“Pokoknya lo harus jelaskan ke gue!“ Melisa langsung menekan Yura saat wanita ini baru membanting tubuhnya di sofa.
Belum juga Yura dapat menghelakan napas lega, udah begini aja sih Melisa, biarkan dulu kek dia istirahat sejenak. “Apaan sih lo, Mel? Lo itu posesif udah kayak pacar.“ Lha, Yura rada-rada, masa pacaran dengan Melisa, ntar nggak ada lawan mainnya pula.“Yura, lo harus jelaskan sama gua, gimana ceritanya Raga ke sini temui lo, dan parahnya lo mau pergi sama dia.“ Melisa dari tadi masih enggak habis pikir dengan Yura yang mau aja pergi sama Raga, bukannya dia benci sama tuh orang. Lha, kok bisa sekarang mereka sama-sama, ini sih judulnya masa lalu belum kelar, eh, tapi kan Raga udah ada istri.“Astaga, lo kepo banget sih, bentar dulu kek, gua capek nih.“ Masa dia harus bilang cerita udah nikah sama Raga, padahal kan dia amit-amit tuh dekat sama Raga lagi. Lha, sekarang kayak menunggu duda laki-laki itu.“Lo cerita buruan, lo jangan permainkan pak Dafa, dia masih ngarep lo.“ Melisa kan paling mendukung Yura bersama Dafa, dia nggak kasih ruang sahabatnya dekat dengan pria lain selain Dafa itu.“Apaan sih lo, gua sama pak Dafa itu nggak ada hubungan apa-apa, jangan salah paham lo.“ Yura kesal dari dulu Melisa selalu saja berusaha membuatnya dekat dengan Dafa, mereka kan cuma temanan, lagian dia udah pernah menolak lamaran Dafa.“Ra, Dafa itu suka sama lo udah lama, masa lo nggak mau kasih kesempatan buat dia, buka hati lo lah.“ Lha, dia kira buka hati kayak buka warung, apa-apa tinggal beli, kadang bisa hutang lagi, sayangnya ini bukan warung melainkan hati, menggoreskan sebentar, sembuhnya lama.“Mel, ini masalah hati, nggak bisa lo paksa.“ Apalagi dia udah nikah, enggak akan ada peluang buat siapa pun, memaafkan Raga aja masih sulit, butuh waktu dia menata semua yang pernah terjadi.“Lo mau selamanya jomblo, nikah kek,” celetuk Melisa. Ya, Melisa kan hanya mau lihat sahabatnya bahagia, minimal wanita ini bisa membuka hati, dan nggak salah pilih lagi.“Kenapa nggak lo aja sama Dafa, lo kan juga nggak punya pasangan.“ Yura mulai kesal, dia kan nggak suka dijodoh-jodohkan, kesannya dia nggak laku banget, Yura ini cantik lho, cantik banget malah, cuma belum bisa buka hati aja.“Beda ceritanya, Ra. Kan gua janda, dan lo itu belum nikah sama sekali. Pak Dafa suka sama lo, bukan gua juga kali.“ Sekarang malah bahas Dafa, kan tadi bahasnya Raga, memang pintar nih Yura mengalihkan topik, kebiasaan ah.“Sekarang lo jelaskan sama gua soal Raga.“ Melisa sekarang malah menyilangan tangannya di dada, seakan mengintimidasi Yura.Yura mendelik sembari membuang napas kasar.“Gua dan Raga i—-itu….“ Bagaimana cara menjelaskan ya, sudah pasti sih Melisa nggak percaya deh sama dia, lagi pula Melisa kan benci banget sama Raga.“Itu apa, Ra? Lo bukan pelakor kan, ingat Raga itu suami orang,” ucap Melisa menasihatinya, dia takut Yura malah salah jalan, jangan-jangan Yura cinta mati sama Raga. Enggak … enggak, itu nggak boleh terjadi.“Gila lo!“ umpat Yura, dia menyentil dahi Melisa, kebanyakan menonton drama nih Melisa, siapa juga yang mau jadi pelakor, masih ada harga diri kali Yura, mending nggak laku daripada jadi pelakor. “Dari segi mana otak lo itu mikir gua pelakor.“ Lagi adem, Melisa malah menginjak ekornya.“Lagian lo ngapain jalan sama laki orang sih? Penjahat kelamin lagi dia,” cibir Melisa, sepertinya Melisa kagak ada habisnya menyudutkan Raga, kasian Raga bisa tersedak tuh.