Anna menunduk saat mendengar ayah dan ibunya bertengkar hebat di lantai bawah. Anak remaja itu berusaha meredam suara pertengkaran orang tuanya dengan menangkup kedua telinganya dengan kedua belah tangannya. Namun hal itu ternyata tidak membantu banyak.
Suara orang tuanya tetap melengking hingga menggetarkan gendang telinga Anna. Bukan hanya itu, tubuhnya menjadi sangat gemetaran.
“Di mana kau, anak jahanam?” teriak ayahnya dari bawah.
Anna berlari menuju ujung kamar. Dia mendengar derap langkah ayahnya yang tidak beraturan itu naik ke atas. Jelas kalau itu suara langkah orang yang sedang mabuk.
“Di sini kau rupanya,” kata ayahnya yang menyorotnya dengan tatapan nyalang.
Ayahnya berjalan mendekat dan menarik rambut Anna dan menyeretnya hingga lantai bawah.
Tubuh Anna terhempas tepat saat kaki ayahnya menyentuh lantai, membuat tubuhnya terasa remuk hingga ke tulang-tulang. Anna bahkan hampir tidak bisa berdiri.
“Hei, Yuni! Katakan sekarang, pelacur,” teriak ayahnya pada ibunya. “Dia ini anak siapa?”
Dalam keadaan menangis, ibunya berteriak, “dia anakmu. Demi Tuhan, Anna adalah anakmu, Wira! Tidak bisakah kau melihat betapa miripnya dia denganmu?”
Ibunya segera mendatangi Anna dan memeluknya dalam pelukannya. Anna tidak bicara apa-apa, dia hanya bisa menangis dalam pelukan ibunya.
Ayahnya melepaskan sebuah benda berkilau dari pinggangnya. Anna bisa melihat ayahnya memasang ancang-ancang untuk mengayunkan ikat pinggang kulit miliknya.
Ibunya langsung berbisik pada Anna. “Lari! Sekarang!”
Anna menatap ibunya nanar sebelum ia berlari keluar meninggalkan ayah dan ibunya yang bertikai di dalam. Beberapa bunyi tamparan memenuhi telinga Anna saat ia mencapai pagar, diikuti dengan suara tangisan ibunya.
Tetapi ketika Anna telah sampai pagar, suara tangisan itu berhenti. Seperti biasa, ayahnya pasti telah membungkam mulutibunya untuk tidak berteriak lebih keras.
Tidak ada satu pun tetangga yang menyadari kalau beberapa bulan belakangan, ayah dan ibunya kerap kali bertengkar. Segala macam jenis hujatan, makian, dan hinaan, sudah keluar dari mulut si kepala rumah tangga.
Anna tidak pernah tahu apa alasannya. Tetapi yang jelas, rumah mereka lebih mirip dengan kebun binatang secara kiasan, ketika ayahnya pulang dari melaut. Tidak ada lagi kata-kata “sayangku” atau “istriku” ketika ayahnya memanggil ibunya.
Kata “selingkuh” adalah kata yang paling sering diucapkan. Demikian tuduhan-tuduhan itu menjadi makanan sehari-hari bagi ibunya Anna.
Anna sendiri tidak pernah percaya kalau ibunya pernah selingkuh. Tetapi ucapan adalah doa. Dengan perlakuan seperti itu, wanita mana yang akan tahan? Dan bisa jadi, ibunya akan benar-benar mencari pria lain.
Dia menoleh ke sana kemari mencoba mencari perlindungan, tetapi hari itu adalah hari libur keagamaan yang panjang, dan orang-orang sedang kembali ke kampung halaman masing-masing.
Anna menoleh pada rumah yang tepat berada di samping rumahnya, yang belakangnya terdapat kebun jeruk yang luas sekali. Rumah Gina, sahabat baiknya. Dia sempat berpikir untuk lari ke sana, tetapi urung karena rumah itu terlihat kosong dan sepi tanpa penerangan malam hari.
