Jonathan merutuki ucapan ibunya dalam hati. Kenapa juga sang ibu datang di waktu yang tidak tepat?Kini Jonathan dibuat bingung untuk menjawab pertanyaan Jessi.“Bukan, maksud mami, Rachel kucing peliharaan mami,” ralat Jonathan sembari melirik ke Debora, mengisyaratkan untuk tidak banyak bertanya.Jessi bernafas lega, “gue kira Rachel si Cupu. Lagian kok bisa nama kucing sama dengan nama manusia.”Debora memang memelihara seekor kucing Scottish Fold putih, namun kucing itu berjenis kelamin laki-laki. Memiliki nama Pablo, bukan Rachel.Jonathan masih menatap pada Debora yang masih merasa tidak terima putranya mengubah nama kucingnya. Apalagi mengganti nama dengan nama calon menantunya. Tentu Debora tidak akan terima, namun tatapan putranya memaksa Debora untuk diam.Tepat saat itu, kucing ras dengan warna putih menyeluruh, memasuki ruang tamu dari arah luar pintu.“Hay Rachel!” seru Jessi memanggil kucing yang dia kira bernama Rachel.Kucing tak melirik sedikitpun ke arah Jessi, justr
“Hati-hati nanti jatuh!” celetuk Jo saat mereka menuruni anak tangga.Rachel masih terdiam sembari menundukkan pandangan, hingga langkah mereka sampai di lantai bawah.“Mbak, dimana mami?” tanya Jo pada salah satu asisten rumah tangga yang melintas.“Nyonya sedang di kamarnya, tuan Jo.”Jo berpikir sejenak, tangannya masih menggenggam tangan Rachel. Meskipun gadis itu berusaha keras untuk melepaskan, namun Jo tak mengindahkan. Justru menggenggam lebih erat.“Mbak, kalau nanti mami nyariin, bilang ke mami kalau aku mau anter Rachel pulang,” ucap Jo menitip pesan. Lalu segera melanjutkan langkah keluar dari rumahnya.“Lepasin deh Jo, sakit!” cetus Rachel berusaha menarik tangannya. Hingga langkah mereka tiba di samping motor, Jonathan baru melepaskan genggamannya.Jo mengambil helm dan memberikannya pada Rachel yang langsung diterima meski dengan gerakan kasar, karena hati Rachel yang masih merasa kesal.Pintu gerbang dibuka lebih lebar, Jo segera memutar posisi motornya. Namun hingga b
Rachel segera mengganti nama kontak Jonathan dengan si Tengil. Sesuai dengan panggilannya pada pemuda itu.[Enak aja, kerjain sendiri!] balas Rachel disertai emoticon marah.Jonathan selalu saja membuat suasana hatinya rusak. Meminta bantuan dengan ucapan tidak beretika, tentunya membuat Rachel geram.Rachel kembali fokus membaca buku pelajaran. Namun kembali ponselnya berbunyi. Kali ini si Tengil melakukan panggilan.Kembali Rachel mendesah kesal karena merasa kesibukannya teralihkan. Berusaha mengabaikan dering telepon yang memekakkan telinga hingga pikirannya tak mampu berkonsentrasi penuh.“Dasar pengganggu!” gerutu Rachel lalu menolak panggilan.Kali ini dia mengaktifkan mode silent. Lalu segera melanjutkan kegiatannya yang tertunda.Hingga waktu berjalan cepat, Rachel kembali melirik ke arah jam yang berada di atas meja belajarnya. Sudah pukul sembilan malam, tak terasa sudah dua jam berlalu.Rachel merapikan jadwal pelajaran yang akan dia bawa besok. Lalu segera mematikan lampu
