Share

BAB 3 Pria Asing

Penulis: Pritca Ruby
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku masih belum berani untuk menoleh. Saking parnonya karena film, aku malah sempat berpikir jika pria disampingku bukanlah manusia.

"Tenang saja aku bukan pria jahat."

Aku masih merasa aman karena adanya kamera tersembunyi di dalam teater. Sehingga aku kembali fokus saja pada film dilayar.

"Kamu datang sendiri?" bisik pria itu lagi.

Aku mengangguk saja, berharap ia tidak terus-menerus bertanya hal yang tidak penting.

"Mengapa sendiri?" 

Lagi!

Aku menoleh dengan niat ingin menegurnya agar tidak terus mengajakku berbicara. "Ma---" 

Aku malah diam membeku karena kini aku berhadapan dengannya dengan jarak yang cukup dekat, dekat, sangat dekat. Sontak aku langsung menjauhkan wajahku karena terkejut sekaligus takut.

"Sudah aku bilang, aku bukanlah orang jahat. Aku hanya ingin mengobrol saja."

"Aku sudah punya suami!"

"Memangnya kenapa? Apa ada aturannya kalau sudah bersuami tidak boleh mengobrol dengan orang lain?"

"Aku sedang fokus pada film!"

"Baiklah."

Setelahnya, aku pikir akan berhenti sampai disitu. Ternyata tidak, karena tiba-tiba saja tanganku dipegang.

"Mas, apa-apan, sih?" Aku menepis tangan pria itu. 

"Benarkah kamu sudah bersuami? Mengapa tidak datang dengan suamimu?"

"Pertanyaan Anda sungguh tidak sopan, Mas!"

"Padahal niatku sangat baik, aku tidak bisa tega saat melihat seorang wanita duduk sendiri apalagi di bioskop. Apa kamu ada masalah dengan suamimu?" tanya pria itu yang tidak menggubris perasaanku yang sudah tidak nyaman dekat dengannya.

"Kalau Mas berbicara seperti itu pada wanita-wanita muda yang masih lajang, mungkin tidak masalah. Masalahnya saya sudah katakan kalau saya sudah menikah, jangan menggoda saya!"

"Menggoda?" Pria itu tampak tersenyum penuh arti.

Beberapa waktu berlalu, pria yang ada di sampingku tak lagi menggangguku lagi. Entah mengapa aku malah penasaran, aku melihat dengan ekor mata. Dan benar saja perasaan tak enak yang aku rasa karena pria itu terus melihat ke arahku alih-alih melihat layar besar di depan.

"Mas, tolong jangan buat saya tidak nyaman. Saya hanya ingin nonton film ini dengan tenang. Saya sudah bayar dua tiket, jadi saya tidak ingin rugi!"

Pria itu tersenyum, dengan tetap tak mengalihkan pandangannya. "Apa saya bilang tadi, tidak mungkin kamu datang sendiri. Jadi, suamimu tidak bisa datang karena pekerjaan atau ternyata ada wanita lain?"

Ah, sial! Kenapa aku harus keceplosan segala.

"Bukan urusan Anda!"

"Biar aku tebak, sepertinya bukan karena pekerjaan, tapi karena wanita lain. Benar? Dan wanita ketiga ini bukanlah wanita penggoda suami orang melainkan Ibu mertua kamu."

Mendengar kebenaran yang dikatakan pria itu, aku yang tadinya tidak ingin lagi memperpanjang urusan karena tidak penting, kini malah merasa penasaran mengapa dia bisa tahu. Atau mungkin hanya asal berucap saja?

Namun kasus yang sedang aku alami ini, bukanlah hal yang bisa dengan mudah ditebak oleh orang lain tanpa aku bercerita sendiri.

"Kenapa menatapku seperti itu? Apa yang aku katakan memang benar?"

"Ck!"

Akupun menganggap bahwa hal itu hanya sebuah kebetulan saja.