Belakangan ini, tante Hilda, ibunya Gina sering sakit-sakitan. Mereka sekarang pasti sedang berada di rumah sakit.
“Aku harus lari kemana?” bisik Anna sambil menoleh sekeliling rumahnya yang gelap gulita.
Dengan cepat, Anna berlari menuju pohon besar yang ada di ujung jalan, sekitar 500 meter dari rumahnya.
Pohon yang berdiri persis di sebelah taman itu sering dijadikan tempat orang berpacaran. Tapi dalam keadaan seperti ini, sepertinya tidak mungkin ada orang yang sedang pacaran di sana.
Anna memperhatikan taman yang hanya diterangi oleh satu lampu jalan yang remang-remang.
Sorot matanya tertuju pada sosok yang ada di balik pohon itu. Orang itu sedang duduk dan memeluk lututnya. Tatapannya sayu dan kosong.
Ketika kaki Anna menginjak ranting hingga patah, orang itu menoleh pada asal suara tersebut.
“Siapa itu?” tanya orang itu.
Anna langsung mengenali suaranya. Dia adalah Jonas, teman satu kelas di bangku kelas 2 SMP. Pria yang membuatnya tertarik sejak SD, tetapi Anna benar-benar resmi menyukainya baru-baru ini saja.
Mereka teman, bukan sahabat, tetapi cukup dekat.
“Jonas,” bisik Anna sambil menangis.
Jonas langsung berdiri dan menghampiri Anna. Betapa terkejutnya dia ketika melihat wajah Anna yang memerah di sisi kiri, wajah basah karena air mata dan rambut yang acak-acakkan. Di lengannya terlihat secercah berkas cakaran yang dalam.
“Ada apa denganmu?” tanya Jonas dengan cemas. “Siapa yang melakukan ini padamu?”
Anna tidak banyak bicara dan hanya menangis dalam hening. Jonas menariknya ke dalam pelukkannya dan membelai kepalanya. Di sana, tangis Anna pecah dan semakin parau sambil menyalurkan seluruh kesedihan yang ia miliki dalam hatinya.
Dalam hatinya, Jonas merasa amat geram. Tangannya terkepal dan hidungnya mendengus. Merasakan emosi Jonas itu, Anna melepaskan diri dari Jonas dan menatapnya.
“Kau kenapa?”
“Aku rasa-rasanya ingin memberi ayahmu pelajaran.”
Anna menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin Jonas mampu melawan ayahnya yang bertubuh tinggi dan jauh lebih besar darinya. “Tidak boleh, Jonas.”
Jonas menatap Anna dengan tatapan penuh amarah. Tetapi dia menurut pada kekasihnya dan berusaha menyimpan semua dalam hati. “Aku sebaiknya mengantarmu ke rumah Gina.”
“Gina sedang tidak ada di rumah.”
“Kau tidak bisa di sini, Anna. Sudah malam.”
“Aku tidak tahu hendak kemana lagi,” kata Anna yang pasrah.
“Biar aku mengantarmu pulang.”
“Apa kau akan mengantarku untuk dipukul lagi?”
“Kalau begitu, kita mengintip sebentar ke rumahmu, bagaimana? Siapa tahu ayahmu sudah tidur?”
“Kita ke rumahmu saja.”
“Kau tahu sendiri kalau di rumahku juga tidak baik. Menurutmu kenapa aku di sini?” Biasanya, Jonas akan bersembunyi di sini kalau ibunya yang pemukul itu datang.
Kenyataan itu membuat Anna terdiam. Mereka ternyata anak-anak yang berantakan sejak awal. Dan mungkin, Anna menyukainya karena mereka punya nasib yang hampir sama saja.
“Di situ kau rupanya, anjing!” teriak seseorang dari tengah jalan, hanya beberapa meter dari mereka.
