POV ABIMANYU PERMANA Aku Abimanyu Permana, usiaku tahun ini 41 tahun. Pekerjaanku menjadi CEO di perusahaanku sendiri, perusahaaku menjadi salah satu perusahaan yang di perhitungkan karena kemajuannya yang pesat. Istriku bernama Ratih Indira, Aku sangat mencintainya.Kelembutan sikap dan sifat rendah hatinya selalu membuatku bangga. Walau memiliki suami seorang CEO, Ratih sama sekali tidak merubah gaya hidupnya. Semua kebahagiaan materi dan cinta dari istriku seolah membuat hidup pernikahanku bahagia. Namun, nyatanya pernikahan yang sudah berjalan 15 tahun di uji dengan belum hadirnya seorang Anak.Ya, kami menikah dan belum memiliki seorang anakpun. Segala cara sudah kami lakukan agar memiliki seorang anak, dari pengobatan herbal sampai medis. Tapi nyatanya semua itu sia-sia. Ratih tidak bisa hamil bahkan terakhir kami mendapatkan hasil yang membuat hati kami hancur. Ratih terkena kanker dan harus di angkat rahimnya.Wajah kecewa dan sedih sudah pasti terlihat dari wajah istriku ya
Setelah menjalani perawatan sekitar dua Minggu di rumah sakit, kini Ratih di perbolehkan untuk pulang. Selama dua Minggu, Abimanyu tetap menjalin hubungan intim dengan Arin di setiap kesempatan, tentu melakukannya di belakang Ratih, demi menjaga perasaannya. Lebih tepatnya agar Abimanyu tidak malu karena tidak sesuai dengan apa yang Abi ucapkan pada Ratih. Bahwa hanya ada Ratih di hati seorang Abimanyu.Kenyataannya kini hatinya telah terbagi untuk Arin. Berhubungan intim dengan Arin kini bagaikan candu bagi Abi, satu malam saja tidak menyentuhnya membuat Abi gelisah dan tidak bisa tidur. Kini Ratih akan tinggal bersama lagi dengan mereka bertiga, ada rasa bahagia di hati Abi karena Ratih akan kembali bersamanya, tetapi disisi lain hatinya, Abi merasa galau karena tidak bisa bebas menyentuh Arin, tentu karena untuk menjaga perasaan Ratih.Bayangan wajah cantik Arin yang tersenyum bahkan mendesah seketika terlintas di benak Abi, apalagi semalam mereka memalukan penyatuan di sofa depan
Setelah permintaan Ratih menaiki Singapore flyer, Ratih dan Abi segera kembali ke apartemen mereka dimana ada Arin berada. "Dek, kita segera pulang saja ya. Kamu baru pulih, Mas tidak ingin hal buruk terjadi padamu.""Baiklah Mas," Ratih sangat senang mendapat perhatian dan di cemaskan oleh suaminya.Beberapa saat mengendarai mobil mereka sampai di apartemen mewah mereka, dan gegas ke lantai dimana apartemen mereka berada."Selamat datang kembali Ka. Aku senang Kaka kembali dengan kesehatan yang lebih baik," ucap Arin ketika bertemu dengan Ratih dan memeluk serta cipika cipiki.Mas Abi melewati mereka berdua dan membawa tas Ratih ke dalam kamar."Terima kasih, Arin. Kamu tidak kesulitan kan? Ketika Aku berada di rumah sakit." Arin menggelengkan kepalanya, "Mas Abi sangat membantuku, kak." "Syukurlah, tapi kenapa wajahmu terlihat pucat seperti itu?" "Oh.. ini karena Aku sedang tidak enak badan saja, kak." "Apa? Kamu sakit?" "Hanya masuk angin saja, Ka. Tidak perlu khawatir.""Sy
