Tidak ada yang seorang wanita ingin menikah dengan duda, apalagi pria itu mantan kekasihnya dulu. Tidak, ini seperti mimpi buruk dalam kehidupan Yura. Di jaman modern seperti sekarang, masih gitu dijodoh-jodohkan, duda pula.
Namun Yura bisa apa coba, suka tidak suka dia harus menikah dengan Raga, laki-laki yang telah membuat kehancuran dalam hidupnya. Dari merenggut asetnya, untungnya dia tidak pernah sampai hamil, walau dulu masih polos, dia sering baca-baca novel yang ada ena-ena, sekalian praktek gaya baru setiap bertemu Raga. Astaga, gara-gara Raga kepolosannya pun punah.Kini Yura sudah berada di masjid tak jauh dari rumahnya. Dia duduk samping pria yang tengah mengucap ijab kabul, atas persyaratan dirinya, pernikahan mereka digelar sederhana tanpa pesta.Yura tak mau ada teman kampus, atau teman Raga mengenalnya sebagai istri Raga. Malu dong, sudah putus. Eh, tahunya nikah, nanti disangka Yura benaran menunggu duda Raga. Ih bisa besar kepala sih Raga-Raga ini."Bagaimana saksi sah?"" Sah.""Alhamdulillah."Akhirnya sebuah kalimat sederhana, bermakna, disaksi kedua keluarga, ralat hanya keluarga Yura, dan menyatukan dua orang yang memiliki karakter berbeda. Menjadikan kedua orang ini sepasang suami istri sah di mata agama dan negara.Setelah selesai akad nikah Raga langsung membawa Yura ke rumah mewahnya, untung Yura bukan wanita yang silau akan harta, mau harta pria ini berjibun seperti apa pun, dia tak peduli."Selamat datang, istriku," ucap Raga. Hampir saja isi perut Yura keluar, kalimat laki-laki ini menjijikan, telinganya sampai panas gini. Gerah, euy."Di mana kamar aku?" Wanita ini berjalan sambil menyeret kopernya, tidak ada waktu bicara hal tak berguna. Sudah syukur dia mau nikah dengan Raga, seolah stock laki-laki di dunia ini habis, sampai-sampai mengharuskan Yura menikah dengan mantannya yang sudah duda."Jangan buru-buru, duduk di sini dulu." Raga menepuk sofa kosong sampingnya, ada senyum dari sudut bibirnya, tetapi senyum itu seperti bermakna lain. Wanita ini sudah bisa menebak isi otak Raga.Yura menyematkan tatapan sinis dari raut wajahnya. Untuk apa menghabiskan waktu dengan duduk dengan laki-laki tak berguna, seperti tidak ada kerjaan lain. Masih banyak kerjaan yang penting, daripada duduk manis."Tunjukan di mana kamar aku sekarang?" sekali lagi Yura menanyakan hal yang sama, bahkan jika ada pilihan, dia ingin lari dari pria ini, Raga boleh menang, karena telah berhasil menikahinya, tetapi dia akan menyakinkan diri tidak akan memberikan cinta untuk rubah yang tak tahu diri ini. Rasa sakitnya dulu saja belum terobati, masa mau ditambah-tambah lagi lukanya. Kan pedih, atuh.Lelaki ini pun bangkit dari duduknya, dia menatap Yura penuh gairah, sudah lama rasanya tidak menghirup aroma tubuh Yura yang telah sah menjadi istri, jika dulu haram sekarang Yura halal untuknya. Boleh dong colek sedikit."Mau apa? Jangan mendekat!" Dia menyadari langkah Raga semakin mendekat, antisipasi yang dapat dilakukannya hanya memundurkan langkahnya, atau benaran kabur. Eh, tapi kemana? Ke rumah orang tuanya? Ya, kali dia diterima lagi, ujung-ujungnya Hendra akan memberitahu keberadaannya. Bukannya lebih baik dia tinggal sendiri di dunia, ada mereka semua, hanya bisa membuat hidup Yura tambah kacau."Kita main-main dulu." Masa baru nikah pedang miliknya dibiarkan begitu saja. Rugi dong, setidaknya jadi istri harus bisa melayani suami di ranjang. Istri sholeha maksudnya.Mendengar kalimat suami bajingannya ini, Yura semakin panik, bahkan saking paniknya, ia kesulitan menelan salivanya. Langkahnya tak dapat mundur lagi, ia sudah berada di sudut tembok. Sekarang apa yang harus Yura lakukan? Pasrah? Masa harus menyerah sebelum perang."Ajak anak kamu aja main, dia kan bocah." Dia tetap bersikap tenang, meski kenyataan yang terjadi, jantungnya berdebar kencang, lantaran takut.Bicara soal anak, di mana anak yang sudah menyebabkan mereka berpisah dulu. Mungkin jika anak itu tidak pernah ada, sudah sejak lama mereka menikah.Raga tak menjawab, ia justru menggendong wanita ini ala bridal style. Aroma harum coklat melekat pada Yura, tidak ada yang berubah dari sosok yang sampai saat ini dicintainya.Yura memberontak, tapi tenaganya tak sekuat Raga. Kakinya yang berusaha menerjang pun, tak menghasilkan apa-apa.Yura tergeletak di ranjang besar yang sudah seperti kamar bulan madu. Apa laki-laki ini seniat itu untuk menjamahnya? Tubuhnya mendadak mengelitik, tanpa berbasa-basi lagi Raga mendaratkan tangan di paha mulus, putih milik istrinya.Secara paksa Raga menyesap ranum bibir merona Yura. Bibir kenyal miliknya, sudah sangat lama dia rindukan. Tangannya kembali berjalan menuju busung dada Yura, kemudian dia berkata, "Bukankah permainan ini lebih menyenangkan."Dasar otak mesum!Yura tak bisa memberontak, tubuhnya sudah terpenjara dengan badan kekar Raga. Sentuhan ini menaikan gairahnya, laki-laki yang tak membiarkan dia lepas. Dia bahkan belum sempat mengganti gaunnya, tetapi dengan buasnya Raga malah ingin langsung bergulat.Kemudian Raga menenggelamkan ciuman semakin liar, agar pemilik bibir mendapatkan gairah yang sama. Lidah aktifnya mulai bermain dari dalam sela lidah Yura, tangannya menurun dua buah menonjol, secara paksa dia merobek gaun yang berani menutup tumbuh Yura.Kreekk...Sobekan gaun Yura terdengar, ketika Raga tak sabar membukanya. Dia sedikit kesal, tetapi Raga sudah mampu membuatnya terbuai dalam singasana indahnya bercinta.Ah, terlihat menggoda saat Yura tidak mengenakan satu helai benang di tubuhnya. Dengan nafsu tinggi, dia pun membebaskan seluruh pakaiannya terlepas tak bersisa."Aku sudah sangat merindukan tubuhmu," desis Raga. Dia melanjutkan aksinya dengan menempelkan bibirnya disalah satu buah dada untuk ia hisap.Uh, sebangsat ini rasanya. Lupakan ia sangat membenci pria ini, tidak munafik Yura membutuhkan sentuhan hangat, sudah lama sekali rasanya tak merasakan indah surga dunia. Tidak lupa ia memainkan pedang perkasa Raga bergelantungan di atas sangkarnya.Raga pun menikmatinya. Dia menjilati bergiliran buah dada dari kanan ke kiri. Lalu dia menyentak tangan Yura, perlahan dia memasuki dalam lubang sempit milik wanita ini. Lama tidak bermain, ternyata membuat martabak persegi Yura terasa sempit.Yura sudah pasrah menerima sentuhan demi sentuhan, dirinya tak bisa menahan desahan yang keluar dari bibirnya. Ah, setiap desahan itu membuat kepuasan. Apalagi saat Raga menganggut-anggut tubuhnya, sampai akhirnya Yura mendapatkan klimaksnya. "Aku sudah keluar."Ah, kenapa harus secepat itu?Raga mengguncang tubuhnya semakin jadi, sembari tangannya meremas-remas kekenyalan dua gunung Yura, dan tangan satu memain di wawuk tembem istrinya, maksud hati ingin membuat Yura teransang kembali."Apa yang kamu lakukan?" tanya Yura ingin protes. Dia sudah puas, ya sudah, kan. Tinggal menunggu pria ini mengeluarkan cairan kental miliknya."Sekali lagi. Aku masih ingin dengar desahan dari bibir kamu, penuh godaan." Emang dasar laki-laki tidak puas-puasnya. Raga melepaskan belatinya seketika, dia menyuruh Yura menungging, mereka kini bergaya dogging style.Tubuh Yura menempel di dinding, sedangkan Raga memeluknya dari belakang. Wanita ini kembali berdesah, apalagi Raga tidak berhenti mencium punggungnya, tempat paling sensitif, karena dia akan cepat terangsang."Raga, kamu bajingan!" umpat wanita ini sambil mengeluarkan desahan kecil. "Hhhaah ... uh.""Aku tahu itu." Dia tidak menyangkal untuk mengakui kesalahannya. Raga meremas bokong Yura, tidak perlu waktu lama lagi, dia mengalami klimaks.Yura menindih tubuh Raga yang ambruk. Jangan salah paham, dia tidak menginginkan bergulat lagi. "Aku tak akan pernah lupa se-brensek apa kamu dulu, kamu boleh menikmati tubuh, nikahi aku, tetapi jangan bermimpi untuk mendapatkan cinta dariku, cih." Ia tak sudi memberikan cintanya.Kata-kata Yura seperti tamparan untuk dirinya, seakan sekarang ini dia seperti gigolo yang butuh uang melayani wanita ini. Usaha mengancam Yura dan menidurinya, ternyata justru membuat Yura semakin membencinya.Yura menangis tersedu-sedu saat mengetahui kekasihnya menikah dengan wanita lain, apalagi wanita yang dinikahi Raga sahabatnya sendiri. Sakitnya bertubi-tubi, ibarat kata temanmu bisa jadi selimutmu yang siap menusuk kapan saja. Dan benar, itu yang terjadi kepada Yura. Di kampus semua mahasiswa maupun mahasiswinya tengah heboh membicarakan masalah Raga yang sudah menikah. Maklum, Raga termasuk kategori laki-laki paling beken di kampusnya, karena dia ganteng, tajir, apalagi dia anak dari crazy rich di kota itu. Namun sayang, dia playboy, banyak wanita yang termakan gombalan mautnya, termasuk Yura. Akan tetapi Yura dan Raga sudah pacaran sejak mereka jaman sekolah dulu, hingga kuliah mereka masih pacaran. Hubungan mereka, udah kayak kredit motor, malah lebih dari tiga tahun. "Ra, aku minta maaf." Yura menatap Raga tajam, bisa-bisanya Raga sudah menikah dengan sahabatnya sendiri. Lebih-lebih lagi dia tahu setelah mereka sudah menikah. Emang dasar bejat! Fix sih, nih. Yura jaga jodoh o
Yura terbaring di ranjang, ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Tatapan wanita ini tampak mengerikan, seperti macan buas kelaparan, tinggal mencari mangsa yang siap ia terkam. "Aku harap tidak akan pernah hamil anak dari laki-laki bajingan seperti kamu," cecar Yura. Sepertinya wanita ini tak ada puas-puas memancing emosi Raga. Padahal laki-laki itu sedang bekerja serius, dia mengecek beberapa email masuk dari kantor."Kamu itu istri aku, Yura. Sudah sewajarnya jika kamu hamil anak aku." Yura malah tertawa miris mendengar kata-kata dari Raga. Lah, pria ini kan udah punya anak, untuk apa hamil lagi, kagak ada gunanya lahiran anak biadap satu ini. "Apa tak ada wanita lain yang bisa kamu nikahi, selain aku? Atau stok dayang-dayang kamu sudah habis, sehingga harus nikah dengan mantan kamu sendiri," ujar Yura dengan memberikan tatapan iblisnya kepada Raga. Masa sih buaya ini kehabisan stok, nggak mungkin banget. Apalagi buaya modelan Raga gini, tidak akan kehabisan stok selingkuhan."Haru
Masa lalu harusnya tak perlu diingat, tapi bagaimana jika masa lalu itu selalu mengusik. Yura pernah merasa hancur di mana Raga harus menikahi sahabatnya sendiri.Dan sekarang pria itu kini telah menjadi suaminya. Apa semudah itu memaafkan setelah pernah mematahkan. Tidak kan!"Hitam di atas putih. Kamu harus tanda tangan surat ini." Baru juga membuka mata, Raga sudah mendapatkan wanita ini menunjukan secarik kertas, untuk menggosok gigi saja belum sempat."Kita kan udah sepakat semalam, perlu tanda tangan juga?" Yura mengangguk antusias, tentu saja perlu. Dengan susah payah pagi-pagi ia menyiapkan semua ini, sampai-sampai keliling mencari materai."Tapi aku mandi dulu." Raga malas melihat kertas tersebut. Bertahun-tahun Raga menanti bisa menikahi Yura, tapi sekarang wanita itu membuat tantangan. Ah, sampai sekarang juga ia belum bisa mengenalkan wanita ini dengan kedua orang tuanya. Nah, sekarang istrinya ini malah menambah beban dalam hidupnya. "Enggak boleh!" Yura duduk menunggu
Sudah hampir jam makan siang, tapi Yura masih saja mengurus laporan penjualan bulan ini. Masalahnya pemilik toko besar tempat ia bekerja akan datang, dan tentunya akan menanyakan soal penjualan bulan ini. "Ra, lo nggak makan siang?" tanya Melisa yang masuk ke ruangan tak terlalu besar, kebetulan Melisa ini sahabat baik Yura sejak zaman mereka masih sekolah."Lo duluan aja, gua masih banyak kerjaan," ujar Yura masih menatap laptop, untung jaman semakin canggih, laporan toko besar seperti tidak perlu tulis tangan lagi, apalagi sejenis supermarket banyak pengunjungnya, tak kalah dari mall."Malas ah, gua makan sendiri." Udah jomblo, masa makan sendiri juga. Sebenarnya sih Melisa sudah menikah beberapa tahun yang lalu, cuma gitu cerai kdrt, memang nasib orang beda-beda sih. Lha, hidup memang gak usah ikutkan kata hati, karena hati dan takdir berbeda."Dasar lo ah! Ya, udah nungguin." Yura sama sekali tak menceritakan tentang pernikahannya ke Melisa, jika dia tahu sudah pasti kaget."Ra,
“Kamu ngapain bawa aku ke tempat beginian?“ mereka kini berada di sebuah restoran mewah, ya beda kelas sih dengan restoran yang biasa dia kunjungi, nggak berbintang-bintang begini. Emang payah yak punya suami crazy rich, padahal cuma lunch doang harus ruang vip. “Waiters, tolong menunya.“ Pria ini sama sekali tak menggubrisnya, malah dengan enteng memanggil pelayan. Dia bukan patung kali!Seorang pelayan wanita datang, lalu memberikan buku menu kepada mereka, Yura yang tak terlalu mengerti makanan apa yang tersedia di sini, namanya aneh-aneh banget, dia kan biasa makan di pinggir jalan. Lha di sini menunya, pesto chicken baked, thai red curry shrimp, Lobster mac and cheese. Astaga, menunya membuat Yura puyeng sendiri, apa tidak ada menu lain gitu, bakso kek, minimal siomay, atau nasi goreng pada umumnya.“Mbak, saya pesan Seared tuna with avocado salsa, dan … kamu pesan apa?“ ujar Raga. Dia melirik ke arah Yura yang tampak bingung melihat buku menu tersebut.“Yura, kamu mau pesan apa?
“Pokoknya lo harus jelaskan ke gue!“ Melisa langsung menekan Yura saat wanita ini baru membanting tubuhnya di sofa.Belum juga Yura dapat menghelakan napas lega, udah begini aja sih Melisa, biarkan dulu kek dia istirahat sejenak. “Apaan sih lo, Mel? Lo itu posesif udah kayak pacar.“ Lha, Yura rada-rada, masa pacaran dengan Melisa, ntar nggak ada lawan mainnya pula.“Yura, lo harus jelaskan sama gua, gimana ceritanya Raga ke sini temui lo, dan parahnya lo mau pergi sama dia.“ Melisa dari tadi masih enggak habis pikir dengan Yura yang mau aja pergi sama Raga, bukannya dia benci sama tuh orang. Lha, kok bisa sekarang mereka sama-sama, ini sih judulnya masa lalu belum kelar, eh, tapi kan Raga udah ada istri.“Astaga, lo kepo banget sih, bentar dulu kek, gua capek nih.“ Masa dia harus bilang cerita udah nikah sama Raga, padahal kan dia amit-amit tuh dekat sama Raga lagi. Lha, sekarang kayak menunggu duda laki-laki itu.“Lo cerita buruan, lo jangan permainkan pak Dafa, dia masih ngarep lo.“
Yura baru saja selesai, karena belum ada asisten rumah tangga dia kerja sendiri, dia harus menata semua makanan di atas meja makan. Meskipun lelah habis bekerja seharian, dia masih mampu lho untuk mengurus suami dan anak sambungnya ini, dia lakukan ini juga karena kasian dengan Tian, kalau sama Raga sih bodo amat lah.“Butuh bantuan?“ tawar Raga baru selesai mandi, dia tersenyum sambil menaiki alisnya berulang kali.“Kamu ngapain lihat aku gitu?“ Yura sudah langsung negatif thinking, parahnya pria ini langsung menyeret Yura ke kamar tamu.Gara-gara dapat mendapat kiriman dari temannya dari luar negeri, junior Raga menegang, daripada main solo sendiri, lebih baik berdua Yura, untung dia pintar menyuruh Tian bermain game di kamarnya, tentu bocah itu asik dunianya sendiri, namanya juga bocah.“Raga, lepaskan!“ Yura terus menahan tubuhnya melarikan diri, tapi pria ini sudah panas dingin ingin meminta haknya, ah tidak bisa kah dia menunggu saat Tian tertidur, kalau gini kan Yura was-was.“
21+Yura pernah merasakan patah hati sesungguh. Di mana dia harus kehilangan seseorang berarti dalam hidupnya. Bertahun-tahun Yura mencoba lari dari kenyataan jika Raga bukan miliknya lagi. Sampai dia berada dalam titik kesadaran, jika di hidup ini, tidak semua berjalan mulus. Begitu pula dengan cinta, tapi saat dia sadar akan semua itu, pria ini justru kembali dengan senjuta kenangan yang masih tergores.Yura mengganti sprei kamarnya, mau tak mau dia sekarang harus berbagi ranjang dengan Raga. Yura menghela napas melihat sosok Raga yang keluar kamar mandi mengenakan piyama siap untuk tidur. Semoga saja tidak mengajak beradu, pria ini kan kang paksa."Tian, udah tidur? Dia berani tidur sendiri?" kebetulan kamar Tian bersebelahan dengan mereka. Dulunya kamar ini memang miliknya dan Alfira, Raga sengaja bikin kamar anaknya bersebelah, karena jika ada apa-apa dia bisa langsung dengar."Sepertinya sudah. Sekarang giliran kita yang tidur," ucap Raga melompat ke ranjang, maksud hati mau m
Yura pagi-pagi sekali sudah menyiapkan segalanya, dari sarapan, pakaian Raga, serta baju untuk Tian sekolah, udah beneran kayak emak-emak rumah tangga zaman sekarang. Ah, lelah bestie.Dia sudah menyiapkan semua orang, tapi dirinya sendiri belum, sungguh membuatnya repot."Ra, kamu nggak sarapan?" Yura di atas meja makan bukan sarapan, dia malah make up. Lagian yang membuat Raga kesal untung apa secantik ini, dia mendekati Dafa sampai harus secantik itu. Ganjen!"Nggak ah, aku udah telat nih. Aku harus buru-buru. Aku pergi biar pakai taxi online aja, ya." Raga membulatkan netranya, tidak akan dia membiarkan itu terjadi. Lagi pula jarak tempat Yura bekerja dan Tian sekolah itu tidak terlalu jauh, kan."Biar aku yang mengantar kamu, lagian aku dan Tian udah mau selesai kok sarapannya." Raga tampak buru-buru agar dapat mengantar Yura kerja, dia tak akan membiarkan mata Dafa menatap kecantikkan istrinya. Cemburu itu wajar, kan, apalagi istrinya secantik Yura, susah beuh, udah kayak jaga a
21+Yura pernah merasakan patah hati sesungguh. Di mana dia harus kehilangan seseorang berarti dalam hidupnya. Bertahun-tahun Yura mencoba lari dari kenyataan jika Raga bukan miliknya lagi. Sampai dia berada dalam titik kesadaran, jika di hidup ini, tidak semua berjalan mulus. Begitu pula dengan cinta, tapi saat dia sadar akan semua itu, pria ini justru kembali dengan senjuta kenangan yang masih tergores.Yura mengganti sprei kamarnya, mau tak mau dia sekarang harus berbagi ranjang dengan Raga. Yura menghela napas melihat sosok Raga yang keluar kamar mandi mengenakan piyama siap untuk tidur. Semoga saja tidak mengajak beradu, pria ini kan kang paksa."Tian, udah tidur? Dia berani tidur sendiri?" kebetulan kamar Tian bersebelahan dengan mereka. Dulunya kamar ini memang miliknya dan Alfira, Raga sengaja bikin kamar anaknya bersebelah, karena jika ada apa-apa dia bisa langsung dengar."Sepertinya sudah. Sekarang giliran kita yang tidur," ucap Raga melompat ke ranjang, maksud hati mau m
Yura baru saja selesai, karena belum ada asisten rumah tangga dia kerja sendiri, dia harus menata semua makanan di atas meja makan. Meskipun lelah habis bekerja seharian, dia masih mampu lho untuk mengurus suami dan anak sambungnya ini, dia lakukan ini juga karena kasian dengan Tian, kalau sama Raga sih bodo amat lah.“Butuh bantuan?“ tawar Raga baru selesai mandi, dia tersenyum sambil menaiki alisnya berulang kali.“Kamu ngapain lihat aku gitu?“ Yura sudah langsung negatif thinking, parahnya pria ini langsung menyeret Yura ke kamar tamu.Gara-gara dapat mendapat kiriman dari temannya dari luar negeri, junior Raga menegang, daripada main solo sendiri, lebih baik berdua Yura, untung dia pintar menyuruh Tian bermain game di kamarnya, tentu bocah itu asik dunianya sendiri, namanya juga bocah.“Raga, lepaskan!“ Yura terus menahan tubuhnya melarikan diri, tapi pria ini sudah panas dingin ingin meminta haknya, ah tidak bisa kah dia menunggu saat Tian tertidur, kalau gini kan Yura was-was.“
“Pokoknya lo harus jelaskan ke gue!“ Melisa langsung menekan Yura saat wanita ini baru membanting tubuhnya di sofa.Belum juga Yura dapat menghelakan napas lega, udah begini aja sih Melisa, biarkan dulu kek dia istirahat sejenak. “Apaan sih lo, Mel? Lo itu posesif udah kayak pacar.“ Lha, Yura rada-rada, masa pacaran dengan Melisa, ntar nggak ada lawan mainnya pula.“Yura, lo harus jelaskan sama gua, gimana ceritanya Raga ke sini temui lo, dan parahnya lo mau pergi sama dia.“ Melisa dari tadi masih enggak habis pikir dengan Yura yang mau aja pergi sama Raga, bukannya dia benci sama tuh orang. Lha, kok bisa sekarang mereka sama-sama, ini sih judulnya masa lalu belum kelar, eh, tapi kan Raga udah ada istri.“Astaga, lo kepo banget sih, bentar dulu kek, gua capek nih.“ Masa dia harus bilang cerita udah nikah sama Raga, padahal kan dia amit-amit tuh dekat sama Raga lagi. Lha, sekarang kayak menunggu duda laki-laki itu.“Lo cerita buruan, lo jangan permainkan pak Dafa, dia masih ngarep lo.“
“Kamu ngapain bawa aku ke tempat beginian?“ mereka kini berada di sebuah restoran mewah, ya beda kelas sih dengan restoran yang biasa dia kunjungi, nggak berbintang-bintang begini. Emang payah yak punya suami crazy rich, padahal cuma lunch doang harus ruang vip. “Waiters, tolong menunya.“ Pria ini sama sekali tak menggubrisnya, malah dengan enteng memanggil pelayan. Dia bukan patung kali!Seorang pelayan wanita datang, lalu memberikan buku menu kepada mereka, Yura yang tak terlalu mengerti makanan apa yang tersedia di sini, namanya aneh-aneh banget, dia kan biasa makan di pinggir jalan. Lha di sini menunya, pesto chicken baked, thai red curry shrimp, Lobster mac and cheese. Astaga, menunya membuat Yura puyeng sendiri, apa tidak ada menu lain gitu, bakso kek, minimal siomay, atau nasi goreng pada umumnya.“Mbak, saya pesan Seared tuna with avocado salsa, dan … kamu pesan apa?“ ujar Raga. Dia melirik ke arah Yura yang tampak bingung melihat buku menu tersebut.“Yura, kamu mau pesan apa?
Sudah hampir jam makan siang, tapi Yura masih saja mengurus laporan penjualan bulan ini. Masalahnya pemilik toko besar tempat ia bekerja akan datang, dan tentunya akan menanyakan soal penjualan bulan ini. "Ra, lo nggak makan siang?" tanya Melisa yang masuk ke ruangan tak terlalu besar, kebetulan Melisa ini sahabat baik Yura sejak zaman mereka masih sekolah."Lo duluan aja, gua masih banyak kerjaan," ujar Yura masih menatap laptop, untung jaman semakin canggih, laporan toko besar seperti tidak perlu tulis tangan lagi, apalagi sejenis supermarket banyak pengunjungnya, tak kalah dari mall."Malas ah, gua makan sendiri." Udah jomblo, masa makan sendiri juga. Sebenarnya sih Melisa sudah menikah beberapa tahun yang lalu, cuma gitu cerai kdrt, memang nasib orang beda-beda sih. Lha, hidup memang gak usah ikutkan kata hati, karena hati dan takdir berbeda."Dasar lo ah! Ya, udah nungguin." Yura sama sekali tak menceritakan tentang pernikahannya ke Melisa, jika dia tahu sudah pasti kaget."Ra,
Masa lalu harusnya tak perlu diingat, tapi bagaimana jika masa lalu itu selalu mengusik. Yura pernah merasa hancur di mana Raga harus menikahi sahabatnya sendiri.Dan sekarang pria itu kini telah menjadi suaminya. Apa semudah itu memaafkan setelah pernah mematahkan. Tidak kan!"Hitam di atas putih. Kamu harus tanda tangan surat ini." Baru juga membuka mata, Raga sudah mendapatkan wanita ini menunjukan secarik kertas, untuk menggosok gigi saja belum sempat."Kita kan udah sepakat semalam, perlu tanda tangan juga?" Yura mengangguk antusias, tentu saja perlu. Dengan susah payah pagi-pagi ia menyiapkan semua ini, sampai-sampai keliling mencari materai."Tapi aku mandi dulu." Raga malas melihat kertas tersebut. Bertahun-tahun Raga menanti bisa menikahi Yura, tapi sekarang wanita itu membuat tantangan. Ah, sampai sekarang juga ia belum bisa mengenalkan wanita ini dengan kedua orang tuanya. Nah, sekarang istrinya ini malah menambah beban dalam hidupnya. "Enggak boleh!" Yura duduk menunggu
Yura terbaring di ranjang, ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Tatapan wanita ini tampak mengerikan, seperti macan buas kelaparan, tinggal mencari mangsa yang siap ia terkam. "Aku harap tidak akan pernah hamil anak dari laki-laki bajingan seperti kamu," cecar Yura. Sepertinya wanita ini tak ada puas-puas memancing emosi Raga. Padahal laki-laki itu sedang bekerja serius, dia mengecek beberapa email masuk dari kantor."Kamu itu istri aku, Yura. Sudah sewajarnya jika kamu hamil anak aku." Yura malah tertawa miris mendengar kata-kata dari Raga. Lah, pria ini kan udah punya anak, untuk apa hamil lagi, kagak ada gunanya lahiran anak biadap satu ini. "Apa tak ada wanita lain yang bisa kamu nikahi, selain aku? Atau stok dayang-dayang kamu sudah habis, sehingga harus nikah dengan mantan kamu sendiri," ujar Yura dengan memberikan tatapan iblisnya kepada Raga. Masa sih buaya ini kehabisan stok, nggak mungkin banget. Apalagi buaya modelan Raga gini, tidak akan kehabisan stok selingkuhan."Haru
Yura menangis tersedu-sedu saat mengetahui kekasihnya menikah dengan wanita lain, apalagi wanita yang dinikahi Raga sahabatnya sendiri. Sakitnya bertubi-tubi, ibarat kata temanmu bisa jadi selimutmu yang siap menusuk kapan saja. Dan benar, itu yang terjadi kepada Yura. Di kampus semua mahasiswa maupun mahasiswinya tengah heboh membicarakan masalah Raga yang sudah menikah. Maklum, Raga termasuk kategori laki-laki paling beken di kampusnya, karena dia ganteng, tajir, apalagi dia anak dari crazy rich di kota itu. Namun sayang, dia playboy, banyak wanita yang termakan gombalan mautnya, termasuk Yura. Akan tetapi Yura dan Raga sudah pacaran sejak mereka jaman sekolah dulu, hingga kuliah mereka masih pacaran. Hubungan mereka, udah kayak kredit motor, malah lebih dari tiga tahun. "Ra, aku minta maaf." Yura menatap Raga tajam, bisa-bisanya Raga sudah menikah dengan sahabatnya sendiri. Lebih-lebih lagi dia tahu setelah mereka sudah menikah. Emang dasar bejat! Fix sih, nih. Yura jaga jodoh o