Kedua mata indah Amira memanas, ingin menangis karena serumit ini menjalani hidup bersama seorang ibu tiri. ‘Mama pernah menjualku, aku pernah hampir kehilangan keperawanan dan menjadi pelacur, melayani pria manapun termasuk pria gemuk seperti ini. Tapi ... haruskan sekarang aku melakukannya setelah dulu Erzhan menyelamatkanku, apakah sekarang Erzhan akan membawaku lagi dari tempat ini?’Pria gembil ini menjentikan kedua jemarinya hingga menimbulkan suara ringan, maka satu orang ajudannya segera meraih koper yang tersimpan di dalam lemari di ruangan tersebut, kemudian membukanya. Seketika, kedua mata Amira dibuat terpana saat menyaksikan tumpukan uang merah yang tidak terhitung jumlahnya. Namun, di saat bersamaan pria gembil ini melanjutkan kalimatnya, “Semua uang ini milikmu, saya memberikannya cuma-cuma, jika kurang katakan saja.” Seringainya semakin genit bersama keyakinan jika gadis di hadapannya akan tergiur oleh tumpukan kertas penakluk banyak hal ini termasuk wanita. Saat ini
Mau tidak mau akhirnya Amira harus mengikuti langkah Erzhan hingga keduanya duduk bersisian di dalam mobil. “Kenapa menangis?” Perhatian pria ini tercuri pada mata sembab Amira.Wajah Amira segera berpaling. “Bukan urusan kamu!” ketusnya karena dia harus membuat Erzhan menjauhinya jika dia tidak berhasil menjauhi si pria seperti saat ini, saat Erzhan terus mengejarnya.“Baiklah, aku tidak akan bertanya apapun lagi tentang privasi kamu. Tapi berhentilah menjauhiku.” Erzhan tidak berbasa-basi. Tatapan matanya terus mengarah pada Amira walaupun si gadis tidak memandangnya.“Aku tidak mau bertemu denganmu lagi!” Sikap Amira semakin ketus dan dingin.“Apa karena pertemuan dengan orangtuaku yang membuat kamu begini” Abaikan papa, sudah berulang kali aku katakan.”“Kamu yang harus aku abaikan.” Leher Amira tidak pernah menoleh sedikit pun pada Erzhan.“Ami, aku mohon, jangan seperti ini terus ....” Erzhan tidak enggan memohon, tetapi hanya pada Amira dan Maria.Amira hendak meninggalkan mobi
Amira kembali menemui Farhan. “Kakak boleh pinjam lima juta?” Gadis ini tidak berbasa-basi hingga keponakannya menghentikan permainan gitarnya, disimpan di sisinya. “Boleh, Kak.” Anggukan ditambahkan. “Tapi ... tidak tahu kapan Kakak akan mengembalikannya,” jujur Amira supaya Farhan tidak berharap uangnya segera kembali. Farhan menyodorkan sebuah snek yang menjadi camilannya. “Jangan terburu-buru, Farhan tidak akan menagih.”“Baikkah ...,” desah Amira, “terimakasih ya.” Entah apa yang harus dilakukannya pada Farhan untuk membalas budi baik keponakannya. Jadi, saat mendapatkan uang sebesar lima juta Amira barusaja kembali ke kediamannya. Dahi gadis ini berkerut dalam saat melihat ibunya memersiapkan banyak kardus, kemudian perasaan cemas merajang, “Ma, apa rumahnya sudah Mama jual? Tapi kan Ami sudah meminta waktu untuk mencari uang supaya Ami bisa berhenti menjadi trainee!” “Sssttt,” desis Fatma dengan lembut, “bicaranya jangan keras-keras, bos kamu sedang ikut ke kamar mandi.”“
