“Nolan? Kok lu di sini?” tanya Rachel saat menyadari sosok itu adalah temannya Nolan.Namun sebuah tangan mendorongnya hingga masuk ke dalam ruangan itu, dan orang itu dengan cepat menutup pintu lalu menguncinya. Membuat Nolan juga Rachel sama-sama terkejut. Mereka segera melangkah cepat menuju pintu.“Bukain dong!” teriak Rachel sembari menggedor-gedor pintu. Namun yang terdengar hanya suara langkah kaki yang bergerak menjauh.Rachel dan Nolan masih terus menggedor, berharap ada seseorang yang melintas di depan bangunan itu dan membukakan pintu untuk mereka.Namun hingga tangannya lelah menggedor, tak ada satupun yang membuka. Bahkan Rachel merasa jika di luar tidak ada seorang pun.Suasana di dalam terlihat gelap, hanya ada satu sumber penerangan di atap yang salah satu gentengnya berwarna transparan.“Siapa yang nyuruh lu kesini, Lan?” tanya Rachel menelisik. Kedua orang terkunci dalam satu ruangan, tentu bukanlah hal yang tak disengaja. Pasti ada satu orang yang sengaja menjebak m
Jonathan bahkan sampai keluar dari barisan, setelah mendengar kabar hilangnya Rachel. Lagi dan lagi gadis itu membuat hidupnya repot. Sore nanti mereka sudah pulang, bagaimana ceritanya jika dia pulang tanpa Rachel?Para guru pembina pun berpencar untuk mencari Rachel dan Nolan.Setelah mendesak Jessi, akhirnya gadis itu mengaku jika menyuruh Nolan ke gudang kayu untuk mengambil sapu.Beberapa guru segera melangkah menuju gudang kayu yang di maksud. Dimana posisinya berada di dalam hutan pinus berjarak beberapa puluh meter dari mushola.“Wah kayaknya bakal seru nih!” ucap salah satu siswa yang terdengar di telinga Jonathan.“Si Culun dan si Cupu terjebak di gudang, wah kayaknya kita harus lihat!” terdengar suara Rayjendra menjawab.“Yoi, jangan sampe kelewat!” seru yang lain.Hal itu tertangkap jelas di pendengaran Jonathan, hal itu membuatnya segera mengikuti langkah teman-temannya.Namun belum sempat Jo sampai ke lokasi, Jessi menghampiri.“Jo, kita ke tempat lain aja yuk! Lagian b
Jacob mengisyaratkan agar pemuda itu mendekat. Sebelum menuruti perintah papa Rachel, Jonathan melihat ke sekelilingnya. Tatapan aneh dan penasaran dari teman-temannya.Jonathan menghela nafas berat, setelah akhirnya dia melangkah mendekati mobil Jacob.“Hay om Jacob, apa kabar?” tanya Jo sekedar basa-basi.“Om yang harusnya bertanya. Bagaimana kabarmu? Apa Rachel merepotkan mu?” ujar Jacob dengan senyum ramah.Jonathan melayangkan tatapan sinisnya ke arah Rachel yang terlihat panik. Hingga akhirnya dia menjawab, “tidak om, Rachel tidak pernah merepotkanku. Dia anak yang baik,” ucap Jonathan dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.Di pendengaran Rachel, tentu jawaban Jonathan terdengar seperti sebuah sindiran. Bagaimana tidak? Rachel merasa sangat merepotkan Jonathan. Bahkan membuat pemuda itu lelah karena harus menggendongnya.“Kamu mau langsung pulang? Atau mau mampir ke rumah dulu? Nenek sudah memasakkan makanan enak untukmu,” ujar Jacob menawarkan.“Hum, mungkin lain kali o