“Sembarangan lo ah, Raga udah cerai sama perempuan laknut itu.“ Dulu sahabatnya, dan sekarang menjadi perempuan laknutnya, setiap mengingat hal itu membuat darah Yura mendidih.“Lo serius?“ Melisa semakin mendelik curiga kepada Yura, fix Yura masih ngarep sama Raga, apalagi sih bejat itu udah duda. “Jangan bilang lo mau balik lagi sama Raga.“ Yura tertegun, buruknya itu sudah terjadi.“Udah ah, gua mau ke gudang, mau minta laporan barang gudang. Gua di sini kerja, bukan ghibah.“ Kabur ah, daripada banyak pertanyaan lagi, semakin bingung pula nanti dia jawabnya.***Yura baru saja tiba di rumahnya. Ia melihat buket bunga terpampang di meja ruang tamu. Ah, yakin sih bunga indah ini dari Raga, tapi tenang Yura tak bisa dibayar dengan bunga cantik ini. Wanita ini malah kembali keluar dan membuangnya, dia enggak boleh lemah begini."Tante, ngapain buang-buang? Itu kan bunga papi yang beli." Yura terjenggit melihat bocah ini ada di depannya. Entah datang dari mana anak kecil ini mendadak ada di rumahnya."Kamu siapa? Orang tua kamu di mana? Kok bisa masuk?" satu-satu kali Yura tanyanya, ini anak kan bocah, masa harus jawab semuanya. Tian pun menatap Yura tak suka, seakan ia musuhnya."Tante itu siapa? Pasti Tante pengasuh baru aku kan." Yura melebarkan mulut mendengarkan kata-kata bocah ingusan ini. Astaga, entah siapa orang tuanya sampai bisa memiliki anak sepertinya."Eh, kamu itu siapa? Ngapain ada di sini? Pergi sana!" Yura kesal banget, kalau bukan anak kecil sudah dia seret keluar. Apa-apaan main masuk rumah orang sembarangan, ini kan rumah suaminya, terus penjaga rumahnya nggak perhatikan apa, ada bocah tengil masuk ke rumah suaminya."Tante ini gila ya! Ini kan rumah papi. Aku aduin papi, biar tante dipecat." Tian malah mencecar Yura. Anak dari Raga ini mengira Yura pengasuhnya. Ya kali pengasuh secantik inu."Papi?" dahi Yura mengernyit bingung."Ada apa ini?" Raga mendengar keributan dari dalam rumah, dia langsung melihat istri dan anaknya berdebat ini."Papi, pecat pengasuh ini. Tian gak suka sama Tante ini." Yura menghempaskan napas panjang. Ah, dia sampai lupa, jika suaminya punya anak. Persis banget tingkahnya tengil, kayak bapake, nggak jauh banget dari Raga menyebalkannya."Tian, Tante ini bukan pengasuh kamu. Kan Papi baru mau cari pengasuh baru, lagian kamu kan nggak tiap hari di rumah Papi.“ Muka Raga berubah jadi tak nyaman, takutnya Yura tambah ilfil dengannya, bisa gagal dia memikat wanita ini, apalagi kalau Yura berhasil membayarnya, habis riwayat pernikahan dia, bisa duda dua kali nih."Terus Tante ini siapa? Kenapa ada di rumah Papi?" Tian pakai acara tanya tentang Yura lagi. Anak sekecil Tian kan kepo banget, apalagi urusan orang tuanya."Jadi dia anak kamu? Kenapa nggak bilang ada anak kamu?" Yura kan mengira bocah ini anak tetangga, hampir saja dia ingin mencubit anak ini, anak sama bapak kok sama-sama menyebalkan sih, anaknya nakal pula, bisa pusing kepalanya menghadapi Tian. Belum sih Raga, eh tambah lagi anaknya."Tian anak Papi yang ganteng, main di dalam dulu gih. Papi mau bicara dengan Tante ini," ucap Raga ke Tian. Dengan sangat hati-hati, dia meminta Raga hendak masuk dalam ke rumahnya, dia tahu betul Tian keras kepala, mana mau tuh melihat dengan wanita lain, selain Alfira. Bocah posesif."Cantik dari mana, masih juga cantik