Rachel segera memberikan helm pada bapak ojek, lalu melangkah menjauh. Namun Jonathan mengejarnya.“Hay lu mau pulang atau ke sekolah bareng gue?” sentak Jo sembari menarik satu kepangan Rachel. Membuat Rachel meringis dan bergerak mundur.“Sakit Jo, jangan tarik rambut gue!” hardik Rachel gusar. Menepis tangan Jonathan dari rambutnya.“Lu ngapain ninggalin gue tadi?” Jo kini berdiri di depan Rachel, berusaha menghalangi langkahnya.“Gue gak mau kena sial! Tiap bareng lu selalu aja gue kena sial!” jawab Rachel ketus. Lalu memutar tubuhnya dan mulai melangkah cepat ke arah sekolah.Meski tak mungkin untuk mengejar waktu yang sangat mendesak, namun gara-gara Jonathan membuat Rachel kehilangan akal. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk berjalan kaki ke sekolah.Melangkah terburu-buru di sepanjang trotoar, sambil sesekali melirik ke arah jam yang melingkar di tangannya.“Duh, sial gue bakal telat nih,” ucapnya bermonolog. Saat langkahnya mulai menjauh, Rachel kembali menoleh ke belakang
Beberapa menit berkendara, akhirnya mereka berhenti di sebuah butik mewah yang berada di kawasan elit pusat perbelanjaan.Dimana berjajar bangunan mewah yang menyediakan berbagai perlengkapan fashion bagi kalangan menengah ke atas.Jonathan memarkirkan motornya secara asal, di samping mobil mewah yang berjejer di pelataran butik yang terlihat ramai pengunjung. Rachel tak melihat keberadaan satu motor pun di sana, kecuali motor milik Jonathan. Meskipun bukan motor murah, namun Rachel merasa canggung berada di tempat asing tersebut.“Jo, ini kita dimana?” tanya Rachel penasaran. Ingin rasanya meminta Jonathan untuk mengantarnya pulang. Setidaknya di rumah lebih aman, dibanding di luar. Apalagi bersama dengan pemuda tengil ini.“Lu gak lihat, tuh baca tulisannya!” balas Jonathan sembari menunjuk ke arah atas. Dimana terpampang nama butik di atas bangunan.“Polma Boutique,” ucap Rachel membaca tulisan yang tertera di atas bangunan.“Nah lu bisa lihat, ngapain nanya?” ujar Jonathan ketus.
“Hey Cupu, biasain dong lihatnya. Lu kira gue hantu?” sentak Jonathan, membuat Rachel terkesiap dan segera membuang pandangannya ke samping.“Jo, kayaknya gue gak perlu ganti baju segala deh. Gue pakai ini aja,” ucap Rachel terlihat kikuk, hendak mengutarakan alasan, namun tatapan pegawai wanita itu membuatnya tidak nyaman.Satu alis Jo terangkat, “serius?” ujarnya seraya berjalan mendekati Rachel.Rachel melirik sejenak ke arah pegawai wanita itu, lalu berjinjit mengarahkan bibirnya ke depan telinga Jonathan.“Harga baju di sini mahal, uang gue gak cukup,” bisik Rachel. Meskipun malu mengatakannya, namun dia harus jujur. Sebelum mereka nantinya diusir dari toko karena tidak bisa membayar.“Astaga! Lu tinggal ambil saja baju mana yang lu suka. Santai aja, ini toko milik mami. Kita bebas ambil!” jelas Jonathan.Rachel terkesiap mendengar penjelasan Jonathan. Dia tak mengira jika Polma Debora adalah nama panjang maminya Jonathan.Karena Rachel masih terbengong, akhirnya Jonathan yang be
“Sesuai dugaan gue,” ujar Jonathan setelah berhasil melepas kacamata dari wajah Rachel.Rachel terperanjat, seketika membuka matanya lebar-lebar. Penglihatannya terlihat buram, ketika dia menyadari Jo telah merampas kacamatanya.“Jo, mana kacamata gue? Hah! Sini balikin!” perintah Rachel sembari melangkah mendekati Jonathan.Namun Jo tak menggubris permintaan Rachel, justru menyimpan kacamata itu dalam tas ranselnya. Lalu melangkah mendahului Rachel.“Jo, tunggu!” Rachel segera meraih tas dan baju seragamnya yang tergantung di belakang pintu, lalu melangkah terburu-buru, sebelum pemuda itu semakin menjauh.“Tuan muda tunggu, kami memerlukan tanda tangan anda,” panggil seorang pegawai toko.Mendadak Jonathan menghentikan langkah, hingga membuat Rachel menabrak punggungnya.“Auwhhhh..” desis Rachel sembari mengusap dahinya. Entah apa isi tas ransel Jonathan, hingga dahi Rachel membentur bagian yang keras.Jo hanya sekilas menoleh ke belakang, lalu kembali memutar kepalanya ke depan.“Si