Keesokan paginya Amira mengunjungi Farhan di universitas karena dirinya terlambat mengunjungi keponakannya di rumah. “Ini uang lima juta kemarin, Kakak sudah tidak membutuhkannya. Maaf ya, kemarin Kakak jadi membuat kamu ke ATM.” Amplop cokelat disodorkan. Namun, Farhan tidak segera menerimanya. “Kakak simpan saja dulu, mungkin suatu saat Kakak perlu. Lagian itu uang tabungan kok bukan uang yang nantinya akan dipakai buat hal penting.”“Tapi takutnya nanti kepakai.” Ini adalah pengalaman pertama Amira meminjam uang jadi dirinya merasa tidak tenang saat menyimpan hak oranglain.Farhan terkekeh, “Uang kan memang buat dipakai Kak. Walaupun tabungan, tapi kan suatu saat kepakai juga.” Telapak tangannya mendorong amplop cokelat itu dengan perlahan. “Kakak simpan saja dulu.”Amira membuang udara pendek. “Benar, Kakak boleh menyimpannya dulu?” Amira tidak lantas menerima begitu saja kebaikan Farhan yang mungkin sudah menabung dengan susah payah. “Simpan saja, Kak.” Senyuman teduh Farhan, “
Erzhan tidak memberikan jawaban karena persyaratan yang diberikan sang ayah tidak dapat dipenuhinya. Jadi Maria kembali berkata dengan sangat lembut, mencoba memberikan usulan secara tidak langsung, “Nak, kembalilah bekerja di perusahaan papa ....” Saat kalimat ibunya telah usai, barulah Erzhan menyahut, “Erzhan memang ingin kembali ke perusahaan, tapi ... sayangnya Erzhan tidak akan bisa jika tidak mengecewakan papa dan mama karena saat ini Erzhan sangat menginginkan Amira dan ingin menikahi Amira secepatnya.”“Erzhan!” Cakrawala tidak dapat menahan diri maka dia menghardik putranya di hadapan istrinya.“Pa ....” Maria segera angkat bicara sebelum emosi Cakrawala semakin meledak-ledak. Kini, suaminya mendesah penat dengan penuh kekesalan, tetapi pria itu tidak membuka mulutnya sama sekali hingga wanita ini memiliki lebih banyak kesempatan untuk bicara, “Pa ... bukankah lebih baik kita memikirkan kebahagiaannya Erzhan. Mungkin putra kita akan lebih bahagia jika bersama wanita pilihan
Saat ini Erlangga berhasil menghubungi kekasih gelapnya, tetapi obrolan keduanya sangat propesional karena ini adalah lingkungan terlarang untuk mengumbar kemesraan. “Ini saya, Erlangga. Saya mendapatkan kunjungan dari ibu kamu. Jika bisa, datanglah ke ruangan saya.”“Hah, mama ada di ruangan bapak?” kaget dan heran Tasya.“Iya, ibu kamu sedang berada di ruangan saya. Apa saya mengganggu jadwal kamu jika mengundang kamu datang kesini sekarang juga?” Nada suara berwibawa Erlangga selayaknya seorang petinggi. “Eu ... ya sudah, Tasya kesana,” ragunya, tetapi dirinya harus mengetahui tujuan ibunya datang kemari. Gadis ini menerka-nerka, “Apa mama akan memermasalahkan tentang kak Ami lagi? Astaga ... kasihan sekali kakak, padahal barusaja kakak mendapatkan penyerangan dari seorang wanita!” Tasya akan sangat menyayangkan sikap ibunya jika dugaannya benar. Tidak lama waktu yang ditempuhnya menuju ruangan Erlangga karena saat ini dirinya sedang tidak memiliki jadwal apapun. Ketukan pintu ha
Fatma segera membelalakan matanya sangat gembira. “Jadi anak mama sudah punya pacar. Lalu ... pacarnya anak mama orang penting di sini, orang kaya!” Sumringah Fatma melebihi saat pertama kali dirinya mengenal cinta. Tasya tidak ingin melanjutkan pembahasan ini, tetapi karena nasi sudah menjadi bubur akhirnya dia harus tetap menyelesaikannya. “Iya Ma, orang penting di gedung ini, dia juga orang kaya. Jadi sebagian besar biaya hidup Tasya dari dia.”“Ya Tuhan ....” Rasa syukur berlimpah diucapkan Fatma pada Tuhannya karena putrinya mendapatkan takdir baik di sini. Pelukan melingkar di tubuh putri sematawayangnya. “Jaga baik-baik hubungan kamu dengan orang itu, jangan pernah buat dia kecewa, apalagi dia sudah bersedian membiayai hidup kamu padahal kalian masih dalam tahap pacaran. Mama sangat senang mendengarnya. Terimakasih ya, Sayang ... karena kamu selalu memberikan kebahagiaan pada mama, kamu tidak pernah mengecewakan mama sama sekali.” Beragam ucapan manis yang didasari kebahagiaa
