Jonathan berusaha mengejar Rachel. Entah apa dipikiran gadis itu sampai tak mengingat arah jalan. Beruntung langkah Rachel lambat, sehingga dengan cepat Jo bisa mendapatkan Rachel. “Cupu, berhenti!” sentak Jonathan sembari menarik kepangan Rachel. Membuat langkah Rachel terhenti. Posisinya masih membelakangi Jonathan, Rachel tidak ingin Jo melihat wajah sedihnya. “Gue mau pulang, Jo. Jangan tahan gue!” ucapnya lirih berharap Jo tidak menahannya. “Lu mau pulang kemana? Jalan lu salah, harusnya belok sana bukan ke sini!” tegas Jonathan. Sontak membuat Rachel terdiam dan menoleh ke belakang, “Sorry, gue lupa!” ucap Rachel dengan senyum kaku. “Makanya, jangan asal ngeloyor pergi kalau gak tahu jalan. Ayo ikutin gue!” perintah Jonathan. Mereka kembali melangkah beriringan. Kali ini Jonathan berusaha mengimbangi langkah Rachel yang lamban, agar gadis itu tidak tertinggal lagi. Tak lama mereka melangkah, langit terlihat semakin gelap dan tampak mendung. Entah jam berapa sekarang, t
“Jonathan? Lu dah balik?” suara Jessi menyentak lamunan Jonathan.Dia menegakkan pandangan untuk menatap Jessi yang terlihat senang melihatnya.“Jo, lu kemana aja? Ray cerita kalau lu nyari si Cupu yang tersesat, benarkah?” tanya Jessi dengan tatapan menelisik.Jessi berharap Jonathan menjawab tidak, namun saat matanya menangkap sosok Rachel dari balik tubuh Jo, membuatnya kecewa. Ternyata benar apa yang dikatakan Ray.“Bukan tanggung jawab lu kali Jo kalau si Cupu tersesat. Bukankah masih ada guru yang bisa mencarinya?” ujar Jessi lagi, padahal Jo belum menjawab pertanyaannya yang tadi. Namun Jessi tampak ribut sendiri.“Gue capek Jes, mau istirahat!” balas Jonathan sembari melangkah melewati Jessi.“Jo, tunggu! Gue ikut!” ujar Jessi sembari berjalan di samping Jonathan.Jo melangkah menuju tendanya, dan segera masuk untuk mengambil baju ganti. Saat dia keluar, Jessi masih berdiri di depan tendanya.“Lu mau ikut?” tanya Jonathan yang tampak heran dengan Jessi.Jessi pun mengangguk.“
Setelah menyelesaikan permainan, guru pembina menyuruh para peserta untuk istirahat di tendanya masing-masing. Dan untungnya hujan tidak kembali turun. Sehingga mereka bisa lebih nyaman beristirahat.Rachel tengah duduk di depan tenda dengan teman-temannya.“Chel, lu kok bisa nyasar sih tadi? Apa benar tadi Jonathan yang gendong lu sampai sini?” tanya Mila yang sedari tadi penasaran. Dan hanya bisa mendengar desas desus dari teman-temannya.“Kaki gue terkilir, Mil. Kalau gak sakit sih mending gue jalan sendiri. Lagian gue terpaksa,” jawab Rachel.“Seriusan lu terpaksa? Gue kok ngerasa ada sesuatu antara lu dan si Jo,” ucap Mila lagi.Tepat setelah Mila berkata, Jonathan melintas di depan tenda mereka. Membuat Mila membungkam mulutnya dengan telapak tangan.Namun Rachel belum menyadari kehadiran Jonathan karena posisinya yang membelakangi.“Iyalah, gue gak ada hubungan dengan si Tengil itu! Sampai kapanpun gue gak bakal punya perasaan sama Jonathan!" tegas Rachel dengan penuh keyakinan
“Keluar!!” hardik Rachel dengan tatapan tajam.“Sabar dong! Lagian salah siapa mandi tapi gak kunci pintu! Hah?” balas Jonathan tanpa rasa bersalah.“Toilet kan ada banyak, ngapain lu gak ke toilet lain? Hah!” sanggah Rachel tak kalah ketus.“Gue nyari yang paling deket, gak tahu gue kalau ternyata ada lu,” kilah Jonathan, tanpa sadar matanya menelisik tubuh Rachel. Meskipun tubuhnya sudah tertutup, ada gelegar aneh yang mengisi hati dan pikiran Jo. Rachel kembali mengambil pasta gigi dan melemparnya ke arah Jonathan yang masih tak mau pergi.“Jangan lihat-lihat! Pergi!” teriak Rachel ketus.“Lagian apa juga menariknya lu, gak ada!” Jonathan segera membalikkan badan dan membuka pintu untuk keluar.Dengan cepat Rachel segera melangkah menuju pintu dan menguncinya.Dia merasa kesal pada sikap Jonathan yang tak sopan. Bisa-bisanya pemuda itu masuk tiba-tiba tanpa rasa bersalah sedikitpun. Tidak! Rachel serasa dipermalukan.Rachel mulai memungut botol sampo dan pasta gigi yang terjatuh d
“Nolan? Kok lu di sini?” tanya Rachel saat menyadari sosok itu adalah temannya Nolan.Namun sebuah tangan mendorongnya hingga masuk ke dalam ruangan itu, dan orang itu dengan cepat menutup pintu lalu menguncinya. Membuat Nolan juga Rachel sama-sama terkejut. Mereka segera melangkah cepat menuju pintu.“Bukain dong!” teriak Rachel sembari menggedor-gedor pintu. Namun yang terdengar hanya suara langkah kaki yang bergerak menjauh.Rachel dan Nolan masih terus menggedor, berharap ada seseorang yang melintas di depan bangunan itu dan membukakan pintu untuk mereka.Namun hingga tangannya lelah menggedor, tak ada satupun yang membuka. Bahkan Rachel merasa jika di luar tidak ada seorang pun.Suasana di dalam terlihat gelap, hanya ada satu sumber penerangan di atap yang salah satu gentengnya berwarna transparan.“Siapa yang nyuruh lu kesini, Lan?” tanya Rachel menelisik. Kedua orang terkunci dalam satu ruangan, tentu bukanlah hal yang tak disengaja. Pasti ada satu orang yang sengaja menjebak m
Jonathan bahkan sampai keluar dari barisan, setelah mendengar kabar hilangnya Rachel. Lagi dan lagi gadis itu membuat hidupnya repot. Sore nanti mereka sudah pulang, bagaimana ceritanya jika dia pulang tanpa Rachel?Para guru pembina pun berpencar untuk mencari Rachel dan Nolan.Setelah mendesak Jessi, akhirnya gadis itu mengaku jika menyuruh Nolan ke gudang kayu untuk mengambil sapu.Beberapa guru segera melangkah menuju gudang kayu yang di maksud. Dimana posisinya berada di dalam hutan pinus berjarak beberapa puluh meter dari mushola.“Wah kayaknya bakal seru nih!” ucap salah satu siswa yang terdengar di telinga Jonathan.“Si Culun dan si Cupu terjebak di gudang, wah kayaknya kita harus lihat!” terdengar suara Rayjendra menjawab.“Yoi, jangan sampe kelewat!” seru yang lain.Hal itu tertangkap jelas di pendengaran Jonathan, hal itu membuatnya segera mengikuti langkah teman-temannya.Namun belum sempat Jo sampai ke lokasi, Jessi menghampiri.“Jo, kita ke tempat lain aja yuk! Lagian b
Jacob mengisyaratkan agar pemuda itu mendekat. Sebelum menuruti perintah papa Rachel, Jonathan melihat ke sekelilingnya. Tatapan aneh dan penasaran dari teman-temannya.Jonathan menghela nafas berat, setelah akhirnya dia melangkah mendekati mobil Jacob.“Hay om Jacob, apa kabar?” tanya Jo sekedar basa-basi.“Om yang harusnya bertanya. Bagaimana kabarmu? Apa Rachel merepotkan mu?” ujar Jacob dengan senyum ramah.Jonathan melayangkan tatapan sinisnya ke arah Rachel yang terlihat panik. Hingga akhirnya dia menjawab, “tidak om, Rachel tidak pernah merepotkanku. Dia anak yang baik,” ucap Jonathan dengan penuh penekanan di setiap kata-katanya.Di pendengaran Rachel, tentu jawaban Jonathan terdengar seperti sebuah sindiran. Bagaimana tidak? Rachel merasa sangat merepotkan Jonathan. Bahkan membuat pemuda itu lelah karena harus menggendongnya.“Kamu mau langsung pulang? Atau mau mampir ke rumah dulu? Nenek sudah memasakkan makanan enak untukmu,” ujar Jacob menawarkan.“Hum, mungkin lain kali o
“Jes, jalan pakai mata dong!” sentak Mila kesal sembari membantu Rachel.Namun Jessi mengabaikan ucapan Mila, menatap sinis tanpa rasa bersalah. Melanjutkan langkah memasuki kelas dan menghampiri meja Jonathan.“Gila ya, songong sekali Jessi! Pasti sengaja dia nabrak elu, mana gak mau minta maaf. Dasar ya tu orang, terus aja bikin masalah,” gerutu Mila dengan bibir mengerucut.Rachel terdiam mendengar gerutuan sahabatnya, namun sudut matanya mengikuti arah Jessi berjalan, dimana kini sudah berada di depan meja Jonathan.Entah apa yang tengah Jessi bicarakan pada pemuda tengil itu. Rachel tak menangkap pembicaraan mereka, karena posisinya yang cukup jauh.“Chel? Lu liat apa sih?” ucapan Mila sontak membuat Rachel membuang pandangannya.“Ayo ke kantin!” Rachel menarik tangan Mila, karena takut dicurigai. ***Saat pelajaran kedua, keadaan Jonathan semakin memburuk. Bahkan suhu tubuhnya meningkat. Sehingga guru memintanya untuk beristirahat di UKS.Meskipun Jonathan terus menyangkal jika
Jonathan melepaskan genggamannya ketika langkah mereka tiba di depan pintu kamar presidential suite. Mengeluarkan carlock dari saku jasnya, lalu membuka pintu kamar.Jonathan terlebih dulu memasuki kamar untuk menghidupkan beberapa lampu penerangan. Memastikan jika kamar pengantin mereka sudah ditata sesuai keinginan.“Mau berendam, Bae? Kalau lagi capek, berendam air hangat bisa ngilangin rasa lelah,” ujar Jonathan seraya memutar tubuh untuk melihat pada Rachel, namun calon istrinya itu masih berdiri mematung di depan pintu.Jonathan menghela nafas singkat, kembali menghampiri Rachel yang terlihat ragu untuk masuk.“Kenapa? Katanya mau istirahat? Ayo masuk!” Jonathan mengulurkan tangan kanannya, berharap istrinya itu menyambut.Debaran di dada Rachel semakin bertalu. Telapak tangannya pun terasa semakin dingin. Sungguh dia takut dan sangat grogi.Tak sabar menunggu, Jonathan pun meraih tangan Rachel. Membawanya masuk ke kamar, lalu segera menutup kembali pintu.Memasuki kamar mewah y
Malam ini? Apa itu artinya malam ini Rachel harus melakukan malam pertama?Oh, tidak! Rachel terus saja memikirkan ucapan Jonathan saat di mobil tadi. Berusaha mencari cara serta alasan untuk menolak ajakan Jonathan.Memiliki suami seperti Jonathan adalah sebuah keberuntungan. Selain karena keinginan mendiang Jacob, Rachel mengakui jika Jonathan merupakan pemuda baik dan bertanggung jawab. Memiliki wajah tampan dan juga pewaris tunggal keluarga Lesham. Namun ada satu hal yang kurang, otak Jonathan yang sebagian besar diisi dengan pikiran-pikiran mesum.Melakukan malam pertama setelah resmi menikah, tentu adalah sebuah keharusan. Namun membayangkan apa yang akan suaminya lakukan nanti, membuat Rachel dilanda rasa takut dan gelisah.Saat Jonathan menciumnya di mobil saja sudah membuat jantungnya berdebar hebat, apalagi jika nantinya Jo melakukan sentuhan fisik yang lebih lagi. Bisa-bisa membuat Rachel sesak nafas!“Bae, kok ngelamun? Mikirin sesuatu?” Suara Jonathan menyentak kesadaran
Rachel merasakan ada getaran hebat ketika pandangannya beradu dengan mata Jonathan. Rasa gugup dan takut semakin bertambah, sama persis dengan apa yang diucapkan nenek Maria tadi. Alunan musik lembut mengiringi langkah pengantin wanita. Kini Rachel menjadi pusat perhatian para tamu undangan yang tampak terkagum dengan pesona calon menantu keluarga Lesham. Nicholas menuntun langkah Rachel hingga di depan altar pernikahan. Senyum penuh kharisma yang jarang sekali diperlihatkan, kini Nicholas tunjukan di depan umum. Rasa bangga akan memiliki calon menantu sesuai dengan keinginan dan harapan. Langkah Nicholas terhenti tepat di depan putranya. Dengan penuh keyakinan dia meraih tangan kanan Rachel, lalu menyerahkannya pada Jonathan. “Lakukan tugasmu! Jadilah suami yang baik untuknya! Jaga dan lindungi istrimu!” Wejangan Nicholas pada putranya, sebelum kembali duduk di bangku jemaat, di samping istri dan keluarganya. Jonathan terkesima melihat betapa cantik dan mempesonanya Rachel saat i
Jonathan berusaha melihat ke layar ponsel milik maminya, namun secepat kilat wanita itu mematikan panggilan video, mengalihkannya ke panggilan suara. “Nat, kalau menurutmu ada yang kurang atau perlu ditambah, kamu tinggal bilang ke tukang riasnya. Aku percayakan penampilan Rachel padamu. Sampai jumpa nanti!” Debora segera mematikan panggilan setelah mendengar jawaban dari calon besannya. Jonathan yang sedari tadi penasaran ingin melihat penampilan calon istri, semakin dibuat kesal oleh sikap maminya. “Kok dimatiin sih, Mi?! Jo kan juga mau lihat, huh!” gerutu Jonathan dengan bibirnya yang mengerucut. “Sabarlah, Jo. Nanti juga kamu bisa lihat Rachel sepuasnya. Sekarang fokuslah sama penampilanmu!” jawab Debora sengaja mengabaikan keinginan putranya. Bukan tanpa sebab, melainkan agar menjadi sebuah kejutan. Jonathan terdiam, namun raut wajahnya masih terlihat kesal. Debora terkikik dalam hati karena merasa telah berhasil mengerjai putra semata wayangnya itu. “Yang jelas, calon istr
Seperti janjinya tadi, Jonathan akan segera pergi setelah menyelesaikan misi. Memberi kejutan di hari ulang tahun Rachel dan menjadi orang pertama yang memberi ucapan selamat ulang tahun. Dengan bantuan Prasetyo, Rachel membawa barang-barang pemberian Jonathan ke dalam kamarnya. Kini Rachel sudah berada di dalam kamar, memandangi hadiah yang begitu banyak. Berbagai macam boneka dari ukuran kecil hingga ukuran besar memenuhi ranjang. Tatapan Rachel tertuju pada gelang yang melingkar di pergelangan tangannya. Kini sudah tersemat tiga charm di gelang Pandora itu. Jemarinya menyentuh salah satu charm terakhir pemberian Jonathan tadi. Infinity heart dangle charm. Charm dengan bentuk hati berwarna merah muda, dengan lambang infinity di salah satu sisinya. “Seperti janji gue dulu, gue akan penuhin gelang ini dengan charm sesuai dengan momen spesial kita.” Ucapan Jonathan tadi yang masih terngiang di pikiran Rachel. Bahkan tadi Jonathan sendiri yang memasangkan charm itu pada gelang Rach
Rachel berjalan mondar-mandir di depan pintu kamar, setelah mendapat panggilan telepon dari Jonathan. Pemuda itu memintanya keluar, namun Rachel tampak ragu. Esok adalah hari pernikahan mereka. Apa gerangan yang membuat Jonathan ingin menemuinya malam ini? “Ngapain sih, Jo?! Ini udah malam, besok juga ketemu,” ujar Rachel tadi. “Pokoknya lu harus keluar, sekarang! Gue tunggu! Gue gak akan pergi sampai lu keluar!” Seperti biasa, keinginan Jonathan yang tak bisa dibantah, membuat Rachel mendesah kesal namun akhirnya mengiyakan perintah Jo. Kini haruskah dia keluar? Bagaimana kalau nenek Maria atau mamanya tahu? Bukankah seharian ini nenek Maria dan Natasya mewanti-wanti Rachel agar tidak keluar rumah? Rachel menghela nafas panjang. Setelah cukup lama berpikir, akhirnya dia memutuskan untuk tetap di kamar, mengabaikan perintah Jonathan. Diraihnya kembali ponsel dari atas meja belajar, lalu segera mengetikkan pesan singkat pada Jonathan, meminta pemuda itu untuk segera pulang.
Mendengar ciri-ciri dari penjelasan suster tentang perempuan yang mengaku sebagai penolong putranya, tentu Jeremy membutuhkan waktu lama untuk menebak siapa sosok perempuan itu.Bara sudah berkali-kali membawa teman wanitanya main ke rumah. Bahkan dari sekian banyak wanita yang dikencani putranya itu, tak satupun Jeremy dekat dan mengenalnya.Jeremy mendesah panjang. Kini dia sudah kembali berada di ruang rawat, duduk di samping ranjang Bara.Pikirannya penuh dengan berbagai pertanyaan. Jika perempuan itu bisa dikatakan mengenal putranya karena mengetahui kunci sandi dari layar ponsel Bara, lalu mengapa justru dia pergi meninggalkan putranya dalam keadaan seperti ini? Setidaknya menunggu hingga dirinya sampai di rumah sakit.“Pap..” Suara lirih Bara membuyarkan lamunan Jeremy. Segera dia beranjak dan mendekati putranya.“Bar, kamu sudah sadar? Syukurlah..” Jeremy merasa lega ketika melihat kedua mata putranya terbuka.Namun tak lama, wajah Bara tampak meringis kesakitan. Sontak membua
Karena panik, Jonathan segera membungkam mulut Rachel agar tak memancing respon orang-orang di luar.“Mphhhh…” Teriakan Rachel terbungkam karena telapak tangan Jonathan yang menutup mulutnya.“Please, jangan teriak Bae!” bisik Jonathan dengan raut memohon. Tak bisa dibayangkan jika tiba-tiba nenek Maria mengetahui keberadaannya di kamar cucu kesayangannya.Mata Rachel melotot, tangannya terulur hendak melepaskan tangan Jonathan dari mulutnya.“Keluar dulu, gue mau ganti baju!” perintah Rachel tatkala berhasil melepaskan tangannya Jonathan dari bibirnya. Segera mengeratkan lilitan handuk di depan dada, lalu melangkah cepat kembali ke kamar mandi.Blam!Pintu kamar mandi tertutup. Jonathan masih tertegun di posisinya. Berusaha menetralkan detak jantungnya yang terus bertalu sedari tadi melihat Rachel dalam balutan handuk. Terlihat sangat seksi!Bayangan akan kejadian lalu berputar kembali. Ketidaksengajaan saat dirinya melihat tubuh polos Rachel, ketika berada di toilet umum tempat berk
Selama di perjalanan pulang Rachel terdiam duduk di kursi penumpang samping Jonathan yang tengah menyetir. Jonathan ingin mencicipi nya? Apa maksud ucapan pemuda tengil itu? Rachel mencoba memahami arti dari ucapan Jonathan tadi. Apa mungkin saja maksud pemuda itu hanya ingin dirinya membuatkan masakan agar nantinya bisa mencicipi? Ya, mungkin saja itu maksudnya. Jika setelah menikah nanti Jonathan menuntutnya untuk memasak setiap hari, maka Rachel tak perlu merasa kesulitan melakukannya. Bukankah itu salah satu tugas istri, seperti yang pernah dia baca di buku pernikahan? “Ehm.. lagi mikirin apa?” tanya Jonathan seraya menoleh sekilas ke samping. Pemuda itu tampak penasaran dengan raut wajah kekasihnya yang tampak sedang memikirkan sesuatu. “Enggak ada, gue cuma lagi mikirin resep masakan yang bisa gue bikin biar lu bisa nyicipin,” ujar Rachel dengan polosnya. Sontak membuat Jonathan sangat terkejut, hingga menghentikan mobilnya mendadak di bahu jalan. “Astaga, ngapain malah mik