Assalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh ...
Salam Sejahtera ...
Dear, Sahabat Readers.
Terima kasih atas kesediaan kalian mengikuti kisah FATMA BOUSSETTA ini dari awal hingga akhir. Semoga ada banyak pesan moral yang bisa kalian ambil dari kisah ini.
Kisah ini sebagian besar diambil dari kisah nyata kehidupan milik mertua Author yang berasal dari Negara Maroko (Maghriby).
Fatma Boussetta kini sudah berusia 87 tahun dan masih terlihat bugar, meskipun saat ini hidupnya ditunjang dengan pacemaker (sebuah alat pacu jantung yang menggunakan tenaga baterai yang ditanamkan melalui pembedahan ke dalam dada).
Mohon kiranya Sahabat Readers berkenan meluangkan waktu untuk memberikan doa kepada beliau agar memiliki kesehatan serta umur yang panjang.
Kisah ini sudah mendapatkan persetujuan dari beliau untuk dipublikasikan oleh Author.
Semoga para Sahabat Readers menyukai kisah ini dan jangan lupa untuk terus memberikan dukungan d
Kota Assouira ... Sebuah kota pelabuhan di selatan Negara Maroko yang terkenal dengan sebutan 'Negara Maghribi' yang berarti 'tempat matahari terbenam'. Assouira merupakan kota kecil yang terkenal dengan industri perikanan. Meski hanya sebuah kota kecil, akan tetapi Assouira menawarkan pemandangan pantai berpasir putih Samudera Atlantik, dengan semburat jingga di langit yang menyimpan sebaris misteri, berpadu dengan pesona kecantikan, secantik seorang gadis kecil yang bernama FATMA BOUSSETTA. *** Brukk! Seorang gadis kecil dengan mata indah terpental setelah hampir saja sebuah mobil mewah menabraknya. Dia berdiri dan membersihkan sikunya yang terlihat berpasir. Ada luka lecet di sana yang nampak kemerahan. Bahkan hal yang sama juga terlihat di salah satu bagian lutut. Begitu kontras dengan kulit gadis itu yang seputih susu. Tidak seorang pun menyangka jika usia gadis itu masih belia. Tempaan hidup yang begitu keras membuatnya terlihat lebi
Hari- hari berjalan tanpa ada sesuatu yang istimewa. Fatma kini sudah berstatus sebagai istri sah dari Tuan Ridwan, pemilik usaha pertunjukan sirkus yang berusia 59 tahun. Tempaan hidup yang dilalui Fatma tak lantas membuat dirinya hanya berserah dan pasrah dengan keadaan. Fatma yakin suatu hari nanti dia akan bangkit dari keterpurukan yang tidak ada habis-habisnya ini. Diam-diam gadis malang itu pergi ke sekolah untuk mendapatkan pendidikan. Lebih tepatnya mengintip pelajaran yang berlangsung di dalam kelas melalui celah-celah di sudut ruangan yang terbuat dari kayu. Selama hidup bersama sang ayah, Fatma tidak mendapatkan kebebasan untuk menuntut ilmu. Sepertinya dia sengaja dibiarkan menjadi bodoh, yang buta akan pendidikan oleh ayah kandungnya sendiri. Sesekali dia mencatat apa yang tertulis di papan tulis. Merapalkan bacaan yang ditirunya dari seorang guru yang diam-diam dia curi ilmunya. Pantaskah Fatma disebut sebagai pencuri ilmu? Yang pasti apapun itu
"Wah ... Tuan hebat sekali!" Fatma berteriak kegirangan ketika melihat Tuan Ridwan begitu lihai menunggangi seekor harimau yang berukuran sangat besar. Sungguh pertunjukan yang tak biasa. Bukankah hewan itu adalah hewan pemangsa. Namun, kehebatan Tuan Ridwan seolah membuat hewan buas itu menjadi selayaknya seekor kucing penurut. Kedua bibir Fatma terbuka menganga tak henti karena begitu takjub menyaksikan pertunjukan demi pertunjukan yang ditampilkan di panggung. Baru kali ini remaja cantik itu merasakan dunia luar yang sesungguhnya, yang tidak pernah diperoleh sejak dia kecil. Riuh tepuk tangan dari pengunjung yang menyaksikan pertunjukan seolah membuat para pemain merasa semakin bersemangat untuk mempertontonkan keahlian mereka. Mulai dari aksi panjat memanjat akrobatik, interaksi dengan hewan buas, bahkan interaksi dengan benda-benda berbahaya seperti lingkaran besi panas berapi. Beberapa saat setelahnya, pertunjukan berakhir seiring berakhirnya tepukan ri