“Gue Bara, kakak kelas lu dulu,” ucap pemuda itu mengingatkan, dengan mengulurkan tangannya ke arah Rachel.Namun Jonathan mendahului untuk meraih tangan pemuda yang seumuran dengannya.“Hay Bara, tumben kelihatan. Bukannya lu ngelanjutin kuliah di Luar Negeri?” tanya Jonathan basa-basi.Barata Onadio adalah teman sekelasnya dulu, juga musuh bebuyutan nya. Namun karena Jonathan tidak naik kelas, maka Bara menjadi kakak kelasnya.Dulunya Bara merupakan atlet basket, serta unggul dalam bidang akademik. Sosok sempurna sang Ketua Osis yang membuatnya menjadi idola para siswi, dan menjadi kebanggaan para guru.Beda halnya dengan Jonathan, sering membuat onar di sekolah. Tidak pintar di semua mata pelajaran, kecuali olahraga. Sehingga dia sempat tidak naik kelas karena nilai raportnya di bawah rata-rata.“Gue liburan musim panas. Bulan depan juga gue balik lagi,” jawab Bara. “Kalian sendiri ngapain ke sini? Bukankah ini belum jam pulang sekolah?” imbuhnya seraya memandang kedua orang bergan
Tangan Rachel terayun ke depan, dengan sigap Jonathan menangkapnya sebelum tangan Rachel mendarat di pipinya.“Gue cuma bercanda lagi, serius amat sih!” ucapnya sembari mengerlingkan satu matanya.Wajah Rachel memerah seperti kepiting rebus. Godaan Jonathan begitu frontal, membuatnya kembali mengingat akan kejadian tidak sengaja saat Jonathan menyentuh dadanya.“Dasar mesum! Cowok tengil!” gerutu Rachel dengan bibir mengerucut.Namun akhirnya dia pun keluar dari mobil. Jaket Jonathan yang berukuran besar, membungkus tubuh atasnya. Bahkan panjang jaket itu hampir sama dengan panjang dress yang Rachel kenakan.Jonathan memimpin langkah mereka menuju salah satu pedagang makanan yang menyediakan beraneka ragam jenis masakan.“Lu mau makan apa?” tanya Jonathan sebelum dirinya memesan makanan.Rachel melihat pada menu yang ditempel di sisi etalase kaca. Dan menyebutkan satu menu yang memang jarang dia makan.“Mie pangsit.”Jonathan segera mengucapkan pesanannya pada pedagang makanan. Lalu b
Dari kejauhan Jonathan bisa melihat kedua gadis yang tengah beradu mulut. Entah masalah apa yang membuat mereka bertengkar, Jo ingin segera mengakhirinya agar tidak menjadi bahan tontonan.“Jessi!! Apa-apaan sih lu!!” sentak Jonathan yang kini sudah berdiri di depan mereka. Melihat Jessi yang tengah menarik rambut Rachel hingga wajah gadis itu mendongak. Tangan kanan Rachel masih mencengkram tangan Jessi yang tadinya hendak menamparnya. Sementara tangan kirinya berusaha menggapai tangan Jessi yang mencengkeram erat rambutnya.Jessi terkesiap lalu segera melepaskan tangannya dari rambut Rachel.“Jo, ngapain sih elu bawa si Cupu ke sini? Dia selalu nyari masalah!” ucap Jessi mendahului, sebelum Rachel mengadu ke Jonathan.Rachel hanya terdiam, tak berniat untuk membela diri. Dia segera beranjak dari tempatnya, mencari keberadaan ponsel yang dilempar oleh Jessi tadi. Setelah menemukannya, Rachel pun melangkah cepat menuju pintu gerbang dengan hati yang masih memanas.Melihat Rachel yang
