"Siapa, Sayang?"
Ana menutup pintu rumah dan berjalan menuju Joko yang berada di ruang televisi. Dia menghempaskan bokongnya, di sofa santai.
"Mbak Binti, Mas. Kembalika ini!" Sambil tangannya terangkat ke atas, membawa G-string gajah. "Ini punya siapa?" Ana tak bisa menyembunyikan rasa senang dalam hati.
"Katanya dibawa Mas Dony?"
"Enggak tau Mas. Yang penting udah kembali dan aku enggak perlu keluarin duit lagi." Seraya menyeringai tipis.
Ting!
Terdengar pesan masuk di ponsel BB Joko.
{Makasih atas pertemuannya yang membuat aku semakin terkesan sama kamu Mas. Kapan kita bisa ketemu lagi?}
Buru-buru Joko menghapus pesan. Itu. Dari perubahan wajah Joko, Ana melihatnya dengan tatapan yang aneh. Lalu dia merapat pada suaminya.
"A-ada apa Mas? Kok, kayak lihat hantu e Bu Sapto?"
(Baca Kuku Bu Sapto)
Joko menggeleng. Buru-buru dia beranjak dan masuk kamar. Semakin membuat Ana memandangnya aneh. Segera Ana memat
"Hallo, Mas Joko.""Waduhhh, kamu ini kenapa sih? Aku udah bilang jangan kirim pesan, apalagi telpon kayak gini. Kalau enggak penting An!" tegas Joko kesal."Aku juga lagi urget Mas Joko," ucap Ana Dolly manja. Suaranya benar-benar bikin merinding siapa saja yang mendengar."Memangnya ada urusan apa yang urgent?""Kangen!""Apa?!" Setengah berteriak suara Joko memekik. "Kamu jangan bilang yang kayak gitu lagi Ana. Apalagai sampai kirim pesan.""Kenapa sih Mas? Apa salah kalau aku kangen beneran.""Ya ... enggak salah. Tapi, kalau istri aku tahu bahaya An!""Ya udah. Kalau gitu Mas Joko wajib telepon aku!""Apa?!" Kembali Joko memekik."Enggak usah pake teriak kenapa sih Mas Joko. Aku enggak budeg."Teringat akan pertemuannya dengan Ana Dolly sewaktu di pos keamanan. Joko langsung mencecarnya dengan banyak pertanyaan."Bukannya tadi itu kamu? Yang lewat di pos
_Rumah Wulan_"Kamu kok mesam mesem gitu? Lagian itu kenapa kepedesen diarahain di HP segala?""Ana mendongak ke arah Wulan yang baru saja selesai mandi."Aku sengaja.""Loh? Kok aneh gitu?""Aku memang sengaja mau godain Mas Joko. Dan, kamu mau tau enggak?"Wulan berjalan mendekat dan duduk di sebelah Ana Dolly. Mengangkat kedua kakinya di atas sofa."Ada apa? Sukses kencan pertama?""Hemmm, sukses lah. Dan bikin aku pengen lagi ketemu ... ketemu teruuuusss!""Kangen gitu?"Ana dolly tersenyum lebar. Lalu dia mendekati Wulan seraya berbisik,"Sangat, Lan. Padahal baru aja ketemu. Kalau aku cinta gimana?""Kangen iku dudu jenis e wit-witan. Dadi enggak usah di pendem, koyok polo pendem Ana!"(Kangen itu bukan jenis tanaman jadi jangan dipendam, seperti umbi-umbian)Sontak ucapan Wulan membuat Ana terpingkal-pingkal."Tapi ada satu hal yang bikin kaget aku setengah mati Lan."
"Kenapa harus pusing?""Aku merasa kalah bersaing dengan Ana istrinya."Sontak Wulan terkekeh melihat ulah Ana yang kelimpungan."Kata Mas Joko aku enggak boleh kirim pesan apa pun juga. Bayangin coba!""Terus yang boleh apa?" Kali ini Wulan berpaling mengarah pada Ana.Terlihat Ana yang cengar cengir. Semakin membuat Wulan penasaran."Aku minta dia telpon. Kalau enggak aku bakalan chat atau telpon dia. Jitu 'kan?"Wulan tergelak terbahak."Itu namanya pemalakan rasa rindu dan cinta.""Biarin. Hahahaaa ...."Tatap mata Wulan terus tertuju pada Ana. Dia tak menyangka bila kawan baiknya itu, menyukai tetangga belakang rumah. Sudah bisa terbayang dalam pikiran Wulan. Bagaimana bila satu perumahan tahu hal ini. Yang ada dirinya akan dibully sampai habis."Kok melamun?""Ngelamunin kamu lah.""Kok bisa?""Aku enggak bisa bayangin ya. Kalau satu komplek tahu kamu suka sama Mas Joko. Ter
"Malam, Mas Joko. Kok diam aja sih? Malu atau gimana nih Mas?" goda Wulan.Sontak Ana langsung menoleh dan mengarah pandangannya pada Joko. Lalu tersenyum. Sitompul yang melihat wanita itu, mengernyit. Sambil menebak siapa wanita ini?"Kami ke depan dulu ya Bapak-bapak. Mari!""Silakan MBak Wulan.""Ehhh, Mas Joko! Kenapa cewek yang jalan sama Mbak Wulan mirip sekali sama teman Mas Joko tadi ya?""Yang bener, Bang?" sahut Beny kepo."Ahhh ... itu cuman mirip aja, Bang."Namun sepertinya Beny, tak mudah percaya begitu saja. Dengan penolakan Joko."Yakin nih Mas Joko? Bukan cewek tadi?""Bukanlah, Bang. Buat apa saya bohong itu?"Sitompul manggut-manggut. Dia pun harus mempercayai apa yang dikatakan oleh Joko.Dari kejauhan, terlihat seseorang yang berjalan ke arah mereka. Beny langsung menepuk bahu Sitompul cukup keras."Kayaknya itu Pak RT, Bang. Kok bisa pas ya?""Maksud Mas Beny
{Cintaku kepadamu Mas Joko, seperti sebuah kamera. Selalu fokus hanya sama Mas Joko seorang. Sedangkan yang lainnya blurrr}Ana senyum-senyum sendiri saat mengirimkan pesan itu."Memangnya yang kamu kirim tulisan apa?""Nih, kamu baca sendiri!"Dia menyodorkan ponsel pada Wulan."Waaaahhhh ... edan! Serangan kamu kok maut? Mas Joko bisa makin klepek-klepek koyok iwak koki, An!"Ana tergelak."Cuman kalau aku udah kayak gini, Lan. Pertanda aku harus bisa dapatkan dia.""Tapi, Mas Joko itu cinta mati lho sama istrinya.""Masa aku enggak bisa kalahin dia?"Terlihat Wulan memikirkan sesuatu. Lalu menjentikkan jari tangannya tepat di wajah Ana."Besok, sabtu sore ada pertemuan Ibu-ibu PKK. Kamu mau ikut?""Ada Ana?""Pastinya ada dong.""Mau, ikut aku.""Sekalian mau promo jamu buat mereka.""Jamu apaan?""Pokoknya deh."Mereka sudah duduk dan memesan bakso
"Tenang, Mas Joko. Ini mau aku tunjukin foto celana yang ada belalainya ini."Sitompul mengeluarkan ponsel. Lalu memperlihatkan foto G-string gajah. Membuat Joko mengerutkan kening."Dari mana Bang Sitompul dapatkan foto itu?""Ehhh ... ehhh, dari istri saya.""Istri Bang Sitompul?" tanya Joko terbelalak. "Bagaimana bisa kok istri Bang Sitompul tahu daleman saya?""Haaahhh?!"Sitompul garuk-garuk kepala. Dia pun kebingungan menjawab pertanyaan Joko."Benar juga Mas Joko. Dari mana istri saya dapatkan foto ini ya?" ulang Sitompul."Enggak usah heran lah Mas Joko. Di grup Ibu-ibu, foto celana dalam ada belalainya ini lagi dibahas."Seketika mata Joko membulat lebar."Yang bener nih Pak RT?""Mana pernah saya bohong, Mas Joko. Nanti kalau pas di rumah. Coba lihat HP Mbak Ana. Baca deh.""Saya pulang dulu kalau gitu!" lanjut Joko yang tergesa-gesa beranjak dari duduknya. tanpa mengindahkan panggilan Beny
Setelah bertukar nomer. Wulan dan Ana Dolly berlalu meninggalkan Beny yang bak mendapat durian runtuh. Dari jarak yang tak dekat. Pak RT memasang muka masam."Minta nomer Wulan?" Tanpa tedeng aling-aling. Pat RT langsung bertanya dengan raut wajah yang tegas. Terlihat tidak senang."Iya. Memangnya kenapa Pak RT? Kok kelihatannya sewot.""Ehhh ... enggak apa-apa Mas Beny. Cuman kenapa kok sampai minta nomer Dek Wulan segala? Nanti Mbak Binti cemburu lhooo ...!"Sontak kalimat Pak RT membuat Beny terbahak-bahak."Yang cemburu Pak RT apa istri saya toh Pak."Raut wajah Pak RT tertekuk. Dengan dahi yang berlipat-lipat, dan rahang mengeras."Permisi, Bapak-bapak! Aku mau pulang dulu," ucap Pak RT masih terlihat kesal."Tunggu Pak RT!" teriak Joko. "Permisi dulu Bang, Mas Beny, Mas Dony."Joko mengejar langkah Pak RT yang sudah mendahuluinya."Pak RT marah nih?""Siapa bilang?""Itu, dari tadi kumisn
Tiba-tiba ....Ting tung ting tung!Sontak Ana berbalik, melihat pada Joko yang pias seketika."Ada telpon kok enggak diangkat Mas?"Berulang kali Joko meneguk salivanya. Dia merasakan tenggorokkan yang tiba-tiba mengering. Berulang kali dia berdehem, sampai membuat Ana menoleh padanya. Sang istri mengerutkan dahi denagn wajah penuh heran."Kamu ini kenapa toh Mas? Kayak orang lagi sakit perut gitu?""E-emang, An.""Sini HPnya! Biar aku bawa, Mas pup sana!"Sontak Ana menyambar ponsel yang digenggam oleh Joko. Untung dengan gerak cepat, Joko memasukkan ke dalam saku kemeja."Enggak jadi mulesnya Sayang. Yuk, kita ke kamar aja.""Terus, yang telpon tadi siapa?""Paling Pak RT."Dua bola mata Ana melotot ke arahnya. Dia pun menghentikan langkah kaki dan memutar tubuh suami. Keduanya saling berhadapan."Ada apa Ana sayang?""Ngapain Pak RT itu telpon, Mas Joko?"Dalam hati, 'Syu