Di sebuah ruang pemeriksaan kepolisian. "Jadi benar bocah itu istrimu?" Tuan Ridwan mau tidak mau harus mempertanggung jawabkan kebodohan yang telah dilakukannya terhadap Fatma. Kali ini bukan hanya tuntutan akibat kekerasan dan penganiayaan yang telah dilakukannya terhadap Fatma, melainkan juga tuntutan pernikahan yang dilakukannya terhadap anak di bawah umur. Bukan hanya Tuan Ridwan yang terlibat, tetapi ayah kandung Fatma sendiri harus ikut terseret di dalam kasus ini. Karena akibat pria yang berstatus sebagai seorang ayah itulah yang membuat putri kecilnya harus menjalani pernikahan di bawah umur. Sementara kondisi Fatma sudah mulai membaik, meskipun masih harus beristirahat secara total. Terlebih lagi saat ini kondisi kandungannya masih sangat lemah. Perempuan malang itu sempat terkejut setelah mengetahui bahwa saat ini dirinya sedang berbadan dua. Yang artinya, dalam waktu dekat dia akan menjadi seorang ibu. Ibu yang sangat muda tentunya.
Tak begitu jauh dari lokasi rumah sakit, Tuan Ayyoub menunggu Fatma dalam kegelapan. Perlahan Fatma mendekati posisi Tuan Ayyoub dengan cara mengendap-ngendap. Khawatir jika ada yang melihatnya, Fatma menutup rambut dengan kerudung hingga sebagian wajahnya yang hanya nampak di bagian mata. "Tuan ...!" ucap Fatma sedikit berbisik. Tuan Ayyoub meletakkan jari telunjuknya tepat di permukaan bibirnya, memberi isyarat kepada Fatma agar tak berisik. Matanya mengerling ke arah kiri dan kanan, kalau-kalau saja ada orang lain yang mengetahui rencana mereka berdua. "Ayo, Nona." Dia meraih tangan Fatma, menggandeng tangan kurus itu agar segera beranjak pergi secepat mungkin. Spanyol, negara itulah yang akan dijadikan tujuan. Negara terdekat yang dapat mereka tuju untuk sementara waktu. Tanpa identitas apapun yang mereka miliki. Terutama bagi Fatma, tak satupun dokumen yang dia bawa untuk menunjukkan identitasnya jika sewaktu-waktu tertangkap oleh pihak imigrasi
*** Tiga tahun yang lalu. Tubuh ringkih Mauza babak belur berkali-kali dicambuk oleh sang suami. Tuan Ridwan yang memiliki gangguan Bipolar Disorder sejak kecil itu tanpa rasa bersalah terus saja melayangkan cambukannya kepada istrinya yang baru berusia lima belas tahun. Wanita muda itu bahkan sudah tersengal-sengal dengan tenaganya yang semakin melemah. Mauza berulang kali memohon ampun untuk terbebas dari siksaan yang mendera. Ini bukanlah pengalaman pertama bagi Mauza mendapatkan penyiksaan dari sang suami. Namun, untuk kali ini sepertinya Tuan Ridwan sudah terlalu kalap. Dia sendiri pun tak mampu lagi mengontrol emosinya. Setiap kali cambukan mengenai tubuh Mauza, ada perasaan puas yang membuat Tuan Ridwan ingin melakukannya lagi dan lagi. Sejak dulu, Tuan Ridwan memang menyukai gadis yang berusia jauh lebih muda darinya untuk dijadikan sebagai istri. Menurutnya, menikahi gadis muda akan lebih baik. Karena biasanya gadis-gadis muda dari k
Di Sebuah ruang bawah tanah, di mana tidak ada sinar matahari yang dapat menembus, disertai udara lembab yang berasal dari permukaan tanah yang sedikit tergenang. Di sinilah seseorang sedang mengalami penyiksaan. Bukkkk! Tubuh tua Tuan