Yura terbaring di ranjang, ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Tatapan wanita ini tampak mengerikan, seperti macan buas kelaparan, tinggal mencari mangsa yang siap ia terkam.
"Aku harap tidak akan pernah hamil anak dari laki-laki bajingan seperti kamu," cecar Yura. Sepertinya wanita ini tak ada puas-puas memancing emosi Raga. Padahal laki-laki itu sedang bekerja serius, dia mengecek beberapa email masuk dari kantor."Kamu itu istri aku, Yura. Sudah sewajarnya jika kamu hamil anak aku." Yura malah tertawa miris mendengar kata-kata dari Raga. Lah, pria ini kan udah punya anak, untuk apa hamil lagi, kagak ada gunanya lahiran anak biadap satu ini."Apa tak ada wanita lain yang bisa kamu nikahi, selain aku? Atau stok dayang-dayang kamu sudah habis, sehingga harus nikah dengan mantan kamu sendiri," ujar Yura dengan memberikan tatapan iblisnya kepada Raga. Masa sih buaya ini kehabisan stok, nggak mungkin banget. Apalagi buaya modelan Raga gini, tidak akan kehabisan stok selingkuhan."Harusnya kamu bersyukur memiliki suami seperti aku. Di luaran sana, banyak wanita mengantri jadi istri bahkan simpananku," ucap Raga dengan bangga. Seolah-olah tak pernah berbuat dosa dengan Yura, padahal jelas dia pernah membuat Yura patah hati, sehingga wanita itu menjomblo begitu lama, jadi perawan tua pula. Ups, keceplosan. Hehe."What? Bersyukur? Cih, tak akan pernah, aku akan bersyukur jika kamu hilang dari hidupku selamanya." Nggak ada untung-untungnya buat Yura nikah dengan Raga, adanya buntung kali."Tidak akan pernah, aku sudah pernah bilang kan, jika urusanku dan Alfira selesai, aku akan kembali dengan kamu." Anjay sih Raga. Emang Yura barang, dibuang, lalu dipungut kembali. Sial banget nasib Yura menjadi istri Raga, udah belagu, menyebalkan, merasa paling berkuasa."Kamu pikir aku mau, setelah semua kebiadapan kamu lakukan. Hello, Tuan Raga, aku masih punya harga diri." Tidak peduli seberapa besar Yura membencinya. Dalam kamusnya, pantang mundur sebelum maju. Dia yakin nanti juga hati Yura luluh dengan gombalannya."Aku akan beli dengan cara apapun harga diri kamu." Yaelah beli harga diri, udah kayak beli skincare tinggal pesan online, langsung datang. Enggak pakai ribet-ribet lagi. Ngelawak kali sih Raga."O iya, kamu bisa beli harga diri aku. Semudah itu? Dengan cara apa?" Yura tidak akan membiarka harga dirinya diinjak-injak, apalagi dengan Raga yang telah menjadi salah satu alasan dia tak ingin membuka hatinya. "Ah, sudahlah. Keluar dari sini, aku tidak mau kita sekamar, jika kamu ingin mengeluarkan nafsu baru ke sini. Anggap saja aku seperti pelacur di rumah ini," lanjut Yura membuat Raga menggelengkan kepala tak percaya. Sebenarnya jijik juga disentuh Raga, tapi mau gimana lagi, dia harus mau. Geli-geli enak soalnya."Kita suami istri, sudah seharusnya satu kamar," protes Raga. Masa udah sah nggak satu kamar, tega amat sih Yura. Kasian atuh titid yang berada di balik dalaman Raga."Enggak akan pernah. Jangan mimpi kamu!" bentak Yura. Wanita ini bangkit dari ranjang, dia membongkar isi kopernya, karena baru menginjak rumah ini, dia belum sempat memasukan pakaian di dalam lemari. Boro-boro rapikan, baru sampai sudah dicicip saja martabak