“Kalau lu mau nunggu, kalau gak mau nunggu ya sudah pulang sendiri. Atau suruh kakak lu jemput,” jawab Jonathan kala Jessi memintanya untuk menjemput.“Gue tunggu lu aja, Jo. Gue tunggu di depan sekolah sampe lu datang. Gue gak mau tahu, pokoknya anter gue pulang sekarang,” perintah Jessi tak ingin dibantah. Panggilan pun diputus secara sepihak. Jonathan menghembuskan nafas kasar. Awalnya dia memang dekat dengan Jessi. Apapun permintaan gadis itu, Jo mencoba menurutinya. Namun semakin kesini, sikap Jessi yang memaksakan kehendak semakin membuatnya tak nyaman.Niatnya sekarang adalah mengantar Rachel pulang terlebih dulu, setelahnya baru menjemput Jessi.Jo mematikan layar ponselnya dan memutar tubuh. Namun dia terkejut ketika melihat bangku dalam keadaan kosong. Kemana perginya gadis Cupu itu? Mungkinkah dia kebelet pipis lalu mencari toilet? Tapi mengapa dia tak melihat tas Rachel di sana?Akhirnya Jo memutuskan untuk memutari taman, mencari keberadaan toilet umum. Kembali dia dibua
Jam pertama adalah mata pelajaran bahasa Indonesia, namun Bu Lastri ijin tidak mengajar karena anaknya tengah sakit.Guru pengganti menyuruh para murid untuk mengerjakan tugas di buku LKS. Seperti biasa jika jam kosong, maka para siswa di bangku belakang tampak ribut. Sementara Rachel berusaha untuk berkonsentrasi mengerjakan soal-soal di LKS. Untungnya dia duduk bersama Mila.Saat tengah sibuk menulis jawaban, tiba-tiba Jonathan datang menghampirinya.“Cupu, lu udah selesai kerjain soalnya?”Rachel hanya melirik sekilas, lalu menjawab, “memang kenapa? Lu mau nyontek jawaban gue? Jangan harap gue kasih. Huh!” jawabnya ketus.“Pelit banget sih, lagian gue kan udah berjasa nganter jemput lu. Masak lu gak mau balas budi?” tanya Jonathan penuh harap.“Gue juga gak minta diantar jemput,” jawab Rachel dengan raut sinis. Lalu segera mengabaikan Jonathan dan kembali mengerjakan soal.“Sebenarnya sih gue ogah, tapi nenek sama bokap lu yang maksa,” cetus Jonathan. Mila yang sedari tadi mendeng
“Masuk!” suara pak Jeremy terdengar dari dalam setelah Jonathan mengetuk pintu. Jonathan pun segera membuka pintu dan masuk ke ruangan pak Jeremy.“Duduk!” perintah Jeremy ketika melihat murid bandel itu datang ke ruangannya.Namun Jo bergeming, hanya berdiri tak mengindahkan perintah sang Kepala Sekolah.“Kenapa anda memanggilku?” tanya Jonathan sembari menatap pak Jeremy dengan wajah datar.“Kemana kau pergi kemarin? Apa benar kau bolos sekolah?” tanya pak Jeremy menatap siswanya di balik kacamata bulatnya yang melorot.“Apa putramu yang mengadu?” Bukannya menjawab, Jonathan justru bertanya. Sudah berkali-kali dia menghadapi situasi ini. Jadi Jonathan sudah terbiasa bahkan tak ada rasa takut sama sekali.Pria berusia lima puluh tahun itu menghela nafas panjang. Tentu menghadapi siswa yang memiliki pengaruh di sekolahan akan terasa sedikit sulit. Nicholas sudah menjadi donatur tetap selama dua tahun lebih, sehingga Jeremy merasa sulit untuk memberi peringatan pada anak bandel itu.“
Jonathan yang baru saja keluar dari ruang guru, hendak melangkah menuju kantin. Namun di tengah perjalanan, Jessi menghadang langkahnya.“Jo, tunggu!” cegah Jessi sembari merentangkan kedua tangannya di depan Jonathan.“Ada apa lagi sih Jes?” tanya Jonathan dengan raut wajah tidak suka.Bukannya menjawab, Jessi justru balik bertanya, “tadi lu kenapa sih? Gak mau buka jendela buat gue, Jo?”“Gue buru-buru,” jawab Jonathan singkat sembari melangkah memutari Jessi.“Tapi kan gue cuma minta bukain jendela aja. Lu gak ada masalah kan sama kak Bara?” tanya Jessi sambil mengikuti langkah Jonathan.“Menurut elu?”“Maafin kakak gue, Jo. Emang kadang kakak gue terlalu posesif.”“Nah itu elu tahu! Kakak lu minta gue buat gak deketin elu, Jes. Jadi lebih baik kita jaga jarak. Lagian, pasti bokap lu juga gak suka sama cowok bandel kayak gue!” Jo memacu langkahnya lebih cepat, berharap Jessi menyerah dan berhenti mengikutinya.“Tapi Jo, itu kan urusan Kak Bara. Gue maunya sama elu,” tegas Jessi den
“Mila, mana Rachel?” tanya Jonathan saat dia memasuki kelas karena waktu istirahat kedua sudah berakhir.“Gue juga dari tadi nyariin Jo. Gue gak tau kemana Rachel. Padahal gue udah beliin makanan pesanannya dia, eh malah dianya pergi,” jawab Mila dengan wajah penuh kekhawatiran.“Terakhir kali lu lihat kemana dia?” tanya Jo lagi.“Ya tadinya dia di kelas Jo, baca buku. Ni bukunya saja masih di sini,” ucap Mila sembari menunjukkan buku Rachel di atas meja.“Trus?”“Gue balik Rachel udah gak ada. Gue udah nanya sama anak-anak lain, tapi gak ada yang tahu Rachel kemana. Atau mungkin ke toilet kali ya?”Jonathan segera melangkah keluar kelas. Namun saat berada di ambang pintu, guru bahasa Inggris datang.“Mau kemana kamu? Ayo masuk!” perintah guru muda itu sembari mendorong tubuh Jonathan.“Tapi Bu, saya mau cari Rachel.”“Kemana Rachel?”“Itu dia Bu, kalau saya tahu ya gak mungkin saya cari,” jawab Jonathan, lalu kembali melangkah.“Jonathan, masuklah! Mungkin saja Rachel sedang ke toile
Jonathan berdiri di depan pintu, mendekatkan daun telinganya di daun pintu. Suara tangisan itu semakin jelas terdengar.Bola matanya memutar seakan berpikir dan memastikan, jika itu adalah suara manusia, bukanlah suara makhluk halus.Namun mendadak suara itu berhenti. Angin bertiup menyentuh permukaan kulit Jonathan. Mendadak dia dibuat takut dan ragu.Apa memang benar apa yang sering dia dengar dari para murid lain, jika memang di gudang ini ada penunggunya?Mendadak tenggorokannya kering, Jo meneguk salivanya dengan berat. Mundur selangkah bersiap untuk pergi. Namun baru akan melangkah, terdengar pintu digedor dari dalam. Membuat langkahnya terhenti.“Bukain!! Siapapun di sana, tolong buka pintunya!!” teriak seorang wanita dari dalam.Jonathan yang baru melangkah beberapa meter sontak memutar tubuhnya kembali. Bukankah itu suara Rachel?Untuk meyakinkan dugaannya Jo kembali melangkah ke depan pintu gudang.“Chel, lu di dalam?” tanya Jonathan tepat di depan daun pintu.“Jo? Iya gue d
Bukannya memulangkan Rachel ke rumah, Jonathan justru membawa Rachel menuju ke rumahnya.“Jo, kok ke rumahmu? Aku mau pulang!” ucap Rachel ketika baru menyadari keberadaan mereka.Jonathan tak menjawab, justru memasukkan mobilnya ke dalam pekarangan rumah. Mematikan mesin mobil, lalu menoleh ke arah Rachel.“Masuklah! Ntar lu juga tahu alasan gue,” jawab Jonathan sembari melepas sabuk pengaman.Tanpa menunggu jawaban Rachel, Jo keluar mendahului. Bahkan meninggalkan Rachel yang masih bengong di dalam mobil.Mau tidak mau, Rachel terpaksa mengikuti Jonathan. Padahal saat ini, dia sangat ingin beristirahat di kamarnya sendiri. Terkunci di dalam gudang membuat tenaganya habis karena lelah menggedor-gedor pintu. Bahkan suaranya pun ikut habis karena terus berteriak dan menangis.Rachel menghela nafas panjang sebelum melangkah memasuki rumah bak istana itu. Hingga saat memasuki rumah, nenek Maria dan Debora terlihat menyambutnya. Melangkah beriringan menghampiri Rachel yang berdiri mematun
Tepat saat wajah Jo semakin mendekat, Rachel justru membuang mukanya ke samping dengan dada berdebar hebat.‘Cup!’Bibir Jonathan mendarat tepat di pipi kanan Rachel. Membuat bola mata Rachel semakin melebar. “Kyaaaa!!! Jo, apa yang kamu lakukan? Dasar mesum!!” teriak Rachel sembari mendorong dada Jonathan agar menjauh. Bahkan kakinya bergerak menendang paha Jonathan, namun malah mengenai selangkangannya.“Argghh!!!” Jonathan meringis kesakitan, ketika bagian intinya ditendang oleh Rachel. Tangannya mencengkram bagian intinya, tubuhnya berguling-guling di atas permadani. Karena memang posisi mereka sedang duduk di bawah.“Gila lu ya, nyuri kesempatan dalam kesempitan! Dasar otak mesum!" hardik Rachel seraya mengusap pipinya berkali-kali, untuk menghapus jejak bibir Jonathan di sana.Jonathan mengabaikan omelan Rachel, rasa ngilu di miliknya justru lebih mendominasi. Rasa sakit akibat tendangan Rachel yang kuat hingga membuat kepalanya pusing.“Ada apa kalian? Kenapa kamu Jo?” tanya D
Detik-detik terasa begitu lambat, Jonathan tak sabar ingin segera bertemu dengan Rachel. Bisa dia bayangkan, bagaimana ketakutannya Rachel saat dirinya tersesat di tempat asing. Mungkin saja gadis itu kini sedang menangis karena ketakutan, apalagi hari sudah cukup larut.Berulang kali Jonathan menghirup nafas dalam-dalam, mencoba untuk menahan gejolak emosi yang terus menyeruak di dalam dada.“Pak, masih jauh?” tanya Jonathan pada supir taksi.“Tidak mas, mungkin sepuluh menit lagi.”Ponsel Jonathan kembali berdering. Kini terlihat nama papa Jacob di layar.“Halo, om?”“Jo, dimana kamu? Sudah bertemu Rachel?” tanya pria dari seberang telepon.“Sebentar lagi Jo sampai, Om. Ini masih dalam perjalanan. Mungkin sekitar sepuluh menit lagi sampai.”“Jo, tolong hubungi papa jika sudah ketemu Rachel.”Panggilan pun berakhir, Jonathan kembali menyimpan ponselnya. Melirik ke arah tas ransel milik Rachel di sebelahnya.Tangannya terulur mengambil tas itu untuk diletakkan di atas paha. Jarinya be
Sebuah truk dengan muatan bahan bangunan terlihat dari kejauhan, Rachel melambaikan kedua tangan untuk mengisyaratkan pengemudi truk agar berhenti. Berharap mendapatkan pertolongan dari orang itu. Dan sesuai harapan, truk berwarna kuning itu berhenti. Rachel segera berjalan menghampiri. Sang supir truk mengeluarkan kepalanya lewat jendela. “Ada apa, dik? Ada yang bisa bapak bantu?” teriak sang supir truk berusia empat puluhan dengan wajah mengerut. Melihat gadis seusia putrinya berjalan sendirian di jalanan sepi, membuat rasa iba muncul dalam hatinya. Rachel mendongakkan kepala ke atas. “Pak tolong saya, saya tersesat. Bisakah bapak mengantar saya?” “Dimana rumahnya dik?” tanya pak supir sembari melihat ke sekeliling. Tak ada satu orangpun terlihat di sepanjang jalan yang sudah gelap. “Rumah saya jauh pak, saya bukan orang sini. Tadinya saya sedang ikut kegiatan study tour. Tapi entah apa yang membuat saya tersesat, saya masih mengingatnya.” Melihat wajah gadis yang memelas itu,
