Jonathan bahkan sampai keluar dari barisan, setelah mendengar kabar hilangnya Rachel. Lagi dan lagi gadis itu membuat hidupnya repot. Sore nanti mereka sudah pulang, bagaimana ceritanya jika dia pulang tanpa Rachel?Para guru pembina pun berpencar untuk mencari Rachel dan Nolan.Setelah mendesak Jessi, akhirnya gadis itu mengaku jika menyuruh Nolan ke gudang kayu untuk mengambil sapu.Beberapa guru segera melangkah menuju gudang kayu yang di maksud. Dimana posisinya berada di dalam hutan pinus berjarak beberapa puluh meter dari mushola.“Wah kayaknya bakal seru nih!” ucap salah satu siswa yang terdengar di telinga Jonathan.“Si Culun dan si Cupu terjebak di gudang, wah kayaknya kita harus lihat!” terdengar suara Rayjendra menjawab.“Yoi, jangan sampe kelewat!” seru yang lain.Hal itu tertangkap jelas di pendengaran Jonathan, hal itu membuatnya segera mengikuti langkah teman-temannya.Namun belum sempat Jo sampai ke lokasi, Jessi menghampiri.“Jo, kita ke tempat lain aja yuk! Lagian b
Jacob mengisyaratkan agar pemuda itu mendekat. Sebelum menuruti perintah papa Rachel, Jonathan melihat ke sekelilingnya. Tatapan aneh dan penasaran dari teman-temannya.Jonathan menghela nafas berat, setelah akhirnya dia melangkah mendekati mobil Jacob.“Hay om Jacob, apa kabar?” tanya Jo sekedar basa-basi.“Om yang harusnya bertanya. Bagaimana kabarmu? Apa Rachel merepotkan mu?” ujar Jacob dengan senyum ramah.Jonathan melayangkan tatapan sinisnya ke arah Rachel yang terlihat panik. Hingga akhirnya dia menjawab, “tidak om, Rachel tidak pernah merepotkanku. Dia anak yang baik,” ucap Jonathan dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.Di pendengaran Rachel, tentu jawaban Jonathan terdengar seperti sebuah sindiran. Bagaimana tidak? Rachel merasa sangat merepotkan Jonathan. Bahkan membuat pemuda itu lelah karena harus menggendongnya.“Kamu mau langsung pulang? Atau mau mampir ke rumah dulu? Nenek sudah memasakkan makanan enak untukmu,” ujar Jacob menawarkan.“Hum, mungkin lain kali o
“Jes, jalan pakai mata dong!” sentak Mila kesal sembari membantu Rachel.Namun Jessi mengabaikan ucapan Mila, menatap sinis tanpa rasa bersalah. Melanjutkan langkah memasuki kelas dan menghampiri meja Jonathan.“Gila ya, songong sekali Jessi! Pasti sengaja dia nabrak elu, mana gak mau minta maaf. Dasar ya tu orang, terus aja bikin masalah,” gerutu Mila dengan bibir mengerucut.Rachel terdiam mendengar gerutuan sahabatnya, namun sudut matanya mengikuti arah Jessi berjalan, dimana kini sudah berada di depan meja Jonathan.Entah apa yang tengah Jessi bicarakan pada pemuda tengil itu. Rachel tak menangkap pembicaraan mereka, karena posisinya yang cukup jauh.“Chel? Lu liat apa sih?” ucapan Mila sontak membuat Rachel membuang pandangannya.“Ayo ke kantin!” Rachel menarik tangan Mila, karena takut dicurigai. ***Saat pelajaran kedua, keadaan Jonathan semakin memburuk. Bahkan suhu tubuhnya meningkat. Sehingga guru memintanya untuk beristirahat di UKS.Meskipun Jonathan terus menyangkal jika
