Setelah pertemuan dengan Arin di restoran , keesokan harinya Aku dan Mas Abi mendatangi dokter kandungan yang juga temanku. Dokter Utari yang tidak lain adalah sahabatku.
Aku dan Mas Abi menceritakan semua rencana kami kepada Utari. Bahwa kami akan melakukan bayi tabung dengan menyatukan sel telurku dan sel sperma milik Mas Abi dan menaruhnya di rahim Arin.
Namun hal yang mengejutkan Utari ucapkan kepada kami.
"Oke, saya mengerti maksud kalian. Tapi maaf sekali saya harus menyampaikan hal penting ini."
Aku dan Mas Abi saling tatap merasa khawatir dengan apa yang akan Utari ucapkan.
"Kenapa Tar? Katakan saja."
"Maaf Tih, tapi kalian tidak akan bisa untuk melakukan proses bayi tabung, karena sel ovariumu tidak ada yang bisa di selamatkan dari sel kanker."
Bagai di sambar petir, Ratih begitu terluka mendengar ucapan dokter Utari. Abi mencoba memeluk Ratih agar istrinya bisa merasa tenang.
"Dok, apa tidak ada cara lain agar kami bisa memiliki anak kandung?" Ucap Abi kemudian.
"Ada. Caranya dengan menggauli istri keduamu. Kalian akan bisa memiliki anak."
Abi merasa begitu terkejut, sudah dari awal Mas Abi tidak akan berniat menyentuh Arin tapi kali ini dirinya harus menyentuhnya.
"Saya tidak bisa melakukan hal itu, Dok."
Dokter Utari juga seolah terlihat putus asa, sebenarnya Utari sudah tidak sanggup untuk memberitahu kondisiku, Aku tahu dia merasa tidak enak hati kepadaku. Tapi sebagai seorang dokter, Utari harus memenuhi tugasnya.
"Saya minta Maaf kepada Ratih dan Mas Abimanyu, tapi kenyataannya memang seperti itu, tiga pekan lagi Ratih harus kembali ke rumah sakit untuk operasi angkat rahim."
Aku hanya mampu memeluk Mas Abi, kenyataan memang selalu berat untukku.
"Dok, apakah bisa saya melakukan bayi tabung saja dengan istri keduaku? Saya tidak sanggup menyentuhnya."
Utari menghembuskan nafas perlahan, sebuah kenyataan pahit juga akan dia katakan lagi.
"Maaf Mas Abi, tidak bisa. Mas bilang untuk merahasiakan pernikahan ini, jika kita melakukan proses bayi tabung itu akan diketahui publik. Jadi tidak ada cara lain selain pembuahan secara alami." Jelas Utari.
Setelah kami konsultasi dan menemukan jalan keluarnya, Aku dan Mas Abi mencoba untuk menerima kenyataan.
Mobil Kami membelah jalanan ibu kota dengan saling diam dengan pikiran masing-masing. Mas Abi mulai memegang tanganku.
"Dek?"
"Hmm..."
"Tolong, penjelasan dokter Utari jangan kamu pikirkan, mas tetap tidak akan menyentuh Arin."
"Tidak Mas, sepertinya memang seperti ini yang Tuhan mau. Kamu memperlakukan Arin sama seperti Aku."
"Jangan bicara omong kosong , Dek."
"Mas, hanya Aku yang tidak sempurna tetapi Kamu bisa memiliki anak. Gauli Arin ketika kalian sudah menikah nanti."
Ciitt... Mobil seketika Mas Abi hentikan di pinggir jalan setelah mendengar ucapanku.
"Dek, jangan minta hal yang sulit Mas lakukan!"
Aku membingkai wajah suamiku dengan penuh kasih sayang. Lalu mengecup keningnya.
"Aku sudah ikhlas berbagi dirimu dengan Arin, Mas. Hanya ini permintaanku, jangan menolak lagi, hanya ini cara kita agar bisa memiliki anak." Jelasku dengan airmata yang menetes begitu saja.
"Dek.."
"Tolong Mas, jangan terus menolak. Jika tidak rencana ini akan semakin berat dan sulit untuk kita lalui."
