"Kenapa dia ingin memindahkan aku?" Dimas mengeryitkan jidatnya. Abimanyu, direktur perusahaan yang sudah berusaha memindahkannya ke divisi lain. "Dari laporan bagian humas, katanya anda hanya bermain-main saja ketika bekerja, jadi Pak Abimanyu tidak menyukai hal itu." Jelas pak Herlambang lagi. Dimas termenung sejenak, Abimanyu hanya menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dimas juga sadar, saat bekerja dirinya hanya fokus memandangi Arin saja. "Baiklah pak Herlambang. Terima kasih atas infonya. Anda boleh kembali ke tempat Anda." Herlambang memberi hormat kepada Dimas lalu menuruti perintah sang pemilik perusahaan. "Jadi aku harus bersikap layaknya karyawan biasa seperti pada umumnya, tidak boleh terlalu frontal menunjukkan ketertarikanku pada Arin." Gumam Dimas lirih. Kini Dimas berperilaku seperti karyawan pada umumnya. Tiba di kantor sebelum jam 7 pagi dan melakukan pekerjaan dengan baik. "Rin, ayo kita makan siang." ajak Dimas pada Arin yang masih saja sibuk
"Maukah kamu menjadi kekasihku, Rin?" Dimas bersimpuh tepat di hadapan Arin. Setelah mengantar Arin sampai rumah, Dimas meminta waktu untuk berbicara empat mata. Dimas mengungkapkan isi hatinya selama ini. Arin adalah cintanya sedari kecil hingga sekarang. Bukannya menjawab Arin malah membantu Dimas untuk bangun. "Jangan lakukan ini, Kak." Kini Arin memanggil Dimas dengan sebutan Kakak Setelah Dimas protes tidak ingin di panggil Mas. Arin menggenggam tangan Dimas lembut, kedua matanya berusaha menahan tangisan. Arin sangat menyadari jika Dimas menyukainya. Tapi Arin selalu menyangkalnya sendiri dan menganggap Dimas sebagai saudaranya. Dimas pria baik dan bermartabat. Dimas begitu tampan, dengan tingginya yang melebihi pria lain. Sikap lembutnya, pasti wanita manapun akan jatuh hati padanya. "Kamu menolakku, Rin? Tapi apa alasannya?" "Kak, Aku tidak layak untukmu. Kamu Pria yang baik dan tampan. Kamu pasti akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku." D
Abimanyu Permana yang terbiasa di panggil Abi adalah pria berusia 40 tahun, Dia sedang menunggu di meja restoran yang sudah di booking olehnya untuk satu malam penuh. Hari ini adalah Anniversary pernikahannya dengan Ratih Indira yang ke 15 Tahun, Abimanyu ingin merayakan hari jadi mereka dengan makan malam romantis dan berdansa sepuasnya.Sebagai tanda cintanya kepada sang istri, Abimanyu selalu memberi kejutan spesial di hari jadi pernikahan mereka, Abimanyu pria yang sangat bertanggung jawab dan setia. Walau dirinya menjadi CEO di perusahaannya sendiri yang di bangun dari nol hingga tumbuh pesat karena keuletannya dan dukungan dari Ratih. Pria yang menjadi idaman para wanita tentunya, namun hanya ada Ratih di hati Abi.Namun kali ini Abimanyu seolah kehilangan kata-kata kepada istrinya yang selalu mendesaknya untuk menikah lagi. Pernikahan kami yang sudah cukup lama, 15 tahun sudah kami mengarungi biduk rumah tangga ini tetapi Tuhan belum mempercayai kami untuk memiliki seorang ana
Dua bulan yang lalu...."Hasil pemeriksaan kali ini tidak baik, Tih. Masalahmu tidak bisa punya anak karena terdapat kanker ovarium."Ucapan dokter Utari yang tidak lain juga sahabat dari Ratih itu seolah sebuah badai yang sudah melibas habis hidup Ratih. Harapannya untuk memiliki anak sendiri kini pupus. Pantas saja semua usahanya untuk memiliki anak begitu sulit, bahkan upaya bayi tabung selalu gagal. Penyakit yang lambat diketahui membuat semuanya begitu sulit sekarang."A..apa, Tar? A..aku tidak salah dengar?" Tanya Ratih dengan suara tercekat, Ratih seolah sulit menelan salivanya."Maaf Tih. Semua yang ku ucapkan itu kebenaran." Dokter Utari lalu beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Ratih untuk memeluknya. "Maafkan kami yang terlambat mengetahui keadaanmu. Kini rahimmu harus diangkat agar kanker itu tidak menyebar ke anggota tubuhmu yang lain. Aku turut bersedih, Tih." Ratih hanya bisa diam, mencerna semua yang sahabatnya katakan. Dunianya seolah telah hancur."Utari
Dua Minggu usai pertemuan di restoran, hari pernikahan Abi dan Arin tiba. Sesuai kesepakatan, pernikahan akan di lakukan diam-diam tanpa ada yang tahu. Nampak Ratih tengah sibuk menyiapkan segala kebutuhan Abi, memakaikan jas dan merapihkan dasinya. Walau tidak di pungkiri kedua netra indahnya membasah, hatinya teriris menyiapkan suami yang hendak menikahi wanita lain."Dek, jika kamu bersedih kita batalkan saja pernikahannya." Ujar Abi sambil memegang janggut manis istrinya."Kenapa? Bukankah kamu sudah berjanji untuk memenuhi keinginan kita untuk segera memiliki anak?" Arin nampak terkejut."Kalau begitu , jangan pernah menangis di hadapanku ataupun bersedih. Mas hanya ingin melihat Ratih yang ceria dan tersenyum." "Oh.. ini bukan nangis Mas, aku hanya kelilipan maskara." Ratih mencoba berbohong.Abimanyu tahu jika istrinya berbohong, hati istrinya pasti sakit dengan hari ini."Berjanjilah untuk tidak menangis dan menyesali pernikahan ini." Cup, Abi mengecup mesra bibir ranum ist
"Mas, tolong berhenti." Tidak mau mendengarkan Ratih, Abimanyu terus berjalan membawa Ratih dengan langkah cepat."Mas, jangan seperti ini, tolong lepaskan Aku!" Pekik Ratih.Terpaksa Abi melepaskan Ratih dan menatap istri tercintanya itu."Kenapa Mas bersikap ketus seperti itu kepada Arin? Apa karena sikap Mas ini, Arin jadi berubah sikapnya menjadi dingin?" "Itu bukan urusan kita, Dek. Ayo kita ke kamar, Mas merasa sangat lelah, bisakah kamu memijit punggung Mas seperti biasa?" Abi mulai mengajak Ratih lagi namun Ratih menolaknya dan tetap berdiam diri."Tidak Mas. Kamu harus tinggal di kamar Arin mulai saat ini." "Tidak!" "Mas, tolonglah jangan bersikap seperti ini. Arin juga istrimu, dia berhak atas dirimu juga." "Tidak! Dia tidak berhak atas diriku." Abimanyu mendekati Ratih dan memegang pipi Ratih lembut."Hanya kamu yang berhak atas diriku, Dek. Tidak akan ada wanita lain yang akan menggantikan dirimu." "Cukup, Mas. Kita sudah membicarakan ini. Tolong tepati janjimu." R
Setelah pertemuan dengan Arin di restoran , keesokan harinya Aku dan Mas Abi mendatangi dokter kandungan yang juga temanku. Dokter Utari yang tidak lain adalah sahabatku.Aku dan Mas Abi menceritakan semua rencana kami kepada Utari. Bahwa kami akan melakukan bayi tabung dengan menyatukan sel telurku dan sel sperma milik Mas Abi dan menaruhnya di rahim Arin.Namun hal yang mengejutkan Utari ucapkan kepada kami."Oke, saya mengerti maksud kalian. Tapi maaf sekali saya harus menyampaikan hal penting ini." Aku dan Mas Abi saling tatap merasa khawatir dengan apa yang akan Utari ucapkan."Kenapa Tar? Katakan saja." "Maaf Tih, tapi kalian tidak akan bisa untuk melakukan proses bayi tabung, karena sel ovariumu tidak ada yang bisa di selamatkan dari sel kanker." Bagai di sambar petir, Ratih begitu terluka mendengar ucapan dokter Utari. Abi mencoba memeluk Ratih agar istrinya bisa merasa tenang."Dok, apa tidak ada cara lain agar kami bisa memiliki anak kandung?" Ucap Abi kemudian."Ada. Ca
