***
Tiga tahun yang lalu.
Tubuh ringkih Mauza babak belur berkali-kali dicambuk oleh sang suami. Tuan Ridwan yang memiliki gangguan Bipolar Disorder sejak kecil itu tanpa rasa bersalah terus saja melayangkan cambukannya kepada istrinya yang baru berusia lima belas tahun. Wanita muda itu bahkan sudah tersengal-sengal dengan tenaganya yang semakin melemah. Mauza berulang kali memohon ampun untuk terbebas dari siksaan yang mendera.
Ini bukanlah pengalaman pertama bagi Mauza mendapatkan penyiksaan dari sang suami. Namun, untuk kali ini sepertinya Tuan Ridwan sudah terlalu kalap. Dia sendiri pun tak mampu lagi mengontrol emosinya. Setiap kali cambukan mengenai tubuh Mauza, ada perasaan puas yang membuat Tuan Ridwan ingin melakukannya lagi dan lagi.
Sejak dulu, Tuan Ridwan memang menyukai gadis yang berusia jauh lebih muda darinya untuk dijadikan sebagai istri. Menurutnya, menikahi gadis muda akan lebih baik. Karena biasanya gadis-gadis muda dari keluarga miskin akan menjadi istri yang penurut.
Ternyata, harapan akan hal itu tidak berlaku setelah dirinya menikahi Mauza secara paksa. Dengan kecantikan yang dia miliki, Mauza lebih memilih untuk mengambil resiko dengan mencintai orang lain dibanding suami tuanya yang terlihat menjijikkan itu. Mauza yang belum memahami karakter suaminya, sering kali tanpa takut melakukan perlawanan, dengan mengesampingkan hukuman yang akan dia dapatkan setelahnya.
"Pasung perempuan jalang ini!" Tuan Ayyoub tersentak ketika Tuan Ridwan melemparkan pandangan kepadanya. Tak ada pilihan lain bagi Tuan Ayyoub. Jika ia menolak, Tuan Ridwan tak akan segan mematahkan tulang-belulangnya.
"Maafkan aku, Nona. Aku akan mencari cara untuk menyelamatkanmu," bisik Tuan Ayyoub berjongkok menghampiri Mauza yang nyaris sudah kehilangan kesadaran. Mauza hanya mengerling sejenak, selebihnya pandangan wanita itu terlihat kosong.
Tuan Ayyoub tak kuasa menyaksikan tubuh wanita malang itu penuh dengan luka yang pastinya begitu menyakitkan. Namun, sudah tidak ada rintihan lagi yang keluar dari mulut Mauza. Perlahan Tuan Ayyoub melakukan tugasnya. Meskipun dengan berat hati, dia tidak mampu menolak perintah sang Tuan. Pria kejam itu sudah menyelamatkan jiwa Tuan Ayyoub di masa lalu, sehingga Tuan Ayyoub tidak mampu untuk berkhianat, meski hati kecilnya memberontak.
"Kamu sama brengseknya dengan pria tua menjijikkan itu, Pecundang!" Terdengar suara Mauza yang nampak lemah. Tanpa perlawanan, Mauza berpasrah diri menerima hukuman itu, karena tenaganya sudah tak mampu melakukan perlawanan.
Kata-kata yang diucapkannya itu membuat perasaan Tuan Ayyoub begitu sakit. Jika boleh memilih, Tuan Ayyoub pasti akan membebaskan Mauza saat itu juga. Namun, saat itu kondisi Tuan Ayyoub sangat tidak memungkinkan. Dia bukan seorang petarung tangguh yang bisa dengan mudah melawan kekuatan Tuan Ridwan bersama orang-orang kepercayan pria itu.
Bagi Tuan Ayyoub, kata 'pecundang' yang diucapkan Mauza pantas disematkan di balik namanya. Dengan nyali yang tak cukup besar untuk menjadi seorang pria sejati, adakah kata lain yang lebih pantas selain disebut sebagai seorang pecundang?
"Minum, Nona." Tuan Ayyoub menyodorkan segelas air mineral dengan sebuah obat pereda nyeri ke hadapan Mauza.
"Bunuh saja aku, Pecundang!"Balasan ketus eluar dari mulut Mauza dengan tataan nkebencian yang tercetak jelas engarah ke wajah Tuan Ayyoub yang kini sungguh tidak ampu melakukan papapun selain menerima reaksi buruk dari wanita malang yang berada di hadapannya.
Tuan Ayyoub seketika meninggalkan Mauza yang masih enggan meminum air mineral pemberiannya. Bukan karena tersinggung atas umpatan yang diucapkan wanita itu, melainkan rasa bersalah yang dia rasakan membuatnya merasa bo**h. Semakin lama menyaksikan kondisi wanita itu, maka semakin dalam perasaan bersalah yang dia rasakan.
Sudah dua hari Mauza berada di dalam ruang gelap bawah tanah yang sengaja dijadikan tempat penyiksaannya. Sesekali terdengar suara wanita itu yang sedang merintih. Terkadang dia menangis pilu. Selama dua hari itu pula Tuan Ayyoub mencoba untuk melakukan yang terbaik bagi Mauza. Memberinya makan dan minum, obat-obatan bahkan menyelimuti wanita itu yang terlihat kedinginan.
Namun, semua perlakuan Tuan Ayyoub ditolak oleh Mauza. Wanita malang itu terlihat semakin melemah. Tubuhnya mengeluarkan bau anyir akibat luka-luka hasil penyiksaan yang dilakukan Tuan Ridwan. Luka-luka yang terlihat basah dan beberapa bagian diantaranya sudah terlihat hitam dan membusuk.
Tiba-tiba saja Tuan Ridwan datang untuk menemui istri yang sudah menjadi tawanannya. Tuan Ayyoub yang melihat kehadiran Tuan Ridwan seketika menjadi gelagapan. Khawatir jika pria tua itu kembali menunjukkan kebuasannya menyiksa Mauza. Dan benar saja, Tuan Ridwan datang bukan tanpa maksud. Seember air yang berada di tangannya menjadi sebuah perhatian dan kekhawatiran bagi Tuan Ayyoub.
Sesaat kemudian, terdengar suara Mauza menjerit-jerit kesakitan. Bagaimana tidak, air yang berasal dari laut itu seolah membuat luka-lukanya basahnya menjadi teramat perih. Tubuh ringkih itu bergetar hebat. Bukannya merasa bersalah, Tuan Ridwan justru tertawa puas. Ditariknya dengan kasar surai Mauza yang terlihat tak beraturan, membuat kepala wanita malang itu mendongak menatap wajah Tuan Ridwan. Wajah cantiknya seolah sirna akibat siksaan demi siksaan yang ia terima.
"Cuih!" Mauza meludah tepat mengenai wajah suaminya. Dia tidak akan memohon lagi dengan pria berhati iblis itu. Mauza sudah yakin jika hidupnya sudah tidak dapat diperjuangkan lagi.
Brak!
Tuan Ridwan menghempaskan cengkraman dari surai Mauza. Kepala wanita malang itu membentur dinding dan mengeluarkan darah segar dari pelipis dan telinga. Tuan Ridwan begitu murka karena Mauza begitu berani meludahinya. Dia kemudian berlalu meninggalkan sang Istri tanpa memedulikan kehadiran Tuan Ayyoub yang menyaksikan kejadian itu di sana. Hanya sekali dia melemparkan pandangan tajam ke hadapan Tuan Ayyoub. Hal itu membuat Tuan Ayyoub bergidik ngeri.
Tuan Ayyoub terpaku memandangi punggung tuannya hingga bayangan sang tuan menghilang. Dia mencoba mendekati Mauza yang sudah kehabisan tenaga akibat perlakuan iblis yang berwujud manusia itu.
Dalam keadaan kaki Mauza masih dalam posisi terpasung, sementara Tuan Ayyoub mencoba meyakinkan diri untuk membawa Mauza pergi sejauh mungkin. Dia tidak sanggup membiarkan wanita malang itu menerima siksaan demi siksaan. Bagi Tuan Ayyoub, mungkin inilah jalan yang terbaik, menjadi seorang lelaki sejati yang tidak akan membiarkan seorang wanita lemah hidup dalam penindasan.
Namun, harapan Tuan Ayyoub kali ini harus berakhir. Wanita malang itu tidak menunjukkan pergerakan lagi. Tubuhnya tergeletak tanpa nyawa. Kecantikan Mauza hanya tinggal cerita, dia telah pergi dan terbebas dari penyiksaan untuk selama-lamanya.
Tubuh Ayyoub luruh ke lantai setelah mengetahui kesempatannya untuk menolong wanita itu sudah terlambat.
Pecundang!
Ucapan Mauza berputar-putar di dalam ingatan Tuan hingga saat ini, seolah menghantui setiap langkah Tuan Ayyoub ke manapun dia pergi. Masa lalu akan jati dirinya yang belum dapat dia ungkapkan, diperparah lagi dengan peristiwa yang menimpa Mauza, membuat Tuan Ayyoub merasakan hidupnya tidak berguna sama sekali.
***
Fatma meneteskan air matanya, mendengarkan setiap kalimat yang terucap dari Tuan Ayyoub, tak pernah menyangka sekejam itukah perbuatan Tuan Ridwan. Dengan demikian, Fatma semakin yakin akan pilihannya untuk melarikan diri, karena bisa saja kemalangan yang menimpa mendiang Mauza akan kembali terulang.
"Aku hanya ingin terbebas dari perasaan bersalah yang selama ini sudah menghantuiku." Tuan Ayyoub kembali meneruskan ucapannya dengan suara yang bergetar.
"Tapi, Tuan ... Bukankah tindakan Tuan saat ini sangat mengancam keselamatan Tuan sendiri?" ucap Fatma yang masih diliputi rasa kesedihan setelah mendengar cerita pilu tentang mendiang Mauza.
Tuan Ayyoub tersenyum mendengar ucapan Fatma, "Aku tidak akan pernah menjadi seorang pecundang lagi, Fatma. Kalaupun karena tindakanku ini membuat nyawaku terancam, maka aku akan mati sebagai pria sejati, karena kamu adalah ..."
"... Sudahlah, sebaiknya hilangkan saja kekhawatiranmu. Semua ini sudah aku perhitungkan. Aku akan pastikan kamu akan terbebas dari pria tua sialan itu." Tuan Ayyoub mengepalkan tinjunya ketika mengingat wajah Tuan Ridwan. Pria tua tak berperikemanusiaan itu berhasil membuatnya hidup seperti seorang pecundang sejak kematian Mauza hanya karena Tuan Ayyoub pernah berhutang budi kepadanya di masa lalu.
Fatma terdiam sejenak, mencoba untuk mencerna perkataan Tuan Ayyoub. Terutama tentang masa lalu Tuan Ridwan yang mengerikan.
"Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa, Tuan. Tentu saja kisah yang Tuan sampaikan membuatku semakin khawatir jika Tuan Ridwan suatu saat akan mencelakai salah satu di antara kita. Aku merasa bahwa Tuan Ridwan pasti tidak akan tinggal diam begitu saja, bukan? Apalagi jika dia mengetahui bahwa saat ini aku sedang mengandung anaknya."
Di Sebuah ruang bawah tanah, di mana tidak ada sinar matahari yang dapat menembus, disertai udara lembab yang berasal dari permukaan tanah yang sedikit tergenang. Di sinilah seseorang sedang mengalami penyiksaan. Bukkkk! Tubuh tua Tuan Gamal terhempas ke tanah, menyebabkan genangan air di permukaannya menyembur. Dentuman keras ikut terdengar ketika Tuan Ridwan mendaratkan sebuah tongkat tepat ke rahang dengan rambut-rambut memutih miliknya. Sudut bibirnya terluka dan mengeluarkan cairan merah segar. Pria itu berlutut memohon belas kasihan. "A-ampun ... Sungguh aku tidak tahu di mana Fatma berada saat ini." Tuan Gamal memelas dengan tubuh gemetar. Tuan Ridwan melayangkan tinjuan berkali-kali, hingga Tuan Gamal merasakan posisi tulang rahangnya seolah bergeser dari tempat yang seharusnya. Tuan Ridwan mendengkus, "Jelas kamu tidak tahu apa-apa! Karena ketidak tahuanmu itulah membuat kamu berada di tempat ini." Dengan sedikit cahaya
Tidak ada pilihan lain kecuali untuk tetap berada di dalam hutan sebelum orang-orang yang berwajah masam itu menghilang dari pandangan Fatma dan Tuan Ayyoub. Hal itu bukan masalah besar bagi Tuan Ayyoub, namun tidak bagi Fatma. Wanita hamil itu sedang dalam kondisi benar-benar lemah. Bibirnya nampak sangat pucat. "Fatma ..!" "..." "Fatma! Kumohon!" Urat-urat kebiruan terlihat jelas di pelipis Tuan Ayyoub. Pria itu menggertakkan giginya dengan wajah yang memerah. Sementara Fatma tidak sekalipun menjawab, bahkan tubuhnya terkulai lemas. Melihat situasi seperti ini, Tuan Ayyoub ingin menjerit saat itu juga untuk meminta pertolongan, akan tetapi kondisinya tidak memungkinkan sama sekali. Orang-orang suruhan Tuan Ridwan sepertinya masih terdengar berkeliaran, dan ini bukan pertanda baik. Lagi-lagi Tuan Ayyoub menepuk-nepuk pipi Fatma secara bergantian, "Tidak, aku tidak ingin melihat ini untuk kedua kalinya. Fatma, kumohon! Fatma, bangunlah!" Tuan
Fatma mengerjap, bulu mata lentiknya bergerak-gerak ketika wanita berparas cantik itu berusaha membuka kedua kelopak mata. Dia membuka matanya yang terasa berat. Sisa rasa sakit menjalar di tubuh mungilnya. Dia tidak tahu sejak kapan dirinya kehilangan kesadaran. Namun, yang pasti dia merasa sudah cukup lama tertidur. Wanita itu mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan yang bernuansa putih yang seolah familiar di dalam ingatan. Beberapa hari yang lalu dirinya pernah mengalami kejadian yang sama seperti saat ini. Tidak salah lagi, Fatma mendapati dirinya terbaring di brankar rumah sakit dengan pergelangan tangan yang terpasang selang infus. Ingatannya berputar pada kejadian sebelum dirinya berada di tempat ini. Satu orang yang paling dia ingat adalah sosok Tuan Ayyoub yang selalu melindunginya. Dengan memaksakan diri untuk bangkit, Fatma mencoba mencari keberadaan pria itu di dalam ruangan. Namun, dirinya tidak menemukan siapapun. Pintu ruang perawatan terbuka, Fatma
Deru napas menggema di dalam ruang bawah tanah tanpa penerangan yang memadai. Tuan Gamal mencoba menggali untuk melarikan diri. Berharap dirinya dapat keluar dari penjara bawah tanah milik si Iblis, Tuan Ridwan. Tak seorang pun penduduk mengetahui wujud asli Tuan Ridwan yang tak ubahnya seperti iblis berwujud manusia, kecuali anak buah dan orang-orang yang pernah bermasalah dengannya. Tuan Gamal bergidik ngeri setelah melihat begitu banyak tulang belulang manusia berserakan di dalam ruang pengap itu. Tak hanya satu atau dua tengkorak manusia yang dia lihat, melainkan puluhan atau mungkin lebih dari itu. Sangat memungkinkan tak ada satu orang pun yang berhasil terbebas dari penyiksaan Tuan Gamal. Andaipun ada, sudah pasti kedoknya akan terbongkar. Tidak, Tuan Gamal tidak ingin berakhir dengan mengenaskan seperti korban-korban yang lain. Sungguh dia menyesali akan tindakan yang dia ambil sebelumnya untuk terlibat dengan kehidupan pria kejam itu. Meski demikian, tidak a
Sepertinya Soraya sudah salah memprediksi jika tindakan yang dia ambil akan menguntungkan dirinya. Namun, kenyataan berbanding terbalik dengan apa yang dia harapkan. Apabila Dokter Farouk mengetahui bahwa dirinya sudah membocorkan keberadaan Fatma kepada Tuan Ridwan, pria yang dia cintai itu pasti akan benar-benar membencinya. Tidak, Soraya harus bertindak dengan benar kali ini. Setidaknya dia masih memiliki sisi baik. Dia merutuki dirinya sendiri yang sudah bertindak bodoh tanpa mempertimbangkan akibat yang akan terjadi. Andai saja waktu bisa diulang kembali, tentu Soraya akan memperbaiki kekacauan yang telah ia ciptakan. Setelah mendengar pernyataan Fatma sebelumnya, Soraya justru malu dan menyesal karena telah berprasangka buruk. Fatma tidak seharusnya menanggung semua ini hanya karena Dokter Farouk memberikan perhatian lebih terhadap wanita itu. "Apa yang terjadi padamu?" Fatma melihat kegugupan di mata Soraya yang terjadi secara tiba-tiba. Soraya
"Sisir tempat ini, dan pastikan kalian menemukan istriku!" perintah Tuan Ridwan dengan nada datar, "juga si Brengsek itu!" "Baik, Tuan." Serempak anak buah yang datang bersama Tuan Ridwan menyahut. Satu per satu anak buah Tuan Ridwan menyusuri setiap bangsal. Tak terkecuali kamar kecil sekalipun. Akan tetapi keberadaan Fatma dan tuan Ayyoub tidak ditemukan sama sekali. Hingga salah satu ruangan dibuka dengan paksa. Ruangan itu adalah tempat perawatan Fatma sebelumnya. Ya, Fatma masih berada di dalam ruangan itu. Namun, kondisinya saat ini sedang berpura-pura meninggal. Pada saat pintu kamar dibuka, saat itu pula brankar didorong oleh Dokter Farouk. Rencananya, mereka baru saja akan bergerak untuk meninggalkan tempat itu. Namun, pergerakannya harus terhenti disebabkan oleh kedatangan para perusuh yang dikepalai oleh Tuan Ridwan. Tuan Ridwan juga berada di dalam ruangan yang sama. Hanya ruangan itulah yang tersisa setelah ruangan lain telah mereka periksa satu
"Kita mungkin sudah terbebas dari orang-orang itu, tapi bagaimana dengan nasib Tuan Ayyoub?" Fatma menunjukkan ekspresi cemas di wajahnya. Sesaat setelahnya, pria yang dimaksud tiba-tiba saja muncul di hadapan Fatma, namun penampilannya nyaris tak dapat dikenali. Pria itu lebih cocok disebut sebagai mummy yang berasal dari tanah Giza. Fatma tercengang sesaat sebelum pria itu membuka suara, "Senang melihatmu dalam keadaan selamat, Fatma." Fatma tahu benar suara siapa yang baru saja terdengar. Tentu saja pria itu adalah Tuan Ayyoub. Apa lagi ini? Mengapa Tuan Ayyoub membalut seluruh tubuhnya dengan kain kasa. Tuan Ayyoub tertawa renyah, "beruntung kita diselamatkan oleh Nona Soraya. Dia benar-benar pandai mengelabui penjahat-penjahat itu. Bahkan si Tua Tuan Ridwan mengira aku adalah korban yang selamat dari kebakaran. Tuan Ayyoub terkekeh. "Bibi, apakah dirimu yang mengajari putrimu untuk berakting. Kalian berdua adalah sepasang ibu dan anak yang
Dokter Farouk membisu dalam lamunannya sendiri. Tangannya mungkin terlihat sibuk membuka lilitan perban di tubuh Tuan Ayyoub. Akan tetapi pikirannya berada di tempat lain. Fatma akan segera pergi dari tempat itu. Namun wanita muda yang sudah menyisakan tempat di hati Dokter Farouk itu meninggalkan kesan yang berbeda di matanya. "Semua akan ada waktunya, Dok." Ucapan Tuan Ayyoub secara tiba-tiba membuyarkan lamunan Dokter Farouk. "Hah?" Pria yang sejak tadi memikirkan Fatma itu menyatukan kedua alis hitamnya, "Maksud Anda?" Tuan Ayyoub tersenyum, "Aku mengerti perasaanmu, Dok. Siapapun pasti bisa melihat seperti apa dirimu memandang Fatma." Dokter Farouk tersenyum getir. Dia tidak sanggup mengucapkan apapun saat ini. "Sejak kecil Fatma mengalami begitu banyak kejadian buruk, dan semua itu dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Jadi wajar jika dia mengalami trauma." Tuan Ayyoub menceritakan kehidupan Fatma sejak wanita itu ditinggal pergi