Waktu seolah berjalan begitu cepat, tersisa 3 hari mereka berada di negeri singa itu, waktu untuk bertemu dengan mama mertua Ratih sudah semakin dekat. Ada kekhawatiran tersendiri di hati Ratih tentang janjinya."Mas, bagaimana ini, sebentar lagi kita akan pulang ke Indonesia. Tapi Arin belum juga kunjung menunjukkan tanda-tanda kehamilan," wajah cemasnya kentara sekali terlihat."Kita tidak bisa berbuat apapun, Dek. Kehamilan itu mutlak karunia dari Tuhan, sabarlah semoga nanti kita bisa menjelaskan dengan baik pada Mama dan mama bisa mengerti," hibur Abi sembari memeluk Ratih agar tenang.Ratih melepas pelukan suaminya. "Mas, harusnya kamu tidur dengan Arin, bukannya dengan ku terus." "Apa Aku salah jika tidur denganmu?" Abi seolah tidak nyaman di tanya akan hal itu."Tidak, bukan itu maksudku, tapi Arin jadi belum hamil sampai sekarang karena kamu hanya menyentuhnya sekali." Abi terdiam, hatinya sedikit terusik dengan ucapan istrinya. "Sungguh Aku telah membohongi wanita yang ku
POV Arin Rismawasih Saat malam pertamaku dan Mas Abimanyu terjadi, saat itulah Mas Abi mulai sering mengunjungiku, kami menghabiskan malam-malam panas bersama. "Kamu adalah canduku, tidak bersama denganmu semalam saja, rasanya diriku akan menjadi gila," ucapnya jelas di telingaku ketika Mas Abi telah tuntas menunaikan hasratnya.Hatiku mulai bergetar saat kata-kata rayuan bahkan cinta diungkapkannya, seolah Aku juga memiliki keterikatan yang sama. "Tidak salah bukan jika Aku mencintaimu, walau kamu hanya suami kontrakku," batinku.Ketika Ka Ratih kembali dari rumah sakit, Mas Abi tetap mengunjungiku saat larut malam secara diam-diam, Aku sangat antusias menunggunya, mempersiapkan tubuhku untuk melayaninya. Memberikan service terbaikku.Karena setiap malam kami melakukan aktifitas panas bersama hingga tidurku berkurang dan sering tidak enak badan. Tapi, gairahku tetap bergelora walau sedang sakit. "Aku akan tetap menemuimu secara sembunyi-sembunyi, baby. Jangan sampai Ratih tahu, ki
"Beritahu apa? Apa yang tidak ku ketahui?" ucap Ratih tiba-tiba saja sudah berada di depan pintu.Abimanyu menjadi tergagap, berusaha membuat Arin agar tidak berbicara macam-macam dengan memberikan kode lewat matanya. Abi segera berdiri menjauh dari Arin."E..eh.. tidak sayang, Arin hanya berkata agar segera memberitahumu tentang kehamilannya." Abi mencoba mencari alasan agar Ratih tidak curiga. Arin hanya terdiam saja.Ratih berjalan mendekati Abimanyu dan memeluknya, "Benarkah? Arin, Aku bahkan menjadi orang pertama yang mengetahui kemailanmu. Kau tahu betapa Aku bahagia mendengarnya, akhirnya penantian panjangku dan Mas Abi terjawab dengan kehadiran seorang anak lewat dirimu," tanpa ragu Ratih mencium pipi Abimanyu di hadapan Arin. Hati Arin semakin panas melihat kemesraan suami dan istri pertamanya itu."Kami akan menjagamu dengan baik, memperhatikan setiap makanan yang kamu konsumsi dan kita akan rutin memeriksakan kehamilanmu bersama," cicit Ratih lagi dengan sangat antusias.