“Jes, jalan pakai mata dong!” sentak Mila kesal sembari membantu Rachel.Namun Jessi mengabaikan ucapan Mila, menatap sinis tanpa rasa bersalah. Melanjutkan langkah memasuki kelas dan menghampiri meja Jonathan.“Gila ya, songong sekali Jessi! Pasti sengaja dia nabrak elu, mana gak mau minta maaf. Dasar ya tu orang, terus aja bikin masalah,” gerutu Mila dengan bibir mengerucut.Rachel terdiam mendengar gerutuan sahabatnya, namun sudut matanya mengikuti arah Jessi berjalan, dimana kini sudah berada di depan meja Jonathan.Entah apa yang tengah Jessi bicarakan pada pemuda tengil itu. Rachel tak menangkap pembicaraan mereka, karena posisinya yang cukup jauh.“Chel? Lu liat apa sih?” ucapan Mila sontak membuat Rachel membuang pandangannya.“Ayo ke kantin!” Rachel menarik tangan Mila, karena takut dicurigai. ***Saat pelajaran kedua, keadaan Jonathan semakin memburuk. Bahkan suhu tubuhnya meningkat. Sehingga guru memintanya untuk beristirahat di UKS.Meskipun Jonathan terus menyangkal jika
“Mil, lu ke belakang!” perintah Jonathan yang sudah berdiri di samping meja Rachel sembari menenteng tasnya.Mila mengangguk, lalu segera bertukar posisi. Karena dia tahu sekarang jam mata pelajaran matematika. Tentu Jonathan harus duduk di depan.Jo memaksakan diri selama pelajaran matematika berlangsung. Meski tubuhnya terasa panas, kepalanya terasa berputar, bahkan perutnya masih kosong. Namun Jo tidak ingin kembali ke UKS. Dia masih merasa dirinya sehat, dan ingin menyelesaikan pelajaran hingga bel kepulangan sekolah nanti.Rachel fokus pada penjelasan pak Supri, namun sesekali dia melirik ke samping. Entah mengapa dia merasa kasihan melihat kondisi Jonathan. Masih sakit tapi memaksa untuk ikut pelajaran.Hingga waktu yang dinantikan datang, suara bel berbunyi. Menandakan jam pelajaran berakhir.Sebelum beranjak dari bangku, Jo menatap ke arah Rachel yang masih sibuk berkemas.“Tungguin gue di depan gerbang!” perintah Jonathan lalu segera keluar dari kelas tanpa menunggu jawaban R
“Rachel?”Panggilan Debora membuat perhatian Rachel tertuju pada wanita anggun yang berdiri di depan pintu.“Tante,” Rachel tersenyum lalu segera melangkah untuk menghampiri Debora.Rachel meraih tangan Debora dan menciumnya dengan santun.“Terima kasih sudah mengantar Jonathan ke rumah. Tadi pagi, padahal mama udah suruh Jonathan untuk ijin, tapi dia ngotot pengen sekolah. Mungkin karena rindu sama kamu.”“Mama!” suara Jonathan terdengar dari dalam. Membuat Rachel ikut melongokkan kepalanya ke dalam rumah. Debora tersenyum sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan.“Putra mama malu, ayo kita masuk ke dalam dulu!” Debora meraih tangan calon menantunya lalu menuntunnya masuk ke dalam rumah.Kini Rachel berada di tempat makan dengan meja luas memanjang. Terlihat mewah dengan warna putih mendominasi.Di atas meja sudah terhidang menu lengkap. Bermacam hidangan cepat saji, lengkap dengan potongan buah dan berbagai macam minuman dingin dalam pitcher kaca.Jonathan mengambil satu poto
Sosok berbadan tinggi tegap yang melotot ke arahnya dengan raut wajah terkejut. Menjadi sangat nyata tatkala lampu kamar mandi dihidupkan.“Elu? Ngapain lu di kamar gue?” tanya Jonathan dengan wajah mengerut bingung.Perlahan Rachel membuka kelopak matanya, garis bibirnya melengkung.“Gue..” Rachel menoleh ke samping kanan kiri untuk mencari alasan. “Gue mau cuci muka, ya cuci muka. Lu keluar dulu, Jo!” Rachel mendorong tubuh jangkung Jonathan. Namun pemuda itu seakan tidak ingin beranjak dari sana.Rachel kembali mendongakkan kepala, menatap wajah Jonathan yang terlihat lebih bercahaya. Bahkan bibir pemuda itu sudah tidak sepucat tadi.Tangan Jonathan terulur mencengkram tangan Rachel yang masih berada di dadanya. Ada gelenyar aneh merambat ke relung hati Rachel.“Lu yang keluar! Ini kamar gue, tempat pribadi gue! Lu gak berhak masuk sini!” ujar Jonathan dengan tatapan tajam. Rachel segera menarik tangannya. Menundukkan pandangan dan meraih gagang pintu untuk keluar.Dia tidak bisa