"Jika suamimu sayang padamu, dia akan memprioritaskan dirimu. Dan kalau Ibu mertuamu menghargaimu, dia akan mengerti jika anak laki-lakinya sudah bukan sepenuhnya milik dia lagi. Tidak ada laki-laki yang benar-benar sibuk dalam urusan pribadinya, hanya mungkin beda prioritas saja. Dari situ harusnya kamu tau, ada di nomor berapa urutan prioritas kamu sebagai seorang istri."

Meski aku tidak menoleh sama sekali, tapi semua yang diucapkan oleh pria itu, jelas terdengar olehku. Bahkan aku mengerti betul maksud dari apa yang dia katakan.

Aku yang sudah tiga tahun lebih, menjadi Ibu rumah tangga yang tidak banyak bergaul dengan orang lain, yang otomatis aku tidak punya tempat untuk berbagi, tiba-tiba merasakan hal lain. Hal yang selama ini aku butuhkan, yaitu tempat berbagi keluh kesah atas apa yang aku rasakan. Terutama sakit hati karena Ibu Mertuaku, juga kekesalanku pada suami yang tidak pernah ada dipihakku, dan pada kebodohanku yang selalu menganggap peristiwa yang terjadi menjadi sebagai angin yang akan segera berlalu.

"Terima kasih sebelumnya, tapi kamu tidak harus mengurusi rumah tangga orang lain."

"Terima kasih? Apakah itu artinya kamu membenarkan tebakanku?"

Aku meliriknya dengan tatapan tajam tanpa mengatakan apa-apa lagi.

"Kamu tau one night stand?"

"Jangan macam-macam ya, Mas!" 

Karena aku sudah benar-benar merasa tidak nyaman, akhirnya aku bangkit untuk keluar dari teater walaupun film belum selesai. Tidak lagi kupikirkan sayangnya uang yang sudah keluar percuma untuk dua orang, ditambah aku yang bahkan tidak begitu menikmati film yang disuguhkan sampai akhir cerita.

Namun dengan cepat tanganku ditahan oleh pria itu. "Memang kamu sekuat apa? Bisa bertahan dihubungan yang tidak membuat kamu bahagia? Jika alasanmu bertahan hanya karena tidak ingin sendiri disaat tidak punya keluarga lagi, sebaiknya berpisahlah."

Aku memicingkan mataku, mencoba menatap lekat pria yang ada dihadapanku yang bahkan aku belum melihat dengan jelas seperti apa rupanya karena masih tertutup sebagian dengan topi.

"Kamu tidak tau apa-apa! Yang kamu katakan semua hanyalah opini saja. Itu semua omong kosong!"

Aku langsung bangun dan berniat untuk segera pergi. Namun tiba-tiba saja tangan kekar itu kembali menarik tanganku hingga aku berhadapan dengan dia. Dengan posisi seperti itu, aku merasa itulah kesempatanku untuk melihat siapakah pria yang seolah tahu kehidupan rumah tanggaku.

Cup!!

Sebuah kecupan mendarat tepat dibibirku.

"Jika kamu penasaran siapa aku, datanglah padaku. Akan aku pastikan kebahagiaanmu," ucap pria itu dengan pelan tanpa mengizinkan wajahnya terlihat olehku.

"Siapa kamu sebenarnya?" tanyaku yang sudah kehilangan kesabaran karena rasa penasaran. 

Aku mengangkat satu tanganku mencoba untuk membuka topi yang menutupi sebagian wajahnya, ditambah dengan pencahayaan di dalam teater yang sangat minim sehingga tidak terlihat jelas.

Namun, pria itu menahan tanganku. Dan sebelah tangannya menarik tubuhku masuk ke dalam pelukan. "Datanglah padaku. Aku akan ungkapkan siapa diriku."

Aku mencoba memberontak, tetapi tubuh kekarnya tidak bisa aku kalahkan. Dia terlalu dominan.

"Jangan macam-macam!" ucapku menggeram sambil memukul-mukul dadanya.

Dan pria itu malah mendekatkan wajahnya, membuat wajahku terdorong tetapi keadaan itu malah membuat tubuhku semakin masuk dalam kungkungan badan kekarnya.