“Kau mau buat apa dengan anakku, anak bangsat?” teriak ayah Anna dengan mata merah dalam kemurkaan.
Ketakutan menjalar dalam tubuh Anna sampai ke tulang-tulang. Bukan karena ayahnya mencarinya, tetapi karena ada Jonas di sini.
Seketika, Anna bukan hanya merasa takut, tetapi ia juga malu karena orang lain menyaksikan drama keluarganya yang memuakkan.
Tetapi Jonas menatap datar pada ayahnya Anna, tidak ada rasa takut dalam hatinya sama sekali. Ini bukan hal baru, dan ia sudah biasa menghadapi drama semacam ini.
Ayahnya langsung melayangkan tinju sekuat tenaga pada Jonas, tetapi Anna melindunginya dan memposisikan dirinya dengan cepat, sehingga tinju itu mengenai wajahnya.
Seketika, Anna langsung jatuh dalam keadaan lemas.
Samar-samar, gadis itu masih bisa mendengar suara Jonas yang memanggil-manggilnya dengan nada cemas. Sesaat kemudian, tubuhnya terasa terangkat di udara.
Anna masih bisa melihat wajah Jonas dengan jelas sebelum semua menjadi gelap.
***
Ketika Anna membuka matanya, bau alkohol dan disinfektan langsung masuk dalam hidungnya. Membuatnya langsung terjaga.
Dia menoleh kesana kemari dan mendapati dirinya berada dalam rumah sakit. Dari cahaya yang masuk ke dalam IGD itu, Anna bisa melihat kalau ini sudah pagi.
Di sampingnya, ada seorang anak laki-laki tertidur dengan pulas. Di sentuhnya kepala Jonas dengan perlahan, tetapi sentuhan itu tidak cukup pelan dan membuatnya terbangun.
“Kau sudah bangun,” katanya sambil mengusap wajahnya.
“Kenapa aku di sini? Dan wajahku… aw!” pekik Anna saat ia merasakan tulang pipinya perih dan panas.
Ingatan terakhir yang dia ingat adalah bogem mentah dari ayahnya sendiri saat hendak menampar Jonas.
“Jangan lakukan hal bodoh itu lagi, Anna. Seharusnya wajahkulah yang dipukul, bukan wajahmu,” kata Jonas yang menyesalkan kejadian itu sambil menyentuh lembut wajah Anna yang terlihat memar.
Anna tersipu, hatinya terasa melonjak menerima perhatian dari Jonas. Anak laki-laki ini selalu bersikap seperti ini padanya, dan dia sangat menyukainya.
Namun ingatan karena kejadian itu membuatnya menunduk malu. “Kau tidak seharusnya melihat ayahku marah.”
Dengan penuh kelembutan, Jonas menyentuh tangan Anna dan menggenggamnya, “kau tidak perlu malu padaku. Aku tahu persis bagaimana rasanya berada dalam posisimu.”
Jonas lalu berdiri dan memanggil tenaga medis. Mereka memerika Anna dan memperbolehkan Anna pulang setelah jam 8 pagi.
Ketika mereka tiba di rumah Anna dan memastikan kalau di dalam sudah tidak ada lagi ayahnya, Anna berbalik pada Jonas dan mencium pipinya.
“Terima kasih, Jonas,” katanya dengan malu-malu.
Wajah Jonas memerah dan tubuhnya mematung saat menerima ciuman itu di pipinya. Dia memandang gadis itu berlari ke rumahnya sambil membanting pintu dalam keadaan salah tingkah.
Jonas tersenyum tipis saat menyadari kalau dia juga menyukai Anna.
follow i* miss.possan yaa, thanks
Hai hai selamat datang di novel pertama aku yang terbit di Good Novel. Ada beberapa edit yang harus aku lakukan ya... Biar lebih gereget hehehe. Mohon maaf kalo ada typo / kelebihan / kekurangan kata ya... author akan mencoba memperbaiki lagi jika ada kesalahan. Silakan dikomen jika menemukan kesalahan yaa... Selamat membaca ya readers! Cheers.
