Seperti biasa, sekolah selalu ribut dan ramai dengan siswa maupun siswi. Rachel berjalan di koridor sekolah sambil membawa buku gambar kesayangannya dan juga tidak lupa susu pisang yang selalu stay dengannya tiap pagi. Dengan langkah riang ia menghampiri temannya yang tengah duduk di depan kelas.
“Berita terbarunya itu adalah Angkasa telah kembali setelah 10 tahun menetap di Inggris,” ucap Yuni.
“Iya. Kemarin aku juga lihat beritanya di TV dan ternyata dia sangat tampan dari dugaanku,” Tima menambahkan.
Dina melotot ke arah Yuni dan bertanya mengenai informasi terkini tentang Angkasa.
“Asal kamu tahu saja Na, Angkasa termasuk dalam 10 besar di trending twitter tau nggak. Sumpah ya dia tampan banget nget nget nget,” katanya sambil tersenyum-senyum sendiri membayangkan Angkasa.
Rachel muncul di hadapan ketiganya secara tiba-tiba sehingga membuat mereka bertiga berteriak histeris. “Chel sini cepetan. Sumpah demi apapun kamu pasti bakalan senang setelah mendengar berita ini.”
“Ada apaan sih.”
Yuni memperlihatkan foto Angkasa yang ada di ponselnya. Karena temannya begitu antusias, Rachel melihat ke ponsel itu sebelum akhirnya dia duduk di kursi.
“Kamu tahu nggak Chel, dia ini baru saja tiba dari Inggris eh udah jadi trending aja di twitter.”
“Aaaahhhh...,” teriak histeris ketiga temannya.
Rachel memandangi foto yang ditunjukkan temannya itu, dan mendadak menjadi bingung sendiri dengan tingkah berlebihan teman-temannya. Karena menurutnya Angkasa biasa saja. Tidak ada yang menarik dan melebihi tertariknya ia dengan pangeran tak berwajah yang selama ini selalu ia gambar.
“Yuni.”
“Iya Tuan Muda.”
“Maukah kamu berdansa denganku malam ini.”
“Dengan senang hati Tuan Muda.”
“Ihhhyuu, hahahaha.”
Yuni dan juga Tima berakting untuk memperagakan dirinya dengan Angkasa. Setelah selesai melakukan hal konyol itu, keduanya saling tertawa dengan riangnya.
Mendengar kehebohan temannya itu membuat Rachel berteriak menghentikan lamunan mereka. “Hei, kalian kok ribut amat sih. Orang dia biasa saja kok. Apanya yang tampan, wajah datar seperti itu kamu bilang tampan?” ucapnya kesal.
“Kamu berkata seperti itu karena kamu tidak melihat berita tadi malam. Makanya Chel jangan hanya nyurus gambar-gambar konyolmu saja,” jawab Tima membela diri.
Sambil memegang tangannya sendiri, lagi dan lagi Yuni membayangkan dirinya sedang berpegangan tangan dengan Angkasa. “Kau bersedia?”
“Iya Tuan Muda saya bersedia. Nah inilah yang disebut sebagai seorang pria yang atraktif, Chel,” jawab Tima sambil tersenyum malu ke arah Yuni.
Melihat tingkah temannya yang aneh dan terobsesi dengan Angkasa itu membuat Rachel geleng-geleng kepala dibuatnya. Rachel pun meminum susu pisang yang dipegangnya, menelannya dan menarik nafas pelan. “Tadi malam aku juga melihatnya kok. Atraktif apanya?” ucapnya santai.
“Atraktif secara seksual,” jawab temannya dengan kompak.
Mendengar teriakan kompak temannya itu, membuat Rachel melotot kaget. Tidak disangka temannya begitu tergila-gilanya dengan Angkasa, yang menurutnya hanya seorang pria yang biasa saja.
***
Dalam perjalanan menuju sekolah, Angkasa menatap kosong keluar jendela mobilnya. Tatapan yang penuh dengan kebimbangan dan kegelisahan. Lagi dan lagi dia teringat dengan Angel kekasihnya yang berada jauh darinya sekarang. Dan sebentar lagi dia akan kehilangan kekasih yang dicintainya itu. Suka tidak suka ataupun mau tidak mau.
