Mau tidak mau akhirnya Amira harus mengikuti langkah Erzhan hingga keduanya duduk bersisian di dalam mobil. “Kenapa menangis?” Perhatian pria ini tercuri pada mata sembab Amira.Wajah Amira segera berpaling. “Bukan urusan kamu!” ketusnya karena dia harus membuat Erzhan menjauhinya jika dia tidak berhasil menjauhi si pria seperti saat ini, saat Erzhan terus mengejarnya.“Baiklah, aku tidak akan bertanya apapun lagi tentang privasi kamu. Tapi berhentilah menjauhiku.” Erzhan tidak berbasa-basi. Tatapan matanya terus mengarah pada Amira walaupun si gadis tidak memandangnya.“Aku tidak mau bertemu denganmu lagi!” Sikap Amira semakin ketus dan dingin.“Apa karena pertemuan dengan orangtuaku yang membuat kamu begini” Abaikan papa, sudah berulang kali aku katakan.”“Kamu yang harus aku abaikan.” Leher Amira tidak pernah menoleh sedikit pun pada Erzhan.“Ami, aku mohon, jangan seperti ini terus ....” Erzhan tidak enggan memohon, tetapi hanya pada Amira dan Maria.Amira hendak meninggalkan mobi
Amira kembali menemui Farhan. “Kakak boleh pinjam lima juta?” Gadis ini tidak berbasa-basi hingga keponakannya menghentikan permainan gitarnya, disimpan di sisinya. “Boleh, Kak.” Anggukan ditambahkan. “Tapi ... tidak tahu kapan Kakak akan mengembalikannya,” jujur Amira supaya Farhan tidak berharap uangnya segera kembali. Farhan menyodorkan sebuah snek yang menjadi camilannya. “Jangan terburu-buru, Farhan tidak akan menagih.”“Baikkah ...,” desah Amira, “terimakasih ya.” Entah apa yang harus dilakukannya pada Farhan untuk membalas budi baik keponakannya. Jadi, saat mendapatkan uang sebesar lima juta Amira barusaja kembali ke kediamannya. Dahi gadis ini berkerut dalam saat melihat ibunya memersiapkan banyak kardus, kemudian perasaan cemas merajang, “Ma, apa rumahnya sudah Mama jual? Tapi kan Ami sudah meminta waktu untuk mencari uang supaya Ami bisa berhenti menjadi trainee!” “Sssttt,” desis Fatma dengan lembut, “bicaranya jangan keras-keras, bos kamu sedang ikut ke kamar mandi.”“
Keesokan paginya Amira mengunjungi Farhan di universitas karena dirinya terlambat mengunjungi keponakannya di rumah. “Ini uang lima juta kemarin, Kakak sudah tidak membutuhkannya. Maaf ya, kemarin Kakak jadi membuat kamu ke ATM.” Amplop cokelat disodorkan. Namun, Farhan tidak segera menerimanya. “Kakak simpan saja dulu, mungkin suatu saat Kakak perlu. Lagian itu uang tabungan kok bukan uang yang nantinya akan dipakai buat hal penting.”“Tapi takutnya nanti kepakai.” Ini adalah pengalaman pertama Amira meminjam uang jadi dirinya merasa tidak tenang saat menyimpan hak oranglain.Farhan terkekeh, “Uang kan memang buat dipakai Kak. Walaupun tabungan, tapi kan suatu saat kepakai juga.” Telapak tangannya mendorong amplop cokelat itu dengan perlahan. “Kakak simpan saja dulu.”Amira membuang udara pendek. “Benar, Kakak boleh menyimpannya dulu?” Amira tidak lantas menerima begitu saja kebaikan Farhan yang mungkin sudah menabung dengan susah payah. “Simpan saja, Kak.” Senyuman teduh Farhan, “
Erzhan tidak memberikan jawaban karena persyaratan yang diberikan sang ayah tidak dapat dipenuhinya. Jadi Maria kembali berkata dengan sangat lembut, mencoba memberikan usulan secara tidak langsung, “Nak, kembalilah bekerja di perusahaan papa ....” Saat kalimat ibunya telah usai, barulah Erzhan menyahut, “Erzhan memang ingin kembali ke perusahaan, tapi ... sayangnya Erzhan tidak akan bisa jika tidak mengecewakan papa dan mama karena saat ini Erzhan sangat menginginkan Amira dan ingin menikahi Amira secepatnya.”“Erzhan!” Cakrawala tidak dapat menahan diri maka dia menghardik putranya di hadapan istrinya.“Pa ....” Maria segera angkat bicara sebelum emosi Cakrawala semakin meledak-ledak. Kini, suaminya mendesah penat dengan penuh kekesalan, tetapi pria itu tidak membuka mulutnya sama sekali hingga wanita ini memiliki lebih banyak kesempatan untuk bicara, “Pa ... bukankah lebih baik kita memikirkan kebahagiaannya Erzhan. Mungkin putra kita akan lebih bahagia jika bersama wanita pilihan
Saat ini Erlangga berhasil menghubungi kekasih gelapnya, tetapi obrolan keduanya sangat propesional karena ini adalah lingkungan terlarang untuk mengumbar kemesraan. “Ini saya, Erlangga. Saya mendapatkan kunjungan dari ibu kamu. Jika bisa, datanglah ke ruangan saya.”“Hah, mama ada di ruangan bapak?” kaget dan heran Tasya.“Iya, ibu kamu sedang berada di ruangan saya. Apa saya mengganggu jadwal kamu jika mengundang kamu datang kesini sekarang juga?” Nada suara berwibawa Erlangga selayaknya seorang petinggi. “Eu ... ya sudah, Tasya kesana,” ragunya, tetapi dirinya harus mengetahui tujuan ibunya datang kemari. Gadis ini menerka-nerka, “Apa mama akan memermasalahkan tentang kak Ami lagi? Astaga ... kasihan sekali kakak, padahal barusaja kakak mendapatkan penyerangan dari seorang wanita!” Tasya akan sangat menyayangkan sikap ibunya jika dugaannya benar. Tidak lama waktu yang ditempuhnya menuju ruangan Erlangga karena saat ini dirinya sedang tidak memiliki jadwal apapun. Ketukan pintu ha
Fatma segera membelalakan matanya sangat gembira. “Jadi anak mama sudah punya pacar. Lalu ... pacarnya anak mama orang penting di sini, orang kaya!” Sumringah Fatma melebihi saat pertama kali dirinya mengenal cinta. Tasya tidak ingin melanjutkan pembahasan ini, tetapi karena nasi sudah menjadi bubur akhirnya dia harus tetap menyelesaikannya. “Iya Ma, orang penting di gedung ini, dia juga orang kaya. Jadi sebagian besar biaya hidup Tasya dari dia.”“Ya Tuhan ....” Rasa syukur berlimpah diucapkan Fatma pada Tuhannya karena putrinya mendapatkan takdir baik di sini. Pelukan melingkar di tubuh putri sematawayangnya. “Jaga baik-baik hubungan kamu dengan orang itu, jangan pernah buat dia kecewa, apalagi dia sudah bersedian membiayai hidup kamu padahal kalian masih dalam tahap pacaran. Mama sangat senang mendengarnya. Terimakasih ya, Sayang ... karena kamu selalu memberikan kebahagiaan pada mama, kamu tidak pernah mengecewakan mama sama sekali.” Beragam ucapan manis yang didasari kebahagiaa
Amira mendesah sangat malas dan lelah menghadapi Erzhan hingga dirinya tidak mampu berkata-kata. “Amira,” panggilan Erzhan dengan teduh dan tatapan penuh kasih sayang. “Papa meminta bertemu kamu sekali lagi.”Saat ini Amira sedang tidak ingin berbicara dengan Erzhan, tetapi dia harus menyampaikan sebuah pertanyaan, “Andai kita menikah, pasti sebelum itu terjadi orangtua kamu akan menanyakan silsilah keluargaku, ingin mengetahui kehidupanku dan semua hal tentangku. Lalu, jawaban apa yang akan kamu berikan pada orangtua kamu?” “Mudah. Katakan saja semua tentang kamu.” Dengan entengnya Erzhan memberikan jawaban ini.“Hah!” Amira mulai menganggap Erzhan sebagai pria gila karena ayahnya yang jelas-jelas menginginkan jodoh berkelas untuknya harus dipaksa mendengar tentang hidupnya. Itu sama sekali tidak masuk akal dan seakan menggali kuburan sendiri.“Kenapa harus kaget? Kalau papa sudah merestui hubungan kita, papa sudah tidak punya alasan menolak kamu apapun alasannya.”“Tunggu!” Amira
Kepergian Fatma segera dikabarkan Zulaiha pada Amira, tetapi dia selalu berpikir jika keponakannya sudah mengetahui semuanya. Maka, gadis ini hanya tersenyum hambar mendengar suara tantenya yang terpantul dalam microfon ponsel. “Iya, mama harus mencari rumah yang dekat dengan gedung.”“Apa Ami akan sering pulang kesini?” harapan Zulaiha sangat besar. Dia pikir jika Fatma sudah berdekatan dengan anak-anaknya maka kemungkinan keponakannya kembali ke daerah ini sangat tipis. “Iya, akan Ami usahakan karena kan ... cuma itu tempat Ami pulang,” sendunya. Namun, Zulaiha terkekeh hangat mendengarnya. “Baiklah kalau begitu, Tante tunggu ya.”“Iya, Tante.” Masih sendu Amira hanya saja Zulaiha salah mengartikan, dia pikir nada suara Amira karena kelelahan akibat jadwal padatnya. “Ya sudah, Ami beristirahat saja. Jangan lupa makan yang teratur,” pesan sayang Zulaiha pada Amira seolah gadis itu adalah anak yang dilahirkannya. “Iya.” Senyuman bahagia melengkung singkat saat Amira mendapatkan pe