“Mil, lu ke belakang!” perintah Jonathan yang sudah berdiri di samping meja Rachel sembari menenteng tasnya.Mila mengangguk, lalu segera bertukar posisi. Karena dia tahu sekarang jam mata pelajaran matematika. Tentu Jonathan harus duduk di depan.Jo memaksakan diri selama pelajaran matematika berlangsung. Meski tubuhnya terasa panas, kepalanya terasa berputar, bahkan perutnya masih kosong. Namun Jo tidak ingin kembali ke UKS. Dia masih merasa dirinya sehat, dan ingin menyelesaikan pelajaran hingga bel kepulangan sekolah nanti.Rachel fokus pada penjelasan pak Supri, namun sesekali dia melirik ke samping. Entah mengapa dia merasa kasihan melihat kondisi Jonathan. Masih sakit tapi memaksa untuk ikut pelajaran.Hingga waktu yang dinantikan datang, suara bel berbunyi. Menandakan jam pelajaran berakhir.Sebelum beranjak dari bangku, Jo menatap ke arah Rachel yang masih sibuk berkemas.“Tungguin gue di depan gerbang!” perintah Jonathan lalu segera keluar dari kelas tanpa menunggu jawaban R
“Rachel?”Panggilan Debora membuat perhatian Rachel tertuju pada wanita anggun yang berdiri di depan pintu.“Tante,” Rachel tersenyum lalu segera melangkah untuk menghampiri Debora.Rachel meraih tangan Debora dan menciumnya dengan santun.“Terima kasih sudah mengantar Jonathan ke rumah. Tadi pagi, padahal mama udah suruh Jonathan untuk ijin, tapi dia ngotot pengen sekolah. Mungkin karena rindu sama kamu.”“Mama!” suara Jonathan terdengar dari dalam. Membuat Rachel ikut melongokkan kepalanya ke dalam rumah. Debora tersenyum sembari menutup mulutnya dengan telapak tangan.“Putra mama malu, ayo kita masuk ke dalam dulu!” Debora meraih tangan calon menantunya lalu menuntunnya masuk ke dalam rumah.Kini Rachel berada di tempat makan dengan meja luas memanjang. Terlihat mewah dengan warna putih mendominasi.Di atas meja sudah terhidang menu lengkap. Bermacam hidangan cepat saji, lengkap dengan potongan buah dan berbagai macam minuman dingin dalam pitcher kaca.Jonathan mengambil satu poto
Sosok berbadan tinggi tegap yang melotot ke arahnya dengan raut wajah terkejut. Menjadi sangat nyata tatkala lampu kamar mandi dihidupkan.“Elu? Ngapain lu di kamar gue?” tanya Jonathan dengan wajah mengerut bingung.Perlahan Rachel membuka kelopak matanya, garis bibirnya melengkung.“Gue..” Rachel menoleh ke samping kanan kiri untuk mencari alasan. “Gue mau cuci muka, ya cuci muka. Lu keluar dulu, Jo!” Rachel mendorong tubuh jangkung Jonathan. Namun pemuda itu seakan tidak ingin beranjak dari sana.Rachel kembali mendongakkan kepala, menatap wajah Jonathan yang terlihat lebih bercahaya. Bahkan bibir pemuda itu sudah tidak sepucat tadi.Tangan Jonathan terulur mencengkram tangan Rachel yang masih berada di dadanya. Ada gelenyar aneh merambat ke relung hati Rachel.“Lu yang keluar! Ini kamar gue, tempat pribadi gue! Lu gak berhak masuk sini!” ujar Jonathan dengan tatapan tajam. Rachel segera menarik tangannya. Menundukkan pandangan dan meraih gagang pintu untuk keluar.Dia tidak bisa
Jonathan merutuki ucapan ibunya dalam hati. Kenapa juga sang ibu datang di waktu yang tidak tepat?Kini Jonathan dibuat bingung untuk menjawab pertanyaan Jessi.“Bukan, maksud mami, Rachel kucing peliharaan mami,” ralat Jonathan sembari melirik ke Debora, mengisyaratkan untuk tidak banyak bertanya.Jessi bernafas lega, “gue kira Rachel si Cupu. Lagian kok bisa nama kucing sama dengan nama manusia.”Debora memang memelihara seekor kucing Scottish Fold putih, namun kucing itu berjenis kelamin laki-laki. Memiliki nama Pablo, bukan Rachel.Jonathan masih menatap pada Debora yang masih merasa tidak terima putranya mengubah nama kucingnya. Apalagi mengganti nama dengan nama calon menantunya. Tentu Debora tidak akan terima, namun tatapan putranya memaksa Debora untuk diam.Tepat saat itu, kucing ras dengan warna putih menyeluruh, memasuki ruang tamu dari arah luar pintu.“Hay Rachel!” seru Jessi memanggil kucing yang dia kira bernama Rachel.Kucing tak melirik sedikitpun ke arah Jessi, justr
“Hati-hati nanti jatuh!” celetuk Jo saat mereka menuruni anak tangga.Rachel masih terdiam sembari menundukkan pandangan, hingga langkah mereka sampai di lantai bawah.“Mbak, dimana mami?” tanya Jo pada salah satu asisten rumah tangga yang melintas.“Nyonya sedang di kamarnya, tuan Jo.”Jo berpikir sejenak, tangannya masih menggenggam tangan Rachel. Meskipun gadis itu berusaha keras untuk melepaskan, namun Jo tak mengindahkan. Justru menggenggam lebih erat.“Mbak, kalau nanti mami nyariin, bilang ke mami kalau aku mau anter Rachel pulang,” ucap Jo menitip pesan. Lalu segera melanjutkan langkah keluar dari rumahnya.“Lepasin deh Jo, sakit!” cetus Rachel berusaha menarik tangannya. Hingga langkah mereka tiba di samping motor, Jonathan baru melepaskan genggamannya.Jo mengambil helm dan memberikannya pada Rachel yang langsung diterima meski dengan gerakan kasar, karena hati Rachel yang masih merasa kesal.Pintu gerbang dibuka lebih lebar, Jo segera memutar posisi motornya. Namun hingga b
Tangan Rachel terayun ke depan, dengan sigap Jonathan menangkapnya sebelum tangan Rachel mendarat di pipinya.“Gue cuma bercanda lagi, serius amat sih!” ucapnya sembari mengerlingkan satu matanya.Wajah Rachel memerah seperti kepiting rebus. Godaan Jonathan begitu frontal, membuatnya kembali mengingat akan kejadian tidak sengaja saat Jonathan menyentuh dadanya.“Dasar mesum! Cowok tengil!” gerutu Rachel dengan bibir mengerucut.Namun akhirnya dia pun keluar dari mobil. Jaket Jonathan yang berukuran besar, membungkus tubuh atasnya. Bahkan panjang jaket itu hampir sama dengan panjang dress yang Rachel kenakan.Jonathan memimpin langkah mereka menuju salah satu pedagang makanan yang menyediakan beraneka ragam jenis masakan.“Lu mau makan apa?” tanya Jonathan sebelum dirinya memesan makanan.Rachel melihat pada menu yang ditempel di sisi etalase kaca. Dan menyebutkan satu menu yang memang jarang dia makan.“Mie pangsit.”Jonathan segera mengucapkan pesanannya pada pedagang makanan. Lalu b
Dari kejauhan Jonathan bisa melihat kedua gadis yang tengah beradu mulut. Entah masalah apa yang membuat mereka bertengkar, Jo ingin segera mengakhirinya agar tidak menjadi bahan tontonan.“Jessi!! Apa-apaan sih lu!!” sentak Jonathan yang kini sudah berdiri di depan mereka. Melihat Jessi yang tengah menarik rambut Rachel hingga wajah gadis itu mendongak. Tangan kanan Rachel masih mencengkram tangan Jessi yang tadinya hendak menamparnya. Sementara tangan kirinya berusaha menggapai tangan Jessi yang mencengkeram erat rambutnya.Jessi terkesiap lalu segera melepaskan tangannya dari rambut Rachel.“Jo, ngapain sih elu bawa si Cupu ke sini? Dia selalu nyari masalah!” ucap Jessi mendahului, sebelum Rachel mengadu ke Jonathan.Rachel hanya terdiam, tak berniat untuk membela diri. Dia segera beranjak dari tempatnya, mencari keberadaan ponsel yang dilempar oleh Jessi tadi. Setelah menemukannya, Rachel pun melangkah cepat menuju pintu gerbang dengan hati yang masih memanas.Melihat Rachel yang