Gamal terhempas ke tanah, menyebabkan genangan air di permukaannya menyembur. Dentuman keras ikut terdengar ketika Tuan Ridwan mendaratkan sebuah tongkat tepat ke rahang dengan rambut-rambut memutih miliknya. Sudut bibirnya terluka dan mengeluarkan cairan merah segar. Pria itu berlutut memohon belas kasihan. "A-ampun ... Sungguh aku tidak tahu di mana Fatma berada saat ini." Tuan Gamal memelas dengan tubuh gemetar. Tuan Ridwan melayangkan tinjuan berkali-kali, hingga Tuan Gamal merasakan posisi tulang rahangnya seolah bergeser dari tempat yang seharusnya. Tuan Ridwan mendengkus, "Jelas kamu tidak tahu apa-apa! Karena ketidak tahuanmu itulah membuat kamu berada di tempat ini." Dengan sedikit cahaya
Tidak ada pilihan lain kecuali untuk tetap berada di dalam hutan sebelum orang-orang yang berwajah masam itu menghilang dari pandangan Fatma dan Tuan Ayyoub. Hal itu bukan masalah besar bagi Tuan Ayyoub, namun tidak bagi Fatma. Wanita hamil itu sedang dalam kondisi benar-benar lemah. Bibirnya nampak sangat pucat. "Fatma ..!" "..." "Fatma! Kumohon!" Urat-urat kebiruan terlihat jelas di pelipis Tuan Ayyoub. Pria itu menggertakkan giginya dengan wajah yang memerah. Sementara Fatma tidak sekalipun menjawab, bahkan tubuhnya terkulai lemas. Melihat situasi seperti ini, Tuan Ayyoub ingin menjerit saat itu juga untuk meminta pertolongan, akan tetapi kondisinya tidak memungkinkan sama sekali. Orang-orang suruhan Tuan Ridwan sepertinya masih terdengar berkeliaran, dan ini bukan pertanda baik. Lagi-lagi Tuan Ayyoub menepuk-nepuk pipi Fatma secara bergantian, "Tidak, aku tidak ingin melihat ini untuk kedua kalinya. Fatma, kumohon! Fatma, bangunlah!" Tuan
Assalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh ... Salam Sejahtera ... Dear, Sahabat Readers. Terima kasih atas kesediaan kalian mengikuti kisah FATMA BOUSSETTA ini dari awal hingga akhir. Semoga ada banyak pesan moral yang bisa kalian ambil dari kisah ini. Kisah ini sebagian besar diambil dari kisah nyata kehidupan milik mertua Author yang berasal dari Negara Maroko (Maghriby). Fatma Boussetta kini sudah berusia 87 tahun dan masih terlihat bugar, meskipun saat ini hidupnya ditunjang dengan pacemaker (sebuah alat pacu jantung yang menggunakan tenaga baterai yang ditanamkan melalui pembedahan ke dalam dada). Mohon kiranya Sahabat Readers berkenan meluangkan waktu untuk memberikan doa kepada beliau agar memiliki kesehatan serta umur yang panjang. Kisah ini sudah mendapatkan persetujuan dari beliau untuk dipublikasikan oleh Author. Semoga para Sahabat Readers menyukai kisah ini dan jangan lupa untuk terus memberikan dukungan d
"Maju satu langkah lagi, maka aku akan melenyapkan nyawa istrimu." Tuan Gamal memberikan ancaman yang serius. Ujung kayu itu sudah menyentuh perut tawanannya. Dia siap menghujamkan benda itu jika dirinya merasa terancam. Salah satu penjaga mendekati Tuan Gamal, kemudian membisikkan sesuatu. "Bagus, kau sudah menyiapkan helikopter itu." Tuan Gamal tersenyum puas, dengan satu kibasan tangan dia mengisyaratkan penjaga itu untuk berdiri tepat di belakang tubuh tawanannya. "Brengs**k!" umpat Omran. Tidak ada yang bisa dia lakukan, selain mengikuti kemauan Tuan Gamal. "Jangan banyak mengulur waktu, lepaskan cucuku sekarang juga!" ucap Tuan Besar Benmoussa. Matanya melirik ke arah wanita yang bersimbah darah terduduk dan terikat di kursi tua itu. Tuan Benmoussa tidak bisa membayangkan betapa sakit yang dirasakan cucu kesayangannya. Tapi dia bisa memastikan wanita itu masih bergerak. Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala saat ujung kayu terasa menyentuh perutnya. Se
