Amira mendesah sangat malas dan lelah menghadapi Erzhan hingga dirinya tidak mampu berkata-kata. “Amira,” panggilan Erzhan dengan teduh dan tatapan penuh kasih sayang. “Papa meminta bertemu kamu sekali lagi.”Saat ini Amira sedang tidak ingin berbicara dengan Erzhan, tetapi dia harus menyampaikan sebuah pertanyaan, “Andai kita menikah, pasti sebelum itu terjadi orangtua kamu akan menanyakan silsilah keluargaku, ingin mengetahui kehidupanku dan semua hal tentangku. Lalu, jawaban apa yang akan kamu berikan pada orangtua kamu?” “Mudah. Katakan saja semua tentang kamu.” Dengan entengnya Erzhan memberikan jawaban ini.“Hah!” Amira mulai menganggap Erzhan sebagai pria gila karena ayahnya yang jelas-jelas menginginkan jodoh berkelas untuknya harus dipaksa mendengar tentang hidupnya. Itu sama sekali tidak masuk akal dan seakan menggali kuburan sendiri.“Kenapa harus kaget? Kalau papa sudah merestui hubungan kita, papa sudah tidak punya alasan menolak kamu apapun alasannya.”“Tunggu!” Amira
Kepergian Fatma segera dikabarkan Zulaiha pada Amira, tetapi dia selalu berpikir jika keponakannya sudah mengetahui semuanya. Maka, gadis ini hanya tersenyum hambar mendengar suara tantenya yang terpantul dalam microfon ponsel. “Iya, mama harus mencari rumah yang dekat dengan gedung.”“Apa Ami akan sering pulang kesini?” harapan Zulaiha sangat besar. Dia pikir jika Fatma sudah berdekatan dengan anak-anaknya maka kemungkinan keponakannya kembali ke daerah ini sangat tipis. “Iya, akan Ami usahakan karena kan ... cuma itu tempat Ami pulang,” sendunya. Namun, Zulaiha terkekeh hangat mendengarnya. “Baiklah kalau begitu, Tante tunggu ya.”“Iya, Tante.” Masih sendu Amira hanya saja Zulaiha salah mengartikan, dia pikir nada suara Amira karena kelelahan akibat jadwal padatnya. “Ya sudah, Ami beristirahat saja. Jangan lupa makan yang teratur,” pesan sayang Zulaiha pada Amira seolah gadis itu adalah anak yang dilahirkannya. “Iya.” Senyuman bahagia melengkung singkat saat Amira mendapatkan pe
Tindakan Erzhan selalu berhasil mengagetkan Amira, tetapi kali ini si gadis sudah terbiasa dengan sikapnya. “Bagus sekali. Kemarin dia membelikanku rumah, sekarang isinya. Kita tidak perlu menikah karena aku merasa kamu sudah menjadi suamiku.” Amira memutar bola mata malas saat meninggalkan toko furniture.Erzhan sedang berada di perusahaan ayahnya, kembali menduduki posisinya saat dirinya mendapatkan kunjungan tidak terduga dari Alisha. “Hi, senang melihatmu,” sapa hangat si gadis dengan memasang senyuman manis.Erzhan membuang wajahnya sesaat ketika wanita ini muncul di hadapannya, kemudian segera meninggalkan duduknya disertai alasan, “Aku ada rapat!”“Tidak. Aku sudah menanyakan jadwalmu pada sekeretarismu.” Kalimat datar Alisha yang disertai dengan senyuman.Erzhan memegangi pelipisnya sesaat. “Astaga.” Saat ini Alisha menyeringai puas.“Kita bisa mulai ulang semuanya dari awal, aku sudah tidak marah. Hanya saja kamu harus bisa meyakinkan orangtuaku untuk kembali melakukan perjod
