“Tepat sekali!”
Ayah berusaha meyakinkan istri dan anak-anaknya. “Kakekmu adalah asisten pribadi dan juga sahabat dekat dari Ceo Ains-Sofft yang sebelumnya. Kalian bisa mengatakan bahwa kakekmu adalah salah satu orang penting di sana.”
“Tidak bisa di percaya. Jika itu benar, kenapa kita masih miskin seperti ini,” Ibu mendonggak kepalanya melihat ke wajah Ayahnya. Belum usai persoalan surat hutang piutang suaminya, kini lelaki itu membuat isu baru.
“Tidak pernah ada tuh teman kakek dari Ains-Soft yang datang menemui Ayah. Setidaknya untuk memberi hadiah kecil untuk keluarga kita yang begitu melarat ini. Dan kalau ternyata Ayah memang bagian dari perusahaan besar itu, kenapa tetap saja melakukan usaha pijat ini? kenapa tidak ke Ains-Soft saja,” ucap Ibu meledek Ayah.
“Hei, aku ini tidak berbohong. Tapi tidak apa-apa kalau Ibu tidak percaya. Aku akan menyiapkan alat-alat pijatku sekarang. Ada begitu banyak pekerjaan yang harus ku kerjakan dibanding harus berdebat dengan Ibu.”
“Emm tapi kenapa setiap kali kita cerita soal Ains-Soft Ayah bawaannya selalu emosi begini,” tanya Ibu penasaran.
“Aku tidak cenderung emosi. Aku hanya berbicara yang sebenarnya.” Dengan nada suara tinggi, Ayah mengangkat perlengkapan pijatnya lalu berdiri dan meninggalkan tempat itu.
“Benarkah?”
Tidak ada jawaban lagi, hanya ada punggung Ayah yang semakin tidak terlihat saja.
***
Masih pagi-pagi sekali pak Yudi sudah datang dan duduk di ruang tamu kediaman Bastian. Pak Yudi adalah pengacara sekaligus penasehat pribadi Papa Angkasa. Dan sudah cukup lama juga bekerja untuknya.
Pak Bastian yang baru saja bangun, berjalan menurungi anak tangga dan berjalan menuju ruang tamu untuk menemui Pak Yudi.
“Udah lama pak?”
“Nggak kok, ini juga baru datang. Maaf ya saya datangnya terlalu pagi, soalnya tadi dari bandara nganter istri dulu. Daripada bolak balik ke rumah baru ke sini lagi kan capek, pak. Belum lagi kalau macet. Jadi sekalian saja saya mampir ke sini pak.”
“Tidak apa-apa kok pak, justru saya yang minta maaf karena sudah membuat bapak menunggu begini.”
“Jadi begini pak, soal asisten Ayah bapak itu, ternyata memang betul dia memiliki seorang anak lelaki. Tapi dia melarikan diri saat masih umur belasan tahun. Makanya dia tidak memakai marganya. Tapi setelah saya periksa dengan cermat akhirnya saya bisa menemukannya. Dia membuka sebuah usaha rumah pijat tradisonal dan kebetulan dia memiliki seorang putri yang seumuran dengan Tuan Muda Angkasa. Ini fotonya,” sambil mengambil foto yang terselip di buku catatannya dan memberikannya kepada Pak Bastian.
“Jadi gadis kecil ini adalah calon tunangan Angkasa.”
“Anda bisa menyangkalnya. Karena sekali lagi putra dari mantan asisten bapak ini tidak memakai marganya. Jika kita tidak berempati, aku rasa tidak akan ada yang tahu soal ini.”
“Jika itu kamu menurutmu bagaimana? Apa yang akan kamu lakukan?”
“Maaf pak,” sambil membungkukkan badan ke arah Bastian. “Jika itu saya, maka saya akan menepati janji.” Dengan lugas Yudi menjawab pertanyaannya.
Mendengar jawaban dari Yudi membuat Bastian tersenyum ke arahnya. “Aku bersyukur telah bertemu orang sepertimu. Bekerja denganku dan mengurus banyak hal dengan sangat bijak dan juga adil.”