mininya."Yura, ini kamar aku, dan akan jadi kamar kita. Kamu tidak bisa membantah." Raga mendekat dengan tatapan sadisnya. Tak peduli apapun pendapat Yura mereka harus tetap satu kamar."Oh, jadi kamu merasa punya hak atas aku. Setelah drama pernikahan yang kamu buat ini. Kamu pikir dengan mengancam aku, kamu bisa miliki hati aku lagi, adanya aku semakin benci sama kamu. Laki-laki kayak kamu ini, harusnya enyah di muka bumi ini." Astaga, ini perempuan kalau soal memberi kritikan, badas banget dah, tak pakai otak, apalagi hati, main asa jeplak aja tuh mulut."Fine, aku minta maaf. Kamu enggak suka atas pernikahan ini, tetapi kamu udah nggak bisa apa-apa, aku udah jadi suami sah kamu, mau nolak gimana pun, aku tetap suami kamu." Benar jug yak, dia kan suami Yura, suka nggak suka, Yura harus terima. Untuk saat ini Raga harus bisa mencari cara meluluhkan hati keras Yura.***Bukan malam pertama seperti ini yang Yura mimpikan, ia ingin memiliki malam indah, tidak pernah tuh dia membayangkan harus malam pertama dengan sih Raga. Enggak ada yang tersisa sekarang hidupnya benar-benar hancur.Yura berpikir, dia akan mengembalikan semua yang telah Raga berikan ke ayahnya, anggap saja ia berhutang, nggak kuat Yura lama-lama hidup bersama Raga."Ini ambil." Ia memberikan kartu atm miliknya. Sebenarnya itu tabungan Yura, tapi ia rela memberikan itu untuk lepas dari jeratan pria bajingan ini.Raga menaiki satu alisnya, ia tampak heran. Perasaan kartu debitnya masih lengkap, kok bertambah ya. "Apa ini?" tanya Raga."Kartu Atm," jawab Yura polos. Anak umur sepuluh tahun juga tahu ini atm, fungsinya apaan coba memberikan kepadanya. Miliknya sudah melebihi dosis. Udah kegemukan soalnya."Untuk apa? Kamu pengen belanja? Ya udah pakai punya aku aja, nggak perlu minta isikan." Raga malah salah paham, ia selalu berpikir, uang adalah segalanya, bahkan mungkin uang bisa membeli cin"Di mana dompet kamu?" Yura bertanya dengan muka datarnya. Ia bukan wanita yang hobby menghamburkan uang nggak jelas, lebih baik uangnya ia tabung daripada untuk belanja."Ini." Raga menyodorkan dompet tersebut.Yura langsung menyelipkan kartu atm miliknya di dompet laki-laki ini, bertahun-tahun ia menabung, akhirnya harus ia relakan juga. Apes memang nikah dengan sih Raga."Loh? Apa-apaan kamu! Aku nggak butuh atm kamu, nggak ada istri kasih uang sama suami, adanya suami kasih ke istri." Raga bangkit dari duduknya. Pria ini sangat-sangat tidak membutuhkan atm Yura, ia lebih membutuh cinta Yura daripada uangnya."Itu uang untuk bayar hutang, aku akan cicil sisanya." Yura nggak mau ada hutang budi, walaupun ia mesti mencicil, nggak tahu juga sampai kapan."Hutang apa?" Raga sama sekali nggak mengerti, ia nggak ada buka usaha pinjam meminjam uang, ia kan bukan sejenis tengkulak."Apa yang kamu berikan ke ayah, biar aku yang bayar, setelah semua itu lunas, aku mau kita cerai." Waduh, Yura sama sekali nggak takut jadi janda. Ngapain takut coba? Emangnya jadi janda dosa.Raga terbelalak tak percaya. Benar-benar ya Yura menginjak harga dirinya. Ia ikhlas kali, ya memamg selalu ia jadikan senjata itu, habisnya Yura suka gitu sih, bikin greget."Enggak!" Enak aja main cerai, susah payah Raga mendapatkannya