Hati Ratih ikut merasa hancur kala Arin menangis tersedu karena merasa di permalukan oleh Mas Abi. Ratih sangat mengerti perasaannya, tanpa banyak bicara Ratih coba untuk meraih Arin ke dalam pelukannya."Maafkan atas semua kesalahanku ini Arin. Harusnya Aku tidak terlalu memaksakan keinginanku. Hanya saja, Aku ingin kamu juga mendapat hak yang sama sebagai istri dari Mas Abi."Arin tidak menjawab ucapan Ratih hanya isakan tangisnya yang terdengar begitu perih. Ratih membantu Arin berpakaian dan mengantarnya kembali ke kamarnya.Ratih memeluk Arin agar bisa tertidur dengan tenang, Ratih merasakan sangat iba kepada Arin. Wanita muda yang cerdas dan cantik namun karena keterbatasan ekonominya akhirnya dia terjebak dalam situasi yang tidak mengenakan seperti ini."Maafkan Aku, mungkin Aku sudah berbuat hal jahat kepadamu. Harusnya kamu mengejar cita-citamu, tetapi malah kamu terjebak dalam kehidupan pahit ini karena Aku." Ucap dalam hati Ratih sembari mengelus rambut Arin lembut.Ratih m
"Maukah kamu menjadi kekasihku, Rin?" Dimas bersimpuh tepat di hadapan Arin. Setelah mengantar Arin sampai rumah, Dimas meminta waktu untuk berbicara empat mata. Dimas mengungkapkan isi hatinya selama ini. Arin adalah cintanya sedari kecil hingga sekarang. Bukannya menjawab Arin malah membantu Dimas untuk bangun. "Jangan lakukan ini, Kak." Kini Arin memanggil Dimas dengan sebutan Kakak Setelah Dimas protes tidak ingin di panggil Mas. Arin menggenggam tangan Dimas lembut, kedua matanya berusaha menahan tangisan. Arin sangat menyadari jika Dimas menyukainya. Tapi Arin selalu menyangkalnya sendiri dan menganggap Dimas sebagai saudaranya. Dimas pria baik dan bermartabat. Dimas begitu tampan, dengan tingginya yang melebihi pria lain. Sikap lembutnya, pasti wanita manapun akan jatuh hati padanya. "Kamu menolakku, Rin? Tapi apa alasannya?" "Kak, Aku tidak layak untukmu. Kamu Pria yang baik dan tampan. Kamu pasti akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku." D
"Kenapa dia ingin memindahkan aku?" Dimas mengeryitkan jidatnya. Abimanyu, direktur perusahaan yang sudah berusaha memindahkannya ke divisi lain. "Dari laporan bagian humas, katanya anda hanya bermain-main saja ketika bekerja, jadi Pak Abimanyu tidak menyukai hal itu." Jelas pak Herlambang lagi. Dimas termenung sejenak, Abimanyu hanya menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dimas juga sadar, saat bekerja dirinya hanya fokus memandangi Arin saja. "Baiklah pak Herlambang. Terima kasih atas infonya. Anda boleh kembali ke tempat Anda." Herlambang memberi hormat kepada Dimas lalu menuruti perintah sang pemilik perusahaan. "Jadi aku harus bersikap layaknya karyawan biasa seperti pada umumnya, tidak boleh terlalu frontal menunjukkan ketertarikanku pada Arin." Gumam Dimas lirih. Kini Dimas berperilaku seperti karyawan pada umumnya. Tiba di kantor sebelum jam 7 pagi dan melakukan pekerjaan dengan baik. "Rin, ayo kita makan siang." ajak Dimas pada Arin yang masih saja sibuk