“Mau kemana Jo?” tanya Theo penasaran melihat wajah kebingungan temannya itu.“Bentar, gue tadi ke sini bareng cewek,” jelas Jonathan sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling.“Cewek lu? Jessi maksud lu? Tuh dia ada di dalam.” “Bukan! Rachel, gue kesini barengan Rachel.” Jonathan pun segera melangkah untuk mencari keberadaan Rachel yang tiba-tiba menghilang.“Si Cupu? Serius lu, Jo?” Raut wajah Theo terkejut mendengar jawaban Jonathan. Sungguh di luar dari dugaannya. Selama ini dia mengira temannya itu memacari teman sekelasnya, Jessi. Bukan Rachel, si gadis Cupu.Jonathan tetap melangkah, mengabaikan pertanyaan Theo. Rachel adalah tanggung jawabnya. Bagaimana mungkin dia bisa kehilangan Rachel hanya dalam waktu sekejap.Jonathan membelah kerumunan, mengabaikan sapaan teman-temannya. Untung saja para tamu memakai baju dress code berwarna hitam, tentu tidak akan mempersulit pencariannya. Karena hanya Rachel yang mengenakan baju putih.Pencariannya berakhir di parkiran. Dari amba
“Bagaimana hubungan kalian, Jo? Apa sudah ada perkembangan?” tanya Jacob pada calon menantunya. Saat ini mereka tengah duduk di ruang tengah, Jacob dan nenek Maria menemani Jonathan menunggu Rachel.“Mungkin, om. Jo masih ingin mengenal Rachel lebih dalam,” jawab Jonathan dengan senyum simpul.“Papa yakin kalian akan sangat cocok. Sering-seringlah mengajak putri papa keluar jalan. Mungkin itu bisa mendekatkan hubungan kalian,” ucap Jacob sembari menepuk pelan bahu Jonathan.“Benar itu Jo, apalagi hanya tinggal beberapa bulan lagi kalian akan menikah. Kalian harus terbiasa bersama,” timpal nenek Maria yang ikut mendengar percakapan dua laki-laki beda usia itu.Jo tersenyum seraya mengangguk.“Bagaimana sekolah kalian? Papa dengar dari nenek, jika kalian sering belajar bersama, apa benar?” tanya Jacob hendak memastikan.“Benar Om, hampir setiap hari kami belajar bareng. Dan karena Rachel, hasil ujian tryout Jo dapat nilai bagus,” jawab Jo dengan senyum lebar.“Bagus itu, hubungan kalian
“Sini lu!” ucap Jonathan sembari menarik kerah baju Nolan dari belakang. Hingga membuat pemuda berkacamata itu beranjak dari bangkunya.Nolan sangat terkejut melihat kehadiran Jonathan, begitu pun Rachel. Perhatiannya teralihkan oleh suara pemuda yang sangat ia kenali.“Lu duduk di kursi lain, gue mau duduk di sini!” perintah Jonathan seenak jidatnya sendiri. Dia pun segera menduduki kursi bekas Nolan. Mengabaikan raut wajah Nolan yang terlihat tak terima.“Jo? Ngapain ke sini?” tanya Rachel dengan wajah bingung. Menatap pada Jonathan dengan dahi mengerut.“Memang ada peraturan kalau gue dilarang masuk sini? Gak kan?” jawab Jo dengan senyum simpul. Sudut matanya masih mengawasi keberadaan Nolan.Saat melihat Nolan membawa kursi ke arah meja Rachel, Jonathan mengusirnya dengan mengibaskan tangan.“Cari tempat lain, jangan di sini!” perintahnya tanpa suara namun mampu mencuri perhatian Rachel yang ikut melihat ke arah pandang Jonathan.Rachel menjadi tidak enak hati melihat raut wajah N
Hari berlalu dengan cepat. Setiap hari bertemu, membuat hubungan keduanya menjadi sangat dekat. Apalagi Jonathan rutin mengunjungi rumah Rachel setiap pulang sekolah untuk belajar bersama.Dalam waktu satu bulan ke depan, mereka akan menghadapi ujian kelulusan. Tentunya Jonathan akan giat belajar untuk bisa membuktikan pada Jeremy jika dirinya mampu.Jonathan membuka lembaran-lembaran kertas yang berisi nilai dari hasil simulasi ujian yang sudah dilakukan selama satu minggu ini. Hasilnya tidak buruk, bahkan di atas Kriteria Ketuntasan Minimal, meskipun belum sempurna namun cukup membuat teman-temannya takjub melihat nilai Jonathan. Tak hanya teman-temannya, para guru pun ikut salut melihat hasil nilai itu.Hampir rata-rata teman main Jonathan yang tergabung dalam tim basket, mendapatkan nilai dibawah standar KKM.“Hebat lu, Jo! Lagian kok bisa sih?” tanya Ray yang sedari tadi ikut melirik pada kertas jawaban Jonathan. Hampir semua nilai Jonathan di atas enam puluh. Tidak seperti hasi
