“Gue Bara, kakak kelas lu dulu,” ucap pemuda itu mengingatkan, dengan mengulurkan tangannya ke arah Rachel.Namun Jonathan mendahului untuk meraih tangan pemuda yang seumuran dengannya.“Hay Bara, tumben kelihatan. Bukannya lu ngelanjutin kuliah di Luar Negeri?” tanya Jonathan basa-basi.Barata Onadio adalah teman sekelasnya dulu, juga musuh bebuyutan nya. Namun karena Jonathan tidak naik kelas, maka Bara menjadi kakak kelasnya.Dulunya Bara merupakan atlet basket, serta unggul dalam bidang akademik. Sosok sempurna sang Ketua Osis yang membuatnya menjadi idola para siswi, dan menjadi kebanggaan para guru.Beda halnya dengan Jonathan, sering membuat onar di sekolah. Tidak pintar di semua mata pelajaran, kecuali olahraga. Sehingga dia sempat tidak naik kelas karena nilai raportnya di bawah rata-rata.“Gue liburan musim panas. Bulan depan juga gue balik lagi,” jawab Bara. “Kalian sendiri ngapain ke sini? Bukankah ini belum jam pulang sekolah?” imbuhnya seraya memandang kedua orang bergan
Bola mata Rachel melebar, dia segera menggeleng kepala untuk menjawab pertanyaan Bara.“Lalu? Kenapa kalian bisa berdua disini? Bukankah harusnya elu sekolah hari ini?” tanya Bara dengan raut penasaran.Rachel meneguk ludah, kedua tangannya saling meremas di atas paha.“Tadi aku naik ojek ke sekolah, tapi di tengah jalan motor ojeknya mati. Lalu tak sengaja bertemu dengan Jonathan. Jadinya kita telat datang ke sekolah kak,” jelas Rachel tanpa berani menatap ke arah Bara."Dan akhirnya bolos?" lanjut Bara. Kini Rachel menegakkan pandangan, menatap pada pemuda di hadapannya.“Kak, aku minta tolong sama kak Bara, jangan aduin kita ke kepala sekolah,” lanjut Rachel dengan tatapan memohon.Bara mendengar permintaan Rachel, tampak berpikir sejenak sebelum menjawab.“Gue tadi cuma asal ngomong aja. Lagian mana gue tega ngelihat cewek cantik kayak elu dipanggil guru BK. Asal lu mau nemenin gue jalan hari ini,” ucap Bara melakukan penawaran.“Maksud kak Bara?”“Seperti yang gue bilang tadi, ha
Hingga mobil Bara bergerak menjauh, Jonathan masih berdiri mematung. Haruskah dia mengikuti Rachel atau justru membiarkannya.Saat tengah berkutat dengan pikirannya sendiri, bunyi dering ponsel menyentak kesadaran Jonathan.Diraihnya ponsel dari dalam tasnya, melihat pada layar dimana nama Jacob tertera di sana.Jo segera menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan.“Ya, halo om?”“Jo, apa kamu sedang bersama Rachel? Maaf om mengganggumu, ponsel Rachel om hubungi tidak aktif. Bolehkah om bicara padanya?”Jonathan melirik pada jam yang bertengger di tangan, tentu Jacob menghubunginya karena tepat waktu istirahat pertama.“Maaf om, Jo lagi gak sama Rachel. Jo lagi di kantin, mungkin Rachel masih di kelas atau di perpustakaan. Tapi nanti Jo akan bilang ke Rachel,” jawab Jonathan terpaksa berbohong.“Baiklah tolong kasih tahu Rachel, nanti om hubungi kalian lagi saat jam istirahat kedua.”Panggilan pun berakhir, Jo menyimpan kembali ponselnya. Lalu melangkah memasuki mobil. Menyalakan