Di seberang jalan berjejeran rapi bendera-bendera yang berdiri kokoh dan juga pepohonan yang begitu rindang serta siswa-siswi yang berpakaian rapi dapat terlihat jelas di atas mobil. Dengan pelan mobil yang di tumpangi Angkasa berbelok masuk ke halaman sekolah, melaju menuju parkiran dan berhenti di sana.
Ada ratusan mata yang tertuju di mobil itu, baik siswa yang berada di lantai atas maupun mereka yang tengah berdiri di lobby sekolah. Dengan histeris siswi-siswi berteriak kagum melihat ketampanan Angkasa. Terlebih ketika Ben membukakan pintu mobil untuknya dan ia mulai keluar dari mobilnya.
Dengan cepat mereka berlari menghampiri mobil itu dan segera mengeluarkan handphone masing-masing untuk mengambil gambar dari seorang Angkasa.
“Astaga...”
“Dia sangat tampan.”Teriak histeris siswa yang melihat Angkasa.
Ada tiga orang siswa menghampiri Angkasa ketika anak-anak sedang histeris berteriak. Melihat itu, Ben langsung menghalangi mereka bertiga. Namun Angkasa langsung menghentikan Ben dan membiarkan ketiga orang itu untuk mendekat dan menghampirinya.
Mereka berjabat tangan, saling memeluk satu sama lain dan melempar senyuman hangat. “Apa kabar Tuan Muda, udah lama banget yah kita nggak ketemu. Padahal dulu kita masih pendek-pendek gitu pas terakhir kali main bareng,” ucap Rey.
“Kau masih keren seperti biasanya ternyata,” Zigit ikut memuji.
“Rey bisa nggak kamu berhenti memanggilku seperti itu.” Angkasa yang merasa risih dipanggil Tuan Muda oleh sahabatnya sendiri ikut menyela Rey.
“Astaga, cintaku kenapa kau tampan sekali,” ucap Yuni yang melihat Angkasa di balik kerumunan anak-anak.
“Apa kamu yakin akan belajar disini Sa, kenapa nggak menyelesaikan belajarmu di Inggris saja. Bukannya di sana jauh lebih baik jika dibandingkan di sini?”
“Karena kalian ada di sini makanya aku memilih untuk kembali. Di Inggris aku benar-benar kesepian.”
“Kali ini papamu benar-benar mengizinkanmu untuk kembali yah?”
“Aku akan belajar di sini. Jika aku melakukan apa yang mereka inginkan itu berarti mereka juga harus mengikuti apa yang aku inginkan, bukan.”
Ketiga temannya menganggukkan kepala, pertanda bahwa ia mengerti dengan apa yang dikatakan oleh Angkasa. “Kalau begitu ayo kita masuk kelas,” ajak Rey sambil menggandeng temannya untuk masuk.
Yuni yang telah menyaksikan kedatangan Angkasa itu mendadak histeris. Dengan girangnya ia berlari menuju kelasnya untuk menyampaikan berita bahagia ini kepada teman-temannya.
“Heii, hei kalian...” sambil mengatur napasnya yang terengah-engah pasca berlari, Yuni pun melanjutkan ucapannya.”
“Ada apa sih Yun?” tanya Dina penasaran.
“Nih, nih lihat deh.” Ia menunjukkan gambar yang dijepretnya tadi sewaktu di lobby sekolah. “Aku melihat Tuan Muda datang dan sekarang ia sedang bersama dengan teman-temannya. Lihatlah aku juga mengambil foto teman-temannya,” lanjutnya lagi masih dengan napas yang terengah-engah.
“Yang ini namanya Rey, dia adalah putra dari seorang milyader perusahaan air minum. Pokoknya dia sangat kaya raya deh. maksudku papanya.”
“Kalau yang ini namanya Zigit, dia itu adalah putra dari pemilik jaringan mobil sport terbesar di sini.”
“Kalau yang ini namanya Dodi, dia seorang sosialita dan dia juga sangat kaya raya.
“Dan yang terakhir adalah Tuan Muda Angkasa, dia adalah milikku,” tutur Yuni heboh menjelaskan orang-orang yang ia foto tadi.