“Mau kemana Jo?” tanya Theo penasaran melihat wajah kebingungan temannya itu.“Bentar, gue tadi ke sini bareng cewek,” jelas Jonathan sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling.“Cewek lu? Jessi maksud lu? Tuh dia ada di dalam.” “Bukan! Rachel, gue kesini barengan Rachel.” Jonathan pun segera melangkah untuk mencari keberadaan Rachel yang tiba-tiba menghilang.“Si Cupu? Serius lu, Jo?” Raut wajah Theo terkejut mendengar jawaban Jonathan. Sungguh di luar dari dugaannya. Selama ini dia mengira temannya itu memacari teman sekelasnya, Jessi. Bukan Rachel, si gadis Cupu.Jonathan tetap melangkah, mengabaikan pertanyaan Theo. Rachel adalah tanggung jawabnya. Bagaimana mungkin dia bisa kehilangan Rachel hanya dalam waktu sekejap.Jonathan membelah kerumunan, mengabaikan sapaan teman-temannya. Untung saja para tamu memakai baju dress code berwarna hitam, tentu tidak akan mempersulit pencariannya. Karena hanya Rachel yang mengenakan baju putih.Pencariannya berakhir di parkiran. Dari amba
“Bagaimana hubungan kalian, Jo? Apa sudah ada perkembangan?” tanya Jacob pada calon menantunya. Saat ini mereka tengah duduk di ruang tengah, Jacob dan nenek Maria menemani Jonathan menunggu Rachel.“Mungkin, om. Jo masih ingin mengenal Rachel lebih dalam,” jawab Jonathan dengan senyum simpul.“Papa yakin kalian akan sangat cocok. Sering-seringlah mengajak putri papa keluar jalan. Mungkin itu bisa mendekatkan hubungan kalian,” ucap Jacob sembari menepuk pelan bahu Jonathan.“Benar itu Jo, apalagi hanya tinggal beberapa bulan lagi kalian akan menikah. Kalian harus terbiasa bersama,” timpal nenek Maria yang ikut mendengar percakapan dua laki-laki beda usia itu.Jo tersenyum seraya mengangguk.“Bagaimana sekolah kalian? Papa dengar dari nenek, jika kalian sering belajar bersama, apa benar?” tanya Jacob hendak memastikan.“Benar Om, hampir setiap hari kami belajar bareng. Dan karena Rachel, hasil ujian tryout Jo dapat nilai bagus,” jawab Jo dengan senyum lebar.“Bagus itu, hubungan kalian
“Sini lu!” ucap Jonathan sembari menarik kerah baju Nolan dari belakang. Hingga membuat pemuda berkacamata itu beranjak dari bangkunya.Nolan sangat terkejut melihat kehadiran Jonathan, begitu pun Rachel. Perhatiannya teralihkan oleh suara pemuda yang sangat ia kenali.“Lu duduk di kursi lain, gue mau duduk di sini!” perintah Jonathan seenak jidatnya sendiri. Dia pun segera menduduki kursi bekas Nolan. Mengabaikan raut wajah Nolan yang terlihat tak terima.“Jo? Ngapain ke sini?” tanya Rachel dengan wajah bingung. Menatap pada Jonathan dengan dahi mengerut.“Memang ada peraturan kalau gue dilarang masuk sini? Gak kan?” jawab Jo dengan senyum simpul. Sudut matanya masih mengawasi keberadaan Nolan.Saat melihat Nolan membawa kursi ke arah meja Rachel, Jonathan mengusirnya dengan mengibaskan tangan.“Cari tempat lain, jangan di sini!” perintahnya tanpa suara namun mampu mencuri perhatian Rachel yang ikut melihat ke arah pandang Jonathan.Rachel menjadi tidak enak hati melihat raut wajah N
Hari berlalu dengan cepat. Setiap hari bertemu, membuat hubungan keduanya menjadi sangat dekat. Apalagi Jonathan rutin mengunjungi rumah Rachel setiap pulang sekolah untuk belajar bersama.Dalam waktu satu bulan ke depan, mereka akan menghadapi ujian kelulusan. Tentunya Jonathan akan giat belajar untuk bisa membuktikan pada Jeremy jika dirinya mampu.Jonathan membuka lembaran-lembaran kertas yang berisi nilai dari hasil simulasi ujian yang sudah dilakukan selama satu minggu ini. Hasilnya tidak buruk, bahkan di atas Kriteria Ketuntasan Minimal, meskipun belum sempurna namun cukup membuat teman-temannya takjub melihat nilai Jonathan. Tak hanya teman-temannya, para guru pun ikut salut melihat hasil nilai itu.Hampir rata-rata teman main Jonathan yang tergabung dalam tim basket, mendapatkan nilai dibawah standar KKM.“Hebat lu, Jo! Lagian kok bisa sih?” tanya Ray yang sedari tadi ikut melirik pada kertas jawaban Jonathan. Hampir semua nilai Jonathan di atas enam puluh. Tidak seperti hasi