CEO perusahaan PT Huwain, Pak Herlambang tengah bersiap untuk menemui pemilik perusahaan. Tidak seperti biasanya pemilik perusahaan ingin menemuinya. Khawatir jika dia melakukan kesalahan yang tidak di sengaja."Masuklah pak Herlambang," titah pemilik ruangan dari dalam ruangan setelah pak Herlambang mengetuk pintu."Saya menghadap Tuan, apakah ada yang perlu saya bantu?"Pemilik kursi mewah segera memutar kursi menghadap pak Herlambang. Dimas, pria muda yang selalu mendekati Arin adalah pemilik PT Huwain. Menatap Pak Herlambang dengan tajam."Tadi siang ada yang meminta saya untuk pindah dari bagian pemasaran. Apakah kamu yang memintanya?"Pak Herlambang sedikit gugup, tetap menundukkan kepalanya, "Bu..bukan saya yang meminta hal itu, Taun. Saya merekomendasikan anda sesuai permintaan Anda." "Lalu siapa yang begitu berani ingin memindahkan saya ke bagian lain?""Saya akan cari tahu, Tuan."Dimas bangkit dari duduknya lalu mendekati Pak Herlambang, "Cari tahu saja.. tapi ingat, janga
Arin sedang sibuk membuat laporan di komputernya. Segelas kopi hangat di berikan di hadapannya. Terkejut dengan itu, Arin segera melihat siapa yang memberinya segelas kopi. "Dimas?" Arin terkejut, tenyata orang yang memberinya kopi adalah Dimas, "sedang apa kamu disini?" Dimas merenggangkan kedua tangannya, Dimas sudah berpakaian dengan rapih, setelan kemeja berwarna biru langit dan celana kain berwarna hitam tidak lupa nametag bertuliskan karyawan PT Huwain tergantung di lehernya. "Aku bekerja disini, Rin. Masa mau bermain?" "Benarkah? Wow.. kebetulan sekali, senang bekerja denganmu," Arin menyodorkan tangannya, "sepertinya kita satu tim disini." Arin bekerja di bagian pemasaran, begitu pula Dimas, dia juga berada di bagian pemasaran juga. Sebuah kebetulan yang tidak di sangka-sangka. Keduanya lalu terlibat obrolan yang seru hingga tertawa bersama, Abimanyu yang berada di dalam ruangan melihat keakraban Dimas dan Arin sangat tidak menyukainya. Sampai-sampai Abimanyu memat
"Cukup Mas, hentikan!" Arin mendorong tubuh Abi menjauh, "Kita tidak bisa melakukan ini lagi, Mas." "Kenapa? Bukankah kita saling menginginkan hal yang sama?" "Mas, sadarlah. Kita bukan suami istri lagi!" Abimanyu mengacak rambutnya dengan putus asa. Hasratnya pada Arin sungguh tidak terbendung lagi. Ingin segera di lampiaskan, tapi dirinya sadar, sudah tidak memiliki hak untuk meminta jatah pada Arin.Abi lantas menatap tajam kepada Arin yang tengah memberikan kancing kemejanya, "Menikahlah denganku lagi." Sontak Arin menatap Abi, "Apa? Menikah lagi?" "Iya, kita menikah lagi dan mas tidak akan melepaskanmu lagi.""Kamu sudah gila, Mas? Bagaimana dengan istrimu itu, hah?" Oo"Kita bisa diam-diam agar tidak ketahuan oleh Ratih." Arim kembali merasakan kekecewaan yang sama, Abi hanya bernafsu kepadanya, tidak sepenuhnya mencintai Arin, "Kamu masih sama saja seperti dulu, mas."Merasa begitu muak dengan sikap Abi yang pecundang, Arin lebih memilih untuk pergi. Tapi Abimanyu kembal
Setelah bertemu dengan Direktur perusahaan tempat Arin bekerja, Arin sama sekali tidak bisa fokus. Bagaimana tidak? Direktur itu adalah mantan suaminya. Sudah 2 tahun tidak ada kabarnya kini tiba-tiba menjadi begitu dekat. Pikiran Arin menjadi begitu kacau. Ini adalah pekerjaan yang sulit dia dapat. Tidak mungkin dia harus mengundurkan diri hanya karena seorang Abimanyu. Arin membutuhkan biaya untuk hidupnya bersama ayah dan adiknya. Uang pemberian Abimanyu walau banyak tapi jika selalu di gunakan pasti akan habis juga. Harus ada pemasukan untuk menutupi kekurangan itu. Ketika Arin di kantor Abimanyu.... Arin begitu terkejut mendapati Direktur perusahaan itu adalah Abimanyu, "Mas Abi?" Sebaliknya dari Arin, Abimanyu justru merasa senang melihat mantan istri mudanya itu, "Apa kabar Arin, senang bertemu denganmu lagi." "Apa kamu sengaja, Mas? Mempekerjakan aku disini?" Arin menengok kanan kiri takut ada yang mendengar percakapan mereka berdua, "apakah kamu sengaja ingin men
"Lihatlah, Putri kita begitu cantik, Kamu sudah memiliki nama untuk bayi kita?" ucap Abimanyu pada Ratih yang hanya diam di sisinya."Tentu, dia cantik seperti Arin, bukan?" Abimanyu lantas memandang ke arah istrinya, dari nada bicaranya ada yang tidak beres."Sayang, kita tidak perlu membahas sesuatu yang sudah kita tahu. Bayi ini memang Arin yang melahirkannya, tapi Mas yakin dia akan memiliki hati yang sangat seperti hatimu." Ratih hanya tersenyum tidak membalas lagi ucapan sang suami. Hatinya kini sangat sakit setelah di beritahu oleh dokter Utari tadi."Ayo segera berbaring, ibu pasti sebentar lagi tiba, jangan sampai dia curiga." Sang ibu mertua tengah datang kemari, sangat bahagia ketika dikabari anak Abimanyu telah lahir. Arin? Dia berada di ruangan berbeda dan jauh dari kamar Ratih."Aku harus mencaritahu kebenaran yang sesungguhnya. Jika sampai Mas Abi benar mencintai Arin....Aku bisa gila." Ucap dalam hati Ratih.Wanita paruh baya yang sangat di hormati oleh Abimanyu itu
9 bulan lebih 10 hari kini Arin sudah mengandung bayi dari seorang Abimanyu. Gelombang cinta yang di berikan oleh jabang bayi itu sudah sedari subuh tadi, bercak darah dan kontraksi yang semakin lama semakin intens, Arin sudah bersiap di ruang bersalin untuk melahirkan."Ka...hmmmpp.. rasanya sakit sekali.." Pekik Arin merasakan kesakitan kala kontraksi itu muncul.Keringat dingin bercucuran di kening Arin, raut wajah kesakitan begitu kentara. Perjuangan melahirkan seorang anak emang tidak mudah.Ratih yang berada di sisi Arin juga ikut panik, tapi berusaha untuk tidak memperlihatkan gurat kepanikannya. Agar Arin bisa lebih tenang."Tarik nafas perlahan, Dek," ucap Ratih sembari mencontohkannya pada Arin, lantas Arin mengikuti instruksi Ratih.Ratih sudah banyak tahu tentang cara mengatasi sakit akibat kontraksi saat hendak melahirkan lewat buku-buku ibu hamil, walau keinginan dirinya untuk melahirkan tidak terwujud, tapi kini ilmu itu bermanfaat.Arin terlihat lebih bisa menahan rasa
"Arin! Jangan diluar batas!" Abi mulai emosi karena Arin menyebut Ratih wanita tua."Kalau begitu pergilah!" ucap Arin datar lalu mulai menutup pintu.Abimanyu hanya bisa mematung di depan pintu kamar Arin, hatinya panas karena pujaan hatinya marah setelah melihat dirinya bercinta dengan Ratih. Di satu sisi , Abimanyu tidak ingin menyakiti Ratih yang sudah begitu setia menemaninya selama 15 tahun karna kini Abi telah membagi hatinya untuk wanita lain.Abi segera mencekal pintu itu agar tidak tertutup, Arin berusaha sekuat tenaga mendorong pintu itu agar bisa tertutup, tapi usahanya sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan seorang Abimanyu.Melihat kesempatan untuk bisa masuk, Abi segera meraih tangan Arin dan segera memeluknya walau Arin memberontak."Pergi! Jangan dekati Aku lagi!" Pekik Arin sembari mencoba melepas pelukan suaminya. "Maafkan Aku, sayang. Maaf!" Permintaan maaf yang tulus dari suaminya mampu meredakan emosi yang meledak-ledak di sanubari Arin."Kamu tega, Mas! Hi