Aku Rachel, seorang siswa pelajar SMA kelas XII dan ini adalah tahun pertamaku berada di kelas XII. Aku adalah tipe orang yang sangat ceria. Menyukai kebebasan dan tidak pernah suka dipaksa dalam hal apapun itu. Impianku adalah menjadi seorang seniman terkenal di dunia. Semua orang akan tahu namaku. Suatu hari nanti aku akan menjadi terkenal. Itulah impianku sejak kecil hingga sekarang.
Rumahku adalah tempat pijat. Lebih tepatnya ayahku membuka jasa pijat. Dengan menggunakan ramuan-ramuan tradisional yang ia racik sendiri. Selain itu Ayah juga menjual ramuannya di internet. Ayah adalah orang yang sangat baik. Sering kali ia melakukan pijatan secara gratis. Makanya kami tetap saja miskin meskipun setiap harinya Ayah selalu ramai dengan pelanggan.
Ibuku juga sangat amat baik. Ia sering kali memarahi Ayah yang melakukan pijatan gratis, tapi setelah melampiaskan kemarahannya itu ia kembali baik lagi. Mungkin itulah alasan Ayah begitu sangat mencintaiya. Meskipun hampir setiap hari mereka berdua bertengkar tapi sampai saat ini mereka masih tetap saja hidup bersama.
Ahh hampir lupa. Selain Ayah dan Ibu aku juga memiliki satu adik laki-laki yang nakal. Aku ingin mengatakan pada kalian bahwa ia adalah lelaki yang sangat jantan. Ia begitu cintanya dengan barbel. Namun sayangnya dia lebih tertarik dengan sesama jenisnya alias homo.
Waktu menunjukkan pukul 20.00 wib. Ramon dan istrinya tengah duduk santai di ruang tengah kediamannya. Ayah dari Rachel itu sedang sibuk melihat-lihat hasil dari ramuan barunya. Melihat suaminya tengah sibuk dengan ramuan barunya, Diah justru berdiri dan berjalan menuju kamarnya.
Selang beberapa menit, Diah kembali dengan membawa selembar kertas. Dengan menarik nafas pelan, ia duduk di samping suaminya dan memberikan kertas yang di bawanya itu. “Lihatlah ini, sangat banyak bukan,” ucapnya dengan nada suara tinggi.
Ramon sontak melihat ke arah istrinya lalu beralih pada kertas yang terletak di atas meja. “Mana, biar aku lihat.”
Setelah melihat dan membaca isi dari kertas yang diberikan istrinya, Ramon menarik nafas panjang lalu melihat ke arah istrinya, memegang tangannya dan berbicara dengan suara yang begitu lembut.
“Sayang, tidak masalah kok. Kamu tenang saja, nanti aku bereskan semuanya akhir bulan ini. Aku janji akan mencari jalan keluar sendiri. Kamu tidak perlu khawatir tentang itu.”
Diah melepaskan tangan suaminya lalu memijat keningnya yang terasa pening. “Akhir bulan? akhir bulan apanya? jika kamu masih terus saja melakukan pijat gratis seperti ini setiap hari, aku nggak tahu bagaimana kelanjutan hidup kita ataupun di kehidupan selanjutnya. Ayah pasti tidak akan sanggup untuk membayar semua hutang-hutang itu.”
Ramon hanya bisa menarik napas, pasrah di marahi oleh istrinya “Kamu jangan suka mengeluh gitu sayang, nggak baik.”
***
Di lantai dua rumahnya, Rangga tengah mengendap-endap memasuki kamar kakaknya. Karena Rachel sengaja mematikan lampu kamarnya dan hanya menghidupkan lampu belajarnya saja sehingga ruangan itu terlihat cukup gelap. Hampir tidak terlihat jika seseorang masuk tanpa menimbulkan suara.
Dengan begitu pelan Rangga berjalan menuju kursi tempat kakaknya sedang duduk. Di sana Rachel tengah memandangi gambar sketsa seorang lelaki yang baru saja dibuatnya itu. Melihat tingkah kakaknya, Rangga dengan jailnya mengambil gambar itu dan membawanya lari ke tempat Ayah dan ibunya yang sedang duduk.
“Ibuuu lihat buuu, Rachel gambar seorang pria lagi. Kayaknya anak Ibu benar-benar lagi jatuh cinta.” Sambil berlari menuruni anak tangga.
“Rangga apaan sih, sini gambar kakak.”
“Lihat nih bu, Rachel menggambar seorang pria lagi,” ucapnya dengan napas yang masih tidak beraturan akibat berlari menuju ibunya.