["Bu, aku tidak bisa menemuimu, ada banyak orang-orang suruhan Keluarga Benmoussa sedang berkeliran mencari keberadaanku."] Pesan singkat diterima oleh Meryem yang berasal dari ponsel milik Sabrina. Sebenarnya Meryem ingin menyiksa Fatma secara bergantian bersama Sabrina--putri kesayangannya. Namun, sepertinya hal itu tidak memungkinkan saat ini."Ibu akan memastikan kamu mendapatkan apa yang semestinya kamu dapatkan, Sayang." Maryem kemudian mengirimkan video rekaman penyiksaan yang dia lakukan terhadap tawanannya.["Aku serahkan semuanya kepadamu, Bu. Aku menyesal tidak bisa membalaskan dendam itu dengan tanganku sendiri. Maafkan aku."]"Tenanglah, Sayang ... Sepertinya Keluarga Ahbity dan Benmoussa sudah masuk ke dalam perangkap, sebentar lagi ayahmu akan bernegosiasi dengan mereka. Ibu bisa pastikan setelah ini kita bisa hidup bebas." Meryem begitu bangga dengan pencapaiannya hari ini. Suara ringisan dan penyiksaan itu seolah membuatnya semakin bersemangat m
Tuan Khaleed segera menghubungi Tuan Ayyoub melalui sambungan telepon untuk memastikan bahwa Fatma sudah tiba di kediaman mereka. Namun, sayangnya Tuan Ayyoub justru mengatakan bahwa putrinya dan Faissal tidak dapat dihubungi, setelah tadi Fatma sempat menghubunginya dan mengatakan bahwa mereka baru saja mendarat melalui bandara yang berada di Tangier.Kegelisahan tiba-tiba saja membuat semua orang kini tidak mampu mengenyahkan pikiran buruk mereka tentang Fatma. Sabrina mungkin belum lari terlalu jauh. Tapi, tidak menutup kemungkinan dia bisa melancarkan aksinya melalui orang lain.Kepanikan semakin menyerang membabi buta di dalam benak Omran kala cuaca buruk tiba-tiba saja menyelimuti langit Paris, sehingga tidak memungkinkan bagi Omran dan kedua orang tuanya untuk segera menyusul Fatma menggunakan jet pribadi yang mereka miliki. Waktu seolah tidak berpihak pada mereka. Di kala Fatma sedang terancam, seolah langkah mereka harus berhenti tanpa bisa melakukan apa-apa s
"Apa kamu tidak sedang bercanda, Omar?" tanya Nyonya Adeline yang kini merasakan sendi-sendinya melemah sehingga dia seolah tidak lagi mampu berpijak. "Maaf, Ma ... Kami memiliki sebuah alasan menyembunyikannya yang kini alasan itu sudah tidak penting lagi." Omran menatap ke arah Sabrina yang kikuk, secepat mungkin wanita itu merubah raut wajahnya seolah terlihat bersalah, sehingga Omran yakin untuk tidak perlu membuka jati diri Sabrina yang menyamar sebagai Cassandra. "Kami benar-benar menikah sejak beberapa bulan yang lalu." Omran meneruskan ucapannya. "Ja-jadi ... Fatma mengandung janin siapa?" tanya Nyonya Adeline. "Janin si brengsek ini!" Omran menoleh kasar ke arah Dokter Farouk. "... Dia pasti sudah menjebak Fatma, karena aku yakin Fatma tidak serendah itu jika bukan karena dijebak," lanjutnya. "Benarkah itu, Dok?" tanya Soraya berusaha tegar. "Ibu sering melihat kebersamaan mereka di kantin." Bibi Halima menegaskan opini yang belum dipastikan kebe