Pada akhirnya pria itu bisa meraih bibirku dan kami berciuman walau aku merasa terpaksa, tetapi paksaan dan penolakan dariku seolah berjalan seirama. Hingga tak sadar, aku semakin melemah, menyerah dan pasrah. Sesuatu yang sudah lama tidak aku dapatkan dari Suamiku, malah aku merasakan sensasi lain bersama pria asing.

Beberapa menit berlalu, alam bawah sadarku mengembalikan kesadaranku sepenuhnya. Aku membuka mata lalu mendorong pria yang lengah dan tak lagi memelukku dengan erat.

Tanpa berlama-lama, aku segera berlari keluar. Rasa penasaran terhadap siapa sosok pria itu tergantikan dengan rasa bersalah saat aku teringat Suamiku di rumah.

Sesampainya di rumah, perasaan bersalah malah semakin menyelimutiku. Aku tidak mungkin menceritakan semuanya, tetapi aku juga tidak ingin membohongi Suamiku sendiri atas kesalahan yang sudah aku perbuat.

"Kamu baru pulang, sayang?"

Tiba-tiba saja aku mendengar suara Mas Rendi saat hendak membuka pintu rumah.

"Ah, Mas! Ngagetin aja. Iya aku baru pulang. Ka--kamu sendiri baru pulang dari rumah Ibu?" 

"Iya, soalnya tadi dibantu tetangga juga. Jadi pekerjaannya cepet selesai."

"Memangnya ada acara apa sih, Mas?" tanyaku yang memang tidak tahu karena tadi aku langsung berangkat begitu saja saking kesalnya.

"Peringatan meninggalnya Ayah. Makanya aku gak bisa nolak tadi."

"Astaga aku sampai lupa, Mas. Pasti Ibu marah sama aku karena gak bantu-bantu tadi."

"Nggak, Mas udah jelasin sama Ibu."

"Bohong. Mana mungkin Mas ada dipihak aku kalau di depan Ibu."

"Loh kok kamu gitu sama Mas? Mending kita masuk terus kamu ceritain gimana tadi di bioskop," pinta Mas Rendi sembari membuka pintu dan masuk ke dalam rumah.

Aku malah dibuat bingung dengan perasaan bersalah yang semakin menjadi-jadi.

'Apa kali ini aku benar-benar bisa dikatakan berselingkuh setelah apa yang terjadi di bioskop tadi?' batinku.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Yeyet Faranova
lanjut Thor.... penasaran siapa dia ya... ...
goodnovel comment avatar
Nirma Ezizah
masak iya...?
goodnovel comment avatar
Partinah Partinah
lakinya hombreng kali itu sbnrnya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 4 Bertemu Mantan Istri Suamiku

    Dua bulan berlalu setelah kejadian di bioskop waktu itu, aku belum bertemu dengan Ibu Mertuaku lagi. Karena dia masih saja marah dan menganggap bahwa aku mengenyampingkan kepentingan keluarga hanya demi kesenangan sendiri.Salahku memang yang tidak bertanya pada Mas Rendi mengapa ia membatalkan rencana kita keluar, sebab aku yang sudah terlanjur kecewa selalu menjadi nomor dua.Wajarkah jika aku cemburu terhadap Ibu mertuaku sendiri? Mau bagaimana lagi, aku memang merasa dinomorduakan. Dan disisi lain, Mas Rendi sendiri yang selalu bersikap abu-abu."Mas pulang," ucap Mas Rendi yang langsung menyadarkan lamunanku."Oh iya, Mas. Mas udah makan di rumah Ibu, kan? Soalnya aku gak masak lagi hari ini." Aku langsung berdiri menghampiri suamiku untuk membawa tas kerjanya seperti yang biasa aku lakukan."Iya, Mas udah makan. Kamu udah makan juga?""Udah," ucapku yang langsung segera berpaling.Jujur saja aku masih tidak sanggup jika harus bertatapan lama dengan suamiku. Perasaan bersalah yan

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 5 Wajah yang Tak Asing

    Beberapa hari setelah bertemu dengan Mbak Dian, aku merasa penasaran tentang cerita masa lalu suamiku, yang padahal dari awal pertemuan kami, aku tidak bertanya apapun terkait mantan istrinya.Bukan cerita indah yang membuatku merasa penasaran, melainkan cerita yang sepertinya tidak jauh berbeda dari apa yang sedang aku alami sekarang di rumah tanggaku bersama Mas Rendi."Mas, ini kopinya," ucapku sambil menaruh kopi panas yang sudah aku buat untuk Suamiku setelah makan malam bersama tadi."Iya, terima kasih, Sayang.""Mas, boleh aku tanya sesuatu?""Iya boleh, tanya saja. Kenapa harus tanya gitu dulu? Biasanya langsung nanya.""Simpan dulu dong HP-nya," protesku."Iya apa?""Aku ketemu sama mantan istri Mas. Dan kami ngobrol sebentar. Terus ada hal yang membuat aku kepikiran. Kalau boleh tau, kalian berdua berpisah karena apa?"Brak!!Aku terkejut bukan kepalang, reaksi dari Mas Rendi sama sekali diluar ekspektasiku. Ini adalah kali pertamanya Mas Rendi terlihat marah."Mas?!""Mas p

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 6 Tak Tersentuh

    "Lho? Kamu bukannya --?" Aku langsung teringat jika pria yang ada di hadapanku itu ternyata pria yang membantuku membayarkan belanjaanku tempo hari. Aku benar-benar tidak menyangka akan bertemu lagi dengan pria itu. Mungkin memang sudah takdirnya aku bertemu lagi dengan dia, hanya saja aku kembali merasa dongkol sebab dia yang sudah menimbulkan kesalahpahaman tetapi dia juga tidak berusaha membantuku untuk meluruskan.Pria dihadapan aku langsung tersenyum seolah dia juga masih mengingat wajahku."Wanita di supermarket?""Jadi, kamu CEO di perusahaan ini?" "Benar, selamat datang di perusahaanku. Kamu berniat untuk melamar pekerjaan di sini, kan? Biarkan saya melihat CV-mu terlebih dahulu," pinta pria itu yang ternyata bernama Anggara saat aku melihat name tag di meja kerjanya.Sebenarnya aku masih merasa marah padanya, kalau saja aku tidak membutuhkan pekerjaan, mungkin aku sudah mengurungkan diri untuk bekerja di sana.Dia membaca CV-ku, sementara aku duduk di kursi yang ada di hadap

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 7 Makan Siang Berdua

    "Aku juga masak sayur, kok. Sayur bayam dan jagung buat Ibu. Tadi Ibu nyuruh aku buat cepetan masak, tapi malah nyuruh Mas Rendi buat beli diluar. Pengeluarannya kan jadi double," ucapku yang sakit hati dengan ulah Ibu Mertuaku, yang seolah sengaja selalu melakukan apapun untuk menguji kesabaranku di depan Mas Rendi."Memangnya Ibu lagi menyusui dibikinin sayur bayam? Ayam goreng buatan kamu juga selalu keras, sakit kalau dimakan sama Ibu yang giginya udah setua umur Ibu juga," ujar Ibu Mertuaku.Terdengar menyebalkan, bukan?Kelakuan Ibu Mertuaku memang sukses membuat aku gemas, geram dan tak tahan menahan emosi. Aku tahu, jika diumur Ibu yang sekarang, dia akan memasuki kembali fase kanak-kanak, tetapi ini rasanya lebih menyebalkan dari sekedar tingkah laku anak kecil."Udahlah, Sayang. Nggak apa-apa, kok. Sekali-kali juga. Kata dokter kan menjaga suasana hati Ibu, bisa turut mempercepat masa pemulihan, karena kita membahagiakan batin dan mentalnya," bela Mas Rendi terdengar seperti

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 8 Kali Pertama

    "Jauh sebelum kamu menjadi sekretaris saya, saya memang selalu makan siang bersama sekretaris saya yang lama. Tapi dia sekarang sudah menikah dan resign," lanjut Pak Anggara seolah tidak ingin membuatku berpikir macam-macam."Oh begitu, Pak.""Kalau sedang diluar jam kantor, santai saja. Jangan terlalu formal. Kita juga sebelumnya kan sudah saling kenal."Mana bisa seperti itu, aku tetap akan menjaga profesionalitas aku dalam bekerja. Dan rasanya diantara kami berdua tidak begitu saling mengenal lebih jauh, sehingga tidak terlalu pantas jika bersikap informal walau diluar jam kantor."Ah, tidak, Pak. Saya hanya sebatas sekretaris Pak Anggara. Lebih dari itu, Pak Anggara pernah membantu saya. Tidak lebih lagi karena kita berdua tidak saling kenal juga.""Sepertinya kamu masih marah pada saya?" tanya Pak Anggara disertai dengan senyum tipis yang aku sendiri tidak tahu apa arti senyuman itu.Mengejekku?"Marah? Atas dasar apa saya harus marah sama Bapak?""Karena saya tidak membantu menj

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 9 Bonus Suka Hati

    *Flashback*Dua hari yang lalu, Mas Rendi pulang telat karena memang harus lembur. Ia mengambil lemburan mungkin hanya satu sampai dua kali saja dalam satu pekan, sehingga aku berdua saja dengan Ibu, karena Bi Wati sudah pulang ke rumahnya."Berapa gajimu dalam sebulan?" tanya Ibu Mertuaku yang memecah suara dari televisi.Biasanya aku memang selalu lebih lama menghabiskan waktu di dalam kamar, tetapi karena Mas Rendi belum pulang, jadi aku menunggunya di luar."Aku belum tau, Bu. Mungkin nggak jauh dari UMK kota ini," jawabku singkat karena memang aku belum tahu.Dasar pikirkan burukku memang cukup sulit untuk dijauhkan sehingga aku sampai berpikir Ibu akan meminta uang dari hasil keringatku juga. Sebenarnya memang tak apa, aku juga tidak akan perhitungan dengan suami atau bahkan dengan keluarga dari Suamiku sendiri."Kalau kamu sudah gajian nanti, ingat jangan digunain sendiri uangnya. Kalau mau meringankan beban suami jangan pelit-pelit dan perhitungan!"Belum genap satu bulan saja

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 10 Semua Untukku

    "Oh ya, gaji besar dari saya harus kamu gunakan untuk dirimu sendiri," ucap Pak Anggara memotong pembicaraanku, sampai aku mengerutkan keningku tidak mengerti mengapa dia berkata seperti itu.Mengapa harus digunakan untukku saja? Seolah aku tidak boleh berbagi gajiku maksudnya?"Maksudnya, Pak?""Kamu ini sekretaris saya, perusahaan ini perusahaan yang besar. Hampir setiap hari saya akan bertemu dengan klien penting. Coba perhatikan penampilan kamu sendiri."Sontak aku langsung melihat diriku dengan apa yang aku pakai setiap harinya.Tubuku yang tidak berubah dari sebelum menikah sampai sekarang membuat aku tidak kesusahan saat mendapatkan pekerjaan lagi, sebab aku bisa memakai baju lamaku.Saat bekerja dulu, aku selalu mengutamakan penampilan karena tuntutan pekerjaan, sehingga baju-baju kerjaku cukup banyak, bahkan lebih banyak dibandingkan saat aku setelah menikah yang jarang sekali membeli baju.Namun karena aku terkahir bekerja sudah bertahun-tahun yang lalu, jelas saja pakaian ya