"Mama ingin datang kesini, Mas.""Apa!" Abi terlihat begitu panik, bagaimana jika Mama tahu ada Arin bersama mereka. Semuanya bisa menjadi kacau."Setelah dari ruangan dokter, aku menelepon Mama kalau kita tidak bisa kembali sekarang ke ibu kota karena kandunganku yang masih terlalu muda, lantas mama tidak ingin menunggu lama, Mama ingin melihat langsung calon cucunya dari USG," jelas Ratih dengan suara bergetar."Bukankah Mama mengira kita ada di Papua, Dek?" "Iya Mas, tapi baru saja ku beritahu padanya jika kita sebenarnya berada di Singapura,"Abimanyu tampak kebingungan, bagaimana jika ibunya benar-benar datang ke Singapura dan bertemu dengan Arin? Semua rencana mereka akan gagal. Arin hanya bisa terdiam melihat dua orang di hadapan kebingungan, berbeda dengan Ratih dan Abi yang sedang kebingungan , Arin justru merasakan lega di hati, paling tidak nanti dirinya akan di ketahui sebagai istri kedua Abimanyu yang tengah mengandung calon cucunya, bukannya Ratih."Bukankah bagus jika
"Kamu adalah canduku, hasratku dan cintaku, Arin Rismawasih," bisik Abi di telinga Arin."Kamupun bagaikan Air yang menyuburkan hatiku yang gersang, Mas."Abi menatap mesra istri keduanya itu dengan tatapan penuh cinta dan hasrat. Penyatuan mereka berakhir dengan ciuman yang romantis.Kali ini Abi hanya meminta jatah satu ronde saja, mengingat Arin yang tengah hamil muda, Abi harus bisa mengontrol gairahnya, perut Arin yang masih terlihat rata itu tengah Abi elus penuh dengan kasih sayang."Papa sudah tidak sabar untuk berjumpa denganmu , sayang. Apalagi Mama Ratih, juga tidak sabar ingin berjumpa denganmu," lirih Abi lalu mengecup sayang perut Arin.Arin terperangah, padahal baru saja mereka berbagi peluh bersama, saling memuaskan. Tapi sang suami tetap saja tidak pernah menghargainya, selalu Ratih yang dia ingat dan sebut."Mas? Kenapa harus menyebut nama kak Ratih jika kita sedang bersama sih?" "Kenapa? Apakah Aku salah?" Abi seolah tidak bersalah sama sekali."Setengah jam yang l
"Maukah kamu menjadi kekasihku, Rin?" Dimas bersimpuh tepat di hadapan Arin. Setelah mengantar Arin sampai rumah, Dimas meminta waktu untuk berbicara empat mata. Dimas mengungkapkan isi hatinya selama ini. Arin adalah cintanya sedari kecil hingga sekarang. Bukannya menjawab Arin malah membantu Dimas untuk bangun. "Jangan lakukan ini, Kak." Kini Arin memanggil Dimas dengan sebutan Kakak Setelah Dimas protes tidak ingin di panggil Mas. Arin menggenggam tangan Dimas lembut, kedua matanya berusaha menahan tangisan. Arin sangat menyadari jika Dimas menyukainya. Tapi Arin selalu menyangkalnya sendiri dan menganggap Dimas sebagai saudaranya. Dimas pria baik dan bermartabat. Dimas begitu tampan, dengan tingginya yang melebihi pria lain. Sikap lembutnya, pasti wanita manapun akan jatuh hati padanya. "Kamu menolakku, Rin? Tapi apa alasannya?" "Kak, Aku tidak layak untukmu. Kamu Pria yang baik dan tampan. Kamu pasti akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku." D
"Kenapa dia ingin memindahkan aku?" Dimas mengeryitkan jidatnya. Abimanyu, direktur perusahaan yang sudah berusaha memindahkannya ke divisi lain. "Dari laporan bagian humas, katanya anda hanya bermain-main saja ketika bekerja, jadi Pak Abimanyu tidak menyukai hal itu." Jelas pak Herlambang lagi. Dimas termenung sejenak, Abimanyu hanya menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dimas juga sadar, saat bekerja dirinya hanya fokus memandangi Arin saja. "Baiklah pak Herlambang. Terima kasih atas infonya. Anda boleh kembali ke tempat Anda." Herlambang memberi hormat kepada Dimas lalu menuruti perintah sang pemilik perusahaan. "Jadi aku harus bersikap layaknya karyawan biasa seperti pada umumnya, tidak boleh terlalu frontal menunjukkan ketertarikanku pada Arin." Gumam Dimas lirih. Kini Dimas berperilaku seperti karyawan pada umumnya. Tiba di kantor sebelum jam 7 pagi dan melakukan pekerjaan dengan baik. "Rin, ayo kita makan siang." ajak Dimas pada Arin yang masih saja sibuk