Jonathan merutuki ucapan ibunya dalam hati. Kenapa juga sang ibu datang di waktu yang tidak tepat?Kini Jonathan dibuat bingung untuk menjawab pertanyaan Jessi.“Bukan, maksud mami, Rachel kucing peliharaan mami,” ralat Jonathan sembari melirik ke Debora, mengisyaratkan untuk tidak banyak bertanya.Jessi bernafas lega, “gue kira Rachel si Cupu. Lagian kok bisa nama kucing sama dengan nama manusia.”Debora memang memelihara seekor kucing Scottish Fold putih, namun kucing itu berjenis kelamin laki-laki. Memiliki nama Pablo, bukan Rachel.Jonathan masih menatap pada Debora yang masih merasa tidak terima putranya mengubah nama kucingnya. Apalagi mengganti nama dengan nama calon menantunya. Tentu Debora tidak akan terima, namun tatapan putranya memaksa Debora untuk diam.Tepat saat itu, kucing ras dengan warna putih menyeluruh, memasuki ruang tamu dari arah luar pintu.“Hay Rachel!” seru Jessi memanggil kucing yang dia kira bernama Rachel.Kucing tak melirik sedikitpun ke arah Jessi, justr
Bola mata Rachel membola sempurna. Perasaan tak percaya dan terkejut setelah mendengar jawaban dari nenek Maria, bercampur aduk di hatinya.Seperti ada beban berat yang menekan dadanya, membuatnya sulit untuk bernafas. Mata Rachel mulai terlihat memerah dan berair, tanpa terasa bulir bening pun jatuh dari pelupuk mata.Ketiga wanita beda usia itu saling berpelukan, mencurahkan rasa takut dan kekhawatiran yang teramat sangat. Tanpa kata, hanya isak tangis yang terdengar memenuhi seluruh penjuru ruangan.Jonathan yang sedari tadi berdiri di ambang pintu, ikut mendengar berita buruk yang disampaikan nenek Maria. Diapun sama terkejutnya.“Papa dimana? Rachel mau temenin papa,” suara Rachel terdengar lirih dan serak. Namun keinginan untuk bertemu dengan papanya, tak bisa ditunda lagi.“Papamu masih ada di rumah sakit di Bali, Chel. Nenek sudah suruh asisten untuk memesankan tiket pesawat untuk hari ini, tapi sayangnya penerbangan untuk siang ini penuh. Nanti malam..”“Bolehkah Jo membantu,
Kini Rachel, Mila dan Jonathan berada dalam satu mobil. Mila memutuskan untuk pulang setelah tadi melihat kehadiran Bella. Gadis gila yang tak tahu malu. Mila segera beranjak dan menghampiri Rachel dan Jonathan. Dia sudah tak peduli dengan tanggapan Ray nantinya. Apakah pemuda itu akan menuruti permintaan Bella atau menolak? Toh, itu bukan urusannya lagi karena mereka sudah putus, begitu pikir Mila. Jonathan sudah menghubungi supir sedari tadi, ketika mereka baru saja sampai di pantai. Meminta supir untuk menunggunya di parkiran. Kini dia meminta supirnya untuk membawa motor Mila, sementara sang pemilik motor berada di dalam mobil. Tanpa diminta, Rachel pun berinisiatif untuk mengambil alih kemudi dengan Jonathan yang duduk di sisinya. Sesekali melihat pada spion di atas kepalanya untuk memantau keadaan Mila setelah tadi sempat melihat sahabatnya menangis. “Udah jangan terlalu dipikirin, Mil! Masih banyak cowok baik di luaran sana. Tapi kalau lu nyari yang kayak gue, udah