kembali, eh malah minta cerai. Ia pastikan Yura tidak bisa membayar sisanya."Aku akan tetap membayarnya, jika kamu menolak, aku akan pergi dari rumah ini." Memangnya Raga saja yang mengancam, ia juga bisa lho.Masa lalu harusnya tak perlu diingat, tapi bagaimana jika masa lalu itu selalu mengusik. Yura pernah merasa hancur di mana Raga harus menikahi sahabatnya sendiri.Dan sekarang pria itu kini telah menjadi suaminya. Apa semudah itu memaafkan setelah pernah mematahkan. Tidak kan!"Hitam di atas putih. Kamu harus tanda tangan surat ini." Baru juga membuka mata, Raga sudah mendapatkan wanita ini menunjukan secarik kertas, untuk menggosok gigi saja belum sempat."Kita kan udah sepakat semalam, perlu tanda tangan juga?" Yura mengangguk antusias, tentu saja perlu. Dengan susah payah pagi-pagi ia menyiapkan semua ini, sampai-sampai keliling mencari materai."Tapi aku mandi dulu." Raga malas melihat kertas tersebut. Bertahun-tahun Raga menanti bisa menikahi Yura, tapi sekarang wanita itu membuat tantangan. Ah, sampai sekarang juga ia belum bisa mengenalkan wanita ini dengan kedua orang tuanya. Nah, sekarang istrinya ini malah menambah beban dalam hidupnya. "Enggak boleh!" Yura duduk menunggu
Sudah hampir jam makan siang, tapi Yura masih saja mengurus laporan penjualan bulan ini. Masalahnya pemilik toko besar tempat ia bekerja akan datang, dan tentunya akan menanyakan soal penjualan bulan ini. "Ra, lo nggak makan siang?" tanya Melisa yang masuk ke ruangan tak terlalu besar, kebetulan Melisa ini sahabat baik Yura sejak zaman mereka masih sekolah."Lo duluan aja, gua masih banyak kerjaan," ujar Yura masih menatap laptop, untung jaman semakin canggih, laporan toko besar seperti tidak perlu tulis tangan lagi, apalagi sejenis supermarket banyak pengunjungnya, tak kalah dari mall."Malas ah, gua makan sendiri." Udah jomblo, masa makan sendiri juga. Sebenarnya sih Melisa sudah menikah beberapa tahun yang lalu, cuma gitu cerai kdrt, memang nasib orang beda-beda sih. Lha, hidup memang gak usah ikutkan kata hati, karena hati dan takdir berbeda."Dasar lo ah! Ya, udah nungguin." Yura sama sekali tak menceritakan tentang pernikahannya ke Melisa, jika dia tahu sudah pasti kaget."Ra,
“Kamu ngapain bawa aku ke tempat beginian?“ mereka kini berada di sebuah restoran mewah, ya beda kelas sih dengan restoran yang biasa dia kunjungi, nggak berbintang-bintang begini. Emang payah yak punya suami crazy rich, padahal cuma lunch doang harus ruang vip. “Waiters, tolong menunya.“ Pria ini sama sekali tak menggubrisnya, malah dengan enteng memanggil pelayan. Dia bukan patung kali!Seorang pelayan wanita datang, lalu memberikan buku menu kepada mereka, Yura yang tak terlalu mengerti makanan apa yang tersedia di sini, namanya aneh-aneh banget, dia kan biasa makan di pinggir jalan. Lha di sini menunya, pesto chicken baked, thai red curry shrimp, Lobster mac and cheese. Astaga, menunya membuat Yura puyeng sendiri, apa tidak ada menu lain gitu, bakso kek, minimal siomay, atau nasi goreng pada umumnya.“Mbak, saya pesan Seared tuna with avocado salsa, dan … kamu pesan apa?“ ujar Raga. Dia melirik ke arah Yura yang tampak bingung melihat buku menu tersebut.“Yura, kamu mau pesan apa?