CEO perusahaan PT Huwain, Pak Herlambang tengah bersiap untuk menemui pemilik perusahaan. Tidak seperti biasanya pemilik perusahaan ingin menemuinya. Khawatir jika dia melakukan kesalahan yang tidak di sengaja."Masuklah pak Herlambang," titah pemilik ruangan dari dalam ruangan setelah pak Herlambang mengetuk pintu."Saya menghadap Tuan, apakah ada yang perlu saya bantu?"Pemilik kursi mewah segera memutar kursi menghadap pak Herlambang. Dimas, pria muda yang selalu mendekati Arin adalah pemilik PT Huwain. Menatap Pak Herlambang dengan tajam."Tadi siang ada yang meminta saya untuk pindah dari bagian pemasaran. Apakah kamu yang memintanya?"Pak Herlambang sedikit gugup, tetap menundukkan kepalanya, "Bu..bukan saya yang meminta hal itu, Taun. Saya merekomendasikan anda sesuai permintaan Anda." "Lalu siapa yang begitu berani ingin memindahkan saya ke bagian lain?""Saya akan cari tahu, Tuan."Dimas bangkit dari duduknya lalu mendekati Pak Herlambang, "Cari tahu saja.. tapi ingat, janga
Arin sedang sibuk membuat laporan di komputernya. Segelas kopi hangat di berikan di hadapannya. Terkejut dengan itu, Arin segera melihat siapa yang memberinya segelas kopi. "Dimas?" Arin terkejut, tenyata orang yang memberinya kopi adalah Dimas, "sedang apa kamu disini?" Dimas merenggangkan kedua tangannya, Dimas sudah berpakaian dengan rapih, setelan kemeja berwarna biru langit dan celana kain berwarna hitam tidak lupa nametag bertuliskan karyawan PT Huwain tergantung di lehernya. "Aku bekerja disini, Rin. Masa mau bermain?" "Benarkah? Wow.. kebetulan sekali, senang bekerja denganmu," Arin menyodorkan tangannya, "sepertinya kita satu tim disini." Arin bekerja di bagian pemasaran, begitu pula Dimas, dia juga berada di bagian pemasaran juga. Sebuah kebetulan yang tidak di sangka-sangka. Keduanya lalu terlibat obrolan yang seru hingga tertawa bersama, Abimanyu yang berada di dalam ruangan melihat keakraban Dimas dan Arin sangat tidak menyukainya. Sampai-sampai Abimanyu memat
"Cukup Mas, hentikan!" Arin mendorong tubuh Abi menjauh, "Kita tidak bisa melakukan ini lagi, Mas." "Kenapa? Bukankah kita saling menginginkan hal yang sama?" "Mas, sadarlah. Kita bukan suami istri lagi!" Abimanyu mengacak rambutnya dengan putus asa. Hasratnya pada Arin sungguh tidak terbendung lagi. Ingin segera di lampiaskan, tapi dirinya sadar, sudah tidak memiliki hak untuk meminta jatah pada Arin.Abi lantas menatap tajam kepada Arin yang tengah memberikan kancing kemejanya, "Menikahlah denganku lagi." Sontak Arin menatap Abi, "Apa? Menikah lagi?" "Iya, kita menikah lagi dan mas tidak akan melepaskanmu lagi.""Kamu sudah gila, Mas? Bagaimana dengan istrimu itu, hah?" Oo"Kita bisa diam-diam agar tidak ketahuan oleh Ratih." Arim kembali merasakan kekecewaan yang sama, Abi hanya bernafsu kepadanya, tidak sepenuhnya mencintai Arin, "Kamu masih sama saja seperti dulu, mas."Merasa begitu muak dengan sikap Abi yang pecundang, Arin lebih memilih untuk pergi. Tapi Abimanyu kembal
