"Mas, tolong berhenti."
Tidak mau mendengarkan Ratih, Abimanyu terus berjalan membawa Ratih dengan langkah cepat.
"Mas, jangan seperti ini, tolong lepaskan Aku!" Pekik Ratih.
Terpaksa Abi melepaskan Ratih dan menatap istri tercintanya itu.
"Kenapa Mas bersikap ketus seperti itu kepada Arin? Apa karena sikap Mas ini, Arin jadi berubah sikapnya menjadi dingin?"
"Itu bukan urusan kita, Dek. Ayo kita ke kamar, Mas merasa sangat lelah, bisakah kamu memijit punggung Mas seperti biasa?" Abi mulai mengajak Ratih lagi namun Ratih menolaknya dan tetap berdiam diri.
"Tidak Mas. Kamu harus tinggal di kamar Arin mulai saat ini."
"Tidak!"
"Mas, tolonglah jangan bersikap seperti ini. Arin juga istrimu, dia berhak atas dirimu juga."
"Tidak! Dia tidak berhak atas diriku."
Abimanyu mendekati Ratih dan memegang pipi Ratih lembut.
"Hanya kamu yang berhak atas diriku, Dek. Tidak akan ada wanita lain yang akan menggantikan dirimu."
"Cukup, Mas. Kita sudah membicarakan ini. Tolong tepati janjimu." Ratih menjauhkan tangan Abi dari pipinya.
"Cukup Dek. Mas sudah mengikuti semua kegilaan ini, Mas bahkan seolah tidak memiliki pilihan lain selain menjalani ini walau hatiku menolaknya. Cukup jangan memaksaku lagi kali ini." Abi mulai berjalan mundur dan memilih untuk masuk ke kamar bawah.
"Mas?"
Abi hanya melambaikan tangannya menandakan cukup untuk tidak menyeterunya lagi.
Waktu terus berjalan, Abi masih mengunci diri di kamar tamu, Arin juga sama lebih memilih mengunci kamarnya.
Ratih merasa bingung dengan kondisi ini, Arin dan Abi sama-sama memiliki sikap keras dan tidak mau mengalah, Ratih sudah memasak makan malam lezat kesukaan suaminya.
Tak tahan mencium aroma makanan lezat yang Ratih buat, Abimanyu membuka pintu kamarnya dan menuju meja makan dimana Ratih tengah mempersiapkan makan malam.
"Ayo makan, Mas." Sapa Ratih dengan senyuman hangatnya
Ratih sangat tahu sifat suaminya itu, Abi tidak akan tahan jika sudah mencium aroma makanan yang Ratih buat. Seketika marahnya hilang dan akan segera mencicipi masakannya.
"Masakannya tampak lezat, Dek."
"Tentu, ini kan kesukaannya, Mas. Ayam bakar madu dengan lalapannya tak lupa sambal terasi juga."
"Ambilkan Mas nasi cepat. Mas sudah lapar sekali."
Ratih tertawa kecil mendengar suaminya seperti anak kecil yang sudah kelaparan dan minta di suapi.
"Sebentar ya, Mas. Aku panggil Arin dulu, kita makan bersama."
"Dek, kenapa kamu mulai lagi menyebut namanya lagi? Membuat selera makanku hilang!"
"Mas, tolong jangan seperti ini. Kita harus menerima kenyataan bahwa ada Arin di antara kita. Kita berdua membutuhkannya agar bisa melahirkan anak kita. Tolong jangan bersikap dingin seperti ini!"
Tak kuasa membantah istrinya lagi, Abi hanya diam saja dengan hati yang dongkol. Ratih segera naik ke atas ke kamar Arin, Ratih mengetuk pintu kamar Arin. Saat ini sudah pukul 7 malam tetapi Arin masih mengunci diri di kamar.
"Rin, kakak sudah memasak untuk kita makan malam, ayo segera keluar dan makan bersama."
"Aku tidak lapar, Kak." Seru Arin dari dalam.
"Jangan bohong, Rin. Kamu belum makan dari tadi siang."