Mas Abi memejamkan matanya dan tak lama kemudian menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, jika itu yang kamu mau Dek. Mas akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kita."
Aku hanya bisa tersenyum lega ketika melihat mas Abi tidak lagi menolak apapun saranku. Kamipun melanjutkan perjalanan ke rumah kami.---------------------
Setelah persiapan untuk pernikahan kedua Mas Abi selesei , mengumpulkan orang terpercaya yang akan menjadi saksi dan penghulu pernikahan kedua Mas Abi. Agar pernikahan ini tetap menjadi rahasia.Semalaman Aku tidak bisa tidur, membayangkan Mas Abi akan menikahi wanita lain di hadapanku esok hari. Walau Aku sudah merasa ikhlas Mas Abi untuk menikah lagi, tapi naluri wanitaku sama seperti wanita yang lain, merasakan sakit yang teramat sakit di hati ini. Tidak mau di madu.
Kupandangi wajah tampan yang sudah tertidur di sampingku, dengkuran halusnya terdengar. Mas Abi begitu tampan ketika tidur, tiba-tiba Aku merasa tidak ikhlas untuk membagi dirinya juga cintanya dengan orang lain. Tapi Aku juga tidak bisa egois, Mas Abi berhak memiliki keturunan.
"Ah lebih baik Aku solat saja."
Waktu menunjukkan pukul tiga pagi lebih sepuluh menit. Aku solat agar hati menjadi tenang. Setelah itu Aku berdoa agar Tuhan menguatkan hatiku supaya tidak ragu dan berat lagi.
"Tuhan, jika ini yang terbaik. Maka berilah keikhlasan kepadaku agar tidak merasa ragu lagi."
Waktu berlalu bergitu cepat, kami sudah berada di rumah pertama kami, rumah dengan lantai dua yang di dominasi warna putih dan hitam, rumah ini adalah rumah kami yang pertama sebelum tinggal di rumah yang sekarang.
Prosesi ijab qobul itu kini akan dimulai, hatiku berdegup kencang, menguatkan mental dan hati.
Dengan suara lantang Mas Abi mengucapkan ijab qobul. Kini Arin sah menjadi istri keduanya."Yaa Tuhan, kenapa sesakit ini!" Lirihku sembari menahan air mata yang akan menyeruak keluar.
Hatiku merasa tidak tahan, Aku kembali ke kamar dan menangis sejadi-jadinya. Walau hatiku sudah ikhlas tapi tetap saja rasanya begitu sakit.
Bukan hanya proses pernikahan ini yang membuatku berat, tetapi sikap Mas Abi dan Arin yang membuatku semakin mengelus dada. Mas Abi sama sekali tidak ingin dekat dengan Arin, lalu Arin hanya diam saja tanpa melakukan hal apapun .
Tapi ada hal yang menarik saat kami bertiga makan malam, Mas Abi terpergok mencuri pandang kepada Arin lalu tersedak karena salah tingkah. Hatiku memang sakit, tapi seolah ada angin segar agar membuat mereka akur.
Seperti biasa Mas Abi mengajakku nonton film jika besok tidak bekerja. Suatu ide terbersit dalam benakku.
"Aku akan menyatukan mereka bagaimanapun caranya." Batinku.
"Mas Aku sudah ngantuk, Aku tidur dulu."
Sebelum ke atas aku membisikkan kepadanya bahwa aku akan memberikan kejutan nakal untuknya malam ini, wajahnya berubah sumringah.
Mas Abi dengan berat hati mengizinkanku untuk pergi ke kamar, Aku segera ke atas. Membuka lemari dan mengambil lingerie kesukaan Mas Abi dan parfum favoritnya saat hendak bercinta denganku.
Ku bawa dua barang itu ke kamar Arin, Aku telpon Arin agar membukakan pintu kamarnya, jika Aku ketuk pintunya Mas Abi pasti akan tahu.
"Rin, boleh Kakak Masuk?"
Arin tidak menjawab tapi membukakan celah untukku masuk.
"Ada apa ka?" Tanyanya setelah kami di dalam kamar.