“Ahh pokoknya dia milikku,” ucapnya lagi.
“Heii lihat, sekarang dia menduduki posisi satu di twitter. Aaahhh,” ucap Tima ketika memeriksa ponselnya.
“Hei jangan konyol, dia itu ...” belum sempat Dina melanjutkan ucapannya, Rachel memotong pembicaraannya tiba-tiba.
“Yuni, Dina, Tima...!”
“Kenapa Chel, kamu juga mau melihatnya? Sini, sini.”
“Kalian jangan konyol yah .”
“Lantas bagaimana denganmu yang begitu tergila-gilanya dengan pangeran tak berwajah, sejak saat kamu masih kecil. Apa itu juga bukan konyol namanya,” ucap Yuni nyolot.
Rachel hanya memonyongkan bibirnya dan tak menjawab ucapan temannya itu.
Dari lapangan sekolah ini, Angkasa berjalan bersama dengan temannya. Sepertinya mereka sedang asyik mengobrol satu sama lain. Dina dan Yuni melihatnya dari jauh. Hal itu membuatnya segera mengeluarkan ponselnya dan kembali memotretnya lagi. Mereka sama sekali tidak ingin terlewat satu momen pun.
“Apa dia melihat hatiku? Apa dia bisa melihatnya?”
“Hei kalian sudah gila yah,” ucap Rachel yang kesal melihat tingkah teman-temannya yang terlalu terobsesi dengan Angkasa.
“Tapi benar juga sih, kalian kayaknya memang sudah mendekati gila,” Tima membenarkan ucapan Rachel.
“Udah biarin aja aku gila, memang dia tampan kok. Chel lo kok nggak tertarik sama dia sih? padahal kan aku rasa dia sangat tampan kok.”
“Rachel nggak mungkin dan tidak akan tertarik dengan dia kali. Karena dia sudah memiliki pangerannya sendiri,” ucap Tima.
“Pangeran tanpa wajah Chel? kenapa nggak kamu masukkan saja wajah Angkasa ke dalam wajah pangeranmu itu Chel. Aku rasa dengan begitu pangeranmu akan menjadi sangat tampan.”
“Yaps betul sekali, aku yakin dengan begitu sudah dipastikan dia akan memiliki wajah.”
“Hei, pangeranku bukan hanya tanpa wajah, tapiii... dia adalah hatiku sepenuhnya. Tidak ada yang bisa menyerupainya,” ucap Rachel dengan mata yang berbinar-binar, ia pun tersenyum malu.
***
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Ramon dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya dan bergegas melangkah menuju ke kamar pelanggannya. Ibu pun mengikutinya dari belakang. Dengan penuh tanya, mereka berdua menemui Bambang. Melihat Bambang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangatnya, Ramon kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Diah, istrinya. Bambang mengawali pembicaraannya dengan senyuman. Ramon dan Diah lantas membalas senyuman itu dan mulai penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius itu. Dengan pelan Bambang mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu dan alasannya mengumpulkan kedua orang tua Rachel. “Saya sebenarnya adalah utusan dari Pak Bastian, ceo dari perusahaan Ains-Soft. Tanpa saya jel
Malam ini Ramon tengah bermeditasi, sembari mencoba mengingat dimana ia meletakkan kalung pemberian ayahnya. Diah pun sudah membantu dengan mencari di segala tempat. Namun masih saja mereka berdua tidak menemukannya. “Ayah, bagaimana ini? sudah hampir 3 hari. Pasti ia akan segera datang menemui kita lagi. Bagaimana jika ternyata kita tidak juga menemukan kalung itu. Memangnya Ayah tidak ingat yah dimana kalung itu berada? atau jangan-jangan Ayah menggadaikannya yah,” sambil mengotak-atik lemari pakaiannya. “Ayah, apa yang kau lakukan?” teriak Diah saat melihat suaminya malah sibuk bermeditasi tanpa mau mendengarkan ucapannya. Mendadak Ramon membuka matanya, lalu melihat ke arah istrinya dan tersenyum senang. “Ibu, aku akhirnya mengingatnya.” Diah melo
“Ayah, Ibu!” teriak Rachel marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda,” lanjutnya sambil berdiri dari duduknya. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu.” Diah mencoba menenangkan. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Angkasa di masa lalu. Jadi kau harus melakukannya, melakukan pernikahan ini,” Bambang kembali menjelaskan kepada Rachel. “Apa? Bagaimana bisa? Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Itu mustahil kan Ayah.” Pak Bambang menarik nafas panjang, pusin
Dengan langkah lunglai, Rachel berjalan meninggalkan taman belakang, tempat di mana kedua orang tuanya sedang bertengkar. Ia melewati ruang tengah yang dilewatinya tadi, lantas berhenti di meja tempat ia menyimpan kalung pemberian kakeknya itu. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekhawatiran sekarang. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang ia miliki, ia memberanikan diri untuk mengambil kalung itu dan memasangnya di leher jenjang miliknya. Air matanya pun perlahan mengalir sempurna membasahi pipi cubbynya. Rachel mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. Merobek selembar kertas dan menulis catatan untuk keluarganya. Untuk sementara aku akan tinggal bersama dengan temanku. Jangan mencariku dan jangan menghubungiku. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk rencana pernikahan d
Ini adalah sebuah pertunjukkan yang sangat luar biasa dan di tunggu-tunggu oleh semua masyarakat. Dan hari ini kita akan membicarakan tentang topik hangat yang sedang ramai diperbincangkan. Yah. Ini adalah berita tentang penerus dari perusahaan Ains-Soft. Angkasa, seseorang yang sangat populer di kalangan perempuan. Tua maupun muda, aku juga termasuk pengagumnya. Tapi menurutku ini menjadi berita menyedihkan untuk para penggemarnya, bukanlah sebuah berita bahagia. Karena kali ini alasan dia tiba-tiba kembali ke negeri ini bukan untuk alasan pendidikannya semata tetapi juga karena alasan pesta pernikahan. Masalah ini mendadak di bicarakan oleh berbagai pengguna sosial media dan menjadi tranding saat ini. Semuanya membicarakan tentang hal ini dan kami akan mencoba un
Pagi memompakan udara segar. Sinar matahari menampar dedaunan dan rumput yang lembab karena embun. Rachel sedang menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan di dalam kamar. Di atas kasur, Rachel sibuk bermain dengan ponselnya. Di luar kamar Rachel ada Diah yang sedang berdiri resah. Semua hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Pagi-pagi sekali rentenir lengkap dengan pengawalnya datang ke rumahnya. Rentenir sekaligus teman suaminya. Namun jika menyangkut masalah uang, teman Ramon terbilang cukup kejam juga. Bondan datang dengan kacamata hitamnya yang khas. Memakai setelan baju yang berwarna hitam. Sehingga semakin menambah kesan menakutkan pada dirinya. Kali ini ada dua orang pengawal yang Bondan bawa. Pengawal dengan tubuh kekar dan penuh tato. Ramon sedang sibuk dengan minyak
Tidak ada lagi harta paling berharga yang dimiliki oleh Ramon selain keluarga yang utuh dan bahagia. Bahkan dengan harta yang berlimpah sekalipun takkan ada yang bisa menandingi kebahagiaannya ketika melihat keluarga kecilnya tersenyum bahagia. Keluarga memiliki daya tarik tersendiri dalam mengembalikan mood dan juga kecemasan akan hari esok yang buruk. Suasana selalu riuh jika anggota keluarga Ramon lengkap. Apalagi kedua anaknya yang amat berisik serta cenderung berkelahi, mampu membuat Ramon dan juga istrinya menjadi geleng-geleng kepala karenanya. Namun meskipun rusuh, hal-hal kecil yang seperti itu justru membuat keluarga mereka menjadi lebih bahagia. Tawa terpancar ketika mereka bersama. Setelah insiden buruk tadi pagi, Diah menjadi lebih kalem m
Pagi memompakan udara segar. Sinar matahari menampar dedaunan dan rumput yang lembab karena embun. Rachel sedang menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan di dalam kamar. Di atas kasur, Rachel sibuk bermain dengan ponselnya. Di luar kamar Rachel ada Diah yang sedang berdiri resah. Semua hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Pagi-pagi sekali rentenir lengkap dengan pengawalnya datang ke rumahnya. Rentenir sekaligus teman suaminya. Namun jika menyangkut masalah uang, teman Ramon terbilang cukup kejam juga. Bondan datang dengan kacamata hitamnya yang khas. Memakai setelan baju yang berwarna hitam. Sehingga semakin menambah kesan menakutkan pada dirinya. Kali ini ada dua orang pengawal yang Bondan bawa. Pengawal dengan tubuh kekar dan penuh tato. Ramon sedang sibuk dengan minyak
Ini adalah sebuah pertunjukkan yang sangat luar biasa dan di tunggu-tunggu oleh semua masyarakat. Dan hari ini kita akan membicarakan tentang topik hangat yang sedang ramai diperbincangkan. Yah. Ini adalah berita tentang penerus dari perusahaan Ains-Soft. Angkasa, seseorang yang sangat populer di kalangan perempuan. Tua maupun muda, aku juga termasuk pengagumnya. Tapi menurutku ini menjadi berita menyedihkan untuk para penggemarnya, bukanlah sebuah berita bahagia. Karena kali ini alasan dia tiba-tiba kembali ke negeri ini bukan untuk alasan pendidikannya semata tetapi juga karena alasan pesta pernikahan. Masalah ini mendadak di bicarakan oleh berbagai pengguna sosial media dan menjadi tranding saat ini. Semuanya membicarakan tentang hal ini dan kami akan mencoba un
Dengan langkah lunglai, Rachel berjalan meninggalkan taman belakang, tempat di mana kedua orang tuanya sedang bertengkar. Ia melewati ruang tengah yang dilewatinya tadi, lantas berhenti di meja tempat ia menyimpan kalung pemberian kakeknya itu. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekhawatiran sekarang. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang ia miliki, ia memberanikan diri untuk mengambil kalung itu dan memasangnya di leher jenjang miliknya. Air matanya pun perlahan mengalir sempurna membasahi pipi cubbynya. Rachel mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. Merobek selembar kertas dan menulis catatan untuk keluarganya. Untuk sementara aku akan tinggal bersama dengan temanku. Jangan mencariku dan jangan menghubungiku. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk rencana pernikahan d
“Ayah, Ibu!” teriak Rachel marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda,” lanjutnya sambil berdiri dari duduknya. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu.” Diah mencoba menenangkan. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Angkasa di masa lalu. Jadi kau harus melakukannya, melakukan pernikahan ini,” Bambang kembali menjelaskan kepada Rachel. “Apa? Bagaimana bisa? Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Itu mustahil kan Ayah.” Pak Bambang menarik nafas panjang, pusin
Malam ini Ramon tengah bermeditasi, sembari mencoba mengingat dimana ia meletakkan kalung pemberian ayahnya. Diah pun sudah membantu dengan mencari di segala tempat. Namun masih saja mereka berdua tidak menemukannya. “Ayah, bagaimana ini? sudah hampir 3 hari. Pasti ia akan segera datang menemui kita lagi. Bagaimana jika ternyata kita tidak juga menemukan kalung itu. Memangnya Ayah tidak ingat yah dimana kalung itu berada? atau jangan-jangan Ayah menggadaikannya yah,” sambil mengotak-atik lemari pakaiannya. “Ayah, apa yang kau lakukan?” teriak Diah saat melihat suaminya malah sibuk bermeditasi tanpa mau mendengarkan ucapannya. Mendadak Ramon membuka matanya, lalu melihat ke arah istrinya dan tersenyum senang. “Ibu, aku akhirnya mengingatnya.” Diah melo
Ramon dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya dan bergegas melangkah menuju ke kamar pelanggannya. Ibu pun mengikutinya dari belakang. Dengan penuh tanya, mereka berdua menemui Bambang. Melihat Bambang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangatnya, Ramon kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Diah, istrinya. Bambang mengawali pembicaraannya dengan senyuman. Ramon dan Diah lantas membalas senyuman itu dan mulai penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius itu. Dengan pelan Bambang mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu dan alasannya mengumpulkan kedua orang tua Rachel. “Saya sebenarnya adalah utusan dari Pak Bastian, ceo dari perusahaan Ains-Soft. Tanpa saya jel
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga