan beralih pada tangan Rachel yang masih berada dalam genggamannya. Meskipun bibir Rachel mengucap tidak suka, namun gadis itu tak menolak perlakuannya. Sungguh menggemaskan bukan?“Chel..” panggil Jonathan dengan suara lembut.Rachel hanya menggerakkan netranya ke samping tanpa mengubah arah pandangnya.“Dua hari lagi, hari spesial buat gue. Nanti gue mau ngajak lu jalan-jalan
Rachel terkesiap, pipinya semakin merona merah ketika pandangannya bertemu dengan tatapan lembut Jonathan. Tatapan yang membuatnya hanyut dalam perasaan nyaman, hingga rasanya enggan untuk berpaling.Kedua tangannya berada di depan dada Jonathan, menjadi satu-satunya penghalang agar dadanya tidak terlalu menempel di dada pemuda itu.Jonathan sengaja mengunci tubuh Rachel dengan menahan punggung Rachel menggunakan satu tangannya, sementara tangan yang lain menahan tubuh mereka agar tidak jatuh ke belakang.Tak ada kata-kata terucap, namun Rachel bisa merasakan getaran di dada Jonathan yang sama dengan miliknya.Detik waktu seakan berhenti, kala Jonathan semakin mencondongkan wajahnya ke depan. Rachel pun memejamkan mata dengan nafas tertahan.Cup!Bibir Jonathan mendarat di permukaan pipi Rachel, sontak membuat kelopak mata Rachel kembali terbuka perlahan.“Selamat malam! Selamat tidur, sayang.” Suara Jonathan terdengar sangat lembut, hembusan nafasnya pun menggelitik pipi Rachel. Tang
Tak hanya dadanya yang berdegup kencang, pergerakan Rachel pun sontak terhenti. Malu rasanya ketika tindakannya diketahui oleh pemuda itu. Hingga rasanya Rachel tak ingin bertatap muka dengan Jonathan. Mendadak tenggorokannya terasa kering, Rachel berusaha menelan ludahnya dengan susah payah. Terdengar olehnya, langkah Jonathan yang semakin mendekat. “Laper?” Suara Jonathan terdengar sangat dekat. Langkah pemuda itu terhenti di belakang Rachel. Berdiri dengan posisi membungkuk. Rachel pun mengangguk perlahan sebagai jawaban. Tangan Jonathan bergerak dari kedua sisi tubuh Rachel, membuka bungkusan kotak styrofoam yang masih tertutup. Jika dilihat, mungkin posisi Jonathan seperti tengah memeluk Rachel dari belakang. Jantung Rachel mendadak tidak aman. Dalam jarak sedekat ini, tentu Rachel bisa mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh pemuda itu. Apalagi nafas Jonathan yang berbau mint, sungguh membuat tangannya berkeringat karena rasa gugup yang tiba-tiba muncul. Setelah tanga
Setelah berpamitan pada para petugas di kantor polisi, Jonathan pun kembali memesan taksi online.Tujuannya kini mencari penginapan untuk mereka bermalam, tentunya seperti yang Jonathan katakan sebelumnya. Penginapan yang letaknya tak jauh dari bandara, agar papa Rachel mudah mencari mereka.Selama di perjalanan, Jonathan membuka aplikasi untuk pemesanan kamar. Namun saat tengah mencari, ponselnya justru kehabisan daya. Seharian ini Jonathan memang tak mengisi daya pada ponselnya.“Mas, di depan bandaranya. Ini tujuannya kemana?” tanya sang sopir taksi sembari melirik ke arah belakang lewat kaca spion di atasnya.“Pak, tolong antarkan saya ke hotel atau penginapan yang dekat-dekat sini,” jawab Jonathan.“Hotel yang gimana ya, mas? Hotel biasa atau yang bagus?”“Sedapatnya aja pak, yang penting bukan hotel angker,” kelakar Jonathan disertai senyum simpul.Supir taksi ikut tersenyum lalu mengangguk paham. Akhirnya dia mengantarkan penumpangnya ke salah satu hotel kelas menengah.Setelah
Detik-detik terasa begitu lambat, Jonathan tak sabar ingin segera bertemu dengan Rachel. Bisa dia bayangkan, bagaimana ketakutannya Rachel saat dirinya tersesat di tempat asing. Mungkin saja gadis itu kini sedang menangis karena ketakutan, apalagi hari sudah cukup larut.Berulang kali Jonathan menghirup nafas dalam-dalam, mencoba untuk menahan gejolak emosi yang terus menyeruak di dalam dada.“Pak, masih jauh?” tanya Jonathan pada supir taksi.“Tidak mas, mungkin sepuluh menit lagi.”Ponsel Jonathan kembali berdering. Kini terlihat nama papa Jacob di layar.“Halo, om?”“Jo, dimana kamu? Sudah bertemu Rachel?” tanya pria dari seberang telepon.“Sebentar lagi Jo sampai, Om. Ini masih dalam perjalanan. Mungkin sekitar sepuluh menit lagi sampai.”“Jo, tolong hubungi papa jika sudah ketemu Rachel.”Panggilan pun berakhir, Jonathan kembali menyimpan ponselnya. Melirik ke arah tas ransel milik Rachel di sebelahnya.Tangannya terulur mengambil tas itu untuk diletakkan di atas paha. Jarinya be
Sebuah truk dengan muatan bahan bangunan terlihat dari kejauhan, Rachel melambaikan kedua tangan untuk mengisyaratkan pengemudi truk agar berhenti. Berharap mendapatkan pertolongan dari orang itu. Dan sesuai harapan, truk berwarna kuning itu berhenti. Rachel segera berjalan menghampiri. Sang supir truk mengeluarkan kepalanya lewat jendela. “Ada apa, dik? Ada yang bisa bapak bantu?” teriak sang supir truk berusia empat puluhan dengan wajah mengerut. Melihat gadis seusia putrinya berjalan sendirian di jalanan sepi, membuat rasa iba muncul dalam hatinya. Rachel mendongakkan kepala ke atas. “Pak tolong saya, saya tersesat. Bisakah bapak mengantar saya?” “Dimana rumahnya dik?” tanya pak supir sembari melihat ke sekeliling. Tak ada satu orangpun terlihat di sepanjang jalan yang sudah gelap. “Rumah saya jauh pak, saya bukan orang sini. Tadinya saya sedang ikut kegiatan study tour. Tapi entah apa yang membuat saya tersesat, saya masih mengingatnya.” Melihat wajah gadis yang memelas itu,
"Jo, Rachel gak ada di bus. Gue udah bilang ke Bu Lastri," ucap Mila saat panggilan terhubung. Berita menghilangnya Rachel mulai tersebar di kalangan guru dan murid-murid. Setiap peserta ditanya satu persatu oleh Bu Lastri selaku wali kelas, juga guru pembimbing di bus 12B. Tak ada satu orang pun yang mengetahui kemana perginya Rachel. Selain dari pengakuan Mila dan teman-teman satu mejanya, jika terakhir kalinya Rachel berpamitan ke toilet sebelum gadis itu menghilang. Perjalanan terpaksa ditunda. Bu Lastri menyampaikan hal ini pada guru-guru yang lain. Mereka pun segera berpencar untuk mencari keberadaan muridnya. Jonathan tampak panik, sedari tadi dia mengelilingi bangunan resto hingga berkali-kali. Namun tak juga menemukan keberadaan Rachel. Hari sudah semakin gelap, matahari pun sudah tenggelam di peraduan. Rasa khawatir dalam hati Jonathan pun semakin menjadi-jadi. Saat tengah berpikir, dua temannya menghampiri Jonathan yang tengah berjalan mondar-mandir. “Jo?” su