“Pak Bambang, bisakah kamu mengurus dan menghubungi keluarga ini sekarang?”
“Baik Pak.”
***
Ruang keluarga nampak sepi dibandingkan hari kemarin. Tidak ada Bastian dan juga Jelita di sana. Mungkin saja mereka sudah berangkat ke kantor. Angkasa pun akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan ke taman yang ada di belakang rumahnya. Namun ketika ia baru saja hendak melangkahkan kakinya, tiba-tiba saja Oma memanggilnya. Suaranya terdengar dari arah ruang makan. Ternyata Oma baru saja selesai makan.
Angkasa berbalik dan berjalan menuju Oma. Menghampirinya dan mencium punggung tangan dan pipinya. “Oma Tari kenapa?”
“Panggil omaku saja. Kamu kok banyak berubah sejak dari Inggris.”
Angkasa hanya tertawa mendengar omelan Oma barusan. Sebagai cucu yang baik, ia harus mengikuti perintahnya. “Iya omaku,” ucapku sambil memeluk Oma.
Oma menggiring Angkasa menuju ruang keluarga dan duduk di sana dengannya.
“Sini duduklah. Oh iya bi, tolong ambilkan manisan yang aku buat tadi di dapur.”
“Iya Bu.”
“Angkasa, kamu belum menjawab pertanyaan Oma kemarin. Bagaimana pendapatmu tentang pernikahan ini?”
Dengan menelan air liur dan menarik napas beberapa kali Angkasa mencoba menjawab pertanyaan Oma dengan sangat hati-hati. Ia takut jika jawabannya justru akan membuat omanya marah ataupun bersedih hati.
“Jika aku menjawabnya sebagai seorang Angkasa, aku akan mengatakan bahwa aku tidak setuju dengan semua rencana Oma. Tapi jika aku menjawabnya sebagai putra satu-satunya Ayah, melangsungkan pernikahan atas dasar perjanjian. Maka aku tidak bisa menghindarinya, Oma. Bukankah sekali janji tetaplah janji. Harus ditepati bukan.”
“Jawaban yang sangat bagus.”
“Sedekat apa orang itu dengan kakek? sampai dia menjanjikan hal semacam itu padanya.”
“Dulu saat awal-awal perusahaan Ains-Soft ini di didirikan untuk pertama kalinya, dia adalah satu-satunya teman kakek yang sangat dekat dengannya. Dia banyak membantu kakek hingga perusahaan kita bisa sebesar sekarang. Dan yang harus kita lakukan sekarang adalah menemui keluarganya dan membawakan kembali janji yang telah dibuat oleh kakekmu di masa lalu sebelum akhirnya beliau meninggal. Anggap saja ini adalah pengorbanan yang kamu lakukan untuk kakekmu semasa hidupmu, Angkasa. Dengan melihat yang kamu lakukan ini, hal itu akan membuatnya tersenyum bahagia di surga.”
Oma mengelus lembut tangan Angkasa sambil membelai rambutnya dengan manja. Memandangi wajah cucunya yang sudah beranjak dewasa. Di balik bola mata sayu itu, ia menaruh banyak harapan kepadanya. Dan baginya sungguh tak ada yang lebih membahagiakan dan membuatnya tenang di dunia yang kejam dan keras ini selain berada di sisi orang-orang tercintanya. Angkasa salah satunya.
Dalam hal ini Oma berharap Angkasa akan mendengarkannya dan menuruti keinginannya. “Angkasa, kamu mau menepati janji ataupun tidak itu semua terserah dan kembali lagi kepadamu. Oma tidak ingin membebanimu. Oma hanya menyampaikan permintaan kakekmu. Meskipun ini semua adalah janji namun semuanya Oma kembalikan lagi kepadamu.”
Angkasa menatap kedua bola mata omanya yang semakin berkerut karena kerutan diwajahnya yang tidak muda lagi. Di sana terlihat jelas bahwa banyak harapan yang digantungkan kepadanya. Dengan hembusan napas lega, ia pun mendekap omanya dengan sepenuh hati. “Apapun yang akan membuat Oma bahagia, pasti akan Angkasa usahakan.”