Setelah bertemu dengan Direktur perusahaan tempat Arin bekerja, Arin sama sekali tidak bisa fokus. Bagaimana tidak? Direktur itu adalah mantan suaminya. Sudah 2 tahun tidak ada kabarnya kini tiba-tiba menjadi begitu dekat. Pikiran Arin menjadi begitu kacau. Ini adalah pekerjaan yang sulit dia dapat. Tidak mungkin dia harus mengundurkan diri hanya karena seorang Abimanyu. Arin membutuhkan biaya untuk hidupnya bersama ayah dan adiknya. Uang pemberian Abimanyu walau banyak tapi jika selalu di gunakan pasti akan habis juga. Harus ada pemasukan untuk menutupi kekurangan itu. Ketika Arin di kantor Abimanyu.... Arin begitu terkejut mendapati Direktur perusahaan itu adalah Abimanyu, "Mas Abi?" Sebaliknya dari Arin, Abimanyu justru merasa senang melihat mantan istri mudanya itu, "Apa kabar Arin, senang bertemu denganmu lagi." "Apa kamu sengaja, Mas? Mempekerjakan aku disini?" Arin menengok kanan kiri takut ada yang mendengar percakapan mereka berdua, "apakah kamu sengaja ingin men
"Lihatlah, Putri kita begitu cantik, Kamu sudah memiliki nama untuk bayi kita?" ucap Abimanyu pada Ratih yang hanya diam di sisinya."Tentu, dia cantik seperti Arin, bukan?" Abimanyu lantas memandang ke arah istrinya, dari nada bicaranya ada yang tidak beres."Sayang, kita tidak perlu membahas sesuatu yang sudah kita tahu. Bayi ini memang Arin yang melahirkannya, tapi Mas yakin dia akan memiliki hati yang sangat seperti hatimu." Ratih hanya tersenyum tidak membalas lagi ucapan sang suami. Hatinya kini sangat sakit setelah di beritahu oleh dokter Utari tadi."Ayo segera berbaring, ibu pasti sebentar lagi tiba, jangan sampai dia curiga." Sang ibu mertua tengah datang kemari, sangat bahagia ketika dikabari anak Abimanyu telah lahir. Arin? Dia berada di ruangan berbeda dan jauh dari kamar Ratih."Aku harus mencaritahu kebenaran yang sesungguhnya. Jika sampai Mas Abi benar mencintai Arin....Aku bisa gila." Ucap dalam hati Ratih.Wanita paruh baya yang sangat di hormati oleh Abimanyu itu
9 bulan lebih 10 hari kini Arin sudah mengandung bayi dari seorang Abimanyu. Gelombang cinta yang di berikan oleh jabang bayi itu sudah sedari subuh tadi, bercak darah dan kontraksi yang semakin lama semakin intens, Arin sudah bersiap di ruang bersalin untuk melahirkan."Ka...hmmmpp.. rasanya sakit sekali.." Pekik Arin merasakan kesakitan kala kontraksi itu muncul.Keringat dingin bercucuran di kening Arin, raut wajah kesakitan begitu kentara. Perjuangan melahirkan seorang anak emang tidak mudah.Ratih yang berada di sisi Arin juga ikut panik, tapi berusaha untuk tidak memperlihatkan gurat kepanikannya. Agar Arin bisa lebih tenang."Tarik nafas perlahan, Dek," ucap Ratih sembari mencontohkannya pada Arin, lantas Arin mengikuti instruksi Ratih.Ratih sudah banyak tahu tentang cara mengatasi sakit akibat kontraksi saat hendak melahirkan lewat buku-buku ibu hamil, walau keinginan dirinya untuk melahirkan tidak terwujud, tapi kini ilmu itu bermanfaat.Arin terlihat lebih bisa menahan rasa
"Arin! Jangan diluar batas!" Abi mulai emosi karena Arin menyebut Ratih wanita tua."Kalau begitu pergilah!" ucap Arin datar lalu mulai menutup pintu.Abimanyu hanya bisa mematung di depan pintu kamar Arin, hatinya panas karena pujaan hatinya marah setelah melihat dirinya bercinta dengan Ratih. Di satu sisi , Abimanyu tidak ingin menyakiti Ratih yang sudah begitu setia menemaninya selama 15 tahun karna kini Abi telah membagi hatinya untuk wanita lain.Abi segera mencekal pintu itu agar tidak tertutup, Arin berusaha sekuat tenaga mendorong pintu itu agar bisa tertutup, tapi usahanya sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan seorang Abimanyu.Melihat kesempatan untuk bisa masuk, Abi segera meraih tangan Arin dan segera memeluknya walau Arin memberontak."Pergi! Jangan dekati Aku lagi!" Pekik Arin sembari mencoba melepas pelukan suaminya. "Maafkan Aku, sayang. Maaf!" Permintaan maaf yang tulus dari suaminya mampu meredakan emosi yang meledak-ledak di sanubari Arin."Kamu tega, Mas! Hi