Amira mendesah sangat malas dan lelah menghadapi Erzhan hingga dirinya tidak mampu berkata-kata. “Amira,” panggilan Erzhan dengan teduh dan tatapan penuh kasih sayang. “Papa meminta bertemu kamu sekali lagi.”Saat ini Amira sedang tidak ingin berbicara dengan Erzhan, tetapi dia harus menyampaikan sebuah pertanyaan, “Andai kita menikah, pasti sebelum itu terjadi orangtua kamu akan menanyakan silsilah keluargaku, ingin mengetahui kehidupanku dan semua hal tentangku. Lalu, jawaban apa yang akan kamu berikan pada orangtua kamu?” “Mudah. Katakan saja semua tentang kamu.” Dengan entengnya Erzhan memberikan jawaban ini.“Hah!” Amira mulai menganggap Erzhan sebagai pria gila karena ayahnya yang jelas-jelas menginginkan jodoh berkelas untuknya harus dipaksa mendengar tentang hidupnya. Itu sama sekali tidak masuk akal dan seakan menggali kuburan sendiri.“Kenapa harus kaget? Kalau papa sudah merestui hubungan kita, papa sudah tidak punya alasan menolak kamu apapun alasannya.”“Tunggu!” Amira
Beberapa hari berlalu, Tasya masih tinggal bersama Cakrawala tetapi dia juga rajin menemui ibunya hingga komunikasi tidak pernah terputus. Hari ini gadis cantik yang semakin bersinar meluncurkan sebuah album, album pertamanya yang akhirnya dapat dinikmati oleh banyak orang. Senyuman merekah hingga menambah aura cantik di wajah Tasya. “Selamat.” Erlangga mengulurkan tangannya seiring memberikan senyuman teduh. Saat ini Tasya tidak memiliki alasan menolak Erlangga karena mereka sedang berada di antara para staf. “Terimakasih.” Dengan berat hati tangannya menjabat tangan kanan Erlangga. “Setelah ini jadwal kamu akan semakin padat. Apa kamu siap?” Masih teduh Erlangga. Raut wajahnya ini adalah raut wajah yang biasa digunakannya saat memiliki hubungan spesial dengan Tasya. “Ya. Saya juga akan berusaha.” Senyuman kecil Tasya yang dibentuk dengan terpaksa. Erlangga melepaskan jabatan tangannya dengan Tasya, tetapi rupanya pria itu meninggalkan secarik kerta yang sengaja diberikannya pad
Maria menemui Amira dengan fashionnya yang anggun dan ayu. “Ami sudah siap dari tadi ..., maaf ya jadi menunggu Mama,” kekeh hangatnya.“Tidak kok, Ami baru turun.” Pun, Amira menunjukan senyuman hangat untuk mertuanya. Jadi, keduanya segera menuju kediaman sanak saudara terdekat yaitu yang hanya berjarak sekitar sepuluh rumah, tetapi Maria memilih menggunakan mobil hingga menantunya dibuat sangat tabu.‘Kalau Ami sih saat menemui teman satu daerah tinggal jalan saja. Kehidupan keluarga Erzhan emang beda sekali sama Ami.’ Udara ditiup dari mulutnya.“Nanti Ami bisa kumpul sama keponakannya Erzhan, ada kok yang usianya hampir sejajar sama Ami,” tutur lembut Maria.“Iya, Ma. Tapi yang mana ya? Saat pernikahan Ami melihat keponakan Erzhan cukup banyak.”Maria terkekeh kegelian dengan singkat. “Mama tahu kok Ami pasti bingung. Memang iya, keponakan Erzhan ada banyak, makannya Mama mengajak Ami ke rumah sanak saudara agar Ami mengenal keluarga kami perlahan.”“Iya, Ma.” Senyuman bahagia Am
Amira kembali ke kediaman mertuanya. Maria segera menyambut hangat nan lembut, “Kamu dari mana saja, Sayang ....” Belaian ditambahkan selayaknya seorang ibu yang merindukan anaknya.“Ami barusaja bertemu Tasya, Ma.” Senyuman santun nan hangat Amira. Namun, ternyata kalimatnya ini membuat perubahan ekspresi pada wajah Maria.“Kenapa harus menemui Tasya, memangnya adik kamu tidak sibuk?” Senyuman hangat Maria berkurang banyak.“Sibuk sih, cuma Tasya menyempatkan waktu untuk menemui Ami,” kekeh hangat Amira tanpa mengatakan pembahasan mereka.Maria mendesah kecil, kemudian berkata lembut walau isi kalimatnya sensitif, “Kalian memang adik dan kakak, tapi kalian berbeda ibu. Maaf ya, bukan maksud Mama membatasi hubungan kalian apalagi ingin memutus hubungan kalian, tapi lebih baik jaga jarak sedikit ....”Amira tersenyum kecil. “Mama Fatma memang pernah jahat sama Ami, tapi Tasya tidak begitu kok Ma, Tasya anak yang baik, Tasya juga sering membela Ami.” Kalimat ini diungkapkan dengan maksu
Hari ini Tasya mengunjungi Amira untuk menceritakan perintah Fatma kemarin. "Kak, mama menyuruh Tasya tinggal bersama papa selama beberapa hari. Mama bilang tunggu kabar dari papa karena papa harus meminta izin pada mamanya Erzhan.""Kamu mau?" tanya Amira untuk mencari tahu isi hati Tasya."Tasya tidak mau ..., Tasya tidak mau tinggal sama mama tiri!" tegasnya walaupun selama ini posisi Amira adalah posisi yang tidak diinginkannya sekarang."Iya sih, lagian kisah hidup kamu beda sama kisah hidup Kakak. Mungkin Kakak masih baik-baik saja karena kisah hidup Kakak masih terbilang lumrah, maka mama bisa menerimanya, sedangkan kamu ...." Amira tidak lantas melanjutkan karena asal-usul kelahiran Tasya bukan untuk dibahas secara panjang lebar. Namun, Tasya tidak keberatan dengan kalimat yang dilontarkan Amira. "Tasya mengerti, Kak. Itu juga yang Tasya pikirkan.""Lebih baik tidak usah sih. Kakak takut mamanya Erzhan memperlakukan kamu tidak baik," ceplos Amira yang sudah merasakan bagaiman
Amira baru saja menemukan Maria saat mencari mertuanya di dapur. “Ami sudah memakainya, tapi sepertinya Mama lebih cocok,” kekehnya saat merendah.“Kamu juga cocok memakainya, kamu sangat cantik,” pujian tulus Maria. Kemudian mengajak menantunya ke ruang keluarga, tempat Cakrawala bersantai.Saat ini senyuman Cakrawala segera mengarah pada Maria. “Mama dari mana saja? Papa menunggu Mama sejak tadi.” Ini bukan hanya senyuman pormalitas karena berkat Amira akhirnya Cakrawala menemukan kembali masalalu indahnya dengan Maria.“Mama di dapur membantu bibi,” jawab lembut Maria yang juga bukan sekedar pormalitas karena dirinya merasa puas saat hati dan pikiran suaminya kembali padanya.Saat ini Amira mengerti situasi karena dirinya juga sudah memiliki pasangan. “Eu-Ami mau menemani Erzhan, kasihan Erzhan sedang bekerja sendiri di kamar, mungkin Erzhan butuh air apapun itu,” pamitnya menggunakan alasan untuk memberikan waktu berdua pada Cakrawala dan Maria yang tampak kembali harmonis.“Iya,
Fatma berjalan cepat meninggalkan gedung entertaint karena terlalu cemas air matanya akan menetes. Tanpa diketahui oleh Erzhan dan Tasya jika wanita ini mendengar semua percakapan mereka walaupun tanpa sengaja. Niatnya adalah mengunjungi Tasya untuk memastikan putrinya tetap aman, tetapi pendengarannya harus disuguhi oleh hal di luar dugaan yang berhasil menyayat hatinya. “Jadi selama ini Tasya mengetahui hal-hal yang aku sembunyikan.” Suaranya terkecik karena rasa sakit, dadanya dipegangi kemudian dengan cepat mengunci diri di dalam rumah.“Sengaja mama menyembunyikannya karena belum saatnya kamu tahu, Sayang ...,” lirih Fatma yang terjatuh ke atas lantai. Cakrawala dihubungi, Fatma menyimpan nomor AB Gruf bukan nomor pria itu. “Saya ingin bicara dengan tuan Cakrawala, sambungkan telepon pada tuan Cakrawala,” ucapnya tidak berbasa-basi.“Maaf Nyonya, saat ini tuan Cakrawala sedang tidak dapat diganggu.”“Saya istrinya. Sambungkan saja!” tegas Fatma yang menambahkan wibawa dalam suara
Hari ini tepat hari ketiga setelah pernikahan, Erzhan sudah kembali memulai aktivitasnya setelah mengambil cuti dari perusahaan, tetapi hal pertama yang dilakukannya saat menginjak AB Gruf adalah mengancam Cakrawala, ayahnya sendiri, “Jika Papa masih berhubungan baik dengan Fatma, jangan harap Papa akan melihat Erzhan dan mama lagi. Kami akan pergi.” Pembawaannya sangat santai.“Apa maksud pembicaraan kamu ini, Nak?” heran Cakrawala karena ternyata bukan hanya Maria, tetapi Erzhan mulai tidak menghormatinya sebagai seorang ayah padahal biasanya putranya sangat patuh dan tidak banyak bicara.“Erzhan tidak ingin punya ibu tiri dan mama tidak ingin dimadu. Erzhan yakin Papa mengerti itu.” Lagi, pembawaannya masih sangat santai.“Jangan membicarakan hal di luar bisnis. Ini perusahaan, bukan tempat bergossip.” Cakrawala berusaha menunjukan wibawa serta kedudukannya dalam keluarga maupun dalam gedung ini karena tidak ingin kehilangan martabat di depan anak dan istrinya.Namun, rupanya kalim
Fatma sedang bersantai di dalam kediamannya. “Aku harus segera mendekatkan Tasya dengan mas Cakra karena Tasya juga ahli waris, Tasya berhak mendapatkan saham AB Gruf!” Niat jahatnya meletup-letup, tetapi Fatma terlalu bingung untuk menyampaikan hal ini pada putrinya, “Tasya sedang memulai kariernya, aku tidak boleh memberikan berita mengejutkan, tapi sampai kapan aku akan menunda?”Sifat serakahnya mengatakan Tasya harus segera mendapatkan harta milik Cakrawala karena Tasya juga darah daging pria itu, tetapi hati nuraninya tidak ingin mengganggu putrinya dengan kabar mengejutkan karena pasti berpengaruh pada kariernya yang barusaja dirintis.“Aku masih harus bersabar sedikit lagi, tapi aku juga tidak bisa hanya diam menunggu. Maria sangat berbahaya, dia bisa membatalkan hak Tasya untuk mendapatkan harta Cakrawala, aku harus mengawasinya sekalian mencegah hal itu terjadi!”Hari kembali berganti, pukul sembilan pagi Erzhan dan Amira sudah didandani selayaknya pengantin daerah. Resepsi
Amira terpaku dengan wajah datar saat isi kepalanya kebingungan, maka selama beberapa saat tidak ada kalimat apapun yang keluar dari mulutnya hingga akhirnya sebuah pertanyaan diutarakan, “Memangnya kamu mau melakukannya sekarang, apa tidak mau menunggu besok?”“Astaga.” Erzhan menepuk dahinya, kemudian menerangkan, berdiri dengan gagah walaupun hanya menggunakan kemeja berdasi, “semua pria akan menjawab iya!”“Oh,” sahut datar Amira seiring mengangguk kecil hingga membuat dahi Erzhan berkerut.“Jadi bagaimana, kamu sudah mengerti kan?” Erzhan masih tidak yakin jika Amira menangkap maksud perkataannya.Amira meninggalkan duduk manisnya, berdiri di hadapan Erzhan dengan jarak pemisah sekitar dua meter. “Ya sudah.” Pun, kalimat ini dikatakan sangat datar.Erzhan memandangi Amira, mencoba mencari kebenaran dalam diri si gadis, apakah sifat polosnya masih mendominasi atau tidak. “Kamu yakin? Jika melakukannya malam ini maka kamu harus membuka semua pakaian di depanku. Terbaring pasrah di