Deru napas menggema di dalam ruang bawah tanah tanpa penerangan yang memadai. Tuan Gamal mencoba menggali untuk melarikan diri. Berharap dirinya dapat keluar dari penjara bawah tanah milik si Iblis, Tuan Ridwan. Tak seorang pun penduduk mengetahui wujud asli Tuan Ridwan yang tak ubahnya seperti iblis berwujud manusia, kecuali anak buah dan orang-orang yang pernah bermasalah dengannya.
Tuan Gamal bergidik ngeri setelah melihat begitu banyak tulang belulang manusia berserakan di dalam ruang pengap itu. Tak hanya satu atau dua tengkorak manusia yang dia lihat, melainkan puluhan atau mungkin lebih dari itu. Sangat memungkinkan tak ada satu orang pun yang berhasil terbebas dari penyiksaan Tuan Gamal. Andaipun ada, sudah pasti kedoknya akan terbongkar.
Tidak, Tuan Gamal tidak ingin berakhir dengan mengenaskan seperti korban-korban yang lain. Sungguh dia menyesali akan tindakan yang dia ambil sebelumnya untuk terlibat dengan kehidupan pria kejam itu. Meski demikian, tidak a
Sepertinya Soraya sudah salah memprediksi jika tindakan yang dia ambil akan menguntungkan dirinya. Namun, kenyataan berbanding terbalik dengan apa yang dia harapkan. Apabila Dokter Farouk mengetahui bahwa dirinya sudah membocorkan keberadaan Fatma kepada Tuan Ridwan, pria yang dia cintai itu pasti akan benar-benar membencinya. Tidak, Soraya harus bertindak dengan benar kali ini. Setidaknya dia masih memiliki sisi baik. Dia merutuki dirinya sendiri yang sudah bertindak bodoh tanpa mempertimbangkan akibat yang akan terjadi. Andai saja waktu bisa diulang kembali, tentu Soraya akan memperbaiki kekacauan yang telah ia ciptakan. Setelah mendengar pernyataan Fatma sebelumnya, Soraya justru malu dan menyesal karena telah berprasangka buruk. Fatma tidak seharusnya menanggung semua ini hanya karena Dokter Farouk memberikan perhatian lebih terhadap wanita itu. "Apa yang terjadi padamu?" Fatma melihat kegugupan di mata Soraya yang terjadi secara tiba-tiba. Soraya
"Sisir tempat ini, dan pastikan kalian menemukan istriku!" perintah Tuan Ridwan dengan nada datar, "juga si Brengsek itu!" "Baik, Tuan." Serempak anak buah yang datang bersama Tuan Ridwan menyahut. Satu per satu anak buah Tuan Ridwan menyusuri setiap bangsal. Tak terkecuali kamar kecil sekalipun. Akan tetapi keberadaan Fatma dan tuan Ayyoub tidak ditemukan sama sekali. Hingga salah satu ruangan dibuka dengan paksa. Ruangan itu adalah tempat perawatan Fatma sebelumnya. Ya, Fatma masih berada di dalam ruangan itu. Namun, kondisinya saat ini sedang berpura-pura meninggal. Pada saat pintu kamar dibuka, saat itu pula brankar didorong oleh Dokter Farouk. Rencananya, mereka baru saja akan bergerak untuk meninggalkan tempat itu. Namun, pergerakannya harus terhenti disebabkan oleh kedatangan para perusuh yang dikepalai oleh Tuan Ridwan. Tuan Ridwan juga berada di dalam ruangan yang sama. Hanya ruangan itulah yang tersisa setelah ruangan lain telah mereka periksa satu
"Kita mungkin sudah terbebas dari orang-orang itu, tapi bagaimana dengan nasib Tuan Ayyoub?" Fatma menunjukkan ekspresi cemas di wajahnya. Sesaat setelahnya, pria yang dimaksud tiba-tiba saja muncul di hadapan Fatma, namun penampilannya nyaris tak dapat dikenali. Pria itu lebih cocok disebut sebagai mummy yang berasal dari tanah Giza. Fatma tercengang sesaat sebelum pria itu membuka suara, "Senang melihatmu dalam keadaan selamat, Fatma." Fatma tahu benar suara siapa yang baru saja terdengar. Tentu saja pria itu adalah Tuan Ayyoub. Apa lagi ini? Mengapa Tuan Ayyoub membalut seluruh tubuhnya dengan kain kasa. Tuan Ayyoub tertawa renyah, "beruntung kita diselamatkan oleh Nona Soraya. Dia benar-benar pandai mengelabui penjahat-penjahat itu. Bahkan si Tua Tuan Ridwan mengira aku adalah korban yang selamat dari kebakaran. Tuan Ayyoub terkekeh. "Bibi, apakah dirimu yang mengajari putrimu untuk berakting. Kalian berdua adalah sepasang ibu dan anak yang
Dokter Farouk membisu dalam lamunannya sendiri. Tangannya mungkin terlihat sibuk membuka lilitan perban di tubuh Tuan Ayyoub. Akan tetapi pikirannya berada di tempat lain. Fatma akan segera pergi dari tempat itu. Namun wanita muda yang sudah menyisakan tempat di hati Dokter Farouk itu meninggalkan kesan yang berbeda di matanya. "Semua akan ada waktunya, Dok." Ucapan Tuan Ayyoub secara tiba-tiba membuyarkan lamunan Dokter Farouk. "Hah?" Pria yang sejak tadi memikirkan Fatma itu menyatukan kedua alis hitamnya, "Maksud Anda?" Tuan Ayyoub tersenyum, "Aku mengerti perasaanmu, Dok. Siapapun pasti bisa melihat seperti apa dirimu memandang Fatma." Dokter Farouk tersenyum getir. Dia tidak sanggup mengucapkan apapun saat ini. "Sejak kecil Fatma mengalami begitu banyak kejadian buruk, dan semua itu dilakukan oleh orang-orang terdekatnya. Jadi wajar jika dia mengalami trauma." Tuan Ayyoub menceritakan kehidupan Fatma sejak wanita itu ditinggal pergi
Tidak butuh waktu lama untuk tiba di Kota Tangier. Estimasi yang seharusnya mencapai kurang lebih enam jam, dapat mereka tempuh hanya dalam waktu empat jam. Wajar saja, mobil jenazah yang mereka tumpangi melaju dengan kecepatan di atas rata-rata. Tangier, merupakan kota sejarah yang terkenal dengan segala keindahannya. Kota dengan bangunan yang bernuansa Eropa karena di antara kota ini dan negara Spanyol hanya dipisahkan oleh Selat Gibraltar. Kebudayaan kental Maghribi berpadu dengan akulturasi gaya arsitektur Moor khas Spanyol membuat kota paling utara Benua Afrika ini terlihat sangat unik. "Aku pernah mendengar betapa cantiknya kota ini saat aku bertemu dengan seseorang di pasar." Wajah cantik Fatma berbinar menatap sekeliling kota yang menjadi persinggahannya saat ini. Dia memejamkan mata dan menghirup udara kebebasan dalam-dalam sebelum kembali menatap keindahan di sekitar, "ternyata apa yang dia ucapkan tidak begitu indah dibandingkan dengan apa yang aku lihat sekarang.
"Di sini kita tidak akan kelaparan. Banyak orang-orang baik di kota ini." setelah mengakhiri santapan mereka. Tuan Ayyoub memilih untuk bersantai sejenak menikmati kenangan yang pernah menjadi masa lalunya di tempat ini. Di sisi luar kedai terdapat banyak pedagang emperan yang menjual berbagai macam sayuran segar. Wajah cantik wanita yang begitu ia cintai sekilas melintas di hadapannya. Wanita itu terlihat sedang menawar belanjaan dari seorang pedagang dengan senyum manisnya. Ya, itu hanyalah bayangan masa lalu yang pernah dialami Tuan Ayyoub di tempat yang sama. "Ya, aku bisa melihatnya, Tuan. Tentu saja Tuan sangat mengenal tempat ini. Bahkan sangat wajar jika Tuan memiliki banyak teman di sini." Tuan Ayyoub: "..." "Jadi, apa yang akan kita lakukan setelah ini?" lanjut Fatma. Pria itu mengembuskan nafasnya perlahan, "Tempat ini sangat nyaman, Fatma. Jika aku boleh memilih, aku ingin mengajakmu menetap di sini. Tapi, sepertinya ini tidak mungkin. Aku
Fatma masih berkutat dengan pikirannya sendiri. Perjalanan selama berada di dalam kapal ferry terasa begitu cepat. Seharusnya wanita muda itu sedang menikmati moment kebebasan bersama Tuan Ayyoub saat ini. Akan tetapi, pria itu tiba-tiba saja memutuskan untuk meninggalkan tanpa penjelasan apapun. Tak lama setelah kapal menepi ke daratan, sesuai perkataan Tuan Ayyoub sebelumnya, seseorang telah menunggu Fatma di sisi loket imigrasi. Proses pengecekan dokumen pun berlangsung cepat. Tidak ada kecurigaan sama sekali bagi petugas ketika memeriksa dokumen milik Fatma. "Nona, Fatma?" Seorang pria sedikit lebih muda dari usia Tuan Ayyoub sedang menyapanya dengan suara yang terdengar cukup ramah. Pria itu memiliki kulit cerah, dengan iris mata berwarna kebiruan. Tubuh tegap dan tinggi besar seperti seorang pengawal pribadi orang-orang penting. Pakaian yang dia kenakan mecetak dengan jelas bentuk tubuh atletisnya. "Maghriby?" Fatma memberanikan diri memberikan pertanya
Papper bag diletakkan begitu saja oleh Faissal tanpa meninggalkan pesan apapun. Hal itu membuat Fatma enggan untuk menyentuh benda yang pria itu tinggalkan. Langkah kecilnya mulai menapaki lantai kamar yang terbuat dari batu marmer. Fatma melepas alas kaki usangnya. Lantai ini terlalu berharga jika hanya untuk diinjak dengan alas kaki usang itu. Jemarinya menyentuh satu per satu furnitur di dalam kamar dan tidak menemukan setitik debu sama sekali. Dia beralih menyentuh dinding kamar dan merasakan betapa halusnya permukaan dinding itu setelah bersentuhan dengan kulitnya. Luas ruang kamar terlihat dua kali lebih besar dari rumah milik Tuan Ridwan. Bisa dibayangkan jika Fatma membersihkan kamar seorang diri akan membuat tenaganya cukup terkuras. "Siapa sebenarnya pemilik kemewahan ini?" Fatma bergumam menuju sebuah ranjang berwarna keemasan yang berukuran king size. Alasnya terbuat dari bahan sutra berkualitas tinggi. Begitu lembut disentuh dan
Assalamu'alaykum Warahmatullah Wabarakatuh ... Salam Sejahtera ... Dear, Sahabat Readers. Terima kasih atas kesediaan kalian mengikuti kisah FATMA BOUSSETTA ini dari awal hingga akhir. Semoga ada banyak pesan moral yang bisa kalian ambil dari kisah ini. Kisah ini sebagian besar diambil dari kisah nyata kehidupan milik mertua Author yang berasal dari Negara Maroko (Maghriby). Fatma Boussetta kini sudah berusia 87 tahun dan masih terlihat bugar, meskipun saat ini hidupnya ditunjang dengan pacemaker (sebuah alat pacu jantung yang menggunakan tenaga baterai yang ditanamkan melalui pembedahan ke dalam dada). Mohon kiranya Sahabat Readers berkenan meluangkan waktu untuk memberikan doa kepada beliau agar memiliki kesehatan serta umur yang panjang. Kisah ini sudah mendapatkan persetujuan dari beliau untuk dipublikasikan oleh Author. Semoga para Sahabat Readers menyukai kisah ini dan jangan lupa untuk terus memberikan dukungan d
"Maju satu langkah lagi, maka aku akan melenyapkan nyawa istrimu." Tuan Gamal memberikan ancaman yang serius. Ujung kayu itu sudah menyentuh perut tawanannya. Dia siap menghujamkan benda itu jika dirinya merasa terancam. Salah satu penjaga mendekati Tuan Gamal, kemudian membisikkan sesuatu. "Bagus, kau sudah menyiapkan helikopter itu." Tuan Gamal tersenyum puas, dengan satu kibasan tangan dia mengisyaratkan penjaga itu untuk berdiri tepat di belakang tubuh tawanannya. "Brengs**k!" umpat Omran. Tidak ada yang bisa dia lakukan, selain mengikuti kemauan Tuan Gamal. "Jangan banyak mengulur waktu, lepaskan cucuku sekarang juga!" ucap Tuan Besar Benmoussa. Matanya melirik ke arah wanita yang bersimbah darah terduduk dan terikat di kursi tua itu. Tuan Benmoussa tidak bisa membayangkan betapa sakit yang dirasakan cucu kesayangannya. Tapi dia bisa memastikan wanita itu masih bergerak. Wanita itu menggeleng-gelengkan kepala saat ujung kayu terasa menyentuh perutnya. Se
["Bu, aku tidak bisa menemuimu, ada banyak orang-orang suruhan Keluarga Benmoussa sedang berkeliran mencari keberadaanku."] Pesan singkat diterima oleh Meryem yang berasal dari ponsel milik Sabrina. Sebenarnya Meryem ingin menyiksa Fatma secara bergantian bersama Sabrina--putri kesayangannya. Namun, sepertinya hal itu tidak memungkinkan saat ini."Ibu akan memastikan kamu mendapatkan apa yang semestinya kamu dapatkan, Sayang." Maryem kemudian mengirimkan video rekaman penyiksaan yang dia lakukan terhadap tawanannya.["Aku serahkan semuanya kepadamu, Bu. Aku menyesal tidak bisa membalaskan dendam itu dengan tanganku sendiri. Maafkan aku."]"Tenanglah, Sayang ... Sepertinya Keluarga Ahbity dan Benmoussa sudah masuk ke dalam perangkap, sebentar lagi ayahmu akan bernegosiasi dengan mereka. Ibu bisa pastikan setelah ini kita bisa hidup bebas." Meryem begitu bangga dengan pencapaiannya hari ini. Suara ringisan dan penyiksaan itu seolah membuatnya semakin bersemangat m
Tuan Khaleed segera menghubungi Tuan Ayyoub melalui sambungan telepon untuk memastikan bahwa Fatma sudah tiba di kediaman mereka. Namun, sayangnya Tuan Ayyoub justru mengatakan bahwa putrinya dan Faissal tidak dapat dihubungi, setelah tadi Fatma sempat menghubunginya dan mengatakan bahwa mereka baru saja mendarat melalui bandara yang berada di Tangier.Kegelisahan tiba-tiba saja membuat semua orang kini tidak mampu mengenyahkan pikiran buruk mereka tentang Fatma. Sabrina mungkin belum lari terlalu jauh. Tapi, tidak menutup kemungkinan dia bisa melancarkan aksinya melalui orang lain.Kepanikan semakin menyerang membabi buta di dalam benak Omran kala cuaca buruk tiba-tiba saja menyelimuti langit Paris, sehingga tidak memungkinkan bagi Omran dan kedua orang tuanya untuk segera menyusul Fatma menggunakan jet pribadi yang mereka miliki. Waktu seolah tidak berpihak pada mereka. Di kala Fatma sedang terancam, seolah langkah mereka harus berhenti tanpa bisa melakukan apa-apa s
"Apa kamu tidak sedang bercanda, Omar?" tanya Nyonya Adeline yang kini merasakan sendi-sendinya melemah sehingga dia seolah tidak lagi mampu berpijak. "Maaf, Ma ... Kami memiliki sebuah alasan menyembunyikannya yang kini alasan itu sudah tidak penting lagi." Omran menatap ke arah Sabrina yang kikuk, secepat mungkin wanita itu merubah raut wajahnya seolah terlihat bersalah, sehingga Omran yakin untuk tidak perlu membuka jati diri Sabrina yang menyamar sebagai Cassandra. "Kami benar-benar menikah sejak beberapa bulan yang lalu." Omran meneruskan ucapannya. "Ja-jadi ... Fatma mengandung janin siapa?" tanya Nyonya Adeline. "Janin si brengsek ini!" Omran menoleh kasar ke arah Dokter Farouk. "... Dia pasti sudah menjebak Fatma, karena aku yakin Fatma tidak serendah itu jika bukan karena dijebak," lanjutnya. "Benarkah itu, Dok?" tanya Soraya berusaha tegar. "Ibu sering melihat kebersamaan mereka di kantin." Bibi Halima menegaskan opini yang belum dipastikan kebe
"Wanita itu meninggalkanku," ucap Omran dengan suara yang lemah."Wanita itu meninggalkanku!" Dia mengulangi kalimat itu dengan suara yang sedikit lebih keras. Sesaat kemudian dia bangkit sambil meneriakkan kalimat yang sama, " Wanita itu meninggalkanku!" Kali ini suara Omran terdengar lebih keras lagi, bersamaan dengan kerasnya suara pecahan kaca meja rias yang baru saya dia pukul menggunakan genggaman tangannya."Aaaakh ..." Nyonya Adeline yang terkejut ikut berteriak histeris sambil memejamkan mata dengan kedua tangan mengepal menutupi wajah. Ketika matanya terbuka, dia harus kembali berteriak untuk kedua kali. Darah segar mengalir dari kepalan tangan Omran. Namun, pria itu seolah-olah tidak merasakan sakit sama sekali. Tentu, jika dibandingkan dengan luka itu, hatinya merasakan sakit yang jauh lebih besar.Tuan Khaleed refleks memeluk Nyonya Adeline yang terlihat syok."Omran! Kamu sadar apa yang baru saja kamu lakukan?" Tuan Khaleed meninggikan inton
***"Faissal, sepertinya rencana akan sedikit berubah. Aku pikir ada baiknya kita kembali ke Tangier bersama," ucap Fatma setelah membiarkan keheningan di antara mereka beberapa saat. Bukan tanpa sebab dia memutuskan ini. Dia sempat tersulut oleh sikap Sabrina sehingga harus memberikan beberapa petunjuk bagi wanita ular itu lebih cepat dari apa yang sudah dia rencanakan. Fatma yakin, Sabrina sudah bertindak dengan melibatkan Tuan Gamal dan Meryem dalam persoalan ini. Semestinya dia bisa menunda memberikan petunjuk, setidaknya sampai benar-benar siap. Namun, yang terpenting sekarang adalah berada satu langkah lebih cepat dari Sabrina dan kedua orang tuanya."Aku mengerti," jawab Faissal. Saat itu juga mereka menuju bandara. Ada beberapa itinerary yang dirubah melalui pemesanan tiket khusus yang dilakukan oleh Fatma. Sebenarnya ada cara yang lebih praktis, yakni dengan menggunakan jet pribadi milik Keluarga Besar Benmoussa, tapi sepertinya hal itu justru menjadi keputusa
"Apa? Aku berkata yang sesungguhnya, 'kan? Dengar Fatma, aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih egois dari pada kamu selama aku hidup. Jadi kamu pikir, dengan meminta perpisahan maka kamu akan bahagia?" Omran tak kuasa untuk mengungkapkan segala beban di dalam hatinya. Keberanian itu muncul begitu saja sejak dia mendengar pengakuan Fatma di hadapan kedua orang tuanya, meskipun mereka tidak mampu mencerna ucapan wanita itu.Sementara Fatma menutup kedua telinganya, Omran masih terus mencercanya dengan kenyataan yang tidak bisa terelakkan."Kamu berkhianat! Itu alasannya. Mari kita permudah ini, Omran! Hiduplah dengan normal bersama wanita ular itu.""... Kamu tahu kesalahanmu, kamu tahu siapa dia, dan kamu tahu semua ini tidak benar, lalu kamu dengan mudah melakukannya. Kamu tidak pantas untuk menerima cintaku!" Fatma menatap Omran dengan tatapan nyalang, seolah membuat lidah pria itu terkunci. Dia tahu, kesalahannya terhadap sang istri sulit untuk dimaafk
Wajah Sabrina memerah dengan rasa panik yang menguasai dirinya. Wanita itu merasa kecolongan dengan kenyataan yang baru saja dia dengar. Pantas saja sikap Omran terlihat berbeda ketika bersinggungan dengan Fatma. Rupanya mereka sudah merahasiakan pernikahan itu. Namun, hal yang masih belum dimengerti oleh Sabrina adalah bagaimana bisa Omran membiarkan istrinya yang sedang hamil pergi meninggalkan Paris. Tidak diragukan lagi bahwa Omran mengetahui kondisi Fatma yang sedang hamil. Akan tetapi, tampaknya pria itu tidak terlihat bahagia. Ada begitu banyak spekulasi di dalam kepala Sabrina, salah satunya adalah dugaan bahwa Omran tidak tahu bahwa janin yang dikandung Fatma adalah darah dagingnya sendiri. Meskipun selalu memandang rendah Fatma, hati kecil Sabrina tidak bisa mengelak bahwa Fatma tidak mungkin hamil dari pria lain selain dari suami sah nya. Kesetiaan wanita itu dalam ikatan pernikahan tidak bisa diragukan. Dugaan itulah yang paling masuk akal di antara dugaan-