Sudut tempat itu terasa sunyi dan hening, tidak banyak kendaraan umum maupun pribadi yang lewat di jalan raya. Sebagian besar penduduk daerah itu adalah petani dan pedagang buah-buahan. Setiap hari, mereka akan pergi ke kota untuk menyuplai setiap kebutuhan di setiap pasar yang menjadi langganan mereka. Jarak tempat itu dan pusat kota tidaklah begitu jauh, hanya setengah jam jika jalanan tidak macet. Anna mengendarai mobil sedan kecilnya menelusuri jalan raya itu. Tujuannya membuatnya membelokkan mobil ke sebuah jalan kecil di sebelah kiri. Mobil kecil berwarna putih itu terlihat berkilau dibawah terpaan sinar matahari. Bannya yang hitam membawa arahnya menuju ke sebuah perumahan yang setiap rumah memiliki tanah yang luas-luas. Setiap rumah terdapat kebun di belakangnya, mulai dari sayuran hingga buah-buahan. Rumah-rumah itu saling berhadapan dan jaraknya juga agak berjauhan, sama sekali tidak mepet atau berdekatan walaupun tetangga. Di depannya setidaknya terdapat satu buah mobil
Anna membuka matanya, ia mendengar suara seorang pria dan seorang wanita bersahut-sahutan di bawah. Matanya yang berat itu ia paksakan untuk melihat ke arah jam dinding yang ada di seberangnya. Jam itu menunjukkan pukul 12 malam. Ia mendorong selimutnya dan berjalan keluar dari kamar. Ia maju terus untuk mencari arah sumber suara itu. Di tengah perjalanan, ia berhenti di sebuah kamar besar dengan ranjang yang cukup besar. Di sana terdapat kasur bayi dengan pagar tinggi. Di dalamnya tertidur seorang anak laki-laki tampan yang sedang lelap-lelapnya. Ia memperhatikannya sejenak, anak laki-laki ini tetap tidak terbangun meski mendengar suara berisik. Ia sangat nyenyak. Tetapi Anna tetap harus mencari asal suara itu. Ia turun ke lantai bawah dan memeriksa semua ruangan, tetapi tidak menemukan siapa-siapa, sampai ia akhirnya melangkahkan kakinya menuju dapur. Suara berisik itu makin terdengar dan jelas. Sampai akhirnya ia melihat sos
Sepulang sekolah, Anna dan Gina lansung bergegas menggunakan sepeda untuk pulang. Mereka sering berlomba siapa yang akan sampai rumah duluan. Tetapi saat itu, ada sesuatu yang menarik perhatian Anna sebelum sampai ke rumah. Gina melihat ke arah jam dan mengatakan bahwa ia harus segera pulang karena ibunya sakit. Seorang anak laki-laki duduk termenung di ayunan yang berada dekat pohon besar di taman itu. Anna melihatnya dan mengenalnya sebagai Jonas. Anak itu terkenal sebagai anak yang selalu terlibat dalam hal-hal yang melanggar aturan sekolah, mulai dari merokok hingga minum minuman keras. Ia telah berulang kali masuk ruang konseling dan sering mendapat peringatan. Entah dari mana ia mendapat benda-benda tersebut. Orang tua Jonas juga tidak pernah datang saat dapat panggilan di sekolah. Tetapi, Anna tidak melihat ada prilaku yang terlalu salah dari Jonas. Di sekolah, ia selalu menjadi anak yang penurut. Ia tidak pernah berkata kasar, dan sering
