Pagi memompakan udara segar. Sinar matahari menampar dedaunan dan rumput yang lembab karena embun. Rachel sedang menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan di dalam kamar. Di atas kasur, Rachel sibuk bermain dengan ponselnya.
Di luar kamar Rachel ada Diah yang sedang berdiri resah. Semua hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Pagi-pagi sekali rentenir lengkap dengan pengawalnya datang ke rumahnya. Rentenir sekaligus teman suaminya. Namun jika menyangkut masalah uang, teman Ramon terbilang cukup kejam juga.
Bondan datang dengan kacamata hitamnya yang khas. Memakai setelan baju yang berwarna hitam. Sehingga semakin menambah kesan menakutkan pada dirinya. Kali ini ada dua orang pengawal yang Bondan bawa. Pengawal dengan tubuh kekar dan penuh tato.
Ramon sedang sibuk dengan minyak barunya di ruang pelanggan. Membuat Bondan yang baru saja datang menghampirinya di ruangan itu. Pengawal dan juga Diah menunggu di depan ruangan.
Dari jarak lima meter Ramon sudah melihat dan menyadari keberadaan Bondan. Dengan senyum lebar, ia menyambut temannya dengan hangat. Menawarkan untuk duduk dan berbicara.
“Ada apa? baru kali ini kamu pagi-pagi datang kemari. Apakah kamu sedang membutuhkan pijatan?” ucap Ramon menawarkan diri.
Tanpa menjawab pertanyaannya, Bondan langsung mengambil ancang-ancang untuk berbaring di atas kasur, dan siap untuk menerima pijatan. Ramon yang melihat tingkat temannya itu, dengan sigap mengambil minyak pijatnya dan memulai melakukan tugasnya.
“Kapan kamu akan melunasi semua hutang-hutangmu kepadaku?” tanya Bondan di saat Ramon sedang asyik memijatnya.
Ramon hanya melihat wajah Bondan sebentar, sambil memasang wajah memelas dan lanjut memijat kaki Bondan.
“Termasuk bunganya. Apakah kamu sudah tahu berapa jumlahnya?”
“Jangan khawatir begitu. Aku pasti akan segera membayarnya. Hanya saja saat ini aku sedang tidak memiliki uang. Tapi aku akan segera membayarnya padamu. Demi persahabatan kita ak...”
“Persahabatan?” teriak Bondan dengan mata melotot kepada Ramon. Sebisa mungkin ia mencoba tersenyum kepada Bondan, berusaha menenangkan sahabatnya. Bondan pun membalas dengan tawa sehingga membuat Ramon pun ikut tertawa juga, tertawa terbahak-bahak. Dan Paaakkk...!
Ramon mendapatkan tendangan dari Bondan yang membuatnya terlempar hingga terbentur di sisi meja yang ada di ruangan itu. Dengan lemah, ia meringis kesakitan. Melihat tangannya yang terluka karena tergores kaca meja yang lumayan tajam. Darah pun mengucur jatuh ke bajunya.
Rachel yang sedang asyik di kamarnya mendadak terbangun ketika mendengar suara benturan yang berasal dari kamar kerja ayahnya. Dengan tergesa-gesa Rachel menuruni tangga dan menuju ke depan ruang kerja ayahnya.
Anehnya di depan ruangan itu telah ada dua orang lelaki yang begitu kekar dan menyeramkan. Sedang berjaga di depan ruangan ayahnya. Ibunya pun ada di sana. Berdiri dengan wajah yang terlihat sangat khawatir.
“Ada apa Ibu, apa yang sedang terjadi. Kenapa ada mereka yang berjaga di sini. Ayah kenapa? tadi aku mendengar suara benturan yang berasal dari kamar ini.”
Rentetan pertanyaan Rachel yang membuat ibunya bingung harus menjawab apa. Mata Diah hanya fokus ke pintu kamar kerja suaminya. Hingga pintu itu akhirnya terbuka. Namun tidak dengan pemandangan yang bagus. Sebab kini Ramon sedang di seret keluar dari ruang kerjanya dengan kasar oleh Bondan.