mami," ucap Tian lalu pergi.Astaga, memang anak sih Raga ini bisanya membuat hati Yura panas. Masa dirinya dibandingkan dengan Alfira. Kan itu wanita yang sudah merusak hubungan mereka lagi. Pakai acara disebut-sebut lagi. Sebal ah."Ra, maafin Tian ya." Raga mengajak Yura duduk di kursi teras. Dia tahu pasti Yura kaget dengan kedatangan putranya."Kamu harusnya bilang sama aku dong, kalau ada anak kamu ke sini. Aku bukannya gak suka sama anak kamu, cuma aku tuh kaget ada anak kecil di rumah. Aku sampai pikir, itu anak tetangga yang nyangkut ke sini," omel Yura. Baru pulang sudah disuguhkan rasa sebal, seperti nano-nano, mau marah salah, baikkan malah bisa ngelunjak."Iya maaf. Kamu bisa bantu aku buat cari pengasuh untuk Tian, kemungkinan Tian akan lama tinggal di sini." Yura menghela napas panjang, nggak masalah sih bagi jika dia yang mengurus Tian, tapi masalahnya dia harus kerja, pulang kadang malam, paling cepat juga sore."Biar aku yang mengurus dia, nggak perlu pakai pengasuh lagi, tapi, ada tapi-nya lho, aku bawa Tian ke tempat kerja.“ Yura kan udah biasa mengurus anak Aira, keponakkannya."Kamu serius?" Raga tak percaya Yura mau merawat Tian, padahal jika dipikir lagi, Tian kan penyebab mereka berpisah, kalau nggak ada Tian, sudah pasti mereka selalu bersama."Kapan sih aku bercanda?" lagian Yura nggak benci dengan Tian, meski anak itu penyebab mereka berpisah dulu. Emang sih Tian menjengkel, kurang lebih Raga lah, tapi mau gimana pun Tian tetap anak suaminya, otomatis akan jadi anaknya juga kan."Istri yang baik.“Yura menghempaskan napas kasar, ia pun masuk ke dalam rumah. Yura kan belum siapkan makan malam mereka. Ketika masuk dalam rumah Tian malah mengejutkannya."Door!""Astaga, Tian. Kamu itu bisa buat Tante jantungan." Memang menyebalkan betul ini anak. Untung anak Raga, kalau bukan dia akan menjewernya."Haha. Gitu aja kaget. Emangnya Tante ini siapa? Kok bisa di rumah Papi." Tian kan dari tadi kepo, dia heran kenapa rumah papinya ada wanita. Setahu Tian, Raga kan cuma tinggal sendiri."Makanya kenalan dulu sama Tante Yura." Raga ikut nimbrung mereka, jika Tian dan Yura dekat kan, dia juga senang. "Tante ini nama Yura, dia cantik kan, dia is—-"“Tante ini saudara jauh Papi kamu.“ Yura tahu anak sekecil ini sulit menerima adanya seorang ibu tiri, tentu bayangan tentang ibu tiri jelek."Benaran?“ Tian nampak tak percaya, dia menanap orang dewasa ini secara bergiliran, merasa aneh saja, masa sih saudara papinya, kok dia nggak tahu ya.Raga mengangguk, tanpa Yura menjelaskan dia paham maksud Yura, mungkin belum saatnya, lebih baik menunggu mereka dekat, baru deh memberitahu Tian soal pernikahannya dan Yura.“Oke, Tian percaya.“ Yura menghela napas lega, syukur ini bocah percaya."Tante bisa masak? Kita makan beli di luar aja. Mami selalu beli makanan di luar, mami kan nggak bisa masak." Yura terkekeh mendengar ucapan Tian yang polos."Ya udah kamu main dulu, biar Tante siapkan makanannya." Baru Yura berdiri, malah Raga kembali menarik tangan Yura, lalu terduduk di pangkuannya."Raga, lepas! Kamu jangan konyol ya!" Raga kan mau mesra-mesraan juga, Yura takut itu bocah mikir macam-macam."Kamu sama Tian baik, kok sama suami sendiri gitu amat." Raga iri kali, mau dipegang-pegang juga tangannya."Lepas ah! Kamu itu mau aku baik-baikan, jadi bayi kamu sana," cecar Yura menghentakan kakinya berulang kali. Dasar laki-laki menyebalkan, kagak lihat tempat. Untung Tian udah buru-buru ke kamarnya."Kasih cium kek, aku kangen tau." Euk. Ah rasanya Yura mau muntah, gombalan yang dari jaman dulu nggak pernah berubah, peningkatannya gitu-gitu aja."Gombalan nggak ada peningkatan sama sekali, tapi sayang kali ini aku nggak tergoda." Raga mendengus. Dia harua tahan banting, agar bisa dapatkan hati wanita ini lagi. Tubuhnya doang yang bisa dia miliki, hatinya nggak, perjalanan masih jauh, usaha harus lebih meningkat.Yura baru saja selesai, karena belum ada asisten rumah tangga dia kerja sendiri, dia harus menata semua makanan di atas meja makan. Meskipun lelah habis bekerja seharian, dia masih mampu lho untuk mengurus suami dan anak sambungnya ini, dia lakukan ini juga karena kasian dengan Tian, kalau sama Raga sih bodo amat lah.“Butuh bantuan?“ tawar Raga baru selesai mandi, dia tersenyum sambil menaiki alisnya berulang kali.“Kamu ngapain lihat aku gitu?“ Yura sudah langsung negatif thinking, parahnya pria ini langsung menyeret Yura ke kamar tamu.Gara-gara dapat mendapat kiriman dari temannya dari luar negeri, junior Raga menegang, daripada main solo sendiri, lebih baik berdua Yura, untung dia pintar menyuruh Tian bermain game di kamarnya, tentu bocah itu asik dunianya sendiri, namanya juga bocah.“Raga, lepaskan!“ Yura terus menahan tubuhnya melarikan diri, tapi pria ini sudah panas dingin ingin meminta haknya, ah tidak bisa kah dia menunggu saat Tian tertidur, kalau gini kan Yura was-was.“
21+Yura pernah merasakan patah hati sesungguh. Di mana dia harus kehilangan seseorang berarti dalam hidupnya. Bertahun-tahun Yura mencoba lari dari kenyataan jika Raga bukan miliknya lagi. Sampai dia berada dalam titik kesadaran, jika di hidup ini, tidak semua berjalan mulus. Begitu pula dengan cinta, tapi saat dia sadar akan semua itu, pria ini justru kembali dengan senjuta kenangan yang masih tergores.Yura mengganti sprei kamarnya, mau tak mau dia sekarang harus berbagi ranjang dengan Raga. Yura menghela napas melihat sosok Raga yang keluar kamar mandi mengenakan piyama siap untuk tidur. Semoga saja tidak mengajak beradu, pria ini kan kang paksa."Tian, udah tidur? Dia berani tidur sendiri?" kebetulan kamar Tian bersebelahan dengan mereka. Dulunya kamar ini memang miliknya dan Alfira, Raga sengaja bikin kamar anaknya bersebelah, karena jika ada apa-apa dia bisa langsung dengar."Sepertinya sudah. Sekarang giliran kita yang tidur," ucap Raga melompat ke ranjang, maksud hati mau m
Yura pagi-pagi sekali sudah menyiapkan segalanya, dari sarapan, pakaian Raga, serta baju untuk Tian sekolah, udah beneran kayak emak-emak rumah tangga zaman sekarang. Ah, lelah bestie.Dia sudah menyiapkan semua orang, tapi dirinya sendiri belum, sungguh membuatnya repot."Ra, kamu nggak sarapan?" Yura di atas meja makan bukan sarapan, dia malah make up. Lagian yang membuat Raga kesal untung apa secantik ini, dia mendekati Dafa sampai harus secantik itu. Ganjen!"Nggak ah, aku udah telat nih. Aku harus buru-buru. Aku pergi biar pakai taxi online aja, ya." Raga membulatkan netranya, tidak akan dia membiarkan itu terjadi. Lagi pula jarak tempat Yura bekerja dan Tian sekolah itu tidak terlalu jauh, kan."Biar aku yang mengantar kamu, lagian aku dan Tian udah mau selesai kok sarapannya." Raga tampak buru-buru agar dapat mengantar Yura kerja, dia tak akan membiarkan mata Dafa menatap kecantikkan istrinya. Cemburu itu wajar, kan, apalagi istrinya secantik Yura, susah beuh, udah kayak jaga a