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 11 Bersitegang

    Aku tidak salah dengar, kan? Belanjaan tadi untukku? "Tapi, Pak? Saya pikir itu hadiah dari Bapak untuk seseorang," ucapku yang masih tidak percaya jika atasanku membelikan baju yang jelas tidak murah."Yang mencoba baju itu tadi siapa? Kamu, kan? Semuanya cocok di kamu. Jadi ambil saja.""Saya tidak bisa menerimanya, Pak.""Tapi ini perintah dari saya, kamu ini sekretaris saya, jadi sudah seharusnya kamu memakai pakaian yang cocok dan layak jika berdampingan dengan saya. Karena kamu akan ikut saya ke mana pun saya akan pergi.""Tapi, semuanya terlalu banyak, Pak. Saya ambil satu saja. Gaji saya satu bulan kemarin, sudah cukup untuk saya belikan baju, jika memang penampilan saya sekarang kurang enak dipandang. Saya akan membeli baju-baju yang baru. Tapi tidak semahal ini."Tentu saja aku merasa sangat terkejut jika harus menerima semua baju-baju yang tadi aku pakai. Sebab satu stelannya saja sudah jutaan bahkan bisa sampai belasan juta. Harga itu membuat aku sangat shock."Gajimu, si

Bab terbaru

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 181 S2 Extra Part

    Semua orang tanpa terkecuali pasti memiliki sebuah luka. Luka yang tidak kasat mata, hanya sang pemilik luka lah yang bisa merasakannya.Sembuh atau tidaknya tidak bisa dipastikan secara nyata, sebab tergantung sang pemilik luka itulah akan berbicara berdasarkan fakta atau malah menyembunyikannya agar terlihat baik-baik saja.Meski pada akhirnya luka yang tidak terlihat itu bisa sembuh, tapi memorinya akan selalu tertanam dalam ingatan. Semakin mencoba untuk dilupakan, maka akan semakin tenggelam dalam kesakitan.Hanya diri sendirilah yang mampu menyembuhkan dan memastikan luka itu tidak bersarang lama dalam hidupnya.Masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, sejauh apapun mengejarnya tak akan bisa kembali apalagi hanya untuk menyesali apa yang sudah terjadi dimasa sekarang.Luka dimasa lalu yang dibiarkan, biasanya akan menjalar menjadi sebuah dendam. Sebuah titik balik yang berniat untuk melupakan, malah meluap menjadi emosi yang harus terbalaskan.Ketidakadilan adalah hal yang pasti

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 180 S2 Anggara

    POV Anggara"Kania ...." Setelah istriku mengatakan semua isi hatinya di depan makam Kania, kini giliranku yang harus aku utarakan juga apa yang ada dalam hatiku ini."Sudah lama rasanya sejak hari di mana kita terakhir bertemu dalam keadaan hubungan kita yang tidak baik-baik saja. Itu adalah hal yang paling aku sesalkan. Aku kira aku tau semua tentangmu, tentang cerita senang dan sedihmu. Ternyata aku tidak sedalam itu mengetahui hidupmu. Entah apa lagi yang harus aku sesalkan karena semua itu tidak akan membuat waktu berputar kembali sehingga kamu mungkin masih hidup dan bersamaku sekarang."Pertama kalinya, aku mengutarakan apa yang ada di dalam hatiku, penyesalan yang aku rasakan terhadap kematian Kania yang tidak aku sadari apa yang terjadi pada Kania sebelumnya."Selama ini aku sama sekali tidak melupakanmu. Aku melanjutkan hidup karena aku selalu mengingatmu. Aku bawa dendam kematianmu dengan menghancurkan hidup orang yang menjadi alasan kamu mengakhiri hidupmu."Sekejap aku me

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 179 S2 Tiana

    "Hay, Kania. Perkenalkan aku Tiana, aku adalah istri Mas Anggara, cinta pertama kamu. Senang bisa tau cerita kamu dari suamiku sendiri. Semoga kamu bisa beristirahat tenang di sana. Sungguh, kamu jatuh cinta pada pria yang tepat. Aku merasa keberuntungan yang harusnya kamu miliki, kini menjadi milikku. Aku berharap kamu bahagia atas kebahagiaan aku dan Mas Anggara saat ini. Sekarang kami sudah mempunyai tiga anak, dua anak kembar dan bungsu yang masih bayi. Nanti jika mereka sudah besar, akan aku ceritakan bagaimana ayahnya mencintai kamu begitu hebat dan tulus. Terimakasih sudah menyemangati Mas Anggara disaat ia merasa ada dititik terendah dalam hidupnya, sehingga dia bisa sehebat sekarang ini. Aku akan mencintai Mas Anggara dan menjaga anak-anak kami selamanya."Aku mengutarakan isi hatiku disaat kami sudah menaburkan bunga dan berdoa untuk Kania. Tidak ada lagi rasanya cemburu, sedih atau bahkan sakit hati. Aku sudah benar-benar ikhlas dengan kenyataan dari cerita Mas Anggara.Tid

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 178 S2 Saling Berkorban

    Bulan madu setelah memiliki anak, tadinya aku berpikir itu hanya buang-buang waktu dan bentuk keegoisan orang tua yang tega meninggalkan anak-anak hanya demi kesenangan berdua, padahal bulan madu berdua itu bisa digantikan dengan liburan bersama keluarga, sehingga anak-anak bisa ikut merasakan bahagia yang sama seperti orang tuanya. Namun ada hal yang aku sadari setelah aku merasakannya sendiri. Setelah menjadi seorang istri, prioritasku berpindah pada suami. Aku belajar memasak masakan yang disukai suami, mengingat makanan apa yang tidak ia sukai, menjaga bentuk badan agar suami tetap cinta, menjaga dan membersihkan rumah agar tetap bersih sehingga ketika suami pulang kerja dia bisa nyaman beristirahat, memastikan pakaian suami bersih ketika akan dipakai bekerja, memastikan dia makan sehat meskipun diluar rumah. Sampai kepentinganku sendiri tergeser dari prioritas yang tadinya selalu utama. Lalu, lahirlah sang buah hati. Bertambah pula yang harus diprioritaskan selain diri sendi

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 177 S2 Tidak Tertahan

    Pagi indah aku benar-benar menyarap suamiku sendiri. Bercinta dipagi hari ternyata lebih fresh, mungkin energi kita masih utuh karena belum melakukan aktivitas apa-apa. Ini adalah honeymoon kedua yang berhasil. Selain aku mendapatkan kenikmatanku kembali, aku mendapatkan ketenangan setelah berhati-hati menyimpan rasa kecewa karena sulit untuk menerima realita. Di villa itu, aku dan Mas Anggara seperti mengadakan pesta bercinta saja. Rasanya malu melihat kelakuan diri sendiri, seperti orang yang kehausan dan lama tidak mendapatkan air. Mungkin itu yang akan dikatakan oleh rahimku jika dia bisa berbicara. Mempunyai suami tapi aku malah kekeringan. Sering cemburuan, mudah marah, mudah tersinggung, ternyata sentuhan suami lah obatnya. Kesabaran suami yang menjadi vitamin tambahan. Untunglah dia tidak berpikiran untuk membayar jasa wanita diluar sana, yang bahkan pasti ada saja yang menjajakan diri dengan suka rela alias gratis. Aku malu sekali jika mengingat semua yang telah terjad

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 176 S2 Bulan Madu Kedua

    Bagaimana ada istri seperti aku sekarang ini. Rasanya aku tidak pandai bersyukur sekali, semua yang aku inginkan sudah aku dapatkan di pernikahan kedua ini, tetapi aku tidak memperhatikan suamiku sendiri. Padahal dialah sumber yang membuat aku bisa mendapatkan apa yang selama ini menjadi keinginanku.Mas Anggara tidak pernah menuntut apa-apa, selalu memberikan yang terbaik untukku dan tentu juga untuk anak-anak. Namun aku tidak memperhatikan kebutuhan biologisnya. Padahal itu bukan hal yang besar dan mahal untuk aku berikan karena pastinya aku juga akan merasakan kenikmatannya.Aku baru tersadar kenapa beberapa kali Mas Anggara menyarankan agar kami mencari pengasuh bayi, karena dia juga butuh perhatian dariku, dia butuh aku untuk mengurusnya. Aku saja yang kurang peka dan tidak pernah bertanya."Maafkan aku, Mas. Aku akan lebih memperhatikanmu disamping kesibukanku mengurus anak-anak. Dan sepertinya aku akan menerima tawaran untuk mencari pengasuh bayi saja. Aku tidak akan egois dan

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 175 S2 Kebutuhan yang Terlupakan

    "Tidak," jawabku sambil menggelengkan kepala. "Sepertinya ada satu hal yang baru aku sadari sekarang, Mas.""Apa itu?""Setelah memiliki anak, fokusku hanya pada mereka saja. Kamu tidak aku perhatikan bahkan aku mengabaikan diriku sendiri. Baru aku sadari ternyata kamu malah semakin tampan meskipun sudah mempunyai tiga anak, usia kamu beberapa tahun lagi akan memasuki kepala empat. Kamu masih sangat sehat, bugar, berkharisma seperti aktor-aktor Hollywood yang semakin matang usia malah semakin menarik mata."Mas Anggara tersenyum tipis. "Kamu memujiku terlalu berlebihan, Sayang. Tidak seperti itu. Biasa saja seperti lelaki pada umumnya."Aku menggelengkan kepala dengan tegas. "Beda! Kamu sangat berbeda. Aku tidak memuji kamu secara berlebihan tapi memang faktanya begitu. Aku hanya membicarakan apa adanya yang aku lihat.""Kalau memang begitu, kenapa kamu tampak sedih sekarang? Bukannya memiliki suami yang tampan itu akan membuat kamu bangga?""Yang ada aku malah insecure, Mas. Kalau ki

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 174 S2 Malam Berdua

    Senja perlahan bergantian dengan langit yang menggelap. Tidak ada lagi pemandangan yang bisa aku lihat dari atas sini kecuali perlahan digantikan dengan lampu-lampu kota yang satu persatu mulai dinyalakan. Aku hanya bisa menunggu karena waktu yang akan menjawab bagaimana selanjutnya. Apa yang bisa aku lakukan jika dia mengatakan sebuah janji selain aku menunggu dan merasakan sendiri bagaimana dia membuktikan itu semua. Sehingga tidak ada jawaban lain selain aku tetap bertahan untuk melihat janji yang dia ucapkan, bisa dia buktikan.Aku mencintai suamiku terlepas dari apapun masa lalunya, rahasianya juga alasan awal bagaimana dia mendekatiku hingga akhirnya sungguh menikahiku.Aku harus melapangkan dada, meluaskan rasa sabarku, melihat ke masa depan dan merasakan apa yang masa sekarang terjadi. Bukankah selama ini rumah tangga kami baik-baik saja?Itulah yang sudah seharusnya aku lakukan. Tidak ada manusia yang tanpa pernah melakukan sebuah kesalahan dimasa lalu. Semua manusia adalah

  • GAIRAH YANG TERTAHAN   BAB 173 S2 Bukti bukan Janji

    Mas Anggara selalu bisa memberikanku jawaban yang masuk diakal. Tidak mengada-ada seperti mencari pembenaran untuk dirinya, tetapi memang seolah faktanya seperti apa yang dia katakan."Coba bilang padaku, apa yang harus aku lakukan sekarang?"Aku menggelengkan kepala."Papa saja menyadari jika hubungan kita tidak baik-baik saja makanya dia menyuruh kita untuk menghabiskan waktu berdua tanpa anak-anak. Jangan sampai sepulang kita dari sini, kamu tetap menjaga jarak dariku. Kita ini suami istri.""Aku tau. Aku juga tidak mau seperti ini, Mas. Tidak ada seorang pun yang mau rumah tangganya diuji, kalau bisa itu juga. Tapi cerita kamu itu membuat hatiku sakit, kecewa. Jadi banyak sekali hal yang aku pikirkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi yang aku hubungkan dengan cerita kamu. Aku sudah punya trauma di pernikahanku dulu, dan aku masih tidak percaya kita begini jadinya. Apa ini karma untukku?"Tiba-tiba saja langsung terpikirkan hal itu dalam benakku. Memang sama sekali tidak

DMCA.com Protection Status