"Wanita itu meninggalkanku," ucap Omran dengan suara yang lemah."Wanita itu meninggalkanku!" Dia mengulangi kalimat itu dengan suara yang sedikit lebih keras. Sesaat kemudian dia bangkit sambil meneriakkan kalimat yang sama, " Wanita itu meninggalkanku!" Kali ini suara Omran terdengar lebih keras lagi, bersamaan dengan kerasnya suara pecahan kaca meja rias yang baru saya dia pukul menggunakan genggaman tangannya."Aaaakh ..." Nyonya Adeline yang terkejut ikut berteriak histeris sambil memejamkan mata dengan kedua tangan mengepal menutupi wajah. Ketika matanya terbuka, dia harus kembali berteriak untuk kedua kali. Darah segar mengalir dari kepalan tangan Omran. Namun, pria itu seolah-olah tidak merasakan sakit sama sekali. Tentu, jika dibandingkan dengan luka itu, hatinya merasakan sakit yang jauh lebih besar.Tuan Khaleed refleks memeluk Nyonya Adeline yang terlihat syok."Omran! Kamu sadar apa yang baru saja kamu lakukan?" Tuan Khaleed meninggikan inton
***"Faissal, sepertinya rencana akan sedikit berubah. Aku pikir ada baiknya kita kembali ke Tangier bersama," ucap Fatma setelah membiarkan keheningan di antara mereka beberapa saat. Bukan tanpa sebab dia memutuskan ini. Dia sempat tersulut oleh sikap Sabrina sehingga harus memberikan beberapa petunjuk bagi wanita ular itu lebih cepat dari apa yang sudah dia rencanakan. Fatma yakin, Sabrina sudah bertindak dengan melibatkan Tuan Gamal dan Meryem dalam persoalan ini. Semestinya dia bisa menunda memberikan petunjuk, setidaknya sampai benar-benar siap. Namun, yang terpenting sekarang adalah berada satu langkah lebih cepat dari Sabrina dan kedua orang tuanya."Aku mengerti," jawab Faissal. Saat itu juga mereka menuju bandara. Ada beberapa itinerary yang dirubah melalui pemesanan tiket khusus yang dilakukan oleh Fatma. Sebenarnya ada cara yang lebih praktis, yakni dengan menggunakan jet pribadi milik Keluarga Besar Benmoussa, tapi sepertinya hal itu justru menjadi keputusa
"Apa? Aku berkata yang sesungguhnya, 'kan? Dengar Fatma, aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih egois dari pada kamu selama aku hidup. Jadi kamu pikir, dengan meminta perpisahan maka kamu akan bahagia?" Omran tak kuasa untuk mengungkapkan segala beban di dalam hatinya. Keberanian itu muncul begitu saja sejak dia mendengar pengakuan Fatma di hadapan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak mampu mencerna ucapan wanita itu.Sementara Fatma menutup kedua telinganya, Omran masih terus mencercanya dengan kenyataan yang tidak bisa terelakkan."Kamu berkhianat! Itu alasannya. Mari kita permudah ini, Omran! Hiduplah dengan normal bersama wanita ular itu.""... Kamu tahu kesalahanmu, kamu tahu siapa dia, dan kamu tahu semua ini tidak benar, lalu kamu dengan mudah melakukannya. Kamu tidak pantas untuk menerima cintaku!" Fatma menatap Omran dengan tatapan nyalang, seolah membuat lidah pria itu terkunci. Dia tahu, kesalahannya terhadap sang istri sulit untuk dimaafk
Wajah Sabrina memerah dengan rasa panik yang menguasai dirinya. Wanita itu merasa kecolongan dengan kenyataan yang baru saja dia dengar. Pantas saja sikap Omran terlihat berbeda ketika bersinggungan dengan Fatma. Rupanya mereka sudah merahasiakan pernikahan itu. Namun, hal yang masih belum dimengerti oleh Sabrina adalah bagaimana bisa Omran membiarkan istrinya yang sedang hamil pergi meninggalkan Paris. Tidak diragukan lagi bahwa Omran mengetahui kondisi Fatma yang sedang hamil. Akan tetapi, tampaknya pria itu tidak terlihat bahagia. Ada begitu banyak spekulasi di dalam kepala Sabrina, salah satunya adalah dugaan bahwa Omran tidak tahu bahwa janin yang dikandung Fatma adalah darah dagingnya sendiri. Meskipun selalu memandang rendah Fatma, hati kecil Sabrina tidak bisa mengelak bahwa Fatma tidak mungkin hamil dari pria lain selain dari suami sah nya. Kesetiaan wanita itu dalam ikatan pernikahan tidak bisa diragukan. Dugaan itulah yang paling masuk akal di antara dugaan-