Menikah dengan pria yang dicintai adalah impian semua wanita, sayang sekali tidak dengan Yura yang sudah berusia tiga puluh tahun.Disaat teman sebayanya sudah menggendong anak, dia justru masih belum juga menikah. Bahkan adiknya sendiri sudah punya dua orang anak. "Kamu!" Yura terjenggit melihat sosok pria yang dia benci. Geram sekali rasanya dia ingin mencakar wajah tampan di hadapannya. Jadi, dia harus menikah dengan duda, ternyata laki-laki pernah dia cintai dulu. Apalagi pria merenggut aset penting dalam hidupnya.Siapa bilang dia tidak laku? Dia hanya tak mau calon suaminya rugi-rugi amat menikahinya."Yura! Dia calon suami kamu, jaga bicara kamu," bentak Hendra Hazmi, ayah dari Yura. Laki-laki paruh baya ini, menangkap sosok Yura siap menerkam Raga. Bagaimana tak mau menerkam? Muka Raga selalu tergiang-giang selama ini, bahkan dengan semua kesalahan sih brensek ini. Raga Purwatja Darwasa, seorang duda kaya yang perusahaannya ada di mana-mana, mau dari kecil atau besar. Dia d
Tidak ada yang seorang wanita ingin menikah dengan duda, apalagi pria itu mantan kekasihnya dulu. Tidak, ini seperti mimpi buruk dalam kehidupan Yura. Di jaman modern seperti sekarang, masih gitu dijodoh-jodohkan, duda pula. Namun Yura bisa apa coba, suka tidak suka dia harus menikah dengan Raga, laki-laki yang telah membuat kehancuran dalam hidupnya. Dari merenggut asetnya, untungnya dia tidak pernah sampai hamil, walau dulu masih polos, dia sering baca-baca novel yang ada ena-ena, sekalian praktek gaya baru setiap bertemu Raga. Astaga, gara-gara Raga kepolosannya pun punah.Kini Yura sudah berada di masjid tak jauh dari rumahnya. Dia duduk samping pria yang tengah mengucap ijab kabul, atas persyaratan dirinya, pernikahan mereka digelar sederhana tanpa pesta.Yura tak mau ada teman kampus, atau teman Raga mengenalnya sebagai istri Raga. Malu dong, sudah putus. Eh, tahunya nikah, nanti disangka Yura benaran menunggu duda Raga. Ih bisa besar kepala sih Raga-Raga ini. "Bagaimana saks
Yura menangis tersedu-sedu saat mengetahui kekasihnya menikah dengan wanita lain, apalagi wanita yang dinikahi Raga sahabatnya sendiri. Sakitnya bertubi-tubi, ibarat kata temanmu bisa jadi selimutmu yang siap menusuk kapan saja. Dan benar, itu yang terjadi kepada Yura. Di kampus semua mahasiswa maupun mahasiswinya tengah heboh membicarakan masalah Raga yang sudah menikah. Maklum, Raga termasuk kategori laki-laki paling beken di kampusnya, karena dia ganteng, tajir, apalagi dia anak dari crazy rich di kota itu. Namun sayang, dia playboy, banyak wanita yang termakan gombalan mautnya, termasuk Yura. Akan tetapi Yura dan Raga sudah pacaran sejak mereka jaman sekolah dulu, hingga kuliah mereka masih pacaran. Hubungan mereka, udah kayak kredit motor, malah lebih dari tiga tahun. "Ra, aku minta maaf." Yura menatap Raga tajam, bisa-bisanya Raga sudah menikah dengan sahabatnya sendiri. Lebih-lebih lagi dia tahu setelah mereka sudah menikah. Emang dasar bejat! Fix sih, nih. Yura jaga jodoh o
Yura terbaring di ranjang, ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Tatapan wanita ini tampak mengerikan, seperti macan buas kelaparan, tinggal mencari mangsa yang siap ia terkam. "Aku harap tidak akan pernah hamil anak dari laki-laki bajingan seperti kamu," cecar Yura. Sepertinya wanita ini tak ada puas-puas memancing emosi Raga. Padahal laki-laki itu sedang bekerja serius, dia mengecek beberapa email masuk dari kantor."Kamu itu istri aku, Yura. Sudah sewajarnya jika kamu hamil anak aku." Yura malah tertawa miris mendengar kata-kata dari Raga. Lah, pria ini kan udah punya anak, untuk apa hamil lagi, kagak ada gunanya lahiran anak biadap satu ini. "Apa tak ada wanita lain yang bisa kamu nikahi, selain aku? Atau stok dayang-dayang kamu sudah habis, sehingga harus nikah dengan mantan kamu sendiri," ujar Yura dengan memberikan tatapan iblisnya kepada Raga. Masa sih buaya ini kehabisan stok, nggak mungkin banget. Apalagi buaya modelan Raga gini, tidak akan kehabisan stok selingkuhan."Haru
Masa lalu harusnya tak perlu diingat, tapi bagaimana jika masa lalu itu selalu mengusik. Yura pernah merasa hancur di mana Raga harus menikahi sahabatnya sendiri.Dan sekarang pria itu kini telah menjadi suaminya. Apa semudah itu memaafkan setelah pernah mematahkan. Tidak kan!"Hitam di atas putih. Kamu harus tanda tangan surat ini." Baru juga membuka mata, Raga sudah mendapatkan wanita ini menunjukan secarik kertas, untuk menggosok gigi saja belum sempat."Kita kan udah sepakat semalam, perlu tanda tangan juga?" Yura mengangguk antusias, tentu saja perlu. Dengan susah payah pagi-pagi ia menyiapkan semua ini, sampai-sampai keliling mencari materai."Tapi aku mandi dulu." Raga malas melihat kertas tersebut. Bertahun-tahun Raga menanti bisa menikahi Yura, tapi sekarang wanita itu membuat tantangan. Ah, sampai sekarang juga ia belum bisa mengenalkan wanita ini dengan kedua orang tuanya. Nah, sekarang istrinya ini malah menambah beban dalam hidupnya. "Enggak boleh!" Yura duduk menunggu
Yura pagi-pagi sekali sudah menyiapkan segalanya, dari sarapan, pakaian Raga, serta baju untuk Tian sekolah, udah beneran kayak emak-emak rumah tangga zaman sekarang. Ah, lelah bestie.Dia sudah menyiapkan semua orang, tapi dirinya sendiri belum, sungguh membuatnya repot."Ra, kamu nggak sarapan?" Yura di atas meja makan bukan sarapan, dia malah make up. Lagian yang membuat Raga kesal untung apa secantik ini, dia mendekati Dafa sampai harus secantik itu. Ganjen!"Nggak ah, aku udah telat nih. Aku harus buru-buru. Aku pergi biar pakai taxi online aja, ya." Raga membulatkan netranya, tidak akan dia membiarkan itu terjadi. Lagi pula jarak tempat Yura bekerja dan Tian sekolah itu tidak terlalu jauh, kan."Biar aku yang mengantar kamu, lagian aku dan Tian udah mau selesai kok sarapannya." Raga tampak buru-buru agar dapat mengantar Yura kerja, dia tak akan membiarkan mata Dafa menatap kecantikkan istrinya. Cemburu itu wajar, kan, apalagi istrinya secantik Yura, susah beuh, udah kayak jaga a
21+Yura pernah merasakan patah hati sesungguh. Di mana dia harus kehilangan seseorang berarti dalam hidupnya. Bertahun-tahun Yura mencoba lari dari kenyataan jika Raga bukan miliknya lagi. Sampai dia berada dalam titik kesadaran, jika di hidup ini, tidak semua berjalan mulus. Begitu pula dengan cinta, tapi saat dia sadar akan semua itu, pria ini justru kembali dengan senjuta kenangan yang masih tergores.Yura mengganti sprei kamarnya, mau tak mau dia sekarang harus berbagi ranjang dengan Raga. Yura menghela napas melihat sosok Raga yang keluar kamar mandi mengenakan piyama siap untuk tidur. Semoga saja tidak mengajak beradu, pria ini kan kang paksa."Tian, udah tidur? Dia berani tidur sendiri?" kebetulan kamar Tian bersebelahan dengan mereka. Dulunya kamar ini memang miliknya dan Alfira, Raga sengaja bikin kamar anaknya bersebelah, karena jika ada apa-apa dia bisa langsung dengar."Sepertinya sudah. Sekarang giliran kita yang tidur," ucap Raga melompat ke ranjang, maksud hati mau m
Yura baru saja selesai, karena belum ada asisten rumah tangga dia kerja sendiri, dia harus menata semua makanan di atas meja makan. Meskipun lelah habis bekerja seharian, dia masih mampu lho untuk mengurus suami dan anak sambungnya ini, dia lakukan ini juga karena kasian dengan Tian, kalau sama Raga sih bodo amat lah.“Butuh bantuan?“ tawar Raga baru selesai mandi, dia tersenyum sambil menaiki alisnya berulang kali.“Kamu ngapain lihat aku gitu?“ Yura sudah langsung negatif thinking, parahnya pria ini langsung menyeret Yura ke kamar tamu.Gara-gara dapat mendapat kiriman dari temannya dari luar negeri, junior Raga menegang, daripada main solo sendiri, lebih baik berdua Yura, untung dia pintar menyuruh Tian bermain game di kamarnya, tentu bocah itu asik dunianya sendiri, namanya juga bocah.“Raga, lepaskan!“ Yura terus menahan tubuhnya melarikan diri, tapi pria ini sudah panas dingin ingin meminta haknya, ah tidak bisa kah dia menunggu saat Tian tertidur, kalau gini kan Yura was-was.“
“Pokoknya lo harus jelaskan ke gue!“ Melisa langsung menekan Yura saat wanita ini baru membanting tubuhnya di sofa.Belum juga Yura dapat menghelakan napas lega, udah begini aja sih Melisa, biarkan dulu kek dia istirahat sejenak. “Apaan sih lo, Mel? Lo itu posesif udah kayak pacar.“ Lha, Yura rada-rada, masa pacaran dengan Melisa, ntar nggak ada lawan mainnya pula.“Yura, lo harus jelaskan sama gua, gimana ceritanya Raga ke sini temui lo, dan parahnya lo mau pergi sama dia.“ Melisa dari tadi masih enggak habis pikir dengan Yura yang mau aja pergi sama Raga, bukannya dia benci sama tuh orang. Lha, kok bisa sekarang mereka sama-sama, ini sih judulnya masa lalu belum kelar, eh, tapi kan Raga udah ada istri.“Astaga, lo kepo banget sih, bentar dulu kek, gua capek nih.“ Masa dia harus bilang cerita udah nikah sama Raga, padahal kan dia amit-amit tuh dekat sama Raga lagi. Lha, sekarang kayak menunggu duda laki-laki itu.“Lo cerita buruan, lo jangan permainkan pak Dafa, dia masih ngarep lo.“
“Kamu ngapain bawa aku ke tempat beginian?“ mereka kini berada di sebuah restoran mewah, ya beda kelas sih dengan restoran yang biasa dia kunjungi, nggak berbintang-bintang begini. Emang payah yak punya suami crazy rich, padahal cuma lunch doang harus ruang vip. “Waiters, tolong menunya.“ Pria ini sama sekali tak menggubrisnya, malah dengan enteng memanggil pelayan. Dia bukan patung kali!Seorang pelayan wanita datang, lalu memberikan buku menu kepada mereka, Yura yang tak terlalu mengerti makanan apa yang tersedia di sini, namanya aneh-aneh banget, dia kan biasa makan di pinggir jalan. Lha di sini menunya, pesto chicken baked, thai red curry shrimp, Lobster mac and cheese. Astaga, menunya membuat Yura puyeng sendiri, apa tidak ada menu lain gitu, bakso kek, minimal siomay, atau nasi goreng pada umumnya.“Mbak, saya pesan Seared tuna with avocado salsa, dan … kamu pesan apa?“ ujar Raga. Dia melirik ke arah Yura yang tampak bingung melihat buku menu tersebut.“Yura, kamu mau pesan apa?
Sudah hampir jam makan siang, tapi Yura masih saja mengurus laporan penjualan bulan ini. Masalahnya pemilik toko besar tempat ia bekerja akan datang, dan tentunya akan menanyakan soal penjualan bulan ini. "Ra, lo nggak makan siang?" tanya Melisa yang masuk ke ruangan tak terlalu besar, kebetulan Melisa ini sahabat baik Yura sejak zaman mereka masih sekolah."Lo duluan aja, gua masih banyak kerjaan," ujar Yura masih menatap laptop, untung jaman semakin canggih, laporan toko besar seperti tidak perlu tulis tangan lagi, apalagi sejenis supermarket banyak pengunjungnya, tak kalah dari mall."Malas ah, gua makan sendiri." Udah jomblo, masa makan sendiri juga. Sebenarnya sih Melisa sudah menikah beberapa tahun yang lalu, cuma gitu cerai kdrt, memang nasib orang beda-beda sih. Lha, hidup memang gak usah ikutkan kata hati, karena hati dan takdir berbeda."Dasar lo ah! Ya, udah nungguin." Yura sama sekali tak menceritakan tentang pernikahannya ke Melisa, jika dia tahu sudah pasti kaget."Ra,
Masa lalu harusnya tak perlu diingat, tapi bagaimana jika masa lalu itu selalu mengusik. Yura pernah merasa hancur di mana Raga harus menikahi sahabatnya sendiri.Dan sekarang pria itu kini telah menjadi suaminya. Apa semudah itu memaafkan setelah pernah mematahkan. Tidak kan!"Hitam di atas putih. Kamu harus tanda tangan surat ini." Baru juga membuka mata, Raga sudah mendapatkan wanita ini menunjukan secarik kertas, untuk menggosok gigi saja belum sempat."Kita kan udah sepakat semalam, perlu tanda tangan juga?" Yura mengangguk antusias, tentu saja perlu. Dengan susah payah pagi-pagi ia menyiapkan semua ini, sampai-sampai keliling mencari materai."Tapi aku mandi dulu." Raga malas melihat kertas tersebut. Bertahun-tahun Raga menanti bisa menikahi Yura, tapi sekarang wanita itu membuat tantangan. Ah, sampai sekarang juga ia belum bisa mengenalkan wanita ini dengan kedua orang tuanya. Nah, sekarang istrinya ini malah menambah beban dalam hidupnya. "Enggak boleh!" Yura duduk menunggu
Yura terbaring di ranjang, ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Tatapan wanita ini tampak mengerikan, seperti macan buas kelaparan, tinggal mencari mangsa yang siap ia terkam. "Aku harap tidak akan pernah hamil anak dari laki-laki bajingan seperti kamu," cecar Yura. Sepertinya wanita ini tak ada puas-puas memancing emosi Raga. Padahal laki-laki itu sedang bekerja serius, dia mengecek beberapa email masuk dari kantor."Kamu itu istri aku, Yura. Sudah sewajarnya jika kamu hamil anak aku." Yura malah tertawa miris mendengar kata-kata dari Raga. Lah, pria ini kan udah punya anak, untuk apa hamil lagi, kagak ada gunanya lahiran anak biadap satu ini. "Apa tak ada wanita lain yang bisa kamu nikahi, selain aku? Atau stok dayang-dayang kamu sudah habis, sehingga harus nikah dengan mantan kamu sendiri," ujar Yura dengan memberikan tatapan iblisnya kepada Raga. Masa sih buaya ini kehabisan stok, nggak mungkin banget. Apalagi buaya modelan Raga gini, tidak akan kehabisan stok selingkuhan."Haru
Yura menangis tersedu-sedu saat mengetahui kekasihnya menikah dengan wanita lain, apalagi wanita yang dinikahi Raga sahabatnya sendiri. Sakitnya bertubi-tubi, ibarat kata temanmu bisa jadi selimutmu yang siap menusuk kapan saja. Dan benar, itu yang terjadi kepada Yura. Di kampus semua mahasiswa maupun mahasiswinya tengah heboh membicarakan masalah Raga yang sudah menikah. Maklum, Raga termasuk kategori laki-laki paling beken di kampusnya, karena dia ganteng, tajir, apalagi dia anak dari crazy rich di kota itu. Namun sayang, dia playboy, banyak wanita yang termakan gombalan mautnya, termasuk Yura. Akan tetapi Yura dan Raga sudah pacaran sejak mereka jaman sekolah dulu, hingga kuliah mereka masih pacaran. Hubungan mereka, udah kayak kredit motor, malah lebih dari tiga tahun. "Ra, aku minta maaf." Yura menatap Raga tajam, bisa-bisanya Raga sudah menikah dengan sahabatnya sendiri. Lebih-lebih lagi dia tahu setelah mereka sudah menikah. Emang dasar bejat! Fix sih, nih. Yura jaga jodoh o