Ibu memperhatikan gambar yang di berikan oleh Rangga kepadanya. Ayah pun mendekat, ikut kepo dengan gambar yang dibuat oleh putri sulungnya itu.
“Dimana biar Ayah lihat juga”
Baru saja Ayah hendak melihatnya, Rachel datang dan menarik kertas itu. Namun Ibunya memegang kertas itu dengan kuat sehingga Rachel tidak mampu merebutnya.
“Ibuuu berikan padaku kertasnya. Ya elah Ibuuu,” jelasnya sambil setengah merengek kepada ibunya.
“Ohh jadi ini pangeran impianmu itu Chel. Eh tapi kok nggak ada wajahnya sih. Ibu kan penasaran dengan wajahnya. Ibu ingin tahu wajah pangeranmu ini saat menunjukkan wajahnya. Sungguh Ibu sangat ingin melihat wajahnya. His face, seriously.”
Diah yang penasaran langsung melihat ke arah Rachel. “Ibu tahu kamu menggambarnya sudah sejak kecil.” Belum sempat Ibu melanjutkan kata-katanya, Ayah langsung merebut kertas itu dari tangan istrinya.
“Sini biar Ayah yang lihat. Jadi kapan aku bisa melihat wajah dari pangeranmu ini?”
“Mustahil Ayah. Ayah harus nunggu dulu sampai kak Rachel memiliki suami terus dia gambar deh wajahnya,” jawab Rangga meledek kakaknya yang tidak bisa menggambar wajah pangerannya sendiri.
Rachel langsung memukul punggung adeknya dengan tangannya sendiri. “Ranggaaa!”
“Aduh sakit kak, kalau mau mukul permisi dulu biar Rangga juga siap-siap. Gimana sih,” ucap Rangga kesal.
“Ga, kamu nggak boleh bicara seperti itu dengan kakakmu. Biasakan untuk selalu berbicara dengan baik.”
Mendengar dirinya di bela oleh Ayah, Rachel pun menertawai adiknya
“Udah Ga, kamu duduk di sini, nanti berkelahi lagi kalau di situ.” Ayah menarik lengan Rangga dan menyuruhnya duduk di kursi yang dekat darinya.
“Daripada berkelahi tidak jelas mendingan kamu bantu Ayah untuk mencari resep baru untuk minyak pijat Ayah. Bagaimana? terus ini kamu bantu Ayah juga untuk mencari cara agar minyak Ayah laku di internet. Sekalian dengan kemasannya juga. Ayah tadi udah nyari-nyari tapi belum dapat yang cocok.”
“Ahh, tidak tidak tidak. Pokoknya Rangga nggak mau ya ikut-ikutan dengan Ayah. Resep minyak baru apaan. Ini kan hanya minyak kelapa, Ayah,” jelas Rangga kesal, sambil membelakangi ayahnya.
“Eh eh lihat sini dulu. Nggak sopan banget nih anak. Kamu itu jangan memandangnya dengan rendah. Ini itu bukan minyak kelapa biasa. Ini adalah minyak kelapa dengan resep baru. Dengan resep ini Ayah memberimu makan sampai bisa sebesar sekarang. Sampai kamu bisa tumbuh seperti ini.”
Rangga tidak memperdulikan ucapan ayahnya itu. Ia tidak juga menjawab, hanya mengambil barbel kesayangannya yang kebetulan tergeletak di bawah meja dari kursi yang sedang di dudukinya.
“Hei kalau Ayah ngomong itu dijawab, jangan hanya main barbel terus,” ucap Ayah kesal karena merasa diabaikan.
“Aku belum tumbuh kok.”
“Ya makanya kamu itu harus berusaha dengan lebih keras lagi. Bantu Ayah makanya.”
“Aduhhh. Kalian berdua please deh diamlah. Ibu ingin menonton berita dulu,” sambil mengambil remote TV yang ada di meja lalu menyalakannya.
“Khususnya penerus Ains-Soft. Angkasa, putra satu-satunya dari pengusaha terkaya di Jakarta, Bastian. Dia sangat populer di kalangan wanita. Dan dia baru saja pulang dari Inggris dan katanya akan melanjutkan pendidikannya di sini. Terlebih lagi tersebar rumor bahwa katanya kali ini dia kembali bukan hanya untuk pendidikannya semata tetapi untuk melakukan upacara pernikahan. Tapi kebenarannya belum pasti, kami akan segera mengupdate beritanya,” ucap pembawa berita dari salah satu stasiun TV.
“Kalian harus tau, bahwa semua orang yang masuk dalam ruang lingkup Ains-Soft itu tampan-tampan dan memikat hati. Khususnya aku. Karena aku juga pernah menjadi bagian dari Ains-Soft.”
“Tepat sekali!” Ayah berusaha meyakinkan istri dan anak-anaknya. “Kakekmu adalah asisten pribadi dan juga sahabat dekat dari Ceo Ains-Sofft yang sebelumnya. Kalian bisa mengatakan bahwa kakekmu adalah salah satu orang penting di sana.” “Tidak bisa di percaya. Jika itu benar, kenapa kita masih miskin seperti ini,” Ibu mendonggak kepalanya melihat ke wajah Ayahnya. Belum usai persoalan surat hutang piutang suaminya, kini lelaki itu membuat isu baru. “Tidak pernah ada tuh teman kakek dari Ains-Soft yang datang menemui Ayah. Setidaknya untuk memberi hadiah kecil untuk keluarga kita yang begitu melarat ini. Dan kalau ternyata Ayah memang bagian dari perusahaan besar itu, kenapa tetap saja melakukan usaha pijat ini? kenapa tidak ke Ains-Soft saja,” ucap Ibu meledek Ayah. &nb
Seperti biasa, sekolah selalu ribut dan ramai dengan siswa maupun siswi. Rachel berjalan di koridor sekolah sambil membawa buku gambar kesayangannya dan juga tidak lupa susu pisang yang selalu stay dengannya tiap pagi. Dengan langkah riang ia menghampiri temannya yang tengah duduk di depan kelas. “Berita terbarunya itu adalah Angkasa telah kembali setelah 10 tahun menetap di Inggris,” ucap Yuni. “Iya. Kemarin aku juga lihat beritanya di TV dan ternyata dia sangat tampan dari dugaanku,” Tima menambahkan. Dina melotot ke arah Yuni dan bertanya mengenai informasi terkini tentang Angkasa. “Asal kamu tahu saja Na, Angkasa termasuk dalam 10 besar di trending twitter tau ng
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Ramon dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya dan bergegas melangkah menuju ke kamar pelanggannya. Ibu pun mengikutinya dari belakang. Dengan penuh tanya, mereka berdua menemui Bambang. Melihat Bambang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangatnya, Ramon kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Diah, istrinya. Bambang mengawali pembicaraannya dengan senyuman. Ramon dan Diah lantas membalas senyuman itu dan mulai penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius itu. Dengan pelan Bambang mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu dan alasannya mengumpulkan kedua orang tua Rachel. “Saya sebenarnya adalah utusan dari Pak Bastian, ceo dari perusahaan Ains-Soft. Tanpa saya jel
Malam ini Ramon tengah bermeditasi, sembari mencoba mengingat dimana ia meletakkan kalung pemberian ayahnya. Diah pun sudah membantu dengan mencari di segala tempat. Namun masih saja mereka berdua tidak menemukannya. “Ayah, bagaimana ini? sudah hampir 3 hari. Pasti ia akan segera datang menemui kita lagi. Bagaimana jika ternyata kita tidak juga menemukan kalung itu. Memangnya Ayah tidak ingat yah dimana kalung itu berada? atau jangan-jangan Ayah menggadaikannya yah,” sambil mengotak-atik lemari pakaiannya. “Ayah, apa yang kau lakukan?” teriak Diah saat melihat suaminya malah sibuk bermeditasi tanpa mau mendengarkan ucapannya. Mendadak Ramon membuka matanya, lalu melihat ke arah istrinya dan tersenyum senang. “Ibu, aku akhirnya mengingatnya.” Diah melo
“Ayah, Ibu!” teriak Rachel marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda,” lanjutnya sambil berdiri dari duduknya. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu.” Diah mencoba menenangkan. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Angkasa di masa lalu. Jadi kau harus melakukannya, melakukan pernikahan ini,” Bambang kembali menjelaskan kepada Rachel. “Apa? Bagaimana bisa? Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Itu mustahil kan Ayah.” Pak Bambang menarik nafas panjang, pusin
Dengan langkah lunglai, Rachel berjalan meninggalkan taman belakang, tempat di mana kedua orang tuanya sedang bertengkar. Ia melewati ruang tengah yang dilewatinya tadi, lantas berhenti di meja tempat ia menyimpan kalung pemberian kakeknya itu. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekhawatiran sekarang. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang ia miliki, ia memberanikan diri untuk mengambil kalung itu dan memasangnya di leher jenjang miliknya. Air matanya pun perlahan mengalir sempurna membasahi pipi cubbynya. Rachel mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. Merobek selembar kertas dan menulis catatan untuk keluarganya. Untuk sementara aku akan tinggal bersama dengan temanku. Jangan mencariku dan jangan menghubungiku. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk rencana pernikahan d
Tidak ada lagi harta paling berharga yang dimiliki oleh Ramon selain keluarga yang utuh dan bahagia. Bahkan dengan harta yang berlimpah sekalipun takkan ada yang bisa menandingi kebahagiaannya ketika melihat keluarga kecilnya tersenyum bahagia. Keluarga memiliki daya tarik tersendiri dalam mengembalikan mood dan juga kecemasan akan hari esok yang buruk. Suasana selalu riuh jika anggota keluarga Ramon lengkap. Apalagi kedua anaknya yang amat berisik serta cenderung berkelahi, mampu membuat Ramon dan juga istrinya menjadi geleng-geleng kepala karenanya. Namun meskipun rusuh, hal-hal kecil yang seperti itu justru membuat keluarga mereka menjadi lebih bahagia. Tawa terpancar ketika mereka bersama. Setelah insiden buruk tadi pagi, Diah menjadi lebih kalem m
Pagi memompakan udara segar. Sinar matahari menampar dedaunan dan rumput yang lembab karena embun. Rachel sedang menikmati hari liburnya dengan bermalas-malasan di dalam kamar. Di atas kasur, Rachel sibuk bermain dengan ponselnya. Di luar kamar Rachel ada Diah yang sedang berdiri resah. Semua hal yang ia takutkan akhirnya terjadi juga. Pagi-pagi sekali rentenir lengkap dengan pengawalnya datang ke rumahnya. Rentenir sekaligus teman suaminya. Namun jika menyangkut masalah uang, teman Ramon terbilang cukup kejam juga. Bondan datang dengan kacamata hitamnya yang khas. Memakai setelan baju yang berwarna hitam. Sehingga semakin menambah kesan menakutkan pada dirinya. Kali ini ada dua orang pengawal yang Bondan bawa. Pengawal dengan tubuh kekar dan penuh tato. Ramon sedang sibuk dengan minyak
Ini adalah sebuah pertunjukkan yang sangat luar biasa dan di tunggu-tunggu oleh semua masyarakat. Dan hari ini kita akan membicarakan tentang topik hangat yang sedang ramai diperbincangkan. Yah. Ini adalah berita tentang penerus dari perusahaan Ains-Soft. Angkasa, seseorang yang sangat populer di kalangan perempuan. Tua maupun muda, aku juga termasuk pengagumnya. Tapi menurutku ini menjadi berita menyedihkan untuk para penggemarnya, bukanlah sebuah berita bahagia. Karena kali ini alasan dia tiba-tiba kembali ke negeri ini bukan untuk alasan pendidikannya semata tetapi juga karena alasan pesta pernikahan. Masalah ini mendadak di bicarakan oleh berbagai pengguna sosial media dan menjadi tranding saat ini. Semuanya membicarakan tentang hal ini dan kami akan mencoba un
Dengan langkah lunglai, Rachel berjalan meninggalkan taman belakang, tempat di mana kedua orang tuanya sedang bertengkar. Ia melewati ruang tengah yang dilewatinya tadi, lantas berhenti di meja tempat ia menyimpan kalung pemberian kakeknya itu. Wajahnya dipenuhi kesedihan dan kekhawatiran sekarang. Dengan mengumpulkan segala kekuatan yang ia miliki, ia memberanikan diri untuk mengambil kalung itu dan memasangnya di leher jenjang miliknya. Air matanya pun perlahan mengalir sempurna membasahi pipi cubbynya. Rachel mengeluarkan buku yang ada di dalam tasnya. Merobek selembar kertas dan menulis catatan untuk keluarganya. Untuk sementara aku akan tinggal bersama dengan temanku. Jangan mencariku dan jangan menghubungiku. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Untuk rencana pernikahan d
“Ayah, Ibu!” teriak Rachel marah. “Tapi aku ini kan masih sangat muda,” lanjutnya sambil berdiri dari duduknya. “Sayang duduklah dulu sebentar, jangan marah begitu. Tenanglah dulu.” Diah mencoba menenangkan. “Jadi perjanjian ini sebenarnya adalah perjanjian antara kakekmu dan juga kakek dari Tuan Muda Angkasa di masa lalu. Jadi kau harus melakukannya, melakukan pernikahan ini,” Bambang kembali menjelaskan kepada Rachel. “Apa? Bagaimana bisa? Aku benar-benar tidak mengerti bagaimana bisa aku menikah dengan seseorang yang bahkan tidak aku kenal. Itu mustahil kan Ayah.” Pak Bambang menarik nafas panjang, pusin
Malam ini Ramon tengah bermeditasi, sembari mencoba mengingat dimana ia meletakkan kalung pemberian ayahnya. Diah pun sudah membantu dengan mencari di segala tempat. Namun masih saja mereka berdua tidak menemukannya. “Ayah, bagaimana ini? sudah hampir 3 hari. Pasti ia akan segera datang menemui kita lagi. Bagaimana jika ternyata kita tidak juga menemukan kalung itu. Memangnya Ayah tidak ingat yah dimana kalung itu berada? atau jangan-jangan Ayah menggadaikannya yah,” sambil mengotak-atik lemari pakaiannya. “Ayah, apa yang kau lakukan?” teriak Diah saat melihat suaminya malah sibuk bermeditasi tanpa mau mendengarkan ucapannya. Mendadak Ramon membuka matanya, lalu melihat ke arah istrinya dan tersenyum senang. “Ibu, aku akhirnya mengingatnya.” Diah melo
Ramon dengan tergesa-gesa bangkit dari duduknya dan bergegas melangkah menuju ke kamar pelanggannya. Ibu pun mengikutinya dari belakang. Dengan penuh tanya, mereka berdua menemui Bambang. Melihat Bambang sedang duduk santai sembari menikmati teh hangatnya, Ramon kemudian ikut duduk di dekatnya. Begitu pula dengan Diah, istrinya. Bambang mengawali pembicaraannya dengan senyuman. Ramon dan Diah lantas membalas senyuman itu dan mulai penasaran dengan apa yang akan dibicarakan oleh lelaki yang kini sedang menatap wajahnya dengan begitu serius itu. Dengan pelan Bambang mulai menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke tempat itu dan alasannya mengumpulkan kedua orang tua Rachel. “Saya sebenarnya adalah utusan dari Pak Bastian, ceo dari perusahaan Ains-Soft. Tanpa saya jel
Setelah mendapatkan alamat yang di maksud oleh Angkasa, Ben lalu mengeluarkan handphonenya dan memotret bagian depan rumah itu. Lalu mencoba untuk menghubungi Angkasa. “Saya sudah menemuukannya tuan.” “Kalau gitu kirimkan saya alamat lengkapnya, saya akan menuju ke sana sekarang.” “Baiklah” Tuttt tuttt tuttt. Panggilan telepon telah terputus. Dengan sigap Angkasa mengambil kunci motornya dan segera berangkat mencari alamat calon tunangannya. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke tempat yang di tujunya itu. *** Rachel yang berada di rumahnya sedang asyik membersihkan kaca jendela bagian depan. Di sela waktu membersihkan, ia lagi lagi menggambar pangerannya, tentu saja pangeran tanpa wajah. Tawa bahagia pun terpancar di wajahnya setiap kali ia selesai menggambar dan melihat pangerannya itu. Meskipun tanpa wajah, entah mengapa ada daya tarik tersendiri yang dapat dirasakannya. “Ayolah balikkan wajahmu pan
Pluuusssttt ! Semburan air tepat membasahi wajah Angkasa. Rachel salah menyemburkan air ke wajah orang lain. Menyadari dirinya yang salah itu, membuat Rachel kaget dan hanya mampu terdiam kaku sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Mata Rachel melotot sempurna saat menyadari kebodohannya. Dengan kesal Angkasa membasuh wajahnya yang basah oleh semburan air dari Rachel. Di tambah lagi jasnya pun yang ikut basah kuyup. Dengan wajah yang merah padam, Angkasa menatap tajam Rachel seperti hendak menerkam saja. “Tuan Muuuda!” suara yang setengah bergetar memenuhi sudut ruangan. “Aku sudah menggosok gigi kok. Gigiku sangat bersih. Lihatlah,” ucapnya sambil unjuk gigi di hadapan Angkasa. Mendengar keributan di luar, Tima Yuni dan juga Dina langsung keluar dari tempat persembunyiannya. “Rachel.” teriak Yuni dengan kaget saat melihat Angkasa yang sudah basah kuyup. “Malang sekali.” Ucap Tima lalu segera lari dan meningga