Air mata Anna mengering. Ia merengkuh tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa itu di pelukkannya sementara Gina menggendong Darryl, adik laki-lakinya yang masih kecil. Setelah ibunya Anna dinyatakan meninggal dunia, Anna berlari lalu memeluknya hingga ia tidak mampu meratap lagi. Ia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Apa yang ibunya Anna lakukan hingga ayahnya tega menghabisinya? Bukankah selama ini, ibunya Anna adalah ibu yang baik bagi ayahnya yang selalu pergi melaut dan kembali hanya 2 minggu setelah berbulan-bulan berlayar? Baginya, ibunya adalah orang yang setia dan mengutamakan keluarga. Ia akan bekerja sendiri jika mereka kekurangan uang. Tetapi ayahnya, meski bukanlah orang yang jahat, ia akan ringan tangan pada istrinya jika mereka bertengkar. Sosok ayahnya adalah sosok yang sedikit menakutkan bagi Anna, dan ia paling benci jika melihat kekerasan itu terjadi pada ibunya. Anna mengambil liontin yang dikenakan ibunya itu dan memasang
Anna memeluk Darryl dengan erat dan menangis dengan pilu saat melihat kedua orang tuanya diturunkan ke dalam liang lahat yang telah di gali berdampingan itu. Hampir semua orang di kampung itu datang untuk menghadiri prosesi pemakaman kedua orang tua Anna, dan semua wanita yang ada di sana ikut menangis dalam duka. Paman Rudy berdiri di samping Anna dan mengambil Darryl dari gendongannya. Anna langsung terduduk dan memeluk nisan di atas tanah yang sudah tertumpuk di atas jenazah ibunya. Gina yang juga sangat berduka atas kejadian itu langsung berjongkok di samping Anna dan merengkuhnya dalam pelukannya. Air matanya ikut turun untuk menangisi kepergian ibunya Anna yang sudah sangat baik sekali padanya. Belum sempat Gina membalas semua kebaikan itu, Tuhan telah memanggilnya dengan cara yang diluar pemikiran semua orang. Ia terus mengelus punggung dan lengan Anna yang masih histeris dalam kemalanga
Anna menarik Gina masuk dalam toilet wanita. “Ada apa? Kenapa kau menarikku ke dalam sini?” protes Gina. Anna terlihat tidak nyaman. Berulang kali kepalanya keluar masuk, melihat seseorang yang dari jauh berjalan kian mendekat. Gina yang penasaran, ia juga langsung menoleh ke arah yang dimaksud. “Kamu menghindari siapa?” “Rian. Sedari tadi, aku tidak dibiarkan sendirian. Dia mengikutiku kemanapun aku pergi. Bahkan ke toilet wanita.” “Sepertinya dia menyukaimu.” “Aku tau, dan dia sudah mengakuinya padaku kemarin. Tapi aku tidak suka padanya. Jadi aku tolak saja dia waktu dia ingin jadi pacarku.” “Kau tau, sepertinya, Rian tidak buruk. Dia terkenal sebagai anak yang baik dan selalu dapat peringkat teratas. Dia juga sopan. Di tambah lagi, dia juga anak orang kaya. Keluarganya punya sebuah rumah sakit dan sebuah sekolah khusus anak perempuan di kota.” “Entahlah. Aku merasa ada yang
Seharian ini, Anna menghindari bertemu dengan Jonas. Dirinya tidak bisa berhenti merasa grogi setiap kali harus berhadapan dengan anak laki-laki yang kini telah menjadi kekasihnya itu. Sepulang sekolah, Jonas mendatangi Anna yang baru saja mengambil sepedanya dari parkiran. Ingin sekali Anna kabur dari sana, tetapi Jonas meraih memegangi tangannya dengan lembut. Saat Anna melihat kalau Jonas tidak membawa sepeda, Anna lalu menawari Jonas untuk pulang bersama. Ia lalu menaiki sepedanya, tetapi Jonas malah berdiri di sana dengan bingung. “Kenapa?” tanya Anna. Wajah Jonas melembut. “Turunlah, tidak mungkin kau yang memboncengku.” “Tapi aku bisa, aku sering membonceng Gina, dia kan lebih berat darimu. Aku…” Jonas memotong omongan Anna dengan tertawa. “Kau ini lucu… Bukan seperti itu caranya. Tidak mungkin aku membiarkan kekasihku memboncengku. Di mana harga diriku?”
