Share

BAB 4 - Tiduri Dia.

"Mas, tolong berhenti." 

Tidak mau mendengarkan Ratih, Abimanyu terus berjalan membawa Ratih dengan langkah cepat.

"Mas, jangan seperti ini, tolong lepaskan Aku!" Pekik Ratih.

Terpaksa Abi melepaskan Ratih dan menatap istri tercintanya itu.

"Kenapa Mas bersikap ketus seperti itu kepada Arin? Apa karena sikap Mas ini, Arin jadi berubah sikapnya menjadi dingin?" 

"Itu bukan urusan kita, Dek. Ayo kita ke kamar, Mas merasa sangat lelah, bisakah kamu memijit punggung Mas seperti biasa?" Abi mulai mengajak Ratih lagi namun Ratih menolaknya dan tetap berdiam diri.

"Tidak Mas. Kamu harus tinggal di kamar Arin mulai saat ini." 

"Tidak!" 

"Mas, tolonglah jangan  bersikap seperti ini. Arin juga istrimu, dia berhak atas dirimu juga." 

"Tidak! Dia tidak berhak atas diriku." 

Abimanyu mendekati Ratih dan memegang pipi Ratih lembut.

"Hanya kamu yang berhak atas diriku, Dek. Tidak akan ada wanita lain yang akan menggantikan dirimu." 

"Cukup, Mas. Kita sudah membicarakan ini. Tolong tepati janjimu." Ratih menjauhkan tangan Abi dari pipinya.

"Cukup Dek. Mas sudah mengikuti semua kegilaan ini, Mas bahkan seolah tidak memiliki pilihan lain selain menjalani ini walau hatiku menolaknya. Cukup jangan memaksaku lagi kali ini." Abi mulai berjalan mundur dan memilih untuk masuk ke kamar bawah. 

"Mas?" 

Abi hanya melambaikan tangannya menandakan cukup untuk tidak menyeterunya lagi.

Waktu terus berjalan, Abi masih mengunci diri di kamar tamu, Arin juga sama lebih memilih mengunci kamarnya.

Ratih merasa bingung dengan kondisi ini, Arin dan Abi sama-sama memiliki sikap keras dan tidak mau mengalah, Ratih sudah memasak makan malam lezat kesukaan suaminya. 

Tak tahan mencium aroma makanan lezat yang Ratih buat, Abimanyu membuka pintu kamarnya dan menuju meja makan dimana Ratih tengah   mempersiapkan makan malam.

"Ayo makan, Mas." Sapa Ratih dengan senyuman hangatnya 

Ratih sangat tahu sifat suaminya itu, Abi tidak akan tahan jika sudah mencium aroma makanan yang Ratih buat. Seketika marahnya hilang dan akan segera mencicipi masakannya.

"Masakannya tampak lezat, Dek." 

"Tentu, ini kan kesukaannya, Mas. Ayam bakar madu dengan lalapannya tak lupa sambal terasi juga." 

"Ambilkan Mas nasi cepat. Mas sudah lapar sekali." 

Ratih tertawa kecil mendengar suaminya seperti anak kecil yang sudah kelaparan dan minta di suapi.

"Sebentar ya, Mas. Aku panggil Arin dulu, kita makan bersama." 

"Dek, kenapa kamu mulai lagi menyebut namanya  lagi? Membuat selera makanku hilang!" 

"Mas, tolong jangan seperti ini. Kita harus menerima kenyataan bahwa ada Arin di antara kita. Kita berdua membutuhkannya agar bisa melahirkan anak kita. Tolong jangan bersikap dingin seperti ini!"

Tak kuasa membantah istrinya lagi, Abi hanya diam saja dengan hati yang dongkol. Ratih segera naik ke atas ke kamar Arin,  Ratih mengetuk pintu kamar Arin. Saat ini sudah pukul 7 malam tetapi Arin masih mengunci diri di kamar.

"Rin, kakak sudah memasak untuk kita makan malam, ayo segera keluar dan makan bersama."

"Aku tidak lapar, Kak." Seru Arin dari dalam.

"Jangan bohong, Rin. Kamu belum makan dari tadi siang." 

Tak lama terdengar suara kunci di buka dari dalam kamar, Arin menyembulkan wajahnya, terlihat Arin baru selesei mandi, rambutnya basah dan ada sisa air di bagian wajahnya.

"Ayo makan malam bersama." 

"Aku tidak ikut makan ya, Bu. Tidak lapar." Tolak Arin lagi.

"Loh kenapa panggil 'Bu' lagi? Mulai saat ini biasakan panggil Kakak." 

"Iya maaf, Bu. Eh, kak." 

"Ya sudah, ayo ke bawah, Mas Abi sudah menunggu, kasian dia sudah kelaparan." 

Arin hanya terdiam tidak bergeming dengan ucapan Ratih.

"Arin di kamar saja dulu ya kak, kakak sama suami Kakak makan dulu aja tidak udah nungguin Arin, nanti kalau lapar Arin ambil sendiri." 

"Arin, panggil Mas Abi saja, dia juga suamimu."

"Aku tidak bisa, kak." 

"Kakak tahu, hal itu masih Asing, tapi mulai saat ini sampai dua tahun ke depan panggil Mas Abi saja." 

"Baiklah,"

"Ya sudah, ayo cepat turun ke bawah ya, kakak sama Mas Abi tunggu di bawah." 

"Iya kak."

Ratih bergegas ke bawah meninggalkan Kamar Arin, sedikit susah merayu anak satu itu. Namun Ratih mencoba memahaminya, mungkin Arin masih Denial dengan keadaan saat ini.

"Kenapa lama sekali, Dek?" 

"Arin tadi baru mandi, Mas. Jadi agak lama."

"Huh.. merepotkan saja!" Caci Abi pada Arin.

"Mas mau makan dulu saja, Dek. Nungguin orang lain keburu mati kelaparan Aku."

Tak kuasa menolak keinginan suaminya, kini Ratih sudah memberikan piring berisi nasi dan ayam bakar berserta lalapan dan tempe goreng tak lupa sambalnya.

Lahap sekali Abimanyu memakan masakan Ratih, salah satu hal yang membuat Abi tergila-gila adalah tangan ajaib Ratih yang bisa memasak masakan apapun menjadi masakan dengan cita rasa yang begitu lezat.

"Pelan-pelan Mas makannya, nanti keselek loh." 

"Mas sudah lapar sekali, dek. Masakan kamu sangat lezat."

Ratih hanya tertawa kecil melihat tingkah lucu Suaminya yang seperti anak kecil. Pandangan Ratih tertuju ke arah tangga, Arin turun dengan setelan satin berwarna pink muda dan rambut bergelombang yang basah terurai. 

"Rin, ayo cepat sini, nanti kita kehabisan lauknya oleh Mas Abi." Panggil Ratih pada Arin yang berhenti di anak tangga dan memandang ke arah Ratih dan Abi.

"Iya kak."

Mendengar suara Arin, Abi yang sedang makan dengan lahap seketika berhenti, seolah tidak bernafsu makan lagi. Arin lebih memilih duduk di samping Ratih ketimbang di samping Abi.

Sekilas Abi menatap Arin, kulitnya yang putih bersih serta rambutnya yang hitam dan basah sukses membuat Abi terpesona. Apalagi dari balik baju tidur satinnya terlihat kedua buah dada Arin yang besar dan menonjol. Seketika Abi malah tersedak setelah melihat Arin. 

"Mas kenapa sampai tersedak sih? Ini minumnya." Cicit Ratih sembari memberikan minum.

"Tidak apa-apa, Mas hanya tersedak sambal." Jawab Abi di sela batuknya.

Arin hanya terdiam seolah tidak melihat Abi yang sedang mendapat perhatian dari istri pertamanya. Abi juga tidak menghiraukan Arin dan fokus kepada Ratih. 

Setelah mereka selesei makan, Abi meminta di temani untuk nonton televisi, kebiasaan Abi selalu menonton televisi bersama Ratih dan Abi tiduran di pangkuan Ratih. Arin bergegas ke kamarnya kembali. 

Sekitar sepuluh menit Ratih dan Abi nonton film Hollywood, Ratih merasa sudah sangat mengantuk dan ingin tidur.

"Mas, Aku ingin tidur, rasanya hari ini capek sekali." Ucap Arin.

"Padahal Mas belum ngantuk, dek. Ya sudah adek dulu yah ke kamar. Mas nanti nyusul."

"Tapi Mas...."

"Ssttt..sttt.. jangan bicara hal yang membuatku tidak nyaman." 

"Baiklah, Aku ke kamar."

Sebelum ke kamar, Ratih memikirkan sesuatu lalu membisikkan tentang sesuatu ke telinga suaminya dengan mesra.

"Ya, nanti Mas akan ke kamar setelah acara selesei. Tunggu ya sayang."  Ucap Abi genit dengan mengerjapkan sebelah matanya.

 

Satu jam kemudian, film yang Abi tonton selesei serta rasa kantuk yang mulai Abi rasakan. Abi akan kembali ke kamar Ratih dan tidur bersama istri tercintanya itu.

Saat membuka pintu kamar, Abi sedikit terkejut karena kamar itu sudah dalam kondisi sangat gelap. 

"Sayang, kejutan apa yang akan kamu berikan hingga mematikan semua lampu kamar?" 

Tidak ada jawaban, hanya terdengar gesekan kasur yang menandakan bahwa orang yang berada di atas ranjang sudah bersiap.

"Kamu sudah menungguku, Ya sayang, baiklah Mas akan segera menerkammu." 

Tak lama kemudian, Abi sudah memeluk seorang wanita di atas ranjangnya. Abi meraba tubuh itu dan merasakan bahwa Ratih sudah memakai baju seksi yang dia belikan. Aroma parfum Ratih yang menguar menambah hasrat Abi kepadanya.

"Mas sudah tidak tahan lagi, sayang. Kamu begitu harum." 

Dengan kondisi kamar yang begitu gelap dan Ratih yang hanya diam membisu. Abi mulai mencumbunya, seperti biasa Abi akan melakukan foreplay yang cukup lama untuk merangsang Ratih.

Abi selalu memalukan foreplay yang cukup lama agar memudahkan dirinya dan tidak menyakiti Ratih saat penyatuan mereka.

Tiba saatnya Abi akan mereguk nikmat duniawi, kemudian ada sesuatu yang aneh yang  Abi rasakan. Ratih begitu susah untuk dimasuki seperti masih perawan dulu.

Abi tersadar dari hasratnya dan segera menyalakan lampu yang ada di atas nakas. Betapa terkejutnya Abi saat melihat wanita yang ada di bawahnya adalah Arin.

"Kau!" Pekik Abi dengan mata melotot dan penuh amarah.

Arin hanya bisa beringsut dari ranjang dan menatap Abi dengan ketakutan. Abi menatap Arin yang sudah setengah te lan ja ng itu tengah mengenakan pakaian malam Ratih yang khusus dia belikan. Lingerie merah menyala dengan renda dibagian dadanya. Serta parfum Ratih yang Arin kenakan hingga bisa mengecoh Abi.

Abi segera menutupi tubuhnya yang sudah tidak memakai pakaian dengan handuk yang berada tidak jauh dari sofa. 

"Kenapa bisa kamu selancang ini, Arin!" Teriak Abi hingga terdengar begitu menggema di kamar.

Arin hanya bisa menangis tidak mampu menjawab pertanyaan Abi. Arin pun segera menutupi tubuhnya dengan selimut. Arin sama sekali tidak sanggup melihat ke arah Abi.

"Mas, buka pintunya, Mas. Kenapa kamu berteriak?" Panggil Ratih dari balik pintu kamar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status