“Pokoknya lo harus jelaskan ke gue!“ Melisa langsung menekan Yura saat wanita ini baru membanting tubuhnya di sofa.Belum juga Yura dapat menghelakan napas lega, udah begini aja sih Melisa, biarkan dulu kek dia istirahat sejenak. “Apaan sih lo, Mel? Lo itu posesif udah kayak pacar.“ Lha, Yura rada-rada, masa pacaran dengan Melisa, ntar nggak ada lawan mainnya pula.“Yura, lo harus jelaskan sama gua, gimana ceritanya Raga ke sini temui lo, dan parahnya lo mau pergi sama dia.“ Melisa dari tadi masih enggak habis pikir dengan Yura yang mau aja pergi sama Raga, bukannya dia benci sama tuh orang. Lha, kok bisa sekarang mereka sama-sama, ini sih judulnya masa lalu belum kelar, eh, tapi kan Raga udah ada istri.“Astaga, lo kepo banget sih, bentar dulu kek, gua capek nih.“ Masa dia harus bilang cerita udah nikah sama Raga, padahal kan dia amit-amit tuh dekat sama Raga lagi. Lha, sekarang kayak menunggu duda laki-laki itu.“Lo cerita buruan, lo jangan permainkan pak Dafa, dia masih ngarep lo.“
Yura baru saja selesai, karena belum ada asisten rumah tangga dia kerja sendiri, dia harus menata semua makanan di atas meja makan. Meskipun lelah habis bekerja seharian, dia masih mampu lho untuk mengurus suami dan anak sambungnya ini, dia lakukan ini juga karena kasian dengan Tian, kalau sama Raga sih bodo amat lah.“Butuh bantuan?“ tawar Raga baru selesai mandi, dia tersenyum sambil menaiki alisnya berulang kali.“Kamu ngapain lihat aku gitu?“ Yura sudah langsung negatif thinking, parahnya pria ini langsung menyeret Yura ke kamar tamu.Gara-gara dapat mendapat kiriman dari temannya dari luar negeri, junior Raga menegang, daripada main solo sendiri, lebih baik berdua Yura, untung dia pintar menyuruh Tian bermain game di kamarnya, tentu bocah itu asik dunianya sendiri, namanya juga bocah.“Raga, lepaskan!“ Yura terus menahan tubuhnya melarikan diri, tapi pria ini sudah panas dingin ingin meminta haknya, ah tidak bisa kah dia menunggu saat Tian tertidur, kalau gini kan Yura was-was.“
21+Yura pernah merasakan patah hati sesungguh. Di mana dia harus kehilangan seseorang berarti dalam hidupnya. Bertahun-tahun Yura mencoba lari dari kenyataan jika Raga bukan miliknya lagi. Sampai dia berada dalam titik kesadaran, jika di hidup ini, tidak semua berjalan mulus. Begitu pula dengan cinta, tapi saat dia sadar akan semua itu, pria ini justru kembali dengan senjuta kenangan yang masih tergores.Yura mengganti sprei kamarnya, mau tak mau dia sekarang harus berbagi ranjang dengan Raga. Yura menghela napas melihat sosok Raga yang keluar kamar mandi mengenakan piyama siap untuk tidur. Semoga saja tidak mengajak beradu, pria ini kan kang paksa."Tian, udah tidur? Dia berani tidur sendiri?" kebetulan kamar Tian bersebelahan dengan mereka. Dulunya kamar ini memang miliknya dan Alfira, Raga sengaja bikin kamar anaknya bersebelah, karena jika ada apa-apa dia bisa langsung dengar."Sepertinya sudah. Sekarang giliran kita yang tidur," ucap Raga melompat ke ranjang, maksud hati mau m