Mata Diah membelalak melihat suaminya diperlakukan seperti binatang. Terlebih lagi darah yang ada di tangannya. Diah mencoba berlari menghampiri suaminya. Rachel pun demikian, ia juga ikut berlari. Namun keduanya ditahan oleh pengawal-pengawal suruhan Bondan.
“Siapa temanmu ha?” teriak Bondan memaki Ramon yang tidak berdaya lagi di lantai. Bondan lalu memicingkan matanya. Melihat ke arah pengawal yang sedang menahan Rachel dan juga Diah.
“Oh jadi ini dia putrimu itu. Dia cantik juga ternyata,” ucapnya sambil menyentuh dagu milik Rachel. Membuat Rachel mengibas tangan Bondan dengan cepat.
“Atau begini saja, biarkan putrimu bekerja untukku maka aku akan menganggap seluruh utangmu kepadaku sudah lunas. Kita impas. Bagaimana kawan, apakah kamu menyetujuinya?”
Mendengar anaknya di sebut-sebut, membuat Ramon akhirnya langsung berdiri tegap. Menarik lengan Rachel dengan paksa. Membiarkan anaknya berlindung di balik punggungnya.
“Apa katamu, cantik ? jangan pernah berani menyentuh anakku. Atau aku akan membunuhmu.”
“Ha, memang sekarang kamu berani? sekarang kamu itu sudah bangkrut. Beraninya kau denganku. Pegang dia.”
Pengawal yang berdiri menahan Diah, akhirnya berpindah untuk memegang tangan Ramon. Kini Ramon tidak bisa bergerak lagi. Dari arah depan, sebuah tinju telah melayan cepat di perutnya. Satu kali, dua kali, hingga tiga kali pukulan. Membuat Ramon seketika lemas dan kesakitan.
Diah yang sedang berdiri di belakang Bondan langsung berlari dan menendang pantatnya. Diah berteriak kencang dan menendangnya sekali lagi. Teriakan Diah membuat Rangga terbangun dan segera berlari keluar dari kamarnya lantas menuju ke sumber suara.
Rangga yang baru saja tiba, sontak kaget dengan apa yang sedang terjadi di depan matanya. Dengan mengumpulkan segenap kekuatannya, Rangga juga mencoba meninju perut Bondan. Berkali-kali hingga membuat Bondan meringis kesakitan.
Bondan memerintahkan pengawalnya untuk memegang Rangga. Namun baru saja pengawal itu akan melangkah maju, pintu rumah tiba-tiba terbuka lebar. Bambang muncul dengan membawa beberapa pengawal.
“Maaf, apa yang sedang terjadi?”
Bondan menoleh melihat ke arah Bambang. “Siapa kalian? urusi saja urusanmu sendiri,” teriak Bondan dengan kesal.
“Aku bertanggung jawab untuk melindungi seluruh anggota keluarga dari Ains-Soft. Dan nyonya ini adalah tunangan resmi dari tuan muda Angkasa pewaris dari perusahaan Ains-Soft,” ucap Bambang seraya menunjuk Rachel. “Aku percaya bahwa tidak ada seorang pun yang bisa melindungi hidupmu. Jika kau sampai mengganggu mereka.”
Bondan menjadi mati kutu setelah mendengar hal itu. Dengan wajah ketakutan Bondan meninggalkan tempat itu bersama dengan pengawalnya.
Kini Ramon yang tersungkur lemah di lantai, berusaha untuk berdiri. Diah dengan sigap membantu suaminya. Bambang pun ikut membantunya. Memapahnya ke kursi yang ada di ruang tamu. Ramon masih saja meringis kesakitan. Luka di tangannya begitu perih. Belum lagi perutnya yang sakit karena pukulan Bondan tadi.
Rachel beranjak menuju kamarnya, mencoba mencari obat dan juga plaster luka untuk mengobati luka ayahnya. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, Rachel membawanya cepat kepada ayahnya.
Setelah sampai di ruang tamu, Rachel memberikan obat itu kepada ibunya lalu mengobati luka Ramon. Rachel masih tidak habis pikir dengan kejadian yang terjadi pagi ini.
“Maaf, saya lagi-lagi mengganggu kegiatan kalian. Tapi Pak Bastian ingin memastikan keputusan Rachel mengenai pernikahan ini. Jadi apa keputusanmu?”
Rachel tersenyum tanggung. “Kau sudah melihat kekacauan yang terjadi pada keluarga kami kan. Jadi apakah kamu masih mau menikahkan aku dengan Angkasa?”
“Kau tidak memiliki kesalahan apapun. Orang-orang itulah yang berlebihan”
Rachel heran dengan jawaban lelaki itu. Seolah tak ada celah untuknya agar dapat menghindar dari rencana pernikahan ini. “
“Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?”
“Ya tentu saja boleh. Apa pertanyaanmu?”
“Jika misalnya aku bersedia untuk menerima pernikahan ini apakah keluargaku bisa aman?”
“Oh jangan khawatir karena keluargamu pasti akan diperlakukan dengan baik seperti keluarga Angkasa sendiri.
Rachel tersenyum samar mendengar jawaban lelaki itu. Sepertinya kini tidak ada lagi celah baginya untuk mengelak.
Tidak ada lagi harta paling berharga yang dimiliki oleh Ramon selain keluarga yang utuh dan bahagia. Bahkan dengan harta yang berlimpah sekalipun takkan ada yang bisa menandingi kebahagiaannya ketika melihat keluarga kecilnya tersenyum bahagia. Keluarga memiliki daya tarik tersendiri dalam mengembalikan mood dan juga kecemasan akan hari esok yang buruk. Suasana selalu riuh jika anggota keluarga Ramon lengkap. Apalagi kedua anaknya yang amat berisik serta cenderung berkelahi, mampu membuat Ramon dan juga istrinya menjadi geleng-geleng kepala karenanya. Namun meskipun rusuh, hal-hal kecil yang seperti itu justru membuat keluarga mereka menjadi lebih bahagia. Tawa terpancar ketika mereka bersama. Setelah insiden buruk tadi pagi, Diah menjadi lebih kalem m
Cuaca terlihat begitu cerah di luar ruangan. Alunan syahdu dari angin yang bertiup, perlahan menerbangkan dedaunan yang berjatuhan di jalanan. Di kejauhan, sebuah mobil sedan biru melaju dengan kencang melintasi jalanan ibu kota Jakarta. Ini adalah kali pertama Angkasa menginjakkan kakinya di Indonesia lagi. Setelah sekian lama menetap di Inggris. “Sudah banyak yang berubah ternyata,” ucap Angkasa di dalam mobil. Perjalanan yang cukup jauh membuatnya sangat kelelahan. Angkasa mengambil headset yang ada di dalam tasnya. Lalu ia mendengarkan lagu kesukaannya sambil menutup mata. “Tuan muda tampaknya kelelahan sekali,” ucap supir ketika melihat Angkasa yang tertidur di jok mobil bagian belakang. Kali ini jalanan cukup sepi kendaraan
Sinar bulan menerobos masuk lewat lubang-lubang kecil yang ada di kamar Angkasa. Menerpa wajahnya yang tergeletak di bawah balutan selimut berwarna putih bersih. Angkasa menggeliat sambil meluruskan badannya yang terasa begitu kaku sehabis perjalanan jauh tadi pagi. Perlahan ia meraih ponsel yang ada di meja dekat dari tempat tidurnya. Ternyata memang sudah malam. Waktu sudah menunjukkan pukul 19.00 malam. Dengan malas Angkasa bangun dan menuju kamar mandi untuk kemudian membersihkan diri. Lelah benar-benar membuatnya tertidur dengan sangat pulasnya. Ia bahkan sampai lupa jika malam ini ia sedang ada acara makan malam bersama keluarganya. Setelah memakai baju, Angkasa melangkah menuruni anak tangga satu demi satu. Melihat sekeliling hingga pandangannya terhenti pada sosok yang terlihat sedang menikmati waktu bersama. Ternyata anggota keluarganya sudah duduk santai di ruang tengah, mungkin sedang menunggu dirinya
Aku Rachel, seorang siswa pelajar SMA kelas XII dan ini adalah tahun pertamaku berada di kelas XII. Aku adalah tipe orang yang sangat ceria. Menyukai kebebasan dan tidak pernah suka dipaksa dalam hal apapun itu. Impianku adalah menjadi seorang seniman terkenal di dunia. Semua orang akan tahu namaku. Suatu hari nanti aku akan menjadi terkenal. Itulah impianku sejak kecil hingga sekarang. Rumahku adalah tempat pijat. Lebih tepatnya ayahku membuka jasa pijat. Dengan menggunakan ramuan-ramuan tradisional yang ia racik sendiri. Selain itu Ayah juga menjual ramuannya di internet. Ayah adalah orang yang sangat baik. Sering kali ia melakukan pijatan secara gratis. Makanya kami tetap saja miskin meskipun setiap harinya Ayah selalu ramai dengan pelanggan. Ibuku juga sangat amat baik. Ia sering kali memarahi Ayah yang mel
“Tepat sekali!” Ayah berusaha meyakinkan istri dan anak-anaknya. “Kakekmu adalah asisten pribadi dan juga sahabat dekat dari Ceo Ains-Sofft yang sebelumnya. Kalian bisa mengatakan bahwa kakekmu adalah salah satu orang penting di sana.” “Tidak bisa di percaya. Jika itu benar, kenapa kita masih miskin seperti ini,” Ibu mendonggak kepalanya melihat ke wajah Ayahnya. Belum usai persoalan surat hutang piutang suaminya, kini lelaki itu membuat isu baru. “Tidak pernah ada tuh teman kakek dari Ains-Soft yang datang menemui Ayah. Setidaknya untuk memberi hadiah kecil untuk keluarga kita yang begitu melarat ini. Dan kalau ternyata Ayah memang bagian dari perusahaan besar itu, kenapa tetap saja melakukan usaha pijat ini? kenapa tidak ke Ains-Soft saja,” ucap Ibu meledek Ayah. &nb
Seperti biasa, sekolah selalu ribut dan ramai dengan siswa maupun siswi. Rachel berjalan di koridor sekolah sambil membawa buku gambar kesayangannya dan juga tidak lupa susu pisang yang selalu stay dengannya tiap pagi. Dengan langkah riang ia menghampiri temannya yang tengah duduk di depan kelas. “Berita terbarunya itu adalah Angkasa telah kembali setelah 10 tahun menetap di Inggris,” ucap Yuni. “Iya. Kemarin aku juga lihat beritanya di TV dan ternyata dia sangat tampan dari dugaanku,” Tima menambahkan. Dina melotot ke arah Yuni dan bertanya mengenai informasi terkini tentang Angkasa. “Asal kamu tahu saja Na, Angkasa termasuk dalam 10 besar di trending twitter tau ng
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Tidak ada lagi harta paling berharga yang dimiliki oleh Ramon selain keluarga yang utuh dan bahagia. Bahkan dengan harta yang berlimpah sekalipun takkan ada yang bisa menandingi kebahagiaannya ketika melihat keluarga kecilnya tersenyum bahagia. Keluarga memiliki daya tarik tersendiri dalam mengembalikan mood dan juga kecemasan akan hari esok yang buruk. Suasana selalu riuh jika anggota keluarga Ramon lengkap. Apalagi kedua anaknya yang amat berisik serta cenderung berkelahi, mampu membuat Ramon dan juga istrinya menjadi geleng-geleng kepala karenanya. Namun meskipun rusuh, hal-hal kecil yang seperti itu justru membuat keluarga mereka menjadi lebih bahagia. Tawa terpancar ketika mereka bersama. Setelah insiden buruk tadi pagi, Diah menjadi lebih kalem m
Pagi memompakan udara segar. Sinar matahari menampar dedaunan dan rumput yang lembab karena embun. Rachel sedang menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan di dalam kamar. Di atas kasur, Rachel sibuk bermain dengan ponselnya. Di luar kamar Rachel ada Diah yang sedang berdiri resah. Semua hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Pagi-pagi sekali rentenir lengkap dengan pengawalnya datang ke rumahnya. Rentenir sekaligus teman suaminya. Namun jika menyangkut masalah uang, teman Ramon terbilang cukup kejam juga. Bondan datang dengan kacamata hitamnya yang khas. Memakai setelan baju yang berwarna hitam. Sehingga semakin menambah kesan menakutkan pada dirinya. Kali ini ada dua orang pengawal yang Bondan bawa. Pengawal dengan tubuh kekar dan penuh tato. Ramon sedang sibuk dengan minyak