Rachel melangkah ke parkiran dengan jaket biru yang melingkar di pinggangnya, menutupi kondisi rok bawahnya yang kotor karena darah menstruasi.Keadaan di parkiran cukup sepi, hanya ada beberapa motor guru yang masih terparkir dan mobil Rubicon putih milik Jonathan.Rachel berdiri di sisi mobil, membuka pintu namun raut wajahnya terlihat bingung.“Ngapain diem aja, buruan masuk!” perintah Jonathan yang sudah duduk di balik kemudi.“Gue naik ojol aja, Jo. Takutnya mobil lu kotor,” ucap Rachel tak enak hati jika dirinya nanti membuat kursi jok mobil kotor. Apalagi darah menstruasi, tentunya Jonathan akan jijik.“Gak perlu pake ojol, masuklah! Gak masalah kalau kotor nanti gue bisa cuci,” jawab Jonathan meyakinkan.Akhirnya Rachel memutuskan untuk masuk, setelah melepaskan jaket Jonathan dari pinggangnya.Jo mengemudi dengan cepat, hingga tak lama mereka pun sampai di rumah Rachel.Rachel segera turun dan berlari memasuki rumahnya untuk membersihkan diri.Pantas saja seharian ini dia mer
Selama pelajaran berlangsung, Rachel masih memikirkan ucapan-ucapan yang dia dengar di kantin tadi.Mungkin benar apa kata siswi-siswi yang bergosip tadi, Jonathan akan lebih cocok jika disandingkan bersama Jessi. Keduanya sama-sama atlet basket, memiliki tubuh tinggi dan proporsional, sehingga terlihat serasi. Apalagi keduanya memiliki wajah tampan dan cantik, membuat keduanya menjadi idola di sekolahan.Rachel mendadak minder dengan penampilannya. Mengingat jika penampilan Jessi begitu modis dan cantik. Rambut panjang lurus semampai yang sengaja diurai, juga wajah Jessi yang terlihat menarik dengan sapuan make-up tipis.Memikirkannya saja sudah membuat hatinya gelisah dan merasa tidak nyaman.“Pak, saya ijin ke toilet!” ucap Rachel beranjak dari kursinya sambil mengangkat tangan kanannya.Setelah mendapatkan persetujuan pak Supri, Rachel hendak keluar dari bangkunya. Mungkin ini kali pertama baginya ijin dari mata pelajaran matematika.“Mau ngapain lu? Boker?” tanya Jonathan setenga
“Heh cupu! Jangan sok cantik deh lu! Lu kira lu ini siapa? Bisa deketin papanya Jonathan! Hah!” sentak Jessi melampiaskan rasa cemburunya.Mila yang tak suka melihat sikap Jessi yang kasar, segera menepis tangan Jessi dari lengan Rachel.“Apaan sih lu! Wajarlah Rachel deket sama calon mertuanya sendiri! Lu sendiri siapa, gak penting!”Ucapan Mila membuat Rachel juga Jessi terkejut. Hingga Rachel segera menutup mulut Mila.“Calon mertua? Hah, gak salah denger gue? Kalau ngimpi tu jangan kelewatan!” balas Jessi diselingi tawa remeh.Mila menarik tangan Rachel yang menutup mulutnya. Mila belum puas membalas gadis angkuh tak tahu diri itu. “Mil, please. Lu diem, jangan bilang apapun!” bisik Rachel dengan tatapan memohon. Mila pun mengurungkan niatnya.“Heh cupu! Gue ingetin elu sekali lagi ya, Jonathan itu milik gue! Dan elu gak ada hak untuk mendekatinya ataupun keluarganya. Ngaca dah lu! Punya cermin kan?” sentak Jessi dengan intonasi tinggi.“Jess!!”Suara Jonathan membuat atensi keti