Setelah pemakaman ibunya, mereka akhirnya pulang ke rumah. Gina tidak berhenti melepas genggaman tangannya dari tangan sahabatnya yang sedang berduka cita itu sambil memeluk Darryl digendongannya. Anak kecil itu tidak mengerti dengan apa yang terjadi pada orang tuanya. Ia tertidur setelah acara pemakaman itu selesai dan belum bangun hingga sekarang. Di sana, Gina bisa melihata air mata Anna telah mengering, matanya bengkak, dan wajahnya terlihat kusut. Setelah sampai di rumah itu, paman Rudy memarkirkan mobilnya di luar tanpa memasukkannya ke dalam garasi. Mereka lalu melompat ke luar satu per satu dari dalam mobil itu. “Aku akan mengurus Darryl, kau bisa beristirahat,” ucap Gina pada sahabatnya itu. Anna menunggu hingga semua orang masuk saat matanya tertuju pada rumah yang menjadi saksi bisu tragedi mengerikan yang terjadi dua hari sebelumnya. Tiba-tiba sebuah mobil sedan muncul dari ujung jalan. Mobil itu ter
Satu tahun kemudian… Matahari pagi membangunkan Anna dan Jonas yang tertidur lelap di atas kasur di sebuah ruangan yang bukan milik mereka. “Selamat pagi sayang,” kata Jonas pada Anna sambil menggosok matanya. “Selamat pagi,” jawab Anna dengan mengusap wajahnya. Keduanya terlihat kusut setelah melalui malam yang panjang. Bagaimana tidak? Mereka pulang ke rumah Paman Rudy bersama juga dengan Gina dan mereka mengobrol hingga pukul 2 dini hari. Anna menoleh pada jam dinding yang menunjukkan pukul 8 pagi. Ketika Anna hendak turun untuk membuat kopi untuk Jonas, Jonas tiba-tiba menghentikannya. “Aku ingin menyapa Joanna dulu,” kata Jonas. Anna tersenyum lalu kembali duduk di samping Jonas yang segera duduk dan mengarahkan wajahnya pada perut Anna yang kini terlihat membuncit karena telah ada sosok manusia kecil yang bermukim dalam perutnya selama 5 bulan ini. “Hai Joanna, ini Papamu. Selamat pa
Tiga bulan kemudian… Jreng… suara gitar yang tak beraturan terdengar dari sebuah ruangan yang ada di tengah rumah tersebut diikuti oleh suara anak-anak kecil tertawa cekikikan, menandakan kalau para pelaku keributan itu lebih dari satu orang. Jonas mencari anak yang bernama Dina itu ke ruangan yang dipenuhi dengan instrumen gitar dan menemukan Dina, saudara kembar Dina yang bernama Doni, dan Vika sedang memainkan gitar dengan sembarangan. “Hayo, kalian sedang apa?” tanya Jonas sambil bersedekap. Dina dan Vika terkejut dan mereka berdiri dengan tegang, sementara Doni langsung buru-buru meletakkan gitar itu pada stand yang ada di dekat mereka. Wajah mereka terlihat cemas dan takut dan sambil melirik satu sama lain. Jonas melepas tangannya dan berjongkok, “Doni, Dina, kalian sudah dijemput oleh mama kalian.” Doni dan Dina langsung sumringah dan menghampiri Jonas, menyalaminya dan pamit padanya secara bersamaan, “bye