Yura pagi-pagi sekali sudah menyiapkan segalanya, dari sarapan, pakaian Raga, serta baju untuk Tian sekolah, udah beneran kayak emak-emak rumah tangga zaman sekarang. Ah, lelah bestie.Dia sudah menyiapkan semua orang, tapi dirinya sendiri belum, sungguh membuatnya repot."Ra, kamu nggak sarapan?" Yura di atas meja makan bukan sarapan, dia malah make up. Lagian yang membuat Raga kesal untung apa secantik ini, dia mendekati Dafa sampai harus secantik itu. Ganjen!"Nggak ah, aku udah telat nih. Aku harus buru-buru. Aku pergi biar pakai taxi online aja, ya." Raga membulatkan netranya, tidak akan dia membiarkan itu terjadi. Lagi pula jarak tempat Yura bekerja dan Tian sekolah itu tidak terlalu jauh, kan."Biar aku yang mengantar kamu, lagian aku dan Tian udah mau selesai kok sarapannya." Raga tampak buru-buru agar dapat mengantar Yura kerja, dia tak akan membiarkan mata Dafa menatap kecantikkan istrinya. Cemburu itu wajar, kan, apalagi istrinya secantik Yura, susah beuh, udah kayak jaga a
Menikah dengan pria yang dicintai adalah impian semua wanita, sayang sekali tidak dengan Yura yang sudah berusia tiga puluh tahun.Disaat teman sebayanya sudah menggendong anak, dia justru masih belum juga menikah. Bahkan adiknya sendiri sudah punya dua orang anak. "Kamu!" Yura terjenggit melihat sosok pria yang dia benci. Geram sekali rasanya dia ingin mencakar wajah tampan di hadapannya. Jadi, dia harus menikah dengan duda, ternyata laki-laki pernah dia cintai dulu. Apalagi pria merenggut aset penting dalam hidupnya.Siapa bilang dia tidak laku? Dia hanya tak mau calon suaminya rugi-rugi amat menikahinya."Yura! Dia calon suami kamu, jaga bicara kamu," bentak Hendra Hazmi, ayah dari Yura. Laki-laki paruh baya ini, menangkap sosok Yura siap menerkam Raga. Bagaimana tak mau menerkam? Muka Raga selalu tergiang-giang selama ini, bahkan dengan semua kesalahan sih brensek ini. Raga Purwatja Darwasa, seorang duda kaya yang perusahaannya ada di mana-mana, mau dari kecil atau besar. Dia d
Yura pagi-pagi sekali sudah menyiapkan segalanya, dari sarapan, pakaian Raga, serta baju untuk Tian sekolah, udah beneran kayak emak-emak rumah tangga zaman sekarang. Ah, lelah bestie.Dia sudah menyiapkan semua orang, tapi dirinya sendiri belum, sungguh membuatnya repot."Ra, kamu nggak sarapan?" Yura di atas meja makan bukan sarapan, dia malah make up. Lagian yang membuat Raga kesal untung apa secantik ini, dia mendekati Dafa sampai harus secantik itu. Ganjen!"Nggak ah, aku udah telat nih. Aku harus buru-buru. Aku pergi biar pakai taxi online aja, ya." Raga membulatkan netranya, tidak akan dia membiarkan itu terjadi. Lagi pula jarak tempat Yura bekerja dan Tian sekolah itu tidak terlalu jauh, kan."Biar aku yang mengantar kamu, lagian aku dan Tian udah mau selesai kok sarapannya." Raga tampak buru-buru agar dapat mengantar Yura kerja, dia tak akan membiarkan mata Dafa menatap kecantikkan istrinya. Cemburu itu wajar, kan, apalagi istrinya secantik Yura, susah beuh, udah kayak jaga a
21+Yura pernah merasakan patah hati sesungguh. Di mana dia harus kehilangan seseorang berarti dalam hidupnya. Bertahun-tahun Yura mencoba lari dari kenyataan jika Raga bukan miliknya lagi. Sampai dia berada dalam titik kesadaran, jika di hidup ini, tidak semua berjalan mulus. Begitu pula dengan cinta, tapi saat dia sadar akan semua itu, pria ini justru kembali dengan senjuta kenangan yang masih tergores.Yura mengganti sprei kamarnya, mau tak mau dia sekarang harus berbagi ranjang dengan Raga. Yura menghela napas melihat sosok Raga yang keluar kamar mandi mengenakan piyama siap untuk tidur. Semoga saja tidak mengajak beradu, pria ini kan kang paksa."Tian, udah tidur? Dia berani tidur sendiri?" kebetulan kamar Tian bersebelahan dengan mereka. Dulunya kamar ini memang miliknya dan Alfira, Raga sengaja bikin kamar anaknya bersebelah, karena jika ada apa-apa dia bisa langsung dengar."Sepertinya sudah. Sekarang giliran kita yang tidur," ucap Raga melompat ke ranjang, maksud hati mau m