Ini adalah sebuah pertunjukkan yang sangat luar biasa dan di tunggu-tunggu oleh semua masyarakat. Dan hari ini kita akan membicarakan tentang topik hangat yang sedang ramai diperbincangkan. Yah. Ini adalah berita tentang penerus dari perusahaan Ains-Soft. Angkasa, seseorang yang sangat populer di kalangan perempuan. Tua maupun muda, aku juga termasuk pengagumnya. Tapi menurutku ini menjadi berita menyedihkan untuk para penggemarnya, bukanlah sebuah berita bahagia. Karena kali ini alasan dia tiba-tiba kembali ke negeri ini bukan untuk alasan pendidikannya semata tetapi juga karena alasan pesta pernikahan. Masalah ini mendadak di bicarakan oleh berbagai pengguna sosial media dan menjadi tranding saat ini. Semuanya membicarakan tentang hal ini dan kami akan mencoba un
Dengan langkah lunglai, Rachel berjalan meninggalkan taman belakang, tempat di mana kedua orang tuanya sedang bertengkar. Ia melewati ruang tengah yang dilewatinya tadi, lantas berhenti di meja tempat ia menyimpan kalung pemberian kakeknya itu. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekhawatiran sekarang. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang ia miliki, ia memberanikan diri untuk mengambil kalung itu dan memasangnya di leher jenjang miliknya. Air matanya pun perlahan mengalir sempurna membasahi pipi cubbynya. Rachel mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. Merobek selembar kertas dan menulis catatan untuk keluarganya. Untuk sementara aku akan tinggal bersama dengan temanku. Jangan mencariku dan jangan menghubungiku. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk rencana pernikahan d
“Ayah, Ibu!” teriak Rachel marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda,” lanjutnya sambil berdiri dari duduknya. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu.” Diah mencoba menenangkan. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Angkasa di masa lalu. Jadi kau harus melakukannya, melakukan pernikahan ini,” Bambang kembali menjelaskan kepada Rachel. “Apa? Bagaimana bisa? Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Itu mustahil kan Ayah.” Pak Bambang menarik nafas panjang, pusin
Malam ini Ramon tengah bermeditasi, sembari mencoba mengingat dimana ia meletakkan kalung pemberian ayahnya. Diah pun sudah membantu dengan mencari di segala tempat. Namun masih saja mereka berdua tidak menemukannya. “Ayah, bagaimana ini? sudah hampir 3 hari. Pasti ia akan segera datang menemui kita lagi. Bagaimana jika ternyata kita tidak juga menemukan kalung itu. Memangnya Ayah tidak ingat yah dimana kalung itu berada? atau jangan-jangan Ayah menggadaikannya yah,” sambil mengotak-atik lemari pakaiannya. “Ayah, apa yang kau lakukan?” teriak Diah saat melihat suaminya malah sibuk bermeditasi tanpa mau mendengarkan ucapannya. Mendadak Ramon membuka matanya, lalu melihat ke arah istrinya dan tersenyum senang. “Ibu, aku akhirnya mengingatnya.” Diah melo
Ramon dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya dan bergegas melangkah menuju ke kamar pelanggannya. Ibu pun mengikutinya dari belakang. Dengan penuh tanya, mereka berdua menemui Bambang. Melihat Bambang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangatnya, Ramon kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Diah, istrinya. Bambang mengawali pembicaraannya dengan senyuman. Ramon dan Diah lantas membalas senyuman itu dan mulai penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius itu. Dengan pelan Bambang mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu dan alasannya mengumpulkan kedua orang tua Rachel. “Saya sebenarnya adalah utusan dari Pak Bastian, ceo dari perusahaan Ains-Soft. Tanpa saya jel
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga