Fatma segera membelalakan matanya sangat gembira. “Jadi anak mama sudah punya pacar. Lalu ... pacarnya anak mama orang penting di sini, orang kaya!” Sumringah Fatma melebihi saat pertama kali dirinya mengenal cinta. Tasya tidak ingin melanjutkan pembahasan ini, tetapi karena nasi sudah menjadi bubur akhirnya dia harus tetap menyelesaikannya. “Iya Ma, orang penting di gedung ini, dia juga orang kaya. Jadi sebagian besar biaya hidup Tasya dari dia.”“Ya Tuhan ....” Rasa syukur berlimpah diucapkan Fatma pada Tuhannya karena putrinya mendapatkan takdir baik di sini. Pelukan melingkar di tubuh putri sematawayangnya. “Jaga baik-baik hubungan kamu dengan orang itu, jangan pernah buat dia kecewa, apalagi dia sudah bersedian membiayai hidup kamu padahal kalian masih dalam tahap pacaran. Mama sangat senang mendengarnya. Terimakasih ya, Sayang ... karena kamu selalu memberikan kebahagiaan pada mama, kamu tidak pernah mengecewakan mama sama sekali.” Beragam ucapan manis yang didasari kebahagiaa
Amira mendesah sangat malas dan lelah menghadapi Erzhan hingga dirinya tidak mampu berkata-kata. “Amira,” panggilan Erzhan dengan teduh dan tatapan penuh kasih sayang. “Papa meminta bertemu kamu sekali lagi.”Saat ini Amira sedang tidak ingin berbicara dengan Erzhan, tetapi dia harus menyampaikan sebuah pertanyaan, “Andai kita menikah, pasti sebelum itu terjadi orangtua kamu akan menanyakan silsilah keluargaku, ingin mengetahui kehidupanku dan semua hal tentangku. Lalu, jawaban apa yang akan kamu berikan pada orangtua kamu?” “Mudah. Katakan saja semua tentang kamu.” Dengan entengnya Erzhan memberikan jawaban ini.“Hah!” Amira mulai menganggap Erzhan sebagai pria gila karena ayahnya yang jelas-jelas menginginkan jodoh berkelas untuknya harus dipaksa mendengar tentang hidupnya. Itu sama sekali tidak masuk akal dan seakan menggali kuburan sendiri.“Kenapa harus kaget? Kalau papa sudah merestui hubungan kita, papa sudah tidak punya alasan menolak kamu apapun alasannya.”“Tunggu!” Amira
Kepergian Fatma segera dikabarkan Zulaiha pada Amira, tetapi dia selalu berpikir jika keponakannya sudah mengetahui semuanya. Maka, gadis ini hanya tersenyum hambar mendengar suara tantenya yang terpantul dalam microfon ponsel. “Iya, mama harus mencari rumah yang dekat dengan gedung.”“Apa Ami akan sering pulang kesini?” harapan Zulaiha sangat besar. Dia pikir jika Fatma sudah berdekatan dengan anak-anaknya maka kemungkinan keponakannya kembali ke daerah ini sangat tipis. “Iya, akan Ami usahakan karena kan ... cuma itu tempat Ami pulang,” sendunya. Namun, Zulaiha terkekeh hangat mendengarnya. “Baiklah kalau begitu, Tante tunggu ya.”“Iya, Tante.” Masih sendu Amira hanya saja Zulaiha salah mengartikan, dia pikir nada suara Amira karena kelelahan akibat jadwal padatnya. “Ya sudah, Ami beristirahat saja. Jangan lupa makan yang teratur,” pesan sayang Zulaiha pada Amira seolah gadis itu adalah anak yang dilahirkannya. “Iya.” Senyuman bahagia melengkung singkat saat Amira mendapatkan pe
Tindakan Erzhan selalu berhasil mengagetkan Amira, tetapi kali ini si gadis sudah terbiasa dengan sikapnya. “Bagus sekali. Kemarin dia membelikanku rumah, sekarang isinya. Kita tidak perlu menikah karena aku merasa kamu sudah menjadi suamiku.” Amira memutar bola mata malas saat meninggalkan toko furniture.Erzhan sedang berada di perusahaan ayahnya, kembali menduduki posisinya saat dirinya mendapatkan kunjungan tidak terduga dari Alisha. “Hi, senang melihatmu,” sapa hangat si gadis dengan memasang senyuman manis.Erzhan membuang wajahnya sesaat ketika wanita ini muncul di hadapannya, kemudian segera meninggalkan duduknya disertai alasan, “Aku ada rapat!”“Tidak. Aku sudah menanyakan jadwalmu pada sekeretarismu.” Kalimat datar Alisha yang disertai dengan senyuman.Erzhan memegangi pelipisnya sesaat. “Astaga.” Saat ini Alisha menyeringai puas.“Kita bisa mulai ulang semuanya dari awal, aku sudah tidak marah. Hanya saja kamu harus bisa meyakinkan orangtuaku untuk kembali melakukan perjod
Amira segera dibuat kalang kabut saat namanya dipanggil Alisha. “Dia mau apa, apa mau mempermalukanku lagi?” Jujur saja, gadis ini takut diperlakukan seperti sebelumnya. Bukan karena bermental lembek, hanya saja nama baiknya selalu menjadi taruhan.Namun hendak Alisha menghampiri Amira justru gadis itu berjalan semakin menjauh bahkan menaiki taxi dan pergi. Sekali lagi bukan karena Amira tidka memiliki keberanian, tetapi selain nama baiknya yang terancam, keluarganya juga sering dibuat cemas setiap kali videonya menjadi viral. “Apa aku harus mengadu pada Erzhan supaya wanita itu tidak mendekatiku? Tapi kalau dia benar peduli padaku harusnya Erzhan sudah memberikan peringatan pada Alisha!”Akhirnya Amira berpikiran negatif pada pria satu itu, Erzhan mengaku ingin menikah dengannya, hidup dengannya, tetapi masalah seperti ini saja tidak ditanganinya, hanya membiarkan Amira menghadapinya sendiri. Itu yang tertanam dalam benark si gadis.“Pak, berhenti di depan ya.” Amira memutuskan berse
Sejurus kemudian, Erlangga merasa malu pada dirinya sendiri. ‘Tapi bukan hanya Erzhan yang bejad karena kenyataannya aku juga merusak Tasya.’ Embusan udara dibuang sangat menikmati, ‘Dunia ini tidak akan terasa menyiksa jika semua manusia mencari syurga karena syurga bukan hanya ada di akhirat saja.’Erzhan tidak ingin berlama-lama menatap Erlangga, jadi dia memutuskan mengakhiri obrolan menggunakan ancaman, “Saya bisa saja memperkarakan kasus sebelumnya, itu sangat mudah. Jadi pastikan tidak akan terjadi kasus berikutnya.”“Iya, Tuan. Saya akan memastikannya.” Erlangga menurunkan wajahnya sesaat sebagai tanda hormat kepada tamunya walaupun harga dirinya tidak mengizinkan, tetapi terpaksa harus dilakukan berharap sikapnya dapat meredam amarah Erzhan supaya nama managemen tidak jelek di mata publik. “Sial!” Dengusan kasarnya setelah Erzhan meninggalkan ruangan. “Aku memang berhasil menikungmu, tapi ada saja caramu agar aku merendahkan diriku. Ck!” Identitasnya tidak terbongkar di mata
Gadis itu segera melaporkan penglihatannya tadi pada Amira karena dia adalah kawan satu kamar kakak beradik itu. “Maaf ya bukan maksudku berburuk sangka, tapi tadi aku melihat Tasya sama pak Erlangga keluar dari hotel bintang lima yang cukup jauh dari sini.”Amira mengeryitkan sedikit dahinya. “Tasya keluar dari hotel?”Gadis ini mengangguk tanpa memasang wajah penuh curiga karena hubungan pertemanannya dengan Tasya bisa terbilang lama, dia sudah cukup banyak mengenali kawan sekamarnya.“Mungkin Tasya makan di sana. Tasya bilang sudah punya penghasilan dari konten yang dia buat, mungkin Tasya sedang memanjakan lidahnya. Hihi ....” Ini bukan kalimat untuk membela adiknya, tetapi Amira memang sudah tahu isi kantong Tasya yang sanggup membayar makanan di tempat mewah.“Hm ... iya sih, bisa jadi begitu. Tapi tidak lama setelah Tasya keluar, pak Erlangga juga keluar dari hotel yang sama. Apa kamu tidak curiga, kan bisa saja Tasya dan pak Erlangga punya hubungan.” Bukan maksud menghasut, ga
Tasya memilih menyudahi topik pembicaraan karena mengasihani Amira dan dirinya harus berjaga-jaga supaya Amira tidak tahu jika ibunya menolak kehadirannya. “Tasya sarankan kakak buatkan sup untuk Erzhan, kirimkan ke villa selama masih hangat.”“Mana bisa dikirimkan ke villa, villa sangat jauh dari sini. Terus ... bagaimana Kakak akan memasak, Kakak tidak punya kompor dan alat masak.” Tawa kecilnya.“Oh iya. Di sini kan tidak ada alat masak.” Tawa kegelian Tasya. Jadi keduanya tertawa bersama, sedangkan saat ini Erzhan hanya bisa memasak mie instan yang dicampurnya dengan makanan cepat saji lainnya.Hari berganti, pagi-pagi sekali Amira memutuskan datang ke villa. Dia tiba pukul enam setelah start dari gedung pukul lima. “Untung ada ojek online jadi cepat sampai.” Udara yang dibuangnya sangat lega. Gadis ini melangkah seiring membawa kresek hitam karena dirinya sempat mampir ke pasar.“Nak Ami ... baru kesini lagi ...,” sapa Melinda yang barusaja keluar dari rumahnya untuk menyiram bun