***
Tak terasa waktu berlalu dengan cepatnya. Dan hari ini adalah waktunya untuk Angkasa mulai bersekolah. Sungguh kegiatan yang lumayan membosankan baginya. Memasuki lingkungan baru, dan berteman dengan orang-orang baru pula meskipun sebenarnya di sana ada banyak teman-teman semasa kecilnya yang juga bersekolah di yayasan milik kakeknya itu.
Angkasa telah selesai memakai baju dan sudah siap untuk berangkat. Setelah keluar dari kamarnya, ia langsung menuju balkon rumahnya. Melihat taman bunga yang begitu luas di sekeliling rumahnya dan juga omanya yang tengah asyik memberi makan ikan-ikannya.
“Tuan Muda, mobilnya sudah siap,” ucap Ben, asisten pribadi Angkasa.
“Bilang ke Papa kalau aku tidak butuh siapapun. Cukup kamu saja. Jangan sampai Papa menyediakan pengawal lagi.”
“Ya Tuan.”
Angkasa pun meninggalkan ruangan itu dan bergegas menuju parkiran mobil. Baru saja Ben akan menyalakan mobilnya, Jelita dengan buru-bru berlari menghampiri mobil dan mencari Angkasa.
“Sa, kamu nggak minum vitamin yah? Padahal kan udah Mama siapin sejak tadi subuh.”
Mendengar omelan mamanya, Angkasa pun segera membuka pintu mobil dan mengambil vitamin yang di bawa mamanya itu. “Angkasa lupa, Ma.”
“Jangan suka gitu ihh, nanti kalau kamu sakit gimana? kan Mama juga yang bakal repot. Please jangan buat hal-hal yang bisa buat Mama khawatir.”
“Ma, Angkasa kan udah gede. Mama please lah, nggak usah lebay gitu. Udah Mama masuk gih, Angkasa udah telat banget nih.”
“Ya udah kamu hati-hati yah. Ben pelan-pelan nyetirnya yah.”
“Iya Bu.”
***
Seperti biasa, sekolah selalu ribut dan ramai dengan siswa maupun siswi. Rachel berjalan di koridor sekolah sambil membawa buku gambar kesayangannya dan juga tidak lupa susu pisang yang selalu stay dengannya tiap pagi. Dengan langkah riang ia menghampiri temannya yang tengah duduk di depan kelas. “Berita terbarunya itu adalah Angkasa telah kembali setelah 10 tahun menetap di Inggris,” ucap Yuni. “Iya. Kemarin aku juga lihat beritanya di TV dan ternyata dia sangat tampan dari dugaanku,” Tima menambahkan. Dina melotot ke arah Yuni dan bertanya mengenai informasi terkini tentang Angkasa. “Asal kamu tahu saja Na, Angkasa termasuk dalam 10 besar di trending twitter tau ng
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Ramon dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya dan bergegas melangkah menuju ke kamar pelanggannya. Ibu pun mengikutinya dari belakang. Dengan penuh tanya, mereka berdua menemui Bambang. Melihat Bambang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangatnya, Ramon kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Diah, istrinya. Bambang mengawali pembicaraannya dengan senyuman. Ramon dan Diah lantas membalas senyuman itu dan mulai penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius itu. Dengan pelan Bambang mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu dan alasannya mengumpulkan kedua orang tua Rachel. “Saya sebenarnya adalah utusan dari Pak Bastian, ceo dari perusahaan Ains-Soft. Tanpa saya jel
Malam ini Ramon tengah bermeditasi, sembari mencoba mengingat dimana ia meletakkan kalung pemberian ayahnya. Diah pun sudah membantu dengan mencari di segala tempat. Namun masih saja mereka berdua tidak menemukannya. “Ayah, bagaimana ini? sudah hampir 3 hari. Pasti ia akan segera datang menemui kita lagi. Bagaimana jika ternyata kita tidak juga menemukan kalung itu. Memangnya Ayah tidak ingat yah dimana kalung itu berada? atau jangan-jangan Ayah menggadaikannya yah,” sambil mengotak-atik lemari pakaiannya. “Ayah, apa yang kau lakukan?” teriak Diah saat melihat suaminya malah sibuk bermeditasi tanpa mau mendengarkan ucapannya. Mendadak Ramon membuka matanya, lalu melihat ke arah istrinya dan tersenyum senang. “Ibu, aku akhirnya mengingatnya.” Diah melo