Tak lama terdengar suara kunci di buka dari dalam kamar, Arin menyembulkan wajahnya, terlihat Arin baru selesei mandi, rambutnya basah dan ada sisa air di bagian wajahnya.
"Ayo makan malam bersama."
"Aku tidak ikut makan ya, Bu. Tidak lapar." Tolak Arin lagi.
"Loh kenapa panggil 'Bu' lagi? Mulai saat ini biasakan panggil Kakak."
"Iya maaf, Bu. Eh, kak."
"Ya sudah, ayo ke bawah, Mas Abi sudah menunggu, kasian dia sudah kelaparan."
Arin hanya terdiam tidak bergeming dengan ucapan Ratih.
"Arin di kamar saja dulu ya kak, kakak sama suami Kakak makan dulu aja tidak udah nungguin Arin, nanti kalau lapar Arin ambil sendiri."
"Arin, panggil Mas Abi saja, dia juga suamimu."
"Aku tidak bisa, kak."
"Kakak tahu, hal itu masih Asing, tapi mulai saat ini sampai dua tahun ke depan panggil Mas Abi saja."
"Baiklah,"
"Ya sudah, ayo cepat turun ke bawah ya, kakak sama Mas Abi tunggu di bawah."
"Iya kak."
Ratih bergegas ke bawah meninggalkan Kamar Arin, sedikit susah merayu anak satu itu. Namun Ratih mencoba memahaminya, mungkin Arin masih Denial dengan keadaan saat ini.
"Kenapa lama sekali, Dek?"
"Arin tadi baru mandi, Mas. Jadi agak lama."
"Huh.. merepotkan saja!" Caci Abi pada Arin.
"Mas mau makan dulu saja, Dek. Nungguin orang lain keburu mati kelaparan Aku."
Tak kuasa menolak keinginan suaminya, kini Ratih sudah memberikan piring berisi nasi dan ayam bakar berserta lalapan dan tempe goreng tak lupa sambalnya.
Lahap sekali Abimanyu memakan masakan Ratih, salah satu hal yang membuat Abi tergila-gila adalah tangan ajaib Ratih yang bisa memasak masakan apapun menjadi masakan dengan cita rasa yang begitu lezat.
"Pelan-pelan Mas makannya, nanti keselek loh."
"Mas sudah lapar sekali, dek. Masakan kamu sangat lezat."
Ratih hanya tertawa kecil melihat tingkah lucu Suaminya yang seperti anak kecil. Pandangan Ratih tertuju ke arah tangga, Arin turun dengan setelan satin berwarna pink muda dan rambut bergelombang yang basah terurai.
"Rin, ayo cepat sini, nanti kita kehabisan lauknya oleh Mas Abi." Panggil Ratih pada Arin yang berhenti di anak tangga dan memandang ke arah Ratih dan Abi.
"Iya kak."
Mendengar suara Arin, Abi yang sedang makan dengan lahap seketika berhenti, seolah tidak bernafsu makan lagi. Arin lebih memilih duduk di samping Ratih ketimbang di samping Abi.
Sekilas Abi menatap Arin, kulitnya yang putih bersih serta rambutnya yang hitam dan basah sukses membuat Abi terpesona. Apalagi dari balik baju tidur satinnya terlihat kedua buah dada Arin yang besar dan menonjol. Seketika Abi malah tersedak setelah melihat Arin.
"Mas kenapa sampai tersedak sih? Ini minumnya." Cicit Ratih sembari memberikan minum.
"Tidak apa-apa, Mas hanya tersedak sambal." Jawab Abi di sela batuknya.
Arin hanya terdiam seolah tidak melihat Abi yang sedang mendapat perhatian dari istri pertamanya. Abi juga tidak menghiraukan Arin dan fokus kepada Ratih.
Setelah mereka selesei makan, Abi meminta di temani untuk nonton televisi, kebiasaan Abi selalu menonton televisi bersama Ratih dan Abi tiduran di pangkuan Ratih. Arin bergegas ke kamarnya kembali.
Sekitar sepuluh menit Ratih dan Abi nonton film Hollywood, Ratih merasa sudah sangat mengantuk dan ingin tidur.
"Mas, Aku ingin tidur, rasanya hari ini capek sekali." Ucap Arin.
"Padahal Mas belum ngantuk, dek. Ya sudah adek dulu yah ke kamar. Mas nanti nyusul."
"Tapi Mas...."
"Ssttt..sttt.. jangan bicara hal yang membuatku tidak nyaman."
"Baiklah, Aku ke kamar."
Sebelum ke kamar, Ratih memikirkan sesuatu lalu membisikkan tentang sesuatu ke telinga suaminya dengan mesra.
"Ya, nanti Mas akan ke kamar setelah acara selesei. Tunggu ya sayang." Ucap Abi genit dengan mengerjapkan sebelah matanya.
Satu jam kemudian, film yang Abi tonton selesei serta rasa kantuk yang mulai Abi rasakan. Abi akan kembali ke kamar Ratih dan tidur bersama istri tercintanya itu.Saat membuka pintu kamar, Abi sedikit terkejut karena kamar itu sudah dalam kondisi sangat gelap.
"Sayang, kejutan apa yang akan kamu berikan hingga mematikan semua lampu kamar?"
Tidak ada jawaban, hanya terdengar gesekan kasur yang menandakan bahwa orang yang berada di atas ranjang sudah bersiap.
"Kamu sudah menungguku, Ya sayang, baiklah Mas akan segera menerkammu."
Tak lama kemudian, Abi sudah memeluk seorang wanita di atas ranjangnya. Abi meraba tubuh itu dan merasakan bahwa Ratih sudah memakai baju seksi yang dia belikan. Aroma parfum Ratih yang menguar menambah hasrat Abi kepadanya.
"Mas sudah tidak tahan lagi, sayang. Kamu begitu harum."
Dengan kondisi kamar yang begitu gelap dan Ratih yang hanya diam membisu. Abi mulai mencumbunya, seperti biasa Abi akan melakukan foreplay yang cukup lama untuk merangsang Ratih.
Abi selalu memalukan foreplay yang cukup lama agar memudahkan dirinya dan tidak menyakiti Ratih saat penyatuan mereka.
Tiba saatnya Abi akan mereguk nikmat duniawi, kemudian ada sesuatu yang aneh yang Abi rasakan. Ratih begitu susah untuk dimasuki seperti masih perawan dulu.
Abi tersadar dari hasratnya dan segera menyalakan lampu yang ada di atas nakas. Betapa terkejutnya Abi saat melihat wanita yang ada di bawahnya adalah Arin.
"Kau!" Pekik Abi dengan mata melotot dan penuh amarah.
Arin hanya bisa beringsut dari ranjang dan menatap Abi dengan ketakutan. Abi menatap Arin yang sudah setengah te lan ja ng itu tengah mengenakan pakaian malam Ratih yang khusus dia belikan. Lingerie merah menyala dengan renda dibagian dadanya. Serta parfum Ratih yang Arin kenakan hingga bisa mengecoh Abi.
Abi segera menutupi tubuhnya yang sudah tidak memakai pakaian dengan handuk yang berada tidak jauh dari sofa.
"Kenapa bisa kamu selancang ini, Arin!" Teriak Abi hingga terdengar begitu menggema di kamar.
Arin hanya bisa menangis tidak mampu menjawab pertanyaan Abi. Arin pun segera menutupi tubuhnya dengan selimut. Arin sama sekali tidak sanggup melihat ke arah Abi.
"Mas, buka pintunya, Mas. Kenapa kamu berteriak?" Panggil Ratih dari balik pintu kamar.
Setelah pertemuan dengan Arin di restoran , keesokan harinya Aku dan Mas Abi mendatangi dokter kandungan yang juga temanku. Dokter Utari yang tidak lain adalah sahabatku.Aku dan Mas Abi menceritakan semua rencana kami kepada Utari. Bahwa kami akan melakukan bayi tabung dengan menyatukan sel telurku dan sel sperma milik Mas Abi dan menaruhnya di rahim Arin.Namun hal yang mengejutkan Utari ucapkan kepada kami."Oke, saya mengerti maksud kalian. Tapi maaf sekali saya harus menyampaikan hal penting ini." Aku dan Mas Abi saling tatap merasa khawatir dengan apa yang akan Utari ucapkan."Kenapa Tar? Katakan saja." "Maaf Tih, tapi kalian tidak akan bisa untuk melakukan proses bayi tabung, karena sel ovariumu tidak ada yang bisa di selamatkan dari sel kanker." Bagai di sambar petir, Ratih begitu terluka mendengar ucapan dokter Utari. Abi mencoba memeluk Ratih agar istrinya bisa merasa tenang."Dok, apa tidak ada cara lain agar kami bisa memiliki anak kandung?" Ucap Abi kemudian."Ada. Ca
Hati Ratih ikut merasa hancur kala Arin menangis tersedu karena merasa di permalukan oleh Mas Abi. Ratih sangat mengerti perasaannya, tanpa banyak bicara Ratih coba untuk meraih Arin ke dalam pelukannya."Maafkan atas semua kesalahanku ini Arin. Harusnya Aku tidak terlalu memaksakan keinginanku. Hanya saja, Aku ingin kamu juga mendapat hak yang sama sebagai istri dari Mas Abi."Arin tidak menjawab ucapan Ratih hanya isakan tangisnya yang terdengar begitu perih. Ratih membantu Arin berpakaian dan mengantarnya kembali ke kamarnya.Ratih memeluk Arin agar bisa tertidur dengan tenang, Ratih merasakan sangat iba kepada Arin. Wanita muda yang cerdas dan cantik namun karena keterbatasan ekonominya akhirnya dia terjebak dalam situasi yang tidak mengenakan seperti ini."Maafkan Aku, mungkin Aku sudah berbuat hal jahat kepadamu. Harusnya kamu mengejar cita-citamu, tetapi malah kamu terjebak dalam kehidupan pahit ini karena Aku." Ucap dalam hati Ratih sembari mengelus rambut Arin lembut.Ratih m
H-2 pernikahan, pria bernama Abimanyu yang akan menjadi suamiku itu datang menghampiri rumahku, rumah yang berada di perumahan Griya Asri, walau rumah subsidi hanya ini satu-satunya harta yang kami miliki. Pak Abimanyu meneleponku untuk menemuiku di jalan dekat pintu masuk ke perum.Aku menghampirinya menggunakan motor varioku yang sudah usang, motor yang ku miliki hadiah dari ayah untuk transportasiku ke sekolah. Beruntung walau telah lama motor yangl ku miliki itu masih bisa berfungsi dengan baik."Kemarilah Nona, Tuan sudah lama menunggu." Ucap supir sembari membukakan pintu untukku."Iya Pak." Sebelum Aku masuk, Aku tenggok kanan kiri terlebih dahulu agar tidak ada orang yang ku kenal melihatku masuk ke mobil mewah itu, bisa saja akan menjadi gosip. Setelah di rasa aman, segera Aku masuk ke dalam mobil dan pak supir itu segera menutup pintu kembali."Kenapa lama sekali?" Tanya Pak Abi datar."Maaf, saya tidak tahu Anda akan datang kemari. Jadi tadi saya seleseikan masak dulu baru
Ratih sedang mempersiapkan makanan untuk mereka sarapan, Abimanyu yang memang selalu suka untuk menjahili istrinya memasak, kembali berniat jahil dengan menciumi tengkuk Ratih, memeluknya dari belakang dan menggelitik pinggang Ratih."Mas, nanti masakan Aku tidak matang-matang kalau Mas begini terus." Rengek Ratih meminta suaminya menghentikan aktifitas konyolnya."Aku suka melakukan ini , terlebih istriku nampak begitu sexy jika sedang memasak." Ratih menyikut perut Abi perlahan karena sudah terlalu gombal."Awwww.. sakit." Abi berpura-pura sakit karena sikutan Ratih."Ya makannya, hentikan. Biarkan Aku memasak dulu.""Baiklah, biar Aku memandangimu saja kalau begitu." Abi mengambil kursi makan dan menaruh ya di samping Ratih, kedua tangannya di gunakan nya untuk menyanggah janggutnya dan memandangi Ratih dengan senyuman merekah.Melihat tingkah konyol sang suami yang selalu seperti anak kecil, membuat Ratih terkekeh. Tanpa sengaja Ratih melirik ke arah pintu masuk, disana ada Ari
Setelah kejadian pertemuan dengan ibu Lisa kala itu, kini Abimanyu mulai mau menerima Arin. Mulai mengajaknya berbincang untuk saling mengenal satu sama lain, Abi tidak seperti pria pada umumnya yang akan menggunakan kesempatan poligami untuk bisa menikah lagi demi nafsu. Bagi Abimanyu cintanya pada Ratih adalah segalanya, Abimanyu tidak bisa menghianati Ratih begitu saja, Ratih yang menemaninya sewaktu Abimanyu belum memiliki apa-apa hingga sampai berada di titik ini. Wanita yang memiliki kesabaran seperti itu bagaikan berlian yang sangat mahal harganya, tidak tergantikan.Kalau bukan karena keadaan dan paksaan Ratih untuk menikah lagi, Abi tentu tidak akan melakukan poligami. Semua Abi lakukan untuk Ratih, agar Ratih tidak di cemooh terus oleh ibunya dan dapat bahagia bisa menjadi seorang ibu walau bukan dari rahimnya sendiri."Mas, besok kita akan pergi ke Singapura untuk menjalani operasi ku. Dokter Utari sudah menyarankan untuk tindakan operasi di Singapura yang memiliki rumah s
"Tapi.... apakah Mas Abi akan menyentuhku, kak?" Ratih lalu membisikkan sesuatu kepada Arin. Sebuah rencana yang harus Arin lakukan di hari saat Ratih menjalani operasi nanti."Saat Mas Abi kembali dari rumah sakit pakailah lingerie yang sudah ku belikan. Buat dirimu menjadi sexy bukan hanya dengan pakaian melainkan dengan bicara dan gesture tubuhmu juga. Lalu buatlah jus stroberi dan masukkan ke dalamnya alkohol agar Mas Abi mabuk lalu dia akan berhasrat padamu. Di saat itulah lakukan tugasmu selayaknya seorang istri melayani suaminya." Bisik Ratih menjelaskan semua rencananya.Arin teringat tentang perintah Ratih agar malam pertamanya dan Abi terjadi. Kini Arin telah berada di bawah kungkungan Abi, Arin akan menyerahkan keperawanannya yang selama ini dia jaga untuk Abi.Gairah Abi begitu bergelora, Arin sama sekali tidak diberi kesempatan untuk lepas dari cengkraman Abi. Bibir sensualnya yang ranum menjadi tempat favorit Abi mencumbunya. Nafas Abi semakin berat seiring bernafsunya
"Ratih sayangku? Kamu sudah siuman?" Ratih tersenyum tipis dan mengangguk perlahan, hati Ratih senang saat dirinya membuka matanya dan melihat ada suaminya berada di sampingnya.Ratih memicingkan matanya seolah bertanya sesuatu kepada Suaminya, Abi mengerti maksud Ratih. Lalu segera memeluk erat Ratih dengan sebuah rasa penyesalannya."Maafkan Mas, sudah menyentuh wanita lain." Hati Ratih sebenarnya tersayat, namun hal ini adalah hal yang membahagiakan, usaha Meraka untuk memiliki anak sendiri kini kian dekat, Ratih harus lebih banyak bersabar lagi."Itu bukanlah kesalahan ,Mas. Hal itu adalah bentuk pengorbanan kita agar kita bisa segera memiliki anak." Ratih berusaha menghibur suaminya, Ratih sangat tahu jika Abimanyu tidak ingin menyentuh wanita lain, tapi kini takdirnya tidak memiliki jalan keluar lainnya. Buliran bening menitik begitu saja tanpa dikomando."Baiklah, Mas panggilkan dokter sebentar ya sayang." Abi segera menekan tombol yang berada di sisi ranjang istrinya. Tak
"Arin, izinkan Aku menggaulimu dengan penuh perasaan, tidak hanya mengharapkan kamu segera hamil. Tapi perasaan sama-sama suka dan sama-sama mau melakukan hubungan badan ini. Layaknya seorang suami istri yang saling mencintai." "Tentu, Aku menyukai kebersamaan kita ini, Mas." Deru nafas Arin juga tidak beraturan karena hasrat yang membuncah.Tanpa membuang waktu lagi, Abi segera melumat bibir sexy Arin dengan begitu bergairah. Kali ini Abi melakukannya dengan penuh perasaan, setiap sentuhan-sentuhan jemarinya menjelajahi setiap inchi tubuh Arin bagaikan sebuah tarian indah.Penyatuan Abi dan Arin kali ini memiliki kesan tersendiri, bagaikan melayang ke angkasa, baik Abi maupun Arin saling memberikan kepuasan. Hingga puncaknya, pelepasan Abi memberikan pekikan nikmat di keduanya, benih Abimanyu lagi-lagi menyirami rahim Arin. Setelah bercinta, Abi memeluk Arin ke dalam pelukannya, kini Abi tidak bisa mengelak lagi, hatinya benar-benar tertarik kepada Arin. Terlebih usai mereka mel
"Maukah kamu menjadi kekasihku, Rin?" Dimas bersimpuh tepat di hadapan Arin. Setelah mengantar Arin sampai rumah, Dimas meminta waktu untuk berbicara empat mata. Dimas mengungkapkan isi hatinya selama ini. Arin adalah cintanya sedari kecil hingga sekarang. Bukannya menjawab Arin malah membantu Dimas untuk bangun. "Jangan lakukan ini, Kak." Kini Arin memanggil Dimas dengan sebutan Kakak Setelah Dimas protes tidak ingin di panggil Mas. Arin menggenggam tangan Dimas lembut, kedua matanya berusaha menahan tangisan. Arin sangat menyadari jika Dimas menyukainya. Tapi Arin selalu menyangkalnya sendiri dan menganggap Dimas sebagai saudaranya. Dimas pria baik dan bermartabat. Dimas begitu tampan, dengan tingginya yang melebihi pria lain. Sikap lembutnya, pasti wanita manapun akan jatuh hati padanya. "Kamu menolakku, Rin? Tapi apa alasannya?" "Kak, Aku tidak layak untukmu. Kamu Pria yang baik dan tampan. Kamu pasti akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku." D
"Kenapa dia ingin memindahkan aku?" Dimas mengeryitkan jidatnya. Abimanyu, direktur perusahaan yang sudah berusaha memindahkannya ke divisi lain. "Dari laporan bagian humas, katanya anda hanya bermain-main saja ketika bekerja, jadi Pak Abimanyu tidak menyukai hal itu." Jelas pak Herlambang lagi. Dimas termenung sejenak, Abimanyu hanya menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dimas juga sadar, saat bekerja dirinya hanya fokus memandangi Arin saja. "Baiklah pak Herlambang. Terima kasih atas infonya. Anda boleh kembali ke tempat Anda." Herlambang memberi hormat kepada Dimas lalu menuruti perintah sang pemilik perusahaan. "Jadi aku harus bersikap layaknya karyawan biasa seperti pada umumnya, tidak boleh terlalu frontal menunjukkan ketertarikanku pada Arin." Gumam Dimas lirih. Kini Dimas berperilaku seperti karyawan pada umumnya. Tiba di kantor sebelum jam 7 pagi dan melakukan pekerjaan dengan baik. "Rin, ayo kita makan siang." ajak Dimas pada Arin yang masih saja sibuk
CEO perusahaan PT Huwain, Pak Herlambang tengah bersiap untuk menemui pemilik perusahaan. Tidak seperti biasanya pemilik perusahaan ingin menemuinya. Khawatir jika dia melakukan kesalahan yang tidak di sengaja."Masuklah pak Herlambang," titah pemilik ruangan dari dalam ruangan setelah pak Herlambang mengetuk pintu."Saya menghadap Tuan, apakah ada yang perlu saya bantu?"Pemilik kursi mewah segera memutar kursi menghadap pak Herlambang. Dimas, pria muda yang selalu mendekati Arin adalah pemilik PT Huwain. Menatap Pak Herlambang dengan tajam."Tadi siang ada yang meminta saya untuk pindah dari bagian pemasaran. Apakah kamu yang memintanya?"Pak Herlambang sedikit gugup, tetap menundukkan kepalanya, "Bu..bukan saya yang meminta hal itu, Taun. Saya merekomendasikan anda sesuai permintaan Anda." "Lalu siapa yang begitu berani ingin memindahkan saya ke bagian lain?""Saya akan cari tahu, Tuan."Dimas bangkit dari duduknya lalu mendekati Pak Herlambang, "Cari tahu saja.. tapi ingat, janga
Arin sedang sibuk membuat laporan di komputernya. Segelas kopi hangat di berikan di hadapannya. Terkejut dengan itu, Arin segera melihat siapa yang memberinya segelas kopi. "Dimas?" Arin terkejut, tenyata orang yang memberinya kopi adalah Dimas, "sedang apa kamu disini?" Dimas merenggangkan kedua tangannya, Dimas sudah berpakaian dengan rapih, setelan kemeja berwarna biru langit dan celana kain berwarna hitam tidak lupa nametag bertuliskan karyawan PT Huwain tergantung di lehernya. "Aku bekerja disini, Rin. Masa mau bermain?" "Benarkah? Wow.. kebetulan sekali, senang bekerja denganmu," Arin menyodorkan tangannya, "sepertinya kita satu tim disini." Arin bekerja di bagian pemasaran, begitu pula Dimas, dia juga berada di bagian pemasaran juga. Sebuah kebetulan yang tidak di sangka-sangka. Keduanya lalu terlibat obrolan yang seru hingga tertawa bersama, Abimanyu yang berada di dalam ruangan melihat keakraban Dimas dan Arin sangat tidak menyukainya. Sampai-sampai Abimanyu memat
"Cukup Mas, hentikan!" Arin mendorong tubuh Abi menjauh, "Kita tidak bisa melakukan ini lagi, Mas." "Kenapa? Bukankah kita saling menginginkan hal yang sama?" "Mas, sadarlah. Kita bukan suami istri lagi!" Abimanyu mengacak rambutnya dengan putus asa. Hasratnya pada Arin sungguh tidak terbendung lagi. Ingin segera di lampiaskan, tapi dirinya sadar, sudah tidak memiliki hak untuk meminta jatah pada Arin.Abi lantas menatap tajam kepada Arin yang tengah memberikan kancing kemejanya, "Menikahlah denganku lagi." Sontak Arin menatap Abi, "Apa? Menikah lagi?" "Iya, kita menikah lagi dan mas tidak akan melepaskanmu lagi.""Kamu sudah gila, Mas? Bagaimana dengan istrimu itu, hah?" Oo"Kita bisa diam-diam agar tidak ketahuan oleh Ratih." Arim kembali merasakan kekecewaan yang sama, Abi hanya bernafsu kepadanya, tidak sepenuhnya mencintai Arin, "Kamu masih sama saja seperti dulu, mas."Merasa begitu muak dengan sikap Abi yang pecundang, Arin lebih memilih untuk pergi. Tapi Abimanyu kembal
Setelah bertemu dengan Direktur perusahaan tempat Arin bekerja, Arin sama sekali tidak bisa fokus. Bagaimana tidak? Direktur itu adalah mantan suaminya. Sudah 2 tahun tidak ada kabarnya kini tiba-tiba menjadi begitu dekat. Pikiran Arin menjadi begitu kacau. Ini adalah pekerjaan yang sulit dia dapat. Tidak mungkin dia harus mengundurkan diri hanya karena seorang Abimanyu. Arin membutuhkan biaya untuk hidupnya bersama ayah dan adiknya. Uang pemberian Abimanyu walau banyak tapi jika selalu di gunakan pasti akan habis juga. Harus ada pemasukan untuk menutupi kekurangan itu. Ketika Arin di kantor Abimanyu.... Arin begitu terkejut mendapati Direktur perusahaan itu adalah Abimanyu, "Mas Abi?" Sebaliknya dari Arin, Abimanyu justru merasa senang melihat mantan istri mudanya itu, "Apa kabar Arin, senang bertemu denganmu lagi." "Apa kamu sengaja, Mas? Mempekerjakan aku disini?" Arin menengok kanan kiri takut ada yang mendengar percakapan mereka berdua, "apakah kamu sengaja ingin men
"Lihatlah, Putri kita begitu cantik, Kamu sudah memiliki nama untuk bayi kita?" ucap Abimanyu pada Ratih yang hanya diam di sisinya."Tentu, dia cantik seperti Arin, bukan?" Abimanyu lantas memandang ke arah istrinya, dari nada bicaranya ada yang tidak beres."Sayang, kita tidak perlu membahas sesuatu yang sudah kita tahu. Bayi ini memang Arin yang melahirkannya, tapi Mas yakin dia akan memiliki hati yang sangat seperti hatimu." Ratih hanya tersenyum tidak membalas lagi ucapan sang suami. Hatinya kini sangat sakit setelah di beritahu oleh dokter Utari tadi."Ayo segera berbaring, ibu pasti sebentar lagi tiba, jangan sampai dia curiga." Sang ibu mertua tengah datang kemari, sangat bahagia ketika dikabari anak Abimanyu telah lahir. Arin? Dia berada di ruangan berbeda dan jauh dari kamar Ratih."Aku harus mencaritahu kebenaran yang sesungguhnya. Jika sampai Mas Abi benar mencintai Arin....Aku bisa gila." Ucap dalam hati Ratih.Wanita paruh baya yang sangat di hormati oleh Abimanyu itu
9 bulan lebih 10 hari kini Arin sudah mengandung bayi dari seorang Abimanyu. Gelombang cinta yang di berikan oleh jabang bayi itu sudah sedari subuh tadi, bercak darah dan kontraksi yang semakin lama semakin intens, Arin sudah bersiap di ruang bersalin untuk melahirkan."Ka...hmmmpp.. rasanya sakit sekali.." Pekik Arin merasakan kesakitan kala kontraksi itu muncul.Keringat dingin bercucuran di kening Arin, raut wajah kesakitan begitu kentara. Perjuangan melahirkan seorang anak emang tidak mudah.Ratih yang berada di sisi Arin juga ikut panik, tapi berusaha untuk tidak memperlihatkan gurat kepanikannya. Agar Arin bisa lebih tenang."Tarik nafas perlahan, Dek," ucap Ratih sembari mencontohkannya pada Arin, lantas Arin mengikuti instruksi Ratih.Ratih sudah banyak tahu tentang cara mengatasi sakit akibat kontraksi saat hendak melahirkan lewat buku-buku ibu hamil, walau keinginan dirinya untuk melahirkan tidak terwujud, tapi kini ilmu itu bermanfaat.Arin terlihat lebih bisa menahan rasa
"Arin! Jangan diluar batas!" Abi mulai emosi karena Arin menyebut Ratih wanita tua."Kalau begitu pergilah!" ucap Arin datar lalu mulai menutup pintu.Abimanyu hanya bisa mematung di depan pintu kamar Arin, hatinya panas karena pujaan hatinya marah setelah melihat dirinya bercinta dengan Ratih. Di satu sisi , Abimanyu tidak ingin menyakiti Ratih yang sudah begitu setia menemaninya selama 15 tahun karna kini Abi telah membagi hatinya untuk wanita lain.Abi segera mencekal pintu itu agar tidak tertutup, Arin berusaha sekuat tenaga mendorong pintu itu agar bisa tertutup, tapi usahanya sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan seorang Abimanyu.Melihat kesempatan untuk bisa masuk, Abi segera meraih tangan Arin dan segera memeluknya walau Arin memberontak."Pergi! Jangan dekati Aku lagi!" Pekik Arin sembari mencoba melepas pelukan suaminya. "Maafkan Aku, sayang. Maaf!" Permintaan maaf yang tulus dari suaminya mampu meredakan emosi yang meledak-ledak di sanubari Arin."Kamu tega, Mas! Hi