"Rachel!!"Mata Rachel melebar kala melihat keberadaan Jonathan di sana.Jonathan masih berdiri di ambang pintu. Menatap tajam ke arah pemuda yang menjadi musuh bebuyutannya.Rachel segera meraih tasnya dan beranjak dari tempat duduk. Melangkah terburu-buru menghampiri Jonathan.“Sejak kapan lu jadi cewek gak bener? Hah!” sentak Jonathan ketika Rachel sudah berdiri di hadapannya.Rachel terdiam dengan kepala menunduk. Jujur kehadiran Jonathan membuatnya senang. Berada di antara pemuda yang tak dia kenal, membuat Rachel merasa tidak nyaman dan bosan. Apalagi mulut-mulut dua pemuda yang bersama Bara, selalu menggoda dan berucap kata-kata kasar.“Ayo pulang! Papa lu udah nelfon gue!” Jonathan meraih tangan Rachel dan menariknya keluar dari ruangan.Rachel pun hanya bisa pasrah mengikuti langkah Jonathan yang tampak terburu-buru. Meskipun sedikit kerepotan mengimbangi langkah panjang Jonathan, hingga Rachel setengah berlari karena tangan Jonathan menggenggamnya erat.“Mau nambah pesanan k
“Kalau lu mau nunggu, kalau gak mau nunggu ya sudah pulang sendiri. Atau suruh kakak lu jemput,” jawab Jonathan kala Jessi memintanya untuk menjemput.“Gue tunggu lu aja, Jo. Gue tunggu di depan sekolah sampe lu datang. Gue gak mau tahu, pokoknya anter gue pulang sekarang,” perintah Jessi tak ingin dibantah. Panggilan pun diputus secara sepihak. Jonathan menghembuskan nafas kasar. Awalnya dia memang dekat dengan Jessi. Apapun permintaan gadis itu, Jo mencoba menurutinya. Namun semakin kesini, sikap Jessi yang memaksakan kehendak semakin membuatnya tak nyaman.Niatnya sekarang adalah mengantar Rachel pulang terlebih dulu, setelahnya baru menjemput Jessi.Jo mematikan layar ponselnya dan memutar tubuh. Namun dia terkejut ketika melihat bangku dalam keadaan kosong. Kemana perginya gadis Cupu itu? Mungkinkah dia kebelet pipis lalu mencari toilet? Tapi mengapa dia tak melihat tas Rachel di sana?Akhirnya Jo memutuskan untuk memutari taman, mencari keberadaan toilet umum. Kembali dia dibua
Jam pertama adalah mata pelajaran bahasa Indonesia, namun Bu Lastri ijin tidak mengajar karena anaknya tengah sakit.Guru pengganti menyuruh para murid untuk mengerjakan tugas di buku LKS. Seperti biasa jika jam kosong, maka para siswa di bangku belakang tampak ribut. Sementara Rachel berusaha untuk berkonsentrasi mengerjakan soal-soal di LKS. Untungnya dia duduk bersama Mila.Saat tengah sibuk menulis jawaban, tiba-tiba Jonathan datang menghampirinya.“Cupu, lu udah selesai kerjain soalnya?”Rachel hanya melirik sekilas, lalu menjawab, “memang kenapa? Lu mau nyontek jawaban gue? Jangan harap gue kasih. Huh!” jawabnya ketus.“Pelit banget sih, lagian gue kan udah berjasa nganter jemput lu. Masak lu gak mau balas budi?” tanya Jonathan penuh harap.“Gue juga gak minta diantar jemput,” jawab Rachel dengan raut sinis. Lalu segera mengabaikan Jonathan dan kembali mengerjakan soal.“Sebenarnya sih gue ogah, tapi nenek sama bokap lu yang maksa,” cetus Jonathan. Mila yang sedari tadi mendeng
“Masuk!” suara pak Jeremy terdengar dari dalam setelah Jonathan mengetuk pintu. Jonathan pun segera membuka pintu dan masuk ke ruangan pak Jeremy.“Duduk!” perintah Jeremy ketika melihat murid bandel itu datang ke ruangannya.Namun Jo bergeming, hanya berdiri tak mengindahkan perintah sang Kepala Sekolah.“Kenapa anda memanggilku?” tanya Jonathan sembari menatap pak Jeremy dengan wajah datar.“Kemana kau pergi kemarin? Apa benar kau bolos sekolah?” tanya pak Jeremy menatap siswanya di balik kacamata bulatnya yang melorot.“Apa putramu yang mengadu?” Bukannya menjawab, Jonathan justru bertanya. Sudah berkali-kali dia menghadapi situasi ini. Jadi Jonathan sudah terbiasa bahkan tak ada rasa takut sama sekali.Pria berusia lima puluh tahun itu menghela nafas panjang. Tentu menghadapi siswa yang memiliki pengaruh di sekolahan akan terasa sedikit sulit. Nicholas sudah menjadi donatur tetap selama dua tahun lebih, sehingga Jeremy merasa sulit untuk memberi peringatan pada anak bandel itu.“
Jonathan yang baru saja keluar dari ruang guru, hendak melangkah menuju kantin. Namun di tengah perjalanan, Jessi menghadang langkahnya.“Jo, tunggu!” cegah Jessi sembari merentangkan kedua tangannya di depan Jonathan.“Ada apa lagi sih Jes?” tanya Jonathan dengan raut wajah tidak suka.Bukannya menjawab, Jessi justru balik bertanya, “tadi lu kenapa sih? Gak mau buka jendela buat gue, Jo?”“Gue buru-buru,” jawab Jonathan singkat sembari melangkah memutari Jessi.“Tapi kan gue cuma minta bukain jendela aja. Lu gak ada masalah kan sama kak Bara?” tanya Jessi sambil mengikuti langkah Jonathan.“Menurut elu?”“Maafin kakak gue, Jo. Emang kadang kakak gue terlalu posesif.”“Nah itu elu tahu! Kakak lu minta gue buat gak deketin elu, Jes. Jadi lebih baik kita jaga jarak. Lagian, pasti bokap lu juga gak suka sama cowok bandel kayak gue!” Jo memacu langkahnya lebih cepat, berharap Jessi menyerah dan berhenti mengikutinya.“Tapi Jo, itu kan urusan Kak Bara. Gue maunya sama elu,” tegas Jessi den
Tangan Rachel terayun ke depan, dengan sigap Jonathan menangkapnya sebelum tangan Rachel mendarat di pipinya.“Gue cuma bercanda lagi, serius amat sih!” ucapnya sembari mengerlingkan satu matanya.Wajah Rachel memerah seperti kepiting rebus. Godaan Jonathan begitu frontal, membuatnya kembali mengingat akan kejadian tidak sengaja saat Jonathan menyentuh dadanya.“Dasar mesum! Cowok tengil!” gerutu Rachel dengan bibir mengerucut.Namun akhirnya dia pun keluar dari mobil. Jaket Jonathan yang berukuran besar, membungkus tubuh atasnya. Bahkan panjang jaket itu hampir sama dengan panjang dress yang Rachel kenakan.Jonathan memimpin langkah mereka menuju salah satu pedagang makanan yang menyediakan beraneka ragam jenis masakan.“Lu mau makan apa?” tanya Jonathan sebelum dirinya memesan makanan.Rachel melihat pada menu yang ditempel di sisi etalase kaca. Dan menyebutkan satu menu yang memang jarang dia makan.“Mie pangsit.”Jonathan segera mengucapkan pesanannya pada pedagang makanan. Lalu b
Dari kejauhan Jonathan bisa melihat kedua gadis yang tengah beradu mulut. Entah masalah apa yang membuat mereka bertengkar, Jo ingin segera mengakhirinya agar tidak menjadi bahan tontonan.“Jessi!! Apa-apaan sih lu!!” sentak Jonathan yang kini sudah berdiri di depan mereka. Melihat Jessi yang tengah menarik rambut Rachel hingga wajah gadis itu mendongak. Tangan kanan Rachel masih mencengkram tangan Jessi yang tadinya hendak menamparnya. Sementara tangan kirinya berusaha menggapai tangan Jessi yang mencengkeram erat rambutnya.Jessi terkesiap lalu segera melepaskan tangannya dari rambut Rachel.“Jo, ngapain sih elu bawa si Cupu ke sini? Dia selalu nyari masalah!” ucap Jessi mendahului, sebelum Rachel mengadu ke Jonathan.Rachel hanya terdiam, tak berniat untuk membela diri. Dia segera beranjak dari tempatnya, mencari keberadaan ponsel yang dilempar oleh Jessi tadi. Setelah menemukannya, Rachel pun melangkah cepat menuju pintu gerbang dengan hati yang masih memanas.Melihat Rachel yang
“Mau kemana Jo?” tanya Theo penasaran melihat wajah kebingungan temannya itu.“Bentar, gue tadi ke sini bareng cewek,” jelas Jonathan sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling.“Cewek lu? Jessi maksud lu? Tuh dia ada di dalam.” “Bukan! Rachel, gue kesini barengan Rachel.” Jonathan pun segera melangkah untuk mencari keberadaan Rachel yang tiba-tiba menghilang.“Si Cupu? Serius lu, Jo?” Raut wajah Theo terkejut mendengar jawaban Jonathan. Sungguh di luar dari dugaannya. Selama ini dia mengira temannya itu memacari teman sekelasnya, Jessi. Bukan Rachel, si gadis Cupu.Jonathan tetap melangkah, mengabaikan pertanyaan Theo. Rachel adalah tanggung jawabnya. Bagaimana mungkin dia bisa kehilangan Rachel hanya dalam waktu sekejap.Jonathan membelah kerumunan, mengabaikan sapaan teman-temannya. Untung saja para tamu memakai baju dress code berwarna hitam, tentu tidak akan mempersulit pencariannya. Karena hanya Rachel yang mengenakan baju putih.Pencariannya berakhir di parkiran. Dari amba
“Bagaimana hubungan kalian, Jo? Apa sudah ada perkembangan?” tanya Jacob pada calon menantunya. Saat ini mereka tengah duduk di ruang tengah, Jacob dan nenek Maria menemani Jonathan menunggu Rachel.“Mungkin, om. Jo masih ingin mengenal Rachel lebih dalam,” jawab Jonathan dengan senyum simpul.“Papa yakin kalian akan sangat cocok. Sering-seringlah mengajak putri papa keluar jalan. Mungkin itu bisa mendekatkan hubungan kalian,” ucap Jacob sembari menepuk pelan bahu Jonathan.“Benar itu Jo, apalagi hanya tinggal beberapa bulan lagi kalian akan menikah. Kalian harus terbiasa bersama,” timpal nenek Maria yang ikut mendengar percakapan dua laki-laki beda usia itu.Jo tersenyum seraya mengangguk.“Bagaimana sekolah kalian? Papa dengar dari nenek, jika kalian sering belajar bersama, apa benar?” tanya Jacob hendak memastikan.“Benar Om, hampir setiap hari kami belajar bareng. Dan karena Rachel, hasil ujian tryout Jo dapat nilai bagus,” jawab Jo dengan senyum lebar.“Bagus itu, hubungan kalian
“Sini lu!” ucap Jonathan sembari menarik kerah baju Nolan dari belakang. Hingga membuat pemuda berkacamata itu beranjak dari bangkunya.Nolan sangat terkejut melihat kehadiran Jonathan, begitu pun Rachel. Perhatiannya teralihkan oleh suara pemuda yang sangat ia kenali.“Lu duduk di kursi lain, gue mau duduk di sini!” perintah Jonathan seenak jidatnya sendiri. Dia pun segera menduduki kursi bekas Nolan. Mengabaikan raut wajah Nolan yang terlihat tak terima.“Jo? Ngapain ke sini?” tanya Rachel dengan wajah bingung. Menatap pada Jonathan dengan dahi mengerut.“Memang ada peraturan kalau gue dilarang masuk sini? Gak kan?” jawab Jo dengan senyum simpul. Sudut matanya masih mengawasi keberadaan Nolan.Saat melihat Nolan membawa kursi ke arah meja Rachel, Jonathan mengusirnya dengan mengibaskan tangan.“Cari tempat lain, jangan di sini!” perintahnya tanpa suara namun mampu mencuri perhatian Rachel yang ikut melihat ke arah pandang Jonathan.Rachel menjadi tidak enak hati melihat raut wajah N
Hari berlalu dengan cepat. Setiap hari bertemu, membuat hubungan keduanya menjadi sangat dekat. Apalagi Jonathan rutin mengunjungi rumah Rachel setiap pulang sekolah untuk belajar bersama.Dalam waktu satu bulan ke depan, mereka akan menghadapi ujian kelulusan. Tentunya Jonathan akan giat belajar untuk bisa membuktikan pada Jeremy jika dirinya mampu.Jonathan membuka lembaran-lembaran kertas yang berisi nilai dari hasil simulasi ujian yang sudah dilakukan selama satu minggu ini. Hasilnya tidak buruk, bahkan di atas Kriteria Ketuntasan Minimal, meskipun belum sempurna namun cukup membuat teman-temannya takjub melihat nilai Jonathan. Tak hanya teman-temannya, para guru pun ikut salut melihat hasil nilai itu.Hampir rata-rata teman main Jonathan yang tergabung dalam tim basket, mendapatkan nilai dibawah standar KKM.“Hebat lu, Jo! Lagian kok bisa sih?” tanya Ray yang sedari tadi ikut melirik pada kertas jawaban Jonathan. Hampir semua nilai Jonathan di atas enam puluh. Tidak seperti hasi
Rachel melangkah ke parkiran dengan jaket biru yang melingkar di pinggangnya, menutupi kondisi rok bawahnya yang kotor karena darah menstruasi.Keadaan di parkiran cukup sepi, hanya ada beberapa motor guru yang masih terparkir dan mobil Rubicon putih milik Jonathan.Rachel berdiri di sisi mobil, membuka pintu namun raut wajahnya terlihat bingung.“Ngapain diem aja, buruan masuk!” perintah Jonathan yang sudah duduk di balik kemudi.“Gue naik ojol aja, Jo. Takutnya mobil lu kotor,” ucap Rachel tak enak hati jika dirinya nanti membuat kursi jok mobil kotor. Apalagi darah menstruasi, tentunya Jonathan akan jijik.“Gak perlu pake ojol, masuklah! Gak masalah kalau kotor nanti gue bisa cuci,” jawab Jonathan meyakinkan.Akhirnya Rachel memutuskan untuk masuk, setelah melepaskan jaket Jonathan dari pinggangnya.Jo mengemudi dengan cepat, hingga tak lama mereka pun sampai di rumah Rachel.Rachel segera turun dan berlari memasuki rumahnya untuk membersihkan diri.Pantas saja seharian ini dia mer
Selama pelajaran berlangsung, Rachel masih memikirkan ucapan-ucapan yang dia dengar di kantin tadi.Mungkin benar apa kata siswi-siswi yang bergosip tadi, Jonathan akan lebih cocok jika disandingkan bersama Jessi. Keduanya sama-sama atlet basket, memiliki tubuh tinggi dan proporsional, sehingga terlihat serasi. Apalagi keduanya memiliki wajah tampan dan cantik, membuat keduanya menjadi idola di sekolahan.Rachel mendadak minder dengan penampilannya. Mengingat jika penampilan Jessi begitu modis dan cantik. Rambut panjang lurus semampai yang sengaja diurai, juga wajah Jessi yang terlihat menarik dengan sapuan make-up tipis.Memikirkannya saja sudah membuat hatinya gelisah dan merasa tidak nyaman.“Pak, saya ijin ke toilet!” ucap Rachel beranjak dari kursinya sambil mengangkat tangan kanannya.Setelah mendapatkan persetujuan pak Supri, Rachel hendak keluar dari bangkunya. Mungkin ini kali pertama baginya ijin dari mata pelajaran matematika.“Mau ngapain lu? Boker?” tanya Jonathan setenga
“Heh cupu! Jangan sok cantik deh lu! Lu kira lu ini siapa? Bisa deketin papanya Jonathan! Hah!” sentak Jessi melampiaskan rasa cemburunya.Mila yang tak suka melihat sikap Jessi yang kasar, segera menepis tangan Jessi dari lengan Rachel.“Apaan sih lu! Wajarlah Rachel deket sama calon mertuanya sendiri! Lu sendiri siapa, gak penting!”Ucapan Mila membuat Rachel juga Jessi terkejut. Hingga Rachel segera menutup mulut Mila.“Calon mertua? Hah, gak salah denger gue? Kalau ngimpi tu jangan kelewatan!” balas Jessi diselingi tawa remeh.Mila menarik tangan Rachel yang menutup mulutnya. Mila belum puas membalas gadis angkuh tak tahu diri itu. “Mil, please. Lu diem, jangan bilang apapun!” bisik Rachel dengan tatapan memohon. Mila pun mengurungkan niatnya.“Heh cupu! Gue ingetin elu sekali lagi ya, Jonathan itu milik gue! Dan elu gak ada hak untuk mendekatinya ataupun keluarganya. Ngaca dah lu! Punya cermin kan?” sentak Jessi dengan intonasi tinggi.“Jess!!”Suara Jonathan membuat atensi keti