Rachel melangkah ke parkiran dengan jaket biru yang melingkar di pinggangnya, menutupi kondisi rok bawahnya yang kotor karena darah menstruasi.Keadaan di parkiran cukup sepi, hanya ada beberapa motor guru yang masih terparkir dan mobil Rubicon putih milik Jonathan.Rachel berdiri di sisi mobil, membuka pintu namun raut wajahnya terlihat bingung.“Ngapain diem aja, buruan masuk!” perintah Jonathan yang sudah duduk di balik kemudi.“Gue naik ojol aja, Jo. Takutnya mobil lu kotor,” ucap Rachel tak enak hati jika dirinya nanti membuat kursi jok mobil kotor. Apalagi darah menstruasi, tentunya Jonathan akan jijik.“Gak perlu pake ojol, masuklah! Gak masalah kalau kotor nanti gue bisa cuci,” jawab Jonathan meyakinkan.Akhirnya Rachel memutuskan untuk masuk, setelah melepaskan jaket Jonathan dari pinggangnya.Jo mengemudi dengan cepat, hingga tak lama mereka pun sampai di rumah Rachel.Rachel segera turun dan berlari memasuki rumahnya untuk membersihkan diri.Pantas saja seharian ini dia mer
Selama pelajaran berlangsung, Rachel masih memikirkan ucapan-ucapan yang dia dengar di kantin tadi.Mungkin benar apa kata siswi-siswi yang bergosip tadi, Jonathan akan lebih cocok jika disandingkan bersama Jessi. Keduanya sama-sama atlet basket, memiliki tubuh tinggi dan proporsional, sehingga terlihat serasi. Apalagi keduanya memiliki wajah tampan dan cantik, membuat keduanya menjadi idola di sekolahan.Rachel mendadak minder dengan penampilannya. Mengingat jika penampilan Jessi begitu modis dan cantik. Rambut panjang lurus semampai yang sengaja diurai, juga wajah Jessi yang terlihat menarik dengan sapuan make-up tipis.Memikirkannya saja sudah membuat hatinya gelisah dan merasa tidak nyaman.“Pak, saya ijin ke toilet!” ucap Rachel beranjak dari kursinya sambil mengangkat tangan kanannya.Setelah mendapatkan persetujuan pak Supri, Rachel hendak keluar dari bangkunya. Mungkin ini kali pertama baginya ijin dari mata pelajaran matematika.“Mau ngapain lu? Boker?” tanya Jonathan setenga
“Heh cupu! Jangan sok cantik deh lu! Lu kira lu ini siapa? Bisa deketin papanya Jonathan! Hah!” sentak Jessi melampiaskan rasa cemburunya.Mila yang tak suka melihat sikap Jessi yang kasar, segera menepis tangan Jessi dari lengan Rachel.“Apaan sih lu! Wajarlah Rachel deket sama calon mertuanya sendiri! Lu sendiri siapa, gak penting!”Ucapan Mila membuat Rachel juga Jessi terkejut. Hingga Rachel segera menutup mulut Mila.“Calon mertua? Hah, gak salah denger gue? Kalau ngimpi tu jangan kelewatan!” balas Jessi diselingi tawa remeh.Mila menarik tangan Rachel yang menutup mulutnya. Mila belum puas membalas gadis angkuh tak tahu diri itu. “Mil, please. Lu diem, jangan bilang apapun!” bisik Rachel dengan tatapan memohon. Mila pun mengurungkan niatnya.“Heh cupu! Gue ingetin elu sekali lagi ya, Jonathan itu milik gue! Dan elu gak ada hak untuk mendekatinya ataupun keluarganya. Ngaca dah lu! Punya cermin kan?” sentak Jessi dengan intonasi tinggi.“Jess!!”Suara Jonathan membuat atensi keti