"Pakailah ini dan pindah ke kamarku, layani Mas Abi sebagaimana seorang istri melayani suaminya."
"Tapi... Mas Abi pasti akan menolakku."
"Kali ini tidak akan, jangan ambil hati sikapnya, Rin. Mas Abi orang yang baik. Dia akan memperlakukan dirimu lembut jika sudah mengenalmu."
"Kak, Mas Abi akan langsung mengusirku jika melihatku berada di kamarmu."
Aku sejenak berpikir bagaimana caranya agar rencana ini terwujud. Sebuah ide kembali muncul di benakku.
"Matikan semua lampu dan tutup rapat semua jendela,Mas Abi tidak akan mengetahui jika yang berada di dalam kamar itu kamu!"
"Mas Abi akan tahu jika itu bukan kamu jika aku bersuara Kak."
"Maka dari itu kamu diam saja, hanya berikan gerakan bahwa kamu sudah siap untuknya."
Arin seolah ragu untuk menjalani rencanaku, tapi kemudian mengangguk menyetujuinya.
"Baik kak, Aku akan melakukan apapun untuk membantumu." Ucap Arin dan ku balas anggukan kepala.
"Aku akan ke kamarmu, kak."
Aku hanya membalas anggukan kembali, Arin segera berjalan keluar membawa lingerie serta parfume yang telah ku berikan.
Dadaku tiba-tiba terasa sesak, walau Aku yang menginginkan hal ini terjadi tetap dada ini terasa begitu sakit.
"Aku harus ikhlas, ini semua demi kebahagiaan Mas Abi."
Satu jam lebih berlalu, Aku tidak bisa memejamkan kedua mataku, suara teriakan Mas Abi sayup terdengar olehku.
"Mas Abi?" Lirihku setelah mendengar teriakan Mas Abi.
Ada rasa ragu untuk menghampiri kamarku, tapi teriakan Mas Abi kembali terdengar. Rasa khawatir langsung memenuhi hatiku.
"Arin?"
Aku memikirkan Arin, takut Mas Abi akan bersikap nekat kepadanya.
"Mas, buka pintunya, Mas. Kenapa kamu berteriak?" Panggilku agar Mas Abi segera membuka pintu.
Mas Abi membuka pintu dengan wajah begitu marah. Ku lihat di atas ranjang Arin tengah menangis dengan menutupi dirinya dengan selimut."Ada apa, Mas?"
"Kamu tanya ada apa, Ratih? Bukankah ini semua rencanamu, hah!" Bentak Mas Abi kepadaku.
Selama 15 tahun baru kali ini Mas Abi membentakku dan menyebut namaku langsung.
"Mas, dengarkan Aku dulu, biar Aku jelaskan!"
"Tidak! Menjauhlah dariku Ratih!"
Mas Abi lantas pergi ke bawah, Aku sudah tahu dia pasti akan tinggal di kamar tamu.
Aku tatap Arin yang masih menangis di balik selimutnya. Hatiku merasa begitu bersalah kepada Arin, dirinya pasti hancur. Ku dekati Arin, dan mencoba menenangkannya.
"Rin.. maafkan Kaka.. Kaka tidak sangka semuanya akan jadi seperti ini."
"Untuk apa meminta maaf Bu? Bukankah Aku hanya boneka kalian, hiks."
Hati Ratih ikut merasa hancur kala Arin menangis tersedu karena merasa di permalukan oleh Mas Abi. Ratih sangat mengerti perasaannya, tanpa banyak bicara Ratih coba untuk meraih Arin ke dalam pelukannya."Maafkan atas semua kesalahanku ini Arin. Harusnya Aku tidak terlalu memaksakan keinginanku. Hanya saja, Aku ingin kamu juga mendapat hak yang sama sebagai istri dari Mas Abi."Arin tidak menjawab ucapan Ratih hanya isakan tangisnya yang terdengar begitu perih. Ratih membantu Arin berpakaian dan mengantarnya kembali ke kamarnya.Ratih memeluk Arin agar bisa tertidur dengan tenang, Ratih merasakan sangat iba kepada Arin. Wanita muda yang cerdas dan cantik namun karena keterbatasan ekonominya akhirnya dia terjebak dalam situasi yang tidak mengenakan seperti ini."Maafkan Aku, mungkin Aku sudah berbuat hal jahat kepadamu. Harusnya kamu mengejar cita-citamu, tetapi malah kamu terjebak dalam kehidupan pahit ini karena Aku." Ucap dalam hati Ratih sembari mengelus rambut Arin lembut.Ratih m
H-2 pernikahan, pria bernama Abimanyu yang akan menjadi suamiku itu datang menghampiri rumahku, rumah yang berada di perumahan Griya Asri, walau rumah subsidi hanya ini satu-satunya harta yang kami miliki. Pak Abimanyu meneleponku untuk menemuiku di jalan dekat pintu masuk ke perum.Aku menghampirinya menggunakan motor varioku yang sudah usang, motor yang ku miliki hadiah dari ayah untuk transportasiku ke sekolah. Beruntung walau telah lama motor yangl ku miliki itu masih bisa berfungsi dengan baik."Kemarilah Nona, Tuan sudah lama menunggu." Ucap supir sembari membukakan pintu untukku."Iya Pak." Sebelum Aku masuk, Aku tenggok kanan kiri terlebih dahulu agar tidak ada orang yang ku kenal melihatku masuk ke mobil mewah itu, bisa saja akan menjadi gosip. Setelah di rasa aman, segera Aku masuk ke dalam mobil dan pak supir itu segera menutup pintu kembali."Kenapa lama sekali?" Tanya Pak Abi datar."Maaf, saya tidak tahu Anda akan datang kemari. Jadi tadi saya seleseikan masak dulu baru
Ratih sedang mempersiapkan makanan untuk mereka sarapan, Abimanyu yang memang selalu suka untuk menjahili istrinya memasak, kembali berniat jahil dengan menciumi tengkuk Ratih, memeluknya dari belakang dan menggelitik pinggang Ratih."Mas, nanti masakan Aku tidak matang-matang kalau Mas begini terus." Rengek Ratih meminta suaminya menghentikan aktifitas konyolnya."Aku suka melakukan ini , terlebih istriku nampak begitu sexy jika sedang memasak." Ratih menyikut perut Abi perlahan karena sudah terlalu gombal."Awwww.. sakit." Abi berpura-pura sakit karena sikutan Ratih."Ya makannya, hentikan. Biarkan Aku memasak dulu.""Baiklah, biar Aku memandangimu saja kalau begitu." Abi mengambil kursi makan dan menaruh ya di samping Ratih, kedua tangannya di gunakan nya untuk menyanggah janggutnya dan memandangi Ratih dengan senyuman merekah.Melihat tingkah konyol sang suami yang selalu seperti anak kecil, membuat Ratih terkekeh. Tanpa sengaja Ratih melirik ke arah pintu masuk, disana ada Ari
Setelah kejadian pertemuan dengan ibu Lisa kala itu, kini Abimanyu mulai mau menerima Arin. Mulai mengajaknya berbincang untuk saling mengenal satu sama lain, Abi tidak seperti pria pada umumnya yang akan menggunakan kesempatan poligami untuk bisa menikah lagi demi nafsu. Bagi Abimanyu cintanya pada Ratih adalah segalanya, Abimanyu tidak bisa menghianati Ratih begitu saja, Ratih yang menemaninya sewaktu Abimanyu belum memiliki apa-apa hingga sampai berada di titik ini. Wanita yang memiliki kesabaran seperti itu bagaikan berlian yang sangat mahal harganya, tidak tergantikan.Kalau bukan karena keadaan dan paksaan Ratih untuk menikah lagi, Abi tentu tidak akan melakukan poligami. Semua Abi lakukan untuk Ratih, agar Ratih tidak di cemooh terus oleh ibunya dan dapat bahagia bisa menjadi seorang ibu walau bukan dari rahimnya sendiri."Mas, besok kita akan pergi ke Singapura untuk menjalani operasi ku. Dokter Utari sudah menyarankan untuk tindakan operasi di Singapura yang memiliki rumah s
"Tapi.... apakah Mas Abi akan menyentuhku, kak?" Ratih lalu membisikkan sesuatu kepada Arin. Sebuah rencana yang harus Arin lakukan di hari saat Ratih menjalani operasi nanti."Saat Mas Abi kembali dari rumah sakit pakailah lingerie yang sudah ku belikan. Buat dirimu menjadi sexy bukan hanya dengan pakaian melainkan dengan bicara dan gesture tubuhmu juga. Lalu buatlah jus stroberi dan masukkan ke dalamnya alkohol agar Mas Abi mabuk lalu dia akan berhasrat padamu. Di saat itulah lakukan tugasmu selayaknya seorang istri melayani suaminya." Bisik Ratih menjelaskan semua rencananya.Arin teringat tentang perintah Ratih agar malam pertamanya dan Abi terjadi. Kini Arin telah berada di bawah kungkungan Abi, Arin akan menyerahkan keperawanannya yang selama ini dia jaga untuk Abi.Gairah Abi begitu bergelora, Arin sama sekali tidak diberi kesempatan untuk lepas dari cengkraman Abi. Bibir sensualnya yang ranum menjadi tempat favorit Abi mencumbunya. Nafas Abi semakin berat seiring bernafsunya
"Ratih sayangku? Kamu sudah siuman?" Ratih tersenyum tipis dan mengangguk perlahan, hati Ratih senang saat dirinya membuka matanya dan melihat ada suaminya berada di sampingnya.Ratih memicingkan matanya seolah bertanya sesuatu kepada Suaminya, Abi mengerti maksud Ratih. Lalu segera memeluk erat Ratih dengan sebuah rasa penyesalannya."Maafkan Mas, sudah menyentuh wanita lain." Hati Ratih sebenarnya tersayat, namun hal ini adalah hal yang membahagiakan, usaha Meraka untuk memiliki anak sendiri kini kian dekat, Ratih harus lebih banyak bersabar lagi."Itu bukanlah kesalahan ,Mas. Hal itu adalah bentuk pengorbanan kita agar kita bisa segera memiliki anak." Ratih berusaha menghibur suaminya, Ratih sangat tahu jika Abimanyu tidak ingin menyentuh wanita lain, tapi kini takdirnya tidak memiliki jalan keluar lainnya. Buliran bening menitik begitu saja tanpa dikomando."Baiklah, Mas panggilkan dokter sebentar ya sayang." Abi segera menekan tombol yang berada di sisi ranjang istrinya. Tak
"Arin, izinkan Aku menggaulimu dengan penuh perasaan, tidak hanya mengharapkan kamu segera hamil. Tapi perasaan sama-sama suka dan sama-sama mau melakukan hubungan badan ini. Layaknya seorang suami istri yang saling mencintai." "Tentu, Aku menyukai kebersamaan kita ini, Mas." Deru nafas Arin juga tidak beraturan karena hasrat yang membuncah.Tanpa membuang waktu lagi, Abi segera melumat bibir sexy Arin dengan begitu bergairah. Kali ini Abi melakukannya dengan penuh perasaan, setiap sentuhan-sentuhan jemarinya menjelajahi setiap inchi tubuh Arin bagaikan sebuah tarian indah.Penyatuan Abi dan Arin kali ini memiliki kesan tersendiri, bagaikan melayang ke angkasa, baik Abi maupun Arin saling memberikan kepuasan. Hingga puncaknya, pelepasan Abi memberikan pekikan nikmat di keduanya, benih Abimanyu lagi-lagi menyirami rahim Arin. Setelah bercinta, Abi memeluk Arin ke dalam pelukannya, kini Abi tidak bisa mengelak lagi, hatinya benar-benar tertarik kepada Arin. Terlebih usai mereka mel
POV ABIMANYU PERMANA Aku Abimanyu Permana, usiaku tahun ini 41 tahun. Pekerjaanku menjadi CEO di perusahaanku sendiri, perusahaaku menjadi salah satu perusahaan yang di perhitungkan karena kemajuannya yang pesat. Istriku bernama Ratih Indira, Aku sangat mencintainya.Kelembutan sikap dan sifat rendah hatinya selalu membuatku bangga. Walau memiliki suami seorang CEO, Ratih sama sekali tidak merubah gaya hidupnya. Semua kebahagiaan materi dan cinta dari istriku seolah membuat hidup pernikahanku bahagia. Namun, nyatanya pernikahan yang sudah berjalan 15 tahun di uji dengan belum hadirnya seorang Anak.Ya, kami menikah dan belum memiliki seorang anakpun. Segala cara sudah kami lakukan agar memiliki seorang anak, dari pengobatan herbal sampai medis. Tapi nyatanya semua itu sia-sia. Ratih tidak bisa hamil bahkan terakhir kami mendapatkan hasil yang membuat hati kami hancur. Ratih terkena kanker dan harus di angkat rahimnya.Wajah kecewa dan sedih sudah pasti terlihat dari wajah istriku ya
"Maukah kamu menjadi kekasihku, Rin?" Dimas bersimpuh tepat di hadapan Arin. Setelah mengantar Arin sampai rumah, Dimas meminta waktu untuk berbicara empat mata. Dimas mengungkapkan isi hatinya selama ini. Arin adalah cintanya sedari kecil hingga sekarang. Bukannya menjawab Arin malah membantu Dimas untuk bangun. "Jangan lakukan ini, Kak." Kini Arin memanggil Dimas dengan sebutan Kakak Setelah Dimas protes tidak ingin di panggil Mas. Arin menggenggam tangan Dimas lembut, kedua matanya berusaha menahan tangisan. Arin sangat menyadari jika Dimas menyukainya. Tapi Arin selalu menyangkalnya sendiri dan menganggap Dimas sebagai saudaranya. Dimas pria baik dan bermartabat. Dimas begitu tampan, dengan tingginya yang melebihi pria lain. Sikap lembutnya, pasti wanita manapun akan jatuh hati padanya. "Kamu menolakku, Rin? Tapi apa alasannya?" "Kak, Aku tidak layak untukmu. Kamu Pria yang baik dan tampan. Kamu pasti akan mendapatkan wanita yang jauh lebih baik dariku." D
"Kenapa dia ingin memindahkan aku?" Dimas mengeryitkan jidatnya. Abimanyu, direktur perusahaan yang sudah berusaha memindahkannya ke divisi lain. "Dari laporan bagian humas, katanya anda hanya bermain-main saja ketika bekerja, jadi Pak Abimanyu tidak menyukai hal itu." Jelas pak Herlambang lagi. Dimas termenung sejenak, Abimanyu hanya menjalankan tugasnya sebagai pemimpin. Dimas juga sadar, saat bekerja dirinya hanya fokus memandangi Arin saja. "Baiklah pak Herlambang. Terima kasih atas infonya. Anda boleh kembali ke tempat Anda." Herlambang memberi hormat kepada Dimas lalu menuruti perintah sang pemilik perusahaan. "Jadi aku harus bersikap layaknya karyawan biasa seperti pada umumnya, tidak boleh terlalu frontal menunjukkan ketertarikanku pada Arin." Gumam Dimas lirih. Kini Dimas berperilaku seperti karyawan pada umumnya. Tiba di kantor sebelum jam 7 pagi dan melakukan pekerjaan dengan baik. "Rin, ayo kita makan siang." ajak Dimas pada Arin yang masih saja sibuk
CEO perusahaan PT Huwain, Pak Herlambang tengah bersiap untuk menemui pemilik perusahaan. Tidak seperti biasanya pemilik perusahaan ingin menemuinya. Khawatir jika dia melakukan kesalahan yang tidak di sengaja."Masuklah pak Herlambang," titah pemilik ruangan dari dalam ruangan setelah pak Herlambang mengetuk pintu."Saya menghadap Tuan, apakah ada yang perlu saya bantu?"Pemilik kursi mewah segera memutar kursi menghadap pak Herlambang. Dimas, pria muda yang selalu mendekati Arin adalah pemilik PT Huwain. Menatap Pak Herlambang dengan tajam."Tadi siang ada yang meminta saya untuk pindah dari bagian pemasaran. Apakah kamu yang memintanya?"Pak Herlambang sedikit gugup, tetap menundukkan kepalanya, "Bu..bukan saya yang meminta hal itu, Taun. Saya merekomendasikan anda sesuai permintaan Anda." "Lalu siapa yang begitu berani ingin memindahkan saya ke bagian lain?""Saya akan cari tahu, Tuan."Dimas bangkit dari duduknya lalu mendekati Pak Herlambang, "Cari tahu saja.. tapi ingat, janga
Arin sedang sibuk membuat laporan di komputernya. Segelas kopi hangat di berikan di hadapannya. Terkejut dengan itu, Arin segera melihat siapa yang memberinya segelas kopi. "Dimas?" Arin terkejut, tenyata orang yang memberinya kopi adalah Dimas, "sedang apa kamu disini?" Dimas merenggangkan kedua tangannya, Dimas sudah berpakaian dengan rapih, setelan kemeja berwarna biru langit dan celana kain berwarna hitam tidak lupa nametag bertuliskan karyawan PT Huwain tergantung di lehernya. "Aku bekerja disini, Rin. Masa mau bermain?" "Benarkah? Wow.. kebetulan sekali, senang bekerja denganmu," Arin menyodorkan tangannya, "sepertinya kita satu tim disini." Arin bekerja di bagian pemasaran, begitu pula Dimas, dia juga berada di bagian pemasaran juga. Sebuah kebetulan yang tidak di sangka-sangka. Keduanya lalu terlibat obrolan yang seru hingga tertawa bersama, Abimanyu yang berada di dalam ruangan melihat keakraban Dimas dan Arin sangat tidak menyukainya. Sampai-sampai Abimanyu memat
"Cukup Mas, hentikan!" Arin mendorong tubuh Abi menjauh, "Kita tidak bisa melakukan ini lagi, Mas." "Kenapa? Bukankah kita saling menginginkan hal yang sama?" "Mas, sadarlah. Kita bukan suami istri lagi!" Abimanyu mengacak rambutnya dengan putus asa. Hasratnya pada Arin sungguh tidak terbendung lagi. Ingin segera di lampiaskan, tapi dirinya sadar, sudah tidak memiliki hak untuk meminta jatah pada Arin.Abi lantas menatap tajam kepada Arin yang tengah memberikan kancing kemejanya, "Menikahlah denganku lagi." Sontak Arin menatap Abi, "Apa? Menikah lagi?" "Iya, kita menikah lagi dan mas tidak akan melepaskanmu lagi.""Kamu sudah gila, Mas? Bagaimana dengan istrimu itu, hah?" Oo"Kita bisa diam-diam agar tidak ketahuan oleh Ratih." Arim kembali merasakan kekecewaan yang sama, Abi hanya bernafsu kepadanya, tidak sepenuhnya mencintai Arin, "Kamu masih sama saja seperti dulu, mas."Merasa begitu muak dengan sikap Abi yang pecundang, Arin lebih memilih untuk pergi. Tapi Abimanyu kembal
Setelah bertemu dengan Direktur perusahaan tempat Arin bekerja, Arin sama sekali tidak bisa fokus. Bagaimana tidak? Direktur itu adalah mantan suaminya. Sudah 2 tahun tidak ada kabarnya kini tiba-tiba menjadi begitu dekat. Pikiran Arin menjadi begitu kacau. Ini adalah pekerjaan yang sulit dia dapat. Tidak mungkin dia harus mengundurkan diri hanya karena seorang Abimanyu. Arin membutuhkan biaya untuk hidupnya bersama ayah dan adiknya. Uang pemberian Abimanyu walau banyak tapi jika selalu di gunakan pasti akan habis juga. Harus ada pemasukan untuk menutupi kekurangan itu. Ketika Arin di kantor Abimanyu.... Arin begitu terkejut mendapati Direktur perusahaan itu adalah Abimanyu, "Mas Abi?" Sebaliknya dari Arin, Abimanyu justru merasa senang melihat mantan istri mudanya itu, "Apa kabar Arin, senang bertemu denganmu lagi." "Apa kamu sengaja, Mas? Mempekerjakan aku disini?" Arin menengok kanan kiri takut ada yang mendengar percakapan mereka berdua, "apakah kamu sengaja ingin men
"Lihatlah, Putri kita begitu cantik, Kamu sudah memiliki nama untuk bayi kita?" ucap Abimanyu pada Ratih yang hanya diam di sisinya."Tentu, dia cantik seperti Arin, bukan?" Abimanyu lantas memandang ke arah istrinya, dari nada bicaranya ada yang tidak beres."Sayang, kita tidak perlu membahas sesuatu yang sudah kita tahu. Bayi ini memang Arin yang melahirkannya, tapi Mas yakin dia akan memiliki hati yang sangat seperti hatimu." Ratih hanya tersenyum tidak membalas lagi ucapan sang suami. Hatinya kini sangat sakit setelah di beritahu oleh dokter Utari tadi."Ayo segera berbaring, ibu pasti sebentar lagi tiba, jangan sampai dia curiga." Sang ibu mertua tengah datang kemari, sangat bahagia ketika dikabari anak Abimanyu telah lahir. Arin? Dia berada di ruangan berbeda dan jauh dari kamar Ratih."Aku harus mencaritahu kebenaran yang sesungguhnya. Jika sampai Mas Abi benar mencintai Arin....Aku bisa gila." Ucap dalam hati Ratih.Wanita paruh baya yang sangat di hormati oleh Abimanyu itu
9 bulan lebih 10 hari kini Arin sudah mengandung bayi dari seorang Abimanyu. Gelombang cinta yang di berikan oleh jabang bayi itu sudah sedari subuh tadi, bercak darah dan kontraksi yang semakin lama semakin intens, Arin sudah bersiap di ruang bersalin untuk melahirkan."Ka...hmmmpp.. rasanya sakit sekali.." Pekik Arin merasakan kesakitan kala kontraksi itu muncul.Keringat dingin bercucuran di kening Arin, raut wajah kesakitan begitu kentara. Perjuangan melahirkan seorang anak emang tidak mudah.Ratih yang berada di sisi Arin juga ikut panik, tapi berusaha untuk tidak memperlihatkan gurat kepanikannya. Agar Arin bisa lebih tenang."Tarik nafas perlahan, Dek," ucap Ratih sembari mencontohkannya pada Arin, lantas Arin mengikuti instruksi Ratih.Ratih sudah banyak tahu tentang cara mengatasi sakit akibat kontraksi saat hendak melahirkan lewat buku-buku ibu hamil, walau keinginan dirinya untuk melahirkan tidak terwujud, tapi kini ilmu itu bermanfaat.Arin terlihat lebih bisa menahan rasa
"Arin! Jangan diluar batas!" Abi mulai emosi karena Arin menyebut Ratih wanita tua."Kalau begitu pergilah!" ucap Arin datar lalu mulai menutup pintu.Abimanyu hanya bisa mematung di depan pintu kamar Arin, hatinya panas karena pujaan hatinya marah setelah melihat dirinya bercinta dengan Ratih. Di satu sisi , Abimanyu tidak ingin menyakiti Ratih yang sudah begitu setia menemaninya selama 15 tahun karna kini Abi telah membagi hatinya untuk wanita lain.Abi segera mencekal pintu itu agar tidak tertutup, Arin berusaha sekuat tenaga mendorong pintu itu agar bisa tertutup, tapi usahanya sia-sia, tenaganya tidak sebanding dengan seorang Abimanyu.Melihat kesempatan untuk bisa masuk, Abi segera meraih tangan Arin dan segera memeluknya walau Arin memberontak."Pergi! Jangan dekati Aku lagi!" Pekik Arin sembari mencoba melepas pelukan suaminya. "Maafkan Aku, sayang. Maaf!" Permintaan maaf yang tulus dari suaminya mampu meredakan emosi yang meledak-ledak di sanubari Arin."Kamu tega, Mas! Hi