Amira segera dibuat kalang kabut saat namanya dipanggil Alisha. “Dia mau apa, apa mau mempermalukanku lagi?” Jujur saja, gadis ini takut diperlakukan seperti sebelumnya. Bukan karena bermental lembek, hanya saja nama baiknya selalu menjadi taruhan.Namun hendak Alisha menghampiri Amira justru gadis itu berjalan semakin menjauh bahkan menaiki taxi dan pergi. Sekali lagi bukan karena Amira tidka memiliki keberanian, tetapi selain nama baiknya yang terancam, keluarganya juga sering dibuat cemas setiap kali videonya menjadi viral. “Apa aku harus mengadu pada Erzhan supaya wanita itu tidak mendekatiku? Tapi kalau dia benar peduli padaku harusnya Erzhan sudah memberikan peringatan pada Alisha!”Akhirnya Amira berpikiran negatif pada pria satu itu, Erzhan mengaku ingin menikah dengannya, hidup dengannya, tetapi masalah seperti ini saja tidak ditanganinya, hanya membiarkan Amira menghadapinya sendiri. Itu yang tertanam dalam benark si gadis.“Pak, berhenti di depan ya.” Amira memutuskan berse
Sejurus kemudian, Erlangga merasa malu pada dirinya sendiri. ‘Tapi bukan hanya Erzhan yang bejad karena kenyataannya aku juga merusak Tasya.’ Embusan udara dibuang sangat menikmati, ‘Dunia ini tidak akan terasa menyiksa jika semua manusia mencari syurga karena syurga bukan hanya ada di akhirat saja.’Erzhan tidak ingin berlama-lama menatap Erlangga, jadi dia memutuskan mengakhiri obrolan menggunakan ancaman, “Saya bisa saja memperkarakan kasus sebelumnya, itu sangat mudah. Jadi pastikan tidak akan terjadi kasus berikutnya.”“Iya, Tuan. Saya akan memastikannya.” Erlangga menurunkan wajahnya sesaat sebagai tanda hormat kepada tamunya walaupun harga dirinya tidak mengizinkan, tetapi terpaksa harus dilakukan berharap sikapnya dapat meredam amarah Erzhan supaya nama managemen tidak jelek di mata publik. “Sial!” Dengusan kasarnya setelah Erzhan meninggalkan ruangan. “Aku memang berhasil menikungmu, tapi ada saja caramu agar aku merendahkan diriku. Ck!” Identitasnya tidak terbongkar di mata
Gadis itu segera melaporkan penglihatannya tadi pada Amira karena dia adalah kawan satu kamar kakak beradik itu. “Maaf ya bukan maksudku berburuk sangka, tapi tadi aku melihat Tasya sama pak Erlangga keluar dari hotel bintang lima yang cukup jauh dari sini.”Amira mengeryitkan sedikit dahinya. “Tasya keluar dari hotel?”Gadis ini mengangguk tanpa memasang wajah penuh curiga karena hubungan pertemanannya dengan Tasya bisa terbilang lama, dia sudah cukup banyak mengenali kawan sekamarnya.“Mungkin Tasya makan di sana. Tasya bilang sudah punya penghasilan dari konten yang dia buat, mungkin Tasya sedang memanjakan lidahnya. Hihi ....” Ini bukan kalimat untuk membela adiknya, tetapi Amira memang sudah tahu isi kantong Tasya yang sanggup membayar makanan di tempat mewah.“Hm ... iya sih, bisa jadi begitu. Tapi tidak lama setelah Tasya keluar, pak Erlangga juga keluar dari hotel yang sama. Apa kamu tidak curiga, kan bisa saja Tasya dan pak Erlangga punya hubungan.” Bukan maksud menghasut, ga
Tasya memilih menyudahi topik pembicaraan karena mengasihani Amira dan dirinya harus berjaga-jaga supaya Amira tidak tahu jika ibunya menolak kehadirannya. “Tasya sarankan kakak buatkan sup untuk Erzhan, kirimkan ke villa selama masih hangat.”“Mana bisa dikirimkan ke villa, villa sangat jauh dari sini. Terus ... bagaimana Kakak akan memasak, Kakak tidak punya kompor dan alat masak.” Tawa kecilnya.“Oh iya. Di sini kan tidak ada alat masak.” Tawa kegelian Tasya. Jadi keduanya tertawa bersama, sedangkan saat ini Erzhan hanya bisa memasak mie instan yang dicampurnya dengan makanan cepat saji lainnya.Hari berganti, pagi-pagi sekali Amira memutuskan datang ke villa. Dia tiba pukul enam setelah start dari gedung pukul lima. “Untung ada ojek online jadi cepat sampai.” Udara yang dibuangnya sangat lega. Gadis ini melangkah seiring membawa kresek hitam karena dirinya sempat mampir ke pasar.“Nak Ami ... baru kesini lagi ...,” sapa Melinda yang barusaja keluar dari rumahnya untuk menyiram bun
Amira tidak dapat bereaksi selain merasa kaget sekaligus sakit mendapatkan perlakuan seperti ini dari Fatma. Selama beberapa saat kakinya tidak dapat digerakan hingga akhirnya dia menyadari jika Fatma tetaplah ibu tiri, kenyataan itu tidak akan berubah. Maka, punggungnya berbalik walau kakinya belum bisa melangkah. “Iya ma, Ami mengerti posisi Ami di kehidupan mama ...,” desahnya.Sebelum ini Fatma sudah mengatakan jika mereka tidak memiliki hubungan apapun lagi, termasuk anak dan ibu. Namun, hingga hari ini Amira masih menganggap hubungan itu tetap ada bahkan hingga detik ini tidak berubah. Sebelum mengambil langkah, lehernya memutar pada arah daun pintu berharap Fatma membukanya, tetapi ternyata itu hanya harapan kosong. Jadi, dia berlalu dengan sendu.Setibanya di gedung, Tasya segera memburu Amira dengan pertanyaan, “Kak, kenapa sudah kembali. Apa mama sudah selesai berbenah?” Gadis ini menduga jika bukan itu alasan Amira cepat kembali karena dia tahu ibunya tidak menerima kakakny
Beberapa hari berlalu, Tasya masih tinggal bersama Cakrawala tetapi dia juga rajin menemui ibunya hingga komunikasi tidak pernah terputus. Hari ini gadis cantik yang semakin bersinar meluncurkan sebuah album, album pertamanya yang akhirnya dapat dinikmati oleh banyak orang. Senyuman merekah hingga menambah aura cantik di wajah Tasya. “Selamat.” Erlangga mengulurkan tangannya seiring memberikan senyuman teduh. Saat ini Tasya tidak memiliki alasan menolak Erlangga karena mereka sedang berada di antara para staf. “Terimakasih.” Dengan berat hati tangannya menjabat tangan kanan Erlangga. “Setelah ini jadwal kamu akan semakin padat. Apa kamu siap?” Masih teduh Erlangga. Raut wajahnya ini adalah raut wajah yang biasa digunakannya saat memiliki hubungan spesial dengan Tasya. “Ya. Saya juga akan berusaha.” Senyuman kecil Tasya yang dibentuk dengan terpaksa. Erlangga melepaskan jabatan tangannya dengan Tasya, tetapi rupanya pria itu meninggalkan secarik kerta yang sengaja diberikannya pad
Maria menemui Amira dengan fashionnya yang anggun dan ayu. “Ami sudah siap dari tadi ..., maaf ya jadi menunggu Mama,” kekeh hangatnya.“Tidak kok, Ami baru turun.” Pun, Amira menunjukan senyuman hangat untuk mertuanya. Jadi, keduanya segera menuju kediaman sanak saudara terdekat yaitu yang hanya berjarak sekitar sepuluh rumah, tetapi Maria memilih menggunakan mobil hingga menantunya dibuat sangat tabu.‘Kalau Ami sih saat menemui teman satu daerah tinggal jalan saja. Kehidupan keluarga Erzhan emang beda sekali sama Ami.’ Udara ditiup dari mulutnya.“Nanti Ami bisa kumpul sama keponakannya Erzhan, ada kok yang usianya hampir sejajar sama Ami,” tutur lembut Maria.“Iya, Ma. Tapi yang mana ya? Saat pernikahan Ami melihat keponakan Erzhan cukup banyak.”Maria terkekeh kegelian dengan singkat. “Mama tahu kok Ami pasti bingung. Memang iya, keponakan Erzhan ada banyak, makannya Mama mengajak Ami ke rumah sanak saudara agar Ami mengenal keluarga kami perlahan.”“Iya, Ma.” Senyuman bahagia Am
Amira kembali ke kediaman mertuanya. Maria segera menyambut hangat nan lembut, “Kamu dari mana saja, Sayang ....” Belaian ditambahkan selayaknya seorang ibu yang merindukan anaknya.“Ami barusaja bertemu Tasya, Ma.” Senyuman santun nan hangat Amira. Namun, ternyata kalimatnya ini membuat perubahan ekspresi pada wajah Maria.“Kenapa harus menemui Tasya, memangnya adik kamu tidak sibuk?” Senyuman hangat Maria berkurang banyak.“Sibuk sih, cuma Tasya menyempatkan waktu untuk menemui Ami,” kekeh hangat Amira tanpa mengatakan pembahasan mereka.Maria mendesah kecil, kemudian berkata lembut walau isi kalimatnya sensitif, “Kalian memang adik dan kakak, tapi kalian berbeda ibu. Maaf ya, bukan maksud Mama membatasi hubungan kalian apalagi ingin memutus hubungan kalian, tapi lebih baik jaga jarak sedikit ....”Amira tersenyum kecil. “Mama Fatma memang pernah jahat sama Ami, tapi Tasya tidak begitu kok Ma, Tasya anak yang baik, Tasya juga sering membela Ami.” Kalimat ini diungkapkan dengan maksu
Hari ini Tasya mengunjungi Amira untuk menceritakan perintah Fatma kemarin. "Kak, mama menyuruh Tasya tinggal bersama papa selama beberapa hari. Mama bilang tunggu kabar dari papa karena papa harus meminta izin pada mamanya Erzhan.""Kamu mau?" tanya Amira untuk mencari tahu isi hati Tasya."Tasya tidak mau ..., Tasya tidak mau tinggal sama mama tiri!" tegasnya walaupun selama ini posisi Amira adalah posisi yang tidak diinginkannya sekarang."Iya sih, lagian kisah hidup kamu beda sama kisah hidup Kakak. Mungkin Kakak masih baik-baik saja karena kisah hidup Kakak masih terbilang lumrah, maka mama bisa menerimanya, sedangkan kamu ...." Amira tidak lantas melanjutkan karena asal-usul kelahiran Tasya bukan untuk dibahas secara panjang lebar. Namun, Tasya tidak keberatan dengan kalimat yang dilontarkan Amira. "Tasya mengerti, Kak. Itu juga yang Tasya pikirkan.""Lebih baik tidak usah sih. Kakak takut mamanya Erzhan memperlakukan kamu tidak baik," ceplos Amira yang sudah merasakan bagaiman
Amira baru saja menemukan Maria saat mencari mertuanya di dapur. “Ami sudah memakainya, tapi sepertinya Mama lebih cocok,” kekehnya saat merendah.“Kamu juga cocok memakainya, kamu sangat cantik,” pujian tulus Maria. Kemudian mengajak menantunya ke ruang keluarga, tempat Cakrawala bersantai.Saat ini senyuman Cakrawala segera mengarah pada Maria. “Mama dari mana saja? Papa menunggu Mama sejak tadi.” Ini bukan hanya senyuman pormalitas karena berkat Amira akhirnya Cakrawala menemukan kembali masalalu indahnya dengan Maria.“Mama di dapur membantu bibi,” jawab lembut Maria yang juga bukan sekedar pormalitas karena dirinya merasa puas saat hati dan pikiran suaminya kembali padanya.Saat ini Amira mengerti situasi karena dirinya juga sudah memiliki pasangan. “Eu-Ami mau menemani Erzhan, kasihan Erzhan sedang bekerja sendiri di kamar, mungkin Erzhan butuh air apapun itu,” pamitnya menggunakan alasan untuk memberikan waktu berdua pada Cakrawala dan Maria yang tampak kembali harmonis.“Iya,
Fatma berjalan cepat meninggalkan gedung entertaint karena terlalu cemas air matanya akan menetes. Tanpa diketahui oleh Erzhan dan Tasya jika wanita ini mendengar semua percakapan mereka walaupun tanpa sengaja. Niatnya adalah mengunjungi Tasya untuk memastikan putrinya tetap aman, tetapi pendengarannya harus disuguhi oleh hal di luar dugaan yang berhasil menyayat hatinya. “Jadi selama ini Tasya mengetahui hal-hal yang aku sembunyikan.” Suaranya terkecik karena rasa sakit, dadanya dipegangi kemudian dengan cepat mengunci diri di dalam rumah.“Sengaja mama menyembunyikannya karena belum saatnya kamu tahu, Sayang ...,” lirih Fatma yang terjatuh ke atas lantai. Cakrawala dihubungi, Fatma menyimpan nomor AB Gruf bukan nomor pria itu. “Saya ingin bicara dengan tuan Cakrawala, sambungkan telepon pada tuan Cakrawala,” ucapnya tidak berbasa-basi.“Maaf Nyonya, saat ini tuan Cakrawala sedang tidak dapat diganggu.”“Saya istrinya. Sambungkan saja!” tegas Fatma yang menambahkan wibawa dalam suara
Hari ini tepat hari ketiga setelah pernikahan, Erzhan sudah kembali memulai aktivitasnya setelah mengambil cuti dari perusahaan, tetapi hal pertama yang dilakukannya saat menginjak AB Gruf adalah mengancam Cakrawala, ayahnya sendiri, “Jika Papa masih berhubungan baik dengan Fatma, jangan harap Papa akan melihat Erzhan dan mama lagi. Kami akan pergi.” Pembawaannya sangat santai.“Apa maksud pembicaraan kamu ini, Nak?” heran Cakrawala karena ternyata bukan hanya Maria, tetapi Erzhan mulai tidak menghormatinya sebagai seorang ayah padahal biasanya putranya sangat patuh dan tidak banyak bicara.“Erzhan tidak ingin punya ibu tiri dan mama tidak ingin dimadu. Erzhan yakin Papa mengerti itu.” Lagi, pembawaannya masih sangat santai.“Jangan membicarakan hal di luar bisnis. Ini perusahaan, bukan tempat bergossip.” Cakrawala berusaha menunjukan wibawa serta kedudukannya dalam keluarga maupun dalam gedung ini karena tidak ingin kehilangan martabat di depan anak dan istrinya.Namun, rupanya kalim
Fatma sedang bersantai di dalam kediamannya. “Aku harus segera mendekatkan Tasya dengan mas Cakra karena Tasya juga ahli waris, Tasya berhak mendapatkan saham AB Gruf!” Niat jahatnya meletup-letup, tetapi Fatma terlalu bingung untuk menyampaikan hal ini pada putrinya, “Tasya sedang memulai kariernya, aku tidak boleh memberikan berita mengejutkan, tapi sampai kapan aku akan menunda?”Sifat serakahnya mengatakan Tasya harus segera mendapatkan harta milik Cakrawala karena Tasya juga darah daging pria itu, tetapi hati nuraninya tidak ingin mengganggu putrinya dengan kabar mengejutkan karena pasti berpengaruh pada kariernya yang barusaja dirintis.“Aku masih harus bersabar sedikit lagi, tapi aku juga tidak bisa hanya diam menunggu. Maria sangat berbahaya, dia bisa membatalkan hak Tasya untuk mendapatkan harta Cakrawala, aku harus mengawasinya sekalian mencegah hal itu terjadi!”Hari kembali berganti, pukul sembilan pagi Erzhan dan Amira sudah didandani selayaknya pengantin daerah. Resepsi
Amira terpaku dengan wajah datar saat isi kepalanya kebingungan, maka selama beberapa saat tidak ada kalimat apapun yang keluar dari mulutnya hingga akhirnya sebuah pertanyaan diutarakan, “Memangnya kamu mau melakukannya sekarang, apa tidak mau menunggu besok?”“Astaga.” Erzhan menepuk dahinya, kemudian menerangkan, berdiri dengan gagah walaupun hanya menggunakan kemeja berdasi, “semua pria akan menjawab iya!”“Oh,” sahut datar Amira seiring mengangguk kecil hingga membuat dahi Erzhan berkerut.“Jadi bagaimana, kamu sudah mengerti kan?” Erzhan masih tidak yakin jika Amira menangkap maksud perkataannya.Amira meninggalkan duduk manisnya, berdiri di hadapan Erzhan dengan jarak pemisah sekitar dua meter. “Ya sudah.” Pun, kalimat ini dikatakan sangat datar.Erzhan memandangi Amira, mencoba mencari kebenaran dalam diri si gadis, apakah sifat polosnya masih mendominasi atau tidak. “Kamu yakin? Jika melakukannya malam ini maka kamu harus membuka semua pakaian di depanku. Terbaring pasrah di