Jonathan yang baru saja keluar dari ruang guru, hendak melangkah menuju kantin. Namun di tengah perjalanan, Jessi menghadang langkahnya.“Jo, tunggu!” cegah Jessi sembari merentangkan kedua tangannya di depan Jonathan.“Ada apa lagi sih Jes?” tanya Jonathan dengan raut wajah tidak suka.Bukannya menjawab, Jessi justru balik bertanya, “tadi lu kenapa sih? Gak mau buka jendela buat gue, Jo?”“Gue buru-buru,” jawab Jonathan singkat sembari melangkah memutari Jessi.“Tapi kan gue cuma minta bukain jendela aja. Lu gak ada masalah kan sama kak Bara?” tanya Jessi sambil mengikuti langkah Jonathan.“Menurut elu?”“Maafin kakak gue, Jo. Emang kadang kakak gue terlalu posesif.”“Nah itu elu tahu! Kakak lu minta gue buat gak deketin elu, Jes. Jadi lebih baik kita jaga jarak. Lagian, pasti bokap lu juga gak suka sama cowok bandel kayak gue!” Jo memacu langkahnya lebih cepat, berharap Jessi menyerah dan berhenti mengikutinya.“Tapi Jo, itu kan urusan Kak Bara. Gue maunya sama elu,” tegas Jessi den
“Mila, mana Rachel?” tanya Jonathan saat dia memasuki kelas karena waktu istirahat kedua sudah berakhir.“Gue juga dari tadi nyariin Jo. Gue gak tau kemana Rachel. Padahal gue udah beliin makanan pesanannya dia, eh malah dianya pergi,” jawab Mila dengan wajah penuh kekhawatiran.“Terakhir kali lu lihat kemana dia?” tanya Jo lagi.“Ya tadinya dia di kelas Jo, baca buku. Ni bukunya saja masih di sini,” ucap Mila sembari menunjukkan buku Rachel di atas meja.“Trus?”“Gue balik Rachel udah gak ada. Gue udah nanya sama anak-anak lain, tapi gak ada yang tahu Rachel kemana. Atau mungkin ke toilet kali ya?”Jonathan segera melangkah keluar kelas. Namun saat berada di ambang pintu, guru bahasa Inggris datang.“Mau kemana kamu? Ayo masuk!” perintah guru muda itu sembari mendorong tubuh Jonathan.“Tapi Bu, saya mau cari Rachel.”“Kemana Rachel?”“Itu dia Bu, kalau saya tahu ya gak mungkin saya cari,” jawab Jonathan, lalu kembali melangkah.“Jonathan, masuklah! Mungkin saja Rachel sedang ke toile
Jonathan berdiri di depan pintu, mendekatkan daun telinganya di daun pintu. Suara tangisan itu semakin jelas terdengar.Bola matanya memutar seakan berpikir dan memastikan, jika itu adalah suara manusia, bukanlah suara makhluk halus.Namun mendadak suara itu berhenti. Angin bertiup menyentuh permukaan kulit Jonathan. Mendadak dia dibuat takut dan ragu.Apa memang benar apa yang sering dia dengar dari para murid lain, jika memang di gudang ini ada penunggunya?Mendadak tenggorokannya kering, Jo meneguk salivanya dengan berat. Mundur selangkah bersiap untuk pergi. Namun baru akan melangkah, terdengar pintu digedor dari dalam. Membuat langkahnya terhenti.“Bukain!! Siapapun di sana, tolong buka pintunya!!” teriak seorang wanita dari dalam.Jonathan yang baru melangkah beberapa meter sontak memutar tubuhnya kembali. Bukankah itu suara Rachel?Untuk meyakinkan dugaannya Jo kembali melangkah ke depan pintu gudang.“Chel, lu di dalam?” tanya Jonathan tepat di depan daun pintu.“Jo? Iya gue d
Bukannya memulangkan Rachel ke rumah, Jonathan justru membawa Rachel menuju ke rumahnya.“Jo, kok ke rumahmu? Aku mau pulang!” ucap Rachel ketika baru menyadari keberadaan mereka.Jonathan tak menjawab, justru memasukkan mobilnya ke dalam pekarangan rumah. Mematikan mesin mobil, lalu menoleh ke arah Rachel.“Masuklah! Ntar lu juga tahu alasan gue,” jawab Jonathan sembari melepas sabuk pengaman.Tanpa menunggu jawaban Rachel, Jo keluar mendahului. Bahkan meninggalkan Rachel yang masih bengong di dalam mobil.Mau tidak mau, Rachel terpaksa mengikuti Jonathan. Padahal saat ini, dia sangat ingin beristirahat di kamarnya sendiri. Terkunci di dalam gudang membuat tenaganya habis karena lelah menggedor-gedor pintu. Bahkan suaranya pun ikut habis karena terus berteriak dan menangis.Rachel menghela nafas panjang sebelum melangkah memasuki rumah bak istana itu. Hingga saat memasuki rumah, nenek Maria dan Debora terlihat menyambutnya. Melangkah beriringan menghampiri Rachel yang berdiri mematun
Tepat saat wajah Jo semakin mendekat, Rachel justru membuang mukanya ke samping dengan dada berdebar hebat.‘Cup!’Bibir Jonathan mendarat tepat di pipi kanan Rachel. Membuat bola mata Rachel semakin melebar. “Kyaaaa!!! Jo, apa yang kamu lakukan? Dasar mesum!!” teriak Rachel sembari mendorong dada Jonathan agar menjauh. Bahkan kakinya bergerak menendang paha Jonathan, namun malah mengenai selangkangannya.“Argghh!!!” Jonathan meringis kesakitan, ketika bagian intinya ditendang oleh Rachel. Tangannya mencengkram bagian intinya, tubuhnya berguling-guling di atas permadani. Karena memang posisi mereka sedang duduk di bawah.“Gila lu ya, nyuri kesempatan dalam kesempitan! Dasar otak mesum!" hardik Rachel seraya mengusap pipinya berkali-kali, untuk menghapus jejak bibir Jonathan di sana.Jonathan mengabaikan omelan Rachel, rasa ngilu di miliknya justru lebih mendominasi. Rasa sakit akibat tendangan Rachel yang kuat hingga membuat kepalanya pusing.“Ada apa kalian? Kenapa kamu Jo?” tanya D
“Selamat pagi, Rachel. Apa kamu mencari Jonathan?” suara Debora terdengar dari belakangnya.Rachel pun segera memutar tubuhnya.“Pagi Tante,” balasnya singkat tanpa menjawab pertanyaan Debora.Namun sepertinya Debora mengetahui isi pikiran Rachel.“Jonathan masih mandi, tadi sudah mami bangunin. Kita tunggu di meja makan saja! Nanti juga Jo akan turun,” ucap Debora lalu meraih tangan Rachel dan membawanya ke meja makan.“Wangi sekali masakan nyonya Maria. Masakan nyonya sungguh enak! Pantas saja Jo suka,” puji Debora dengan mata berbinar, memandang pada meja makan yang sudah dipenuhi oleh masakan nenek Maria, yang begitu menggugah selera.“Makanan rumahan lebih bagus daripada makanan yang dibeli dari luar,” jawab nenek Maria. Bukan maksud hati untuk menyindir Debora, namun memang inilah prinsipnya.“Selama berumah tangga, papanya Jo gak pernah memaksa saya untuk memasak. Jadi kita beli dari restoran langganan. Tapi masakan nyonya sungguh enak, bahkan lebih enak dari masakan resto yang
“Kyaaaaaaa!!” teriak Rachel membahana ke seluruh penjuru ruangan. Untungnya kamar Jonathan memang kedap suara, sehingga teriakan Rachel tak akan terdengar dari luar.Sekilas matanya melihat belalai milik Jonathan yang bergelantungan bebas di sela-sela pahanya. Namun dengan cepat Rachel membuang pandangannya.Tanpa sadar, Rachel justru menarik handuk Jonathan yang teronggok di lantai, untuk menutup penglihatannya.Jonathan terperanjat, baru kali ini tubuh polosnya dilihat oleh perempuan. Mencoba menarik handuknya dari tangan Rachel, namun Rachel justru mencengkeramnya erat-erat.Akhirnya dengan menutup bagian intimnya menggunakan kedua tangannya, Jonathan melangkah cepat ke ruang ganti dan menutupnya dari dalam.Blaamm!Terdengar suara pintu tertutup dengan keras. Rachel perlahan membuka matanya dan menyingkirkan handuk dari wajahnya. Jantungnya masih berpacu dengan cepat, layaknya orang habis lari maraton.Rachel segera beranjak berdiri, melempar handuk Jonathan ke sembarang tempat. L
“Kemarin? Apa yang terjadi kemarin? Hah? Lanjutin omongan lu, Jes!” pinta Jonathan dengan mata memicing.Jessi terlihat sedikit gugup, bahkan untuk menjawab pertanyaan mudah itupun, dia tampak berpikir keras.“Maksud gue, ngapain Rachel di sini? Elu barengin si Cupu ini ke sekolah, Jo?” tanya Jessi mencoba untuk mengelak.“Memangnya kenapa kalau gue barengin dia ke sekolah? Eh, elu belum jawab pertanyaan gue tadi. Coba lanjutin kalimat lu tadi yang pertama!” “Hah? Kalimat yang mana, Jo?” tanya Jessi memasang wajah polosnya.Jonathan menghela nafas panjang, “ucapan elu yang pertama itu. Lu bilang kemarin itu maksudnya apa?”“Ah, elu mungkin salah denger atau gue yang lupa. Sudahlah Jo, ayo kita ke kelas!” ucap Jessi mengalihkan pembicaraan. Meraih tangan Jonathan, lalu menarik tangan Jo dan melangkah meninggalkan Rachel yang masih terdiam dengan posisi memegang helm.Sedari tadi Rachel mencoba memahami maksud dari perkataan Jessi. Apa mungkin Jessi yang menjadi dalang dalam penjebakan
Bu Lastri? Ada hal apa yang membuat wali kelasnya itu menelpon? Jonathan tampak berpikir, menoleh ke arah Rachel seakan meminta pendapat.“Angkat aja, Jo! Siapa tahu ada hal penting!” saran Rachel.Akhirnya Jonathan menerima panggilan itu.“Halo, selamat pagi Bu? Ada apa?” tanya Jonathan setelah panggilan terhubung.Dia pun tampak serius mendengar ucapan orang dari seberang sana. Tatapannya masih tertuju pada Rachel yang wajahnya tampak penasaran, karena Jonathan sengaja tak mengaktifkan mode loudspeaker.“Apa Ibu sudah tanya padanya, tentang alasan mengapa ponsel Rachel ada di tasnya?” ucap Jonathan dengan raut wajah serius.Dia kembali terdiam, mendengar penuturan guru wali kelasnya. Sementara itu, Rachel sedikit terkejut kala mendengar ucapan Jonathan. Benarkah ponsel miliknya sudah ditemukan?Ingin bertanya karena penasaran, siapa orang yang sudah mengambil ponselnya. Namun urung Rachel lakukan, takut mengganggu pembicaraan Jonathan dengan Bu Lastri.“Tolong Bu, jangan percaya sam
Pandangan Jonathan mengikuti langkah Rachel, salah satu alisnya terangkat.“Mau kemana, Beb?” panggil Jonathan sembari mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil.“Lu mau ganti baju, kan? Mending gue tunggu di luar,” jawab Rachel tanpa berani memandang ke belakang. Tangan kanannya masih mencengkram handle pintu.“Tunggu aja di dalam, ngapain di luar?”“Jo, mana lu taruh cardlock?” tanya Rachel tak mengindahkan ucapan Jonathan.“Tuh, di samping pintu.” Jonathan melempar handuk basahnya ke atas meja. Lalu melangkah ke arah pintu.Tanpa menunggu lama, Rachel segera meraih kartu persegi itu dan hendak membuka pintu. Namun kembali ditahan oleh tangan Jonathan.“Mau kemana? Tungguin gue! Nanti kita turun barengan. Gue takut lu hilang lagi,” ucap Jonathan.“Ta-tapi Jo, lu telanjang..”“Gue bisa ganti di kamar mandi. Udah, lu tungguin gue di sini aja!” Jonathan menutup kembali pintu yang sudah setengah terbuka. Lalu mengambil kartu dari tangan Rachel, mengembalikan ke tempat semula.Rachel
Kring!Suara ponsel Jonathan berdering, membuat keduanya berpaling menatap ke sumber suara.“Pasti papa yang nelpon,” tebak Rachel sembari mendorong dada Jonathan yang menghalanginya.Dia pun segera melangkah untuk memeriksa. Namun sebelum tiba di tempat, suara ponsel berhenti.Rachel melirik pada layar ponsel yang masih menyala. Terlihat panggilan tak terjawab dari nenek Maria.“Papa Jacob?” tanya Jonathan yang sudah berdiri di belakang Rachel. Memanjangkan lehernya untuk melihat ke arah ponsel melalui pundak kiri Rachel. Akan tetapi layar ponsel sudah berubah gelap.Jonathan mengulurkan tangan kanannya, sengaja membuat posisi Rachel terhimpit.“Ih.. ngapain deket-deket sih Jo? Jauhin dikit!” ucap Rachel ketus sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada.“Awas aja, nanti gue bakal bikin lu gak bisa jauh dari gue!” balas Jonathan. Setelah meraih ponselnya, gadis itu sengaja mendorong tubuhnya ke belakang.“Coba aja kalau bisa!” tantang Rachel yang kini sudah berhasil lolos dari
Mata Rachel terbelalak mendengar ucapan Jonathan yang sangat frontal. Sontak dia memalingkan wajahnya hingga terlepas dari tangan Jonathan.“Dasar mesum!” ucapnya ketus.“Tapi lu suka, kan?” goda Jonathan sembari mengulum senyum.“Ih.. gue gak suka sama cowok mesum ya!” balas Rachel dengan bibir mengerucut.Garis bibir Jonathan semakin melengkung, melihat pada wajah Rachel yang semakin hari terlihat cantik dan menggemaskan.Dia masih tak menyangka, jika akan memiliki perasaan sayang pada gadis berkacamata tebal, yang pernah dijadikan bahan ejekan. Namun justru sekarang Jonathan yang tergila-gila.Tatapan Jonathan beralih pada tangan Rachel yang masih berada dalam genggamannya. Meskipun bibir Rachel mengucap tidak suka, namun gadis itu tak menolak perlakuannya. Sungguh menggemaskan bukan?“Chel..” panggil Jonathan dengan suara lembut.Rachel hanya menggerakkan netranya ke samping tanpa mengubah arah pandangnya.“Dua hari lagi, hari spesial buat gue. Nanti gue mau ngajak lu jalan-jalan
Rachel terkesiap, pipinya semakin merona merah ketika pandangannya bertemu dengan tatapan lembut Jonathan. Tatapan yang membuatnya hanyut dalam perasaan nyaman, hingga rasanya enggan untuk berpaling.Kedua tangannya berada di depan dada Jonathan, menjadi satu-satunya penghalang agar dadanya tidak terlalu menempel di dada pemuda itu.Jonathan sengaja mengunci tubuh Rachel dengan menahan punggung Rachel menggunakan satu tangannya, sementara tangan yang lain menahan tubuh mereka agar tidak jatuh ke belakang.Tak ada kata-kata terucap, namun Rachel bisa merasakan getaran di dada Jonathan yang sama dengan miliknya.Detik waktu seakan berhenti, kala Jonathan semakin mencondongkan wajahnya ke depan. Rachel pun memejamkan mata dengan nafas tertahan.Cup!Bibir Jonathan mendarat di permukaan pipi Rachel, sontak membuat kelopak mata Rachel kembali terbuka perlahan.“Selamat malam! Selamat tidur, sayang.” Suara Jonathan terdengar sangat lembut, hembusan nafasnya pun menggelitik pipi Rachel. Tang
Tak hanya dadanya yang berdegup kencang, pergerakan Rachel pun sontak terhenti. Malu rasanya ketika tindakannya diketahui oleh pemuda itu. Hingga rasanya Rachel tak ingin bertatap muka dengan Jonathan. Mendadak tenggorokannya terasa kering, Rachel berusaha menelan ludahnya dengan susah payah. Terdengar olehnya, langkah Jonathan yang semakin mendekat. “Laper?” Suara Jonathan terdengar sangat dekat. Langkah pemuda itu terhenti di belakang Rachel. Berdiri dengan posisi membungkuk. Rachel pun mengangguk perlahan sebagai jawaban. Tangan Jonathan bergerak dari kedua sisi tubuh Rachel, membuka bungkusan kotak styrofoam yang masih tertutup. Jika dilihat, mungkin posisi Jonathan seperti tengah memeluk Rachel dari belakang. Jantung Rachel mendadak tidak aman. Dalam jarak sedekat ini, tentu Rachel bisa mencium aroma maskulin yang menguar dari tubuh pemuda itu. Apalagi nafas Jonathan yang berbau mint, sungguh membuat tangannya berkeringat karena rasa gugup yang tiba-tiba muncul. Setelah tanga
Setelah berpamitan pada para petugas di kantor polisi, Jonathan pun kembali memesan taksi online.Tujuannya kini mencari penginapan untuk mereka bermalam, tentunya seperti yang Jonathan katakan sebelumnya. Penginapan yang letaknya tak jauh dari bandara, agar papa Rachel mudah mencari mereka.Selama di perjalanan, Jonathan membuka aplikasi untuk pemesanan kamar. Namun saat tengah mencari, ponselnya justru kehabisan daya. Seharian ini Jonathan memang tak mengisi daya pada ponselnya.“Mas, di depan bandaranya. Ini tujuannya kemana?” tanya sang sopir taksi sembari melirik ke arah belakang lewat kaca spion di atasnya.“Pak, tolong antarkan saya ke hotel atau penginapan yang dekat-dekat sini,” jawab Jonathan.“Hotel yang gimana ya, mas? Hotel biasa atau yang bagus?”“Sedapatnya aja pak, yang penting bukan hotel angker,” kelakar Jonathan disertai senyum simpul.Supir taksi ikut tersenyum lalu mengangguk paham. Akhirnya dia mengantarkan penumpangnya ke salah satu hotel kelas menengah.Setelah
Detik-detik terasa begitu lambat, Jonathan tak sabar ingin segera bertemu dengan Rachel. Bisa dia bayangkan, bagaimana ketakutannya Rachel saat dirinya tersesat di tempat asing. Mungkin saja gadis itu kini sedang menangis karena ketakutan, apalagi hari sudah cukup larut.Berulang kali Jonathan menghirup nafas dalam-dalam, mencoba untuk menahan gejolak emosi yang terus menyeruak di dalam dada.“Pak, masih jauh?” tanya Jonathan pada supir taksi.“Tidak mas, mungkin sepuluh menit lagi.”Ponsel Jonathan kembali berdering. Kini terlihat nama papa Jacob di layar.“Halo, om?”“Jo, dimana kamu? Sudah bertemu Rachel?” tanya pria dari seberang telepon.“Sebentar lagi Jo sampai, Om. Ini masih dalam perjalanan. Mungkin sekitar sepuluh menit lagi sampai.”“Jo, tolong hubungi papa jika sudah ketemu Rachel.”Panggilan pun berakhir, Jonathan kembali menyimpan ponselnya. Melirik ke arah tas ransel milik Rachel di sebelahnya.Tangannya terulur mengambil tas itu untuk diletakkan di atas paha. Jarinya be
Sebuah truk dengan muatan bahan bangunan terlihat dari kejauhan, Rachel melambaikan kedua tangan untuk mengisyaratkan pengemudi truk agar berhenti. Berharap mendapatkan pertolongan dari orang itu. Dan sesuai harapan, truk berwarna kuning itu berhenti. Rachel segera berjalan menghampiri. Sang supir truk mengeluarkan kepalanya lewat jendela. “Ada apa, dik? Ada yang bisa bapak bantu?” teriak sang supir truk berusia empat puluhan dengan wajah mengerut. Melihat gadis seusia putrinya berjalan sendirian di jalanan sepi, membuat rasa iba muncul dalam hatinya. Rachel mendongakkan kepala ke atas. “Pak tolong saya, saya tersesat. Bisakah bapak mengantar saya?” “Dimana rumahnya dik?” tanya pak supir sembari melihat ke sekeliling. Tak ada satu orangpun terlihat di sepanjang jalan yang sudah gelap. “Rumah saya jauh pak, saya bukan orang sini. Tadinya saya sedang ikut kegiatan study tour. Tapi entah apa yang membuat saya tersesat, saya masih mengingatnya.” Melihat wajah gadis yang memelas itu,