Rachel yang mendengar pertanyaan Alisha terlihat gugup. Memilih untuk diam, dan menunggu Jonathan yang menjawab pertanyaan Alisha. “Udah lama kali, Lis. Lu aja yang gak sadar,” jawab Jonathan dengan santai. “Eh, apa iya gue yang gak sadar ya. Lagian Rachel juga jarang cerita sih,” balas Alisha seraya melirik ke arah Rachel. “Hum, buruan fotoin gue!” Jonathan pun kembali menyodorkan ponselnya ke Alisha, lalu beralih menghampiri Rachel. “Bae, kita foto ya! Anggap aja salah satu foto prewed.” Astaga, kenapa mulut Jonathan tak bisa dikontrol? Rachel menatap tajam pada pemuda jangkung itu. Namun justru Jonathan mengerlingkan satu mata ke arahnya. Menarik tangan Rachel sebelum gadis itu protes. Berdiri berdampingan dengan latar belakang pemandangan pantai. “Merapat dikit dong!” seru Alisha memberi aba-aba dengan tangan kirinya. Rachel tak berpindah dari posisinya. Berdiri dengan gaya kaku, dengan posisi kedua tangan saling bertaut di depan. Sedangkan Jonathan yang memutuskan untuk
Jonathan menarik Rachel menjauh dari perkumpulan teman-temannya. Membawa ke tempat yang lebih sepi.“Ada apa, Jo? Ada yang sakit?” tanya Rachel dengan dahi mengerut. Arah pandangnya tertuju pada tangan kanan Jonathan yang tertutup kain penyangga lengan. Kain hitam yang sudah terkena cat semprot warna-warni.Sama halnya dengan keadaan baju seragam Jonathan yang sudah dipenuhi oleh coretan spidol dan cat warna-warni di segala sisi.Jonathan mengulas senyum tipis, tak langsung menjawab pertanyaan Rachel. Pertanyaan singkat dari sang kekasih yang terdengar seperti sebuah perhatian.Tangan Jonathan terulur mengusap pipi Rachel. Tepatnya di bagian yang terkena cat semprot. Membuat gadis itu tertegun dan menegakkan pandangannya ke depan. Membalas tatapan Jonathan yang terlihat begitu lembut.Jonathan menarik tangannya kembali. Berusaha melepaskan tali penyangga lengan yang melekat di pundak kirinya.“Jo, ngapain? Kok dilepas?” tanya Rachel sedikit terkejut. Tangannya menahan tangan kiri Jo,
Rachel berjinjit seraya memanjangkan lehernya untuk berusaha melihat ke depan. Bukannya tak mempercayai ucapan Jonathan, namun dia belum lega jika tak melihatnya secara langsung. Saat tengah berusaha, tiba-tiba Jonathan menunduk dan tangan kirinya melingkari kedua paha Rachel dari belakang. Ketika hendak protes, pemuda itu justru mengangkat tubuh Rachel, menggendong dengan satu tangannya. Rachel yang sangat terkejut sontak melingkarkan lengan kanannya di pundak Jonathan. “J-jo turunin..” “Lu mau lihat langsung, kan? Gue cuma bantu lu biar bisa lihat!” “Ta-tapi.. malu kan dilihat yang lain,” ucap Rachel setengah berbisik dengan wajah yang mulai memerah. Melihat pada beberapa teman-teman sekelasnya yang begitu terkejut melihat ke arahnya. Memang di posisinya yang sekarang, Rachel bisa dengan jelas melihat ke arah mading. “Ciye, pasangan baru nih!” Terdengar salah satu suara siswa yang berdiri di samping mereka. “Ah.. sweet benget sih kalian! Bikin gue ngiri,” timpal Mila yang tam
“Nanti pulang sekolah kita barengan ya. Please, jangan marah lagi!” Ucapan terakhir Jonathan saat di kantin tadi, begitu terngiang di dalam otak Rachel. Rasa kesal yang tersisa pun mulai terkikis. Ketika kembali ke kelas, Rachel tak melihat pemuda itu di bangku belakang. Mungkin saja Jonathan sudah kembali ke kelas 12A. Ada sedikit rasa kehilangan dalam hati Rachel karena tak bisa satu kelas lagi dengan Jonathan. Saat di kelas, acara perencanaan pun dilanjutkan kembali. Rio memilih beberapa temannya untuk menjadi pemeran dalam drama musikal. Rachel pun ikut terlibat. Jika Mila memilih untuk menunjukkan bakatnya menari, beda halnya dengan Rachel yang tak menyukai musik ataupun tarian. “Chel, mending lu aja yang jadi pemeran utamanya!” celetuk Alisha. “Hah? Kok gue? Gue gak bisa..” “Lagian pas kok karakter pemain utamanya sama elu. Ayolah Chel terima aja!” timpal Mila yang ikut mendukung. “Ta-tapi gue kan..” Rachel masih berpikir untuk mencari alasan yang tepat untuk menolak. “Ud
Mila kini berada di antara sepasang kekasih yang tengah bersitegang. Dia pun bingung harus bagaimana. Kembali menatap Jonathan untuk meminta pendapat. “Hum, gak masalah. Gue bisa tunggu sampai nanti pulang sekolah aja,” ucap Jonathan seraya mengulas senyum pada Rachel dan Mila. Lalu segera melangkah menuju bangku belakang. Kini Mila tak tahan lagi untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara sahabatnya dan si Kapten Basket itu. “Chel, ada apa sih? Apa yang sebenarnya terjadi? Cerita deh sama gue!” tanya Mila berbisik dengan raut penasaran. Padahal di depan kelas, ketua kelas tengah mengajak teman-temannya untuk berdiskusi tentang pertunjukan pentas seni. Rachel hanya melirik Mila sekilas, lalu kembali fokus ke depan. “Gak ada apa-apa, Mil. Lu yang harusnya cerita ke gue, kok bisa putus sih dari Ray?” Mila menoleh ke bangku belakang untuk mencari sosok Ray. Namun tak melihat keberadaan pemuda itu. Mila pun menghela nafas lega. Kembali menatap ke arah Rachel. “Ray seling
“Siang nanti, papa ada perjalanan keluar kota. Mungkin sepulang kamu sekolah nanti, kamu sudah gak lihat papa.” “Sendiri atau sama mama?” “Sendiri, nak. Biarkan mamamu istirahat di rumah. Kamu juga, tolong jaga diri baik-baik di rumah. Papa titip mama sama nenek ya. Kalau ada apa-apa bisa telepon papa. Dan jika papa sedang sibuk gak bisa terima panggilan, kamu bisa minta tolong Jonathan atau papanya.” “Berapa hari, Pa?” tanya Rachel lagi. “Kemungkinan tercepat tiga hari, dan paling lambat lima hari papa sudah kembali,” jelas Jacob sembari mengusap lembut puncak kepala Rachel penuh kasih sayang. Rachel mengangguk dan tersenyum. Perasaannya yang campur aduk dari semalam, kini mulai menghangat setelah mendapatkan perhatian ayahnya. “Bagaimana hubunganmu dan Jonathan, hum? Apa kalian sudah saling mencintai?” tanya Jacob sesekali menoleh ke arah putrinya untuk melihat respon Rachel. Terlihat Rachel menghela nafas panjang sebelum menjawab, “kami sudah lebih dekat dan saling mengenal.”
Jonathan segera beranjak dan melangkah ke arah pintu.“Mami?” ucap Jonathan kala melihat sosok Debora di sana. Sebelumnya dia mengira jika yang datang adalah asisten rumah tangga.“Mami denger dari asisten, Rachel terkena minyak panas ya?” tanya Debora dengan raut wajah khawatir.“Mami baru datang?” Jonathan mengabaikan pertanyaan Debora, justru penasaran akan kehadiran maminya yang pulang lebih awal.“Iya, kenapa memangnya kalau mami baru datang?” Debora merangsek masuk ke dalam kamar, melewati putranya yang masih berdiri menghalangi pintu.Debora segera menghampiri calon menantunya untuk melihat langsung keadaan Rachel.“Gimana Rachel? Apa sudah diobati? Apa perlu ke rumah sakit?” tanya Debora memindai pandangannya pada tubuh gadis yang duduk dengan wajah memerah itu.Rachel menggeleng pelan, “gak usah Tante. Barusan sudah Jo yang obatin,” jawabnya dengan senyum yang terlihat kaku.Debora beralih menatap ke belakang, melihat pada putranya yang sudah berdiri di belakangnya.“Jo, lain