"Jo, Rachel gak ada di bus. Gue udah bilang ke Bu Lastri," ucap Mila saat panggilan terhubung. Berita menghilangnya Rachel mulai tersebar di kalangan guru dan murid-murid. Setiap peserta ditanya satu persatu oleh Bu Lastri selaku wali kelas, juga guru pembimbing di bus 12B. Tak ada satu orang pun yang mengetahui kemana perginya Rachel. Selain dari pengakuan Mila dan teman-teman satu mejanya, jika terakhir kalinya Rachel berpamitan ke toilet sebelum gadis itu menghilang. Perjalanan terpaksa ditunda. Bu Lastri menyampaikan hal ini pada guru-guru yang lain. Mereka pun segera berpencar untuk mencari keberadaan muridnya. Jonathan tampak panik, sedari tadi dia mengelilingi bangunan resto hingga berkali-kali. Namun tak juga menemukan keberadaan Rachel. Hari sudah semakin gelap, matahari pun sudah tenggelam di peraduan. Rasa khawatir dalam hati Jonathan pun semakin menjadi-jadi. Saat tengah berpikir, dua temannya menghampiri Jonathan yang tengah berjalan mondar-mandir. “Jo?” su
Jonathan merasakan bahagia yang teramat sangat. Meskipun dia tak mendengar jawaban dari bibir Rachel secara langsung, namun cukup dengan anggukan Rachel sudah mampu meyakinkan diri jika perasaan cintanya telah disambut.Hari ini Jonathan akan mencatat dalam memorinya, hari dan tanggal mereka jadian.Rachel kini adalah kekasihnya, status itu tentu akan memperkuat hubungan mereka sebelum menuju ke jenjang yang lebih serius.Tak ada lagi yang berani mengganggu Rachel, termasuk Jessi. Jonathan akan berada di garda terdepan melindungi Rachel dari para pengganggu.Saat langkah mereka tiba di ambang pintu resto, Rachel menarik tangannya dari genggaman Jonathan. Membuat pemuda itu menoleh dengan raut bingung.“Kenapa Beb?”Deg, Rachel terkesiap mendengar panggilan Jonathan padanya. Apakah semua orang akan memanggil dengan sebutan itu, ketika sudah berpacaran? Seperti Mila dan Rayjendra.“A-aku mau makan sama Mila,” jawab Rachel sembari menundukkan pandangan. Baru kali ini dia merasa sangat ma
Jessi dibuat melongo dengan kata-kata yang keluar dari mulut Jonathan. Bagaimana tidak, jika dia mendengar langsung pengakuan dari pemuda itu?“Apa lu bilang, Jo? Calon istri?” tanya Jessi dengan tatapan tak percaya. Berusaha menarik lengan pemuda itu agar mau melihat ke arahnya, namun Jonathan justru membantu gadis Cupu itu.“Lu gak apa, Chel? Ada yang luka?” tanya Jonathan dengan tatapan menelisik pada baju Rachel yang sedikit kotor terkena rumput kering.Mila yang lebih dulu berdiri menatap ke arah Jessi dengan remeh sembari berkata, “tuh kan apa gue bilang. Lu gak budeg kan? Telinga lu masih bisa mendengar? Ngapain lu masih di sini?” tanya Mila ketus.Wajah Jessi tampak memerah. Pertanyaannya bahkan belum sepenuhnya dijawab oleh Jonathan, justru kini dia diserang oleh gadis gembel yang dia benci.“Gue gak percaya, gue gak akan percaya sampai gue melihat bukti itu sendiri!” tukas Jessi berusaha menutupi rasa kecewanya.Mila tersenyum sinis, “bukti apa lagi? Lu kan udah denger sendi
Rachel segera beranjak dari ranjang menghampiri Jonathan dan segera mengunci pintu.“Gawat, terus gimana Jo? Bisa gawat kalau yang lain tahu lu ada di sini!”Rachel tampak panik, namun segera memikirkan langkah yang tepat. Hingga akhirnya tercetus satu ide untuk mengeluarkan Jonathan dari kamarnya tanpa diketahui orang lain.“Jo, sini deh! Lu keluar lewat sini,” perintah Rachel sembari membuka lebar kaca jendela.Jonathan tampak masih bingung, tak berpindah dari posisinya. Hingga terdengar ketukan pintu dari luar. Suara Mila terdengar memanggil nama Rachel.Karena tak sabar, Rachel segera menghampiri Jonathan dan menarik tangannya.“Buruan Jo! Cepetan, kalau gak mau kena masalah!” Rachel berusaha mendorong tubuh jangkung itu agar mau menaiki jendela yang tingginya hanya sebatas paha.“Tapi Chel, jendelanya kecil. Mana muat badan gue?” “Dicoba dulu!” Rachel kembali mendorong tubuh Jonathan.“Aduh, batang gue nyangkut Chel!” seru Jonathan ketika setengah tubuhnya keluar, namun miliknya
“Chel, akhirnya lu..” Ucapan Jonathan mengambang di udara, ketika yang dilihatnya justru seorang wanita aneh dengan pakaian seksi. Wanita dengan riasan menor, dengan bulu mata palsu berlapis. Juga bibir tebal dengan lipstik merah menyala. Mata Jonathan terbelalak mengawasi wanita yang seperti makhluk jadi-jadian itu. Mulai melangkah mundur, selangkah demi selangkah tatkala wanita itu berjalan gemulai ke arahnya. “Hay ganteng! Butuh kehangatan?” ucap wanita itu dengan suara bariton yang sengaja dibuat mendayu. Jonathan bergidik ngeri melihat sosok yang sama menakutkannya dengan hantu di film horor. “Tidak Om, eh.. Tante. Saya mau cari pacar, eh.. maksudnya istri saya,” jawab Jonathan dengan senyum yang terlihat kaku. Dadanya semakin berdegup kencang, kala wanita aneh itu terus melangkah maju ke arahnya. “Jangan panggil Tante dong, eike masih muda keles.” “Eit! Tante mau ngapain?” tanya Jonathan dengan sikap siaga. Meletakkan kedua tangannya menyilang di depan dada. “Bener, you
Rachel menekan dada Jonathan untuk menjauhkan tubuhnya, namun supir bus mengerem mendadak. Membuat tubuh Rachel malah semakin melekat, hingga pipinya menempel pada dada Jonathan.Dag, Dig, Dug!Bunyi detak jantung Jonathan begitu jelas terdengar di telinganya. Rachel sedikit mendongakkan kepala, terlihat pemuda itu menahan nafas dengan wajah memerah.Terdengar beberapa murid perempuan yang berteriak histeris, bahkan ada beberapa yang beranjak dari bangku untuk melihat ke depan. Untuk melihat, hal apa yang membuat bus berhenti mendadak.Tangan Jonathan terulur memegang kedua bahu Rachel, lalu mendorong agar gadis itu kembali duduk di posisinya. Tentunya dengan gerakan lembut dan sangat hati-hati.“Gue bisa kehilangan akal sehat, kalau posisi lu terlalu dekat,” ujarnya setengah berbisik, membuat Rachel tersadar dan segera membuang pandangannya ke samping.Jonathan pun beranjak dari kursi, melihat ke depan. Ternyata bus berhenti karena ada seekor anjing melintas. Setelah hewan berkaki em
“Ya, gue cemburu, Chel!”Mata Rachel melebar setelah mendengar ucapan Jonathan dengan wajahnya yang serius itu. Lidahnya mendadak kelu, tak mampu berkata-kata.“Lu milik gue, dan gue gak ijinin siapapun deketin lu! Gue harap lu paham,” lanjut Jonathan. Diraihnya tangan Rachel yang terkulai di atas meja. Lalu menggenggamnya erat, seraya mengusapnya dengan kedua ibu jarinya.Rachel menelan salivanya dengan susah payah, mendadak tenggorokannya terasa kering. Degup jantungnya terus berpacu.“Kalau gue gak boleh dekat sama Nolan, lalu lu sendiri kenapa masih dekat sama Jessi,” balas Rachel sembari membuang pandangannya ke samping.“Lu kan tahu sendiri, bukan gue yang deketin Jessi. Tapi dia yang terus deketin gue.” Jonathan coba menjelaskan.“Tapi kalian cocok kok, sama-sama tinggi dan idola,” sahut Rachel dengan suara lirih. Wajahnya terlihat kesal, bibirnya pun mengerucut. Hal itu terlihat di pandangan Jonathan, meskipun gadis itu berusaha menghindari kontak mata dengannya.“Lu cemburu?”