Yura baru saja selesai, karena belum ada asisten rumah tangga dia kerja sendiri, dia harus menata semua makanan di atas meja makan. Meskipun lelah habis bekerja seharian, dia masih mampu lho untuk mengurus suami dan anak sambungnya ini, dia lakukan ini juga karena kasian dengan Tian, kalau sama Raga sih bodo amat lah.“Butuh bantuan?“ tawar Raga baru selesai mandi, dia tersenyum sambil menaiki alisnya berulang kali.“Kamu ngapain lihat aku gitu?“ Yura sudah langsung negatif thinking, parahnya pria ini langsung menyeret Yura ke kamar tamu.Gara-gara dapat mendapat kiriman dari temannya dari luar negeri, junior Raga menegang, daripada main solo sendiri, lebih baik berdua Yura, untung dia pintar menyuruh Tian bermain game di kamarnya, tentu bocah itu asik dunianya sendiri, namanya juga bocah.“Raga, lepaskan!“ Yura terus menahan tubuhnya melarikan diri, tapi pria ini sudah panas dingin ingin meminta haknya, ah tidak bisa kah dia menunggu saat Tian tertidur, kalau gini kan Yura was-was.“
“Pokoknya lo harus jelaskan ke gue!“ Melisa langsung menekan Yura saat wanita ini baru membanting tubuhnya di sofa.Belum juga Yura dapat menghelakan napas lega, udah begini aja sih Melisa, biarkan dulu kek dia istirahat sejenak. “Apaan sih lo, Mel? Lo itu posesif udah kayak pacar.“ Lha, Yura rada-rada, masa pacaran dengan Melisa, ntar nggak ada lawan mainnya pula.“Yura, lo harus jelaskan sama gua, gimana ceritanya Raga ke sini temui lo, dan parahnya lo mau pergi sama dia.“ Melisa dari tadi masih enggak habis pikir dengan Yura yang mau aja pergi sama Raga, bukannya dia benci sama tuh orang. Lha, kok bisa sekarang mereka sama-sama, ini sih judulnya masa lalu belum kelar, eh, tapi kan Raga udah ada istri.“Astaga, lo kepo banget sih, bentar dulu kek, gua capek nih.“ Masa dia harus bilang cerita udah nikah sama Raga, padahal kan dia amit-amit tuh dekat sama Raga lagi. Lha, sekarang kayak menunggu duda laki-laki itu.“Lo cerita buruan, lo jangan permainkan pak Dafa, dia masih ngarep lo.“
“Kamu ngapain bawa aku ke tempat beginian?“ mereka kini berada di sebuah restoran mewah, ya beda kelas sih dengan restoran yang biasa dia kunjungi, nggak berbintang-bintang begini. Emang payah yak punya suami crazy rich, padahal cuma lunch doang harus ruang vip. “Waiters, tolong menunya.“ Pria ini sama sekali tak menggubrisnya, malah dengan enteng memanggil pelayan. Dia bukan patung kali!Seorang pelayan wanita datang, lalu memberikan buku menu kepada mereka, Yura yang tak terlalu mengerti makanan apa yang tersedia di sini, namanya aneh-aneh banget, dia kan biasa makan di pinggir jalan. Lha di sini menunya, pesto chicken baked, thai red curry shrimp, Lobster mac and cheese. Astaga, menunya membuat Yura puyeng sendiri, apa tidak ada menu lain gitu, bakso kek, minimal siomay, atau nasi goreng pada umumnya.“Mbak, saya pesan Seared tuna with avocado salsa, dan … kamu pesan apa?“ ujar Raga. Dia melirik ke arah Yura yang tampak bingung melihat buku menu tersebut.“Yura, kamu mau pesan apa?
Sudah hampir jam makan siang, tapi Yura masih saja mengurus laporan penjualan bulan ini. Masalahnya pemilik toko besar tempat ia bekerja akan datang, dan tentunya akan menanyakan soal penjualan bulan ini. "Ra, lo nggak makan siang?" tanya Melisa yang masuk ke ruangan tak terlalu besar, kebetulan Melisa ini sahabat baik Yura sejak zaman mereka masih sekolah."Lo duluan aja, gua masih banyak kerjaan," ujar Yura masih menatap laptop, untung jaman semakin canggih, laporan toko besar seperti tidak perlu tulis tangan lagi, apalagi sejenis supermarket banyak pengunjungnya, tak kalah dari mall."Malas ah, gua makan sendiri." Udah jomblo, masa makan sendiri juga. Sebenarnya sih Melisa sudah menikah beberapa tahun yang lalu, cuma gitu cerai kdrt, memang nasib orang beda-beda sih. Lha, hidup memang gak usah ikutkan kata hati, karena hati dan takdir berbeda."Dasar lo ah! Ya, udah nungguin." Yura sama sekali tak menceritakan tentang pernikahannya ke Melisa, jika dia tahu sudah pasti kaget."Ra,
Masa lalu harusnya tak perlu diingat, tapi bagaimana jika masa lalu itu selalu mengusik. Yura pernah merasa hancur di mana Raga harus menikahi sahabatnya sendiri.Dan sekarang pria itu kini telah menjadi suaminya. Apa semudah itu memaafkan setelah pernah mematahkan. Tidak kan!"Hitam di atas putih. Kamu harus tanda tangan surat ini." Baru juga membuka mata, Raga sudah mendapatkan wanita ini menunjukan secarik kertas, untuk menggosok gigi saja belum sempat."Kita kan udah sepakat semalam, perlu tanda tangan juga?" Yura mengangguk antusias, tentu saja perlu. Dengan susah payah pagi-pagi ia menyiapkan semua ini, sampai-sampai keliling mencari materai."Tapi aku mandi dulu." Raga malas melihat kertas tersebut. Bertahun-tahun Raga menanti bisa menikahi Yura, tapi sekarang wanita itu membuat tantangan. Ah, sampai sekarang juga ia belum bisa mengenalkan wanita ini dengan kedua orang tuanya. Nah, sekarang istrinya ini malah menambah beban dalam hidupnya. "Enggak boleh!" Yura duduk menunggu
Yura terbaring di ranjang, ia menutupi tubuhnya dengan selimut. Tatapan wanita ini tampak mengerikan, seperti macan buas kelaparan, tinggal mencari mangsa yang siap ia terkam. "Aku harap tidak akan pernah hamil anak dari laki-laki bajingan seperti kamu," cecar Yura. Sepertinya wanita ini tak ada puas-puas memancing emosi Raga. Padahal laki-laki itu sedang bekerja serius, dia mengecek beberapa email masuk dari kantor."Kamu itu istri aku, Yura. Sudah sewajarnya jika kamu hamil anak aku." Yura malah tertawa miris mendengar kata-kata dari Raga. Lah, pria ini kan udah punya anak, untuk apa hamil lagi, kagak ada gunanya lahiran anak biadap satu ini. "Apa tak ada wanita lain yang bisa kamu nikahi, selain aku? Atau stok dayang-dayang kamu sudah habis, sehingga harus nikah dengan mantan kamu sendiri," ujar Yura dengan memberikan tatapan iblisnya kepada Raga. Masa sih buaya ini kehabisan stok, nggak mungkin banget. Apalagi buaya modelan Raga gini, tidak akan kehabisan stok selingkuhan."Haru
Yura menangis tersedu-sedu saat mengetahui kekasihnya menikah dengan wanita lain, apalagi wanita yang dinikahi Raga sahabatnya sendiri. Sakitnya bertubi-tubi, ibarat kata temanmu bisa jadi selimutmu yang siap menusuk kapan saja. Dan benar, itu yang terjadi kepada Yura. Di kampus semua mahasiswa maupun mahasiswinya tengah heboh membicarakan masalah Raga yang sudah menikah. Maklum, Raga termasuk kategori laki-laki paling beken di kampusnya, karena dia ganteng, tajir, apalagi dia anak dari crazy rich di kota itu. Namun sayang, dia playboy, banyak wanita yang termakan gombalan mautnya, termasuk Yura. Akan tetapi Yura dan Raga sudah pacaran sejak mereka jaman sekolah dulu, hingga kuliah mereka masih pacaran. Hubungan mereka, udah kayak kredit motor, malah lebih dari tiga tahun. "Ra, aku minta maaf." Yura menatap Raga tajam, bisa-bisanya Raga sudah menikah dengan sahabatnya sendiri. Lebih-lebih lagi dia tahu setelah mereka sudah menikah. Emang dasar bejat! Fix sih, nih. Yura jaga jodoh o