Satu minggu setelah pernikahan Anna dan Jonas, semua orang akhirnya kembali ke Balikpapan. Jonas dan Darryl sempat cemas pada keadaan ayahnya karena beliau sempat berkata sakit pinggang dan hampir tidak bisa berjalan, sehingga harus menggunakan kursi roda untuk bisa turun dari pesawat. Tanpa menunda, Jonas dan Anna langsung membawa Paman Jonathan ke rumah sakit terdekat. Paman Jonathan menerima perawatan di sana kurang lebih selama satu minggu untuk memulihkan kondisinya yang kelelahan akibat acara. Anna sempat kuatir pada Paman Rudy juga, tetapi lelaki tangguh itu jelas tidak apa-apa dan menuruhnya fokus pada Paman Jonathan yang terlihat lebih lemah dari biasanya. Di rumah sakit, Darryl, Jonathan dan Michelle akan menjaga ayahnya secara bergantian tanpa kenal lelah. Sedangkan Anna akan membawakan makanan dan pakaian ganti untuk mereka setiap harinya. Ketika Paman Jonathan diizinkan pulang, Jonas menyuruh Michelle untuk menyiapkan kamar untuk
“Kenapa wanita itu bisa ada di sini?” tanya Anna saat melihat nyonya Vina duduk di sana seraya menampilkan wajah angkuhnya dan dengan gaun pendek yang tidak cocok dengan usianya. Seketika, perasaan bahagianya langsung sirna, digantikan dengan perasaan takut yang sama sekali tidak menyenangkan. Dengan pakaian minim itu, wanita ini lebih mirip seorang PSK dari pada orang kaya. Nyonya Vina menoleh pada mereka. Jelas, ada yang salah pada wanita ini. Anna dan Jonas sedikit tercengang dengan penampilan Nyonya Vina yang terkesan kusut dan berantakan. Rambutnya terlihat memutih, kerutan di wajahnya terlihat tambah banyak dan beliau terlihat lebih kurus. Nyonya Vina berjalan ke arah Anna dan Jonas. “Halo…” “Halo,” jawab Anna. “Jangan kuatir, oke?” kata Jonas mencoba menenangkan Anna, lalu memalingkan pandangannya pada Nyonya Vina. “Selamat malam, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?” Nyonya Vina menunduk untuk menelan salivanya, la
10 hari kemudian Akhirnya pernikahan itu terjadi juga. Konsep yang mereka pilih adalah konsep pernikahan di taman berumput hijau yang menghadap laut, di mana taman itu masih ada dalam area hotel yang sekelilingnya dipenuhi pepohonan rindang dan lampu-lampu temaram yang bergelantungan. Awalnya Anna ingin menikah di pantai, tetapi urung karena ada potensi gelombang tinggi. Jonas melihat kalau taman itu bukanlah tempat yang buruk, dan memutuskan memilih menikah di sana. Venue utama tersebut terbagi dua. Sebelah kanan digunakan untuk resepsi, sebelah kiri digunakan untuk acara pernikahan. Di area acara pernikahan sendiri telah tersusun kursi-kursi yang terletak di sisi kiri dan sisi kanan, dan menyisakan satu jalan di tengah yang akan dilalui oleh pengantin Acara berlangsung tepat pukul 5 sore menjelang senja yang akan dilanjutkan dengan makan malam di area resepsi yang terdapat gazebo yang digunakan sebagai panggung untuk para perf
Tiga Bulan Kemudian Singkat cerita, Anna shock mendengar berita kepergian Rian. Namun, saat itu, dia sudah jauh lebih tegar. Anna begitu menyesal karena ia tidak bisa menemui Rian untuk terakhir kalinya dan berkata kalau ia telah benar-benar memaafkan Rian. Pak Hendri dan juga Silvanna tidak bersedia memberitahu di mana Rian dimakamkan. Bahkan setelah Anna memaksa, mereka tetap bungkam. “Ini adalah amanat Rian pada kami,” kata Silvanna saat menjelaskan kenapa mereka tidak memberitahunya. “Rian tidak ingin kau temui lagi. Kau harus melanjutkan hidupmu.” Hal itu membuat hati Anna jadi penuh sesak karena rasa bersalah. Namun Silvanna benar, Anna harus melanjutkan hidupnya dengan mengingat seluruh kebaikan Rian. Kejadian ini membuka mata hati Anna, bahwa tidak ada orang yang terlahir dengan hati yang jahat. Tanpa sadar, Rian telah mengajarkan Anna banyak hal. Bahwa kata “jahat” hanyalah sebuah kata yang digunakan orang-orang
Orang yang pertama tahu tentang lamaran Jonas adalah Rona yang kebetulan mampir ke apartemen Gina untuk menjenguk Anna. Tetapi Anna menyuruhnya untuk tidak memberitahukannya pada Gina karena Anna akan memberitahukan mereka malam nanti. Jonas kemudian memberitahu Michelle dan ayahnya kalau dia dan Anna telah bertunangan dan disambut bahagia oleh mereka, meski Paman Jonathan akhirnya lupa lagi kalau Anna dan Jonas sekarang sudah dewasa dan akan menikah. “Jonas, kau kah itu? Kenapa badanmu besar sekali?” kata Paman Jonathan sambil memperhatikan Jonas dengan kaca matanya yang tebal. “Papa, aku sudah dewasa sekarang. Ini calon istriku,” kata Jonas saat Anna melambaikan tangannya pada Paman Jonathan. Di mata Paman Jonathan, mereka selalu menjadi anak SMP yang lugu. Jonas dan Anna hanya tertawa melihat Paman Jonathan yang kebingungan lalu mengingat lagi kalau mereka kini sudah dewasa. Anna merahasiakan ini semua sampai mereka dapat berkumpul bersama-
Buat kalian yang bingung guys kenapa bab ini diulang, ada plot hole yang harus aku perbaiki mulai bab 48. Jadi ini ngga diulang ya guys, tapi digeser dikit heheh. Enjoy… Tidak ada satu pun informasi yang didapat Anna dan Jonas, para perawat dan tenaga medis, semuanya berkata tidak tahu. Ketika Anna dan Jonas kembali ke apartemen, Anna memutuskan untuk menelepon Pak Hendri dan Silvanna. Di sini, Anna sudah tahu, kalau semua orang bersepakat terhadap sesuatu. Hingga kini, Anna tidak tahu Rian masih hidup atau tidak. Bukannya mendoakan dan meragukan kuasa Tuhan, tetapi tubuh Rian pasti terlalu lemah untuk bertahan tanpa sokongan tenaga medis dan oksigen. Saat ini, Anna berdiri di dekat pintu balkon, sedang melamun dengan pikiran yang kosong. Jonas muncul di belakangnya sambil membawa dua gelas cokelat panas. Dia menyerahkan salah satu gelas yang ada di tangannya dan Anna menyambut gelas
“Kalau kau mau, kita tidak usah masuk. Kita bisa lihat dia dari luar,” ucap Jonas sambil menggenggam tangan Anna dengan erat. Begitu mendengar bahwa Rian telah sadar, Anna dan Jonas memutuskan untuk datang ke rumah sakit keesokan harinya. Anna berhenti sebentar tepat di depan ruang ICU itu. Napasnya menderu dengan cepat. Jonas memperhatikannya dan mempererat genggamannya. “Apa kau baik-baik saja? Kita bisa pulang jika kau berubah pikiran.” Anna menggeleng, mencoba menepis gejala serangan panik yang mulai datang. “Aku ingin masuk.” Jonas lalu menunggu di luar tepat di dekat jendela kamar Rian. Ia memperhatikan Rian yang sudah kurus kering itu dengan mata memicing, urat-urat lehernya mencuat di balik kulitnya dengan jelas. Tangannya terkepal waspada. Dengan perlahan, Anna berjalan mendekati Rian yang terbaring lemah dan masih menggunakan oksigen. Bibirnya terlihat kering dan wajahnya masih pucat. Di sebelahnya terlihat Silvanna yang sedang membe