“Ayah, Ibu!” teriak Rachel marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda,” lanjutnya sambil berdiri dari duduknya. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu.” Diah mencoba menenangkan. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Angkasa di masa lalu. Jadi kau harus melakukannya, melakukan pernikahan ini,” Bambang kembali menjelaskan kepada Rachel. “Apa? Bagaimana bisa? Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Itu mustahil kan Ayah.” Pak Bambang menarik nafas panjang, pusin
Dengan langkah lunglai, Rachel berjalan meninggalkan taman belakang, tempat di mana kedua orang tuanya sedang bertengkar. Ia melewati ruang tengah yang dilewatinya tadi, lantas berhenti di meja tempat ia menyimpan kalung pemberian kakeknya itu. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekhawatiran sekarang. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang ia miliki, ia memberanikan diri untuk mengambil kalung itu dan memasangnya di leher jenjang miliknya. Air matanya pun perlahan mengalir sempurna membasahi pipi cubbynya. Rachel mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. Merobek selembar kertas dan menulis catatan untuk keluarganya. Untuk sementara aku akan tinggal bersama dengan temanku. Jangan mencariku dan jangan menghubungiku. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk rencana pernikahan d
Ini adalah sebuah pertunjukkan yang sangat luar biasa dan di tunggu-tunggu oleh semua masyarakat. Dan hari ini kita akan membicarakan tentang topik hangat yang sedang ramai diperbincangkan. Yah. Ini adalah berita tentang penerus dari perusahaan Ains-Soft. Angkasa, seseorang yang sangat populer di kalangan perempuan. Tua maupun muda, aku juga termasuk pengagumnya. Tapi menurutku ini menjadi berita menyedihkan untuk para penggemarnya, bukanlah sebuah berita bahagia. Karena kali ini alasan dia tiba-tiba kembali ke negeri ini bukan untuk alasan pendidikannya semata tetapi juga karena alasan pesta pernikahan. Masalah ini mendadak di bicarakan oleh berbagai pengguna sosial media dan menjadi tranding saat ini. Semuanya membicarakan tentang hal ini dan kami akan mencoba un
Tidak ada lagi harta paling berharga yang dimiliki oleh Ramon selain keluarga yang utuh dan bahagia. Bahkan dengan harta yang berlimpah sekalipun takkan ada yang bisa menandingi kebahagiaannya ketika melihat keluarga kecilnya tersenyum bahagia. Keluarga memiliki daya tarik tersendiri dalam mengembalikan mood dan juga kecemasan akan hari esok yang buruk. Suasana selalu riuh jika anggota keluarga Ramon lengkap. Apalagi kedua anaknya yang amat berisik serta cenderung berkelahi, mampu membuat Ramon dan juga istrinya menjadi geleng-geleng kepala karenanya. Namun meskipun rusuh, hal-hal kecil yang seperti itu justru membuat keluarga mereka menjadi lebih bahagia. Tawa terpancar ketika mereka bersama. Setelah insiden buruk tadi pagi, Diah menjadi lebih kalem m
Pagi memompakan udara segar. Sinar matahari menampar dedaunan dan rumput yang lembab karena embun. Rachel sedang menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan di dalam kamar. Di atas kasur, Rachel sibuk bermain dengan ponselnya. Di luar kamar Rachel ada Diah yang sedang berdiri resah. Semua hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Pagi-pagi sekali rentenir lengkap dengan pengawalnya datang ke rumahnya. Rentenir sekaligus teman suaminya. Namun jika menyangkut masalah uang, teman Ramon terbilang cukup kejam juga. Bondan datang dengan kacamata hitamnya yang khas. Memakai setelan baju yang berwarna hitam. Sehingga semakin menambah kesan menakutkan pada dirinya. Kali ini ada dua orang pengawal yang Bondan bawa. Pengawal dengan tubuh kekar dan penuh tato. Ramon sedang sibuk dengan minyak
Ini adalah sebuah pertunjukkan yang sangat luar biasa dan di tunggu-tunggu oleh semua masyarakat. Dan hari ini kita akan membicarakan tentang topik hangat yang sedang ramai diperbincangkan. Yah. Ini adalah berita tentang penerus dari perusahaan Ains-Soft. Angkasa, seseorang yang sangat populer di kalangan perempuan. Tua maupun muda, aku juga termasuk pengagumnya. Tapi menurutku ini menjadi berita menyedihkan untuk para penggemarnya, bukanlah sebuah berita bahagia. Karena kali ini alasan dia tiba-tiba kembali ke negeri ini bukan untuk alasan pendidikannya semata tetapi juga karena alasan pesta pernikahan. Masalah ini mendadak di bicarakan oleh berbagai pengguna sosial media dan menjadi tranding saat ini. Semuanya membicarakan tentang hal ini dan kami akan mencoba un
Dengan langkah lunglai, Rachel berjalan meninggalkan taman belakang, tempat di mana kedua orang tuanya sedang bertengkar. Ia melewati ruang tengah yang dilewatinya tadi, lantas berhenti di meja tempat ia menyimpan kalung pemberian kakeknya itu. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekhawatiran sekarang. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang ia miliki, ia memberanikan diri untuk mengambil kalung itu dan memasangnya di leher jenjang miliknya. Air matanya pun perlahan mengalir sempurna membasahi pipi cubbynya. Rachel mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. Merobek selembar kertas dan menulis catatan untuk keluarganya. Untuk sementara aku akan tinggal bersama dengan temanku. Jangan mencariku dan jangan menghubungiku. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk rencana pernikahan d
“Ayah, Ibu!” teriak Rachel marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda,” lanjutnya sambil berdiri dari duduknya. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu.” Diah mencoba menenangkan. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Angkasa di masa lalu. Jadi kau harus melakukannya, melakukan pernikahan ini,” Bambang kembali menjelaskan kepada Rachel. “Apa? Bagaimana bisa? Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Itu mustahil kan Ayah.” Pak Bambang menarik nafas panjang, pusin
Malam ini Ramon tengah bermeditasi, sembari mencoba mengingat dimana ia meletakkan kalung pemberian ayahnya. Diah pun sudah membantu dengan mencari di segala tempat. Namun masih saja mereka berdua tidak menemukannya. “Ayah, bagaimana ini? sudah hampir 3 hari. Pasti ia akan segera datang menemui kita lagi. Bagaimana jika ternyata kita tidak juga menemukan kalung itu. Memangnya Ayah tidak ingat yah dimana kalung itu berada? atau jangan-jangan Ayah menggadaikannya yah,” sambil mengotak-atik lemari pakaiannya. “Ayah, apa yang kau lakukan?” teriak Diah saat melihat suaminya malah sibuk bermeditasi tanpa mau mendengarkan ucapannya. Mendadak Ramon membuka matanya, lalu melihat ke arah istrinya dan tersenyum senang. “Ibu, aku akhirnya mengingatnya.” Diah melo
Ramon dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya dan bergegas melangkah menuju ke kamar pelanggannya. Ibu pun mengikutinya dari belakang. Dengan penuh tanya, mereka berdua menemui Bambang. Melihat Bambang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangatnya, Ramon kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Diah, istrinya. Bambang mengawali pembicaraannya dengan senyuman. Ramon dan Diah lantas membalas senyuman itu dan mulai penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius itu. Dengan pelan Bambang mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu dan alasannya mengumpulkan kedua orang tua Rachel. “Saya sebenarnya adalah utusan dari Pak Bastian, ceo dari perusahaan Ains-Soft. Tanpa saya jel
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga