Daiva Gayatri Maheswari, menjadi pusat perhatian para pengunjung di cafe restoran pagi ini. Kecantikannya yang begitu mencolok mengundang para tamu memuji dan menjadikan dirinya bahan obrolan di cafe restoran di mana dia bekerja.
Perempuan yang mempunyai bentuk tubuh body goal dengan tinggi yang proporsional itu mengangguk ramah ke para pengunjung yang menyapanya. Bahkan ada yang berebutan mau dilayanin dan dibawain makanan ke mejanya.
Hari ini suasana cafe lumayan rame pengunjung. Setelah briefeng 15 menit, semua karyawan langsung disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.
Kesibukkan hari ini membuat ku sesaat lupa kalau hari ini sudah ada janji dengan penagih hutang, untuk menebus Ariana dan membawanya pulang. Sungguh capek kurasakan hari ini, belum ditambah ada yang ngilu kurasakan akibat pekerjaan tadi malam.
"Daiva, tolong bawa ini ke meja no.7, ya." Mbak Dina selaku koki di restoran menyodorkan beberapa gelas minuman dingin dan sebungkus potato berukuran besar untuk di bawa ke pelanggan di meja nomor tujuh.
Dimana beberapa cowok matang berkumpul setiap jam pulang kerja.
"Key, gabunglah sama kita. Sehabis dari sini kita ngmpul yuk di bascamp." Suara Lazuardo, cowok yang cukup matang di usia 30 tahun itu menyesapkan minuman yang baru diantar.
"Maaf, permisi," ucapku sambil menaruh beberapa gelas minuman yang mereka pesan. Terakhir aku taruh sebungkus potato berukuran jumbo di samping minuman dingin itu.
Dengan tetap menunduk aku mengangguk hormat pada mereka tanpa menatap satupun personil cowok-cowok matang yang masih singel itu.
"Aku nggak bisa gabung hari ini, sudah ada janji sama anak buah, lumayan dapet recehlah dikit-dikit." ucap cowok yang di panggil Key itu.
"Bisnis apa kamu, Key? Jadi juragan penagih hutang," serentak sekumpulan cowok-cowok singel itu terbahak mentertawakan temannya atau lebih tepatnya, Key itu bos mereka. Orang paling kaya di antara cowok-cowok itu.
"Memang kenapa kalau Aku jadi juragan penagih hutang, tetap halal kok." Jawab cowok yang bernama Key itu santai. Sambil menyesap minuman dinginnya.
Aku sempat menahan napas mendengar suara juragan penagih hutang diucapkan. Apalagi suara itu seperti familiar di telingaku. Ingat penagih hutang, aku langsung merapikan semua pekerjaanku. Hari ini aku shif pagi, jadi bisa pulang sore. Dari sini aku langsung jemput Ariana.
Berpikir sebentar, lebih baik di kasih cek aj apa dicairin. Mungkin lebih amannya dikasih cek saja, toh itu ceknya asli ada tanda tangannya juga si empunya cek.
"Daiva! Sudah mau pulang?" Aku menoleh lalu mengangguk.
"Iya, Mbak. Aku duluan ya," seruku sambil mengapit tas kerjaku di pundak. Mbak Dina hanya melambaikan tangan padaku.
Kulewati sekumpulan cowok-cowok itu, ada yang noraknya setengah mati, pake bersiul-siul segala.
Kuapit tasku dipundak. Di dalam tas ini bukan hal yang main-main. Ada cek senilai 100 juta. Kalau sampai dicopet apa di jambret alhasil sia-sia semalam aku sudah dikrek sama laki-laki hidung belang.
Lumayan lama juga bus langgananku nggak datang-datang. Terdengar suara riuh dari jalan raya. Terlihat beberapa cowok yang di cafe tadi berisik di sebuag alphar mewah yang di kemudikan cowok lumayan ganteng.
Alphard itu tepat melintas di hadapanku.
"Hai, Gadis ... mau nebeng nggak?" Aku bergidik melihat tingkah mereka kayak ABG saja. Spontan aku menggelengkan kepala.
Mereka berlalu dengan berisik, bertingkah ala ABG milenial. Tidak malu sama umur. Berlalunya sekumpulan cowok nggak jelas itu berlalu juga aku dari tempat itu karena bus langgananku sudah datang.
******
"Kenapa cek? Kamu cairin dulu sana!"
Aku mendengus kesal. Menatap nanar ke arah dua laki-laki besar itu.
"Ini cara paling aman, kalian pikir kalau dicairin Aku nggak di rampok apa? Di pikir uang 100 juta cm selembar daun kelor!" sungutku marah.
"Ini asli! Ada tanda tangannya, kan? Kalau nggak percaya, panggil saja bos kalian, pastinya dia lebih pintar dari pada kalian." lanjutku.
Ke dua laki-laki itu diam sesaat lalu akhir manggut-manggut.
"Sudah mana adikku! Aku sudah lunasi hutangnya, jadi kembalikan adikku dan jangan pernah ganggu kami lagi!"
Terdengar tapak kaki dari dalam ruangan itu. Dari semenjak datang, aku sama sekali belum melihat sekelilingku. Ternyata rumah ini besar sekali. Bangunannya ala rumah-rumah di dalam drama China dan Korea. Aku yakin Ariana betah sekali di sini.
Pandanganku terbentus sosok kurus, tinggi, langsing, dan cantik. Masih pake pakaian putih biru. Seketika aku tubruk gadis kecil itu.
"Ariana!"
"Kakak!"
Kupeluk dia erat-erat. Rasa rindu dan khawatir hampir 3 hari ini dia di culik sama penagih hutang itu, membuatku tidak bisa beraktivitas normal. Ayah dan ibu selalu berpesan untuk selalu menjaganya sampai dia dewasa kelak.
Maka dari itu aku menghabiskan hari-hariku hanya untuk bekerja membiayai semua pendidikan dia dan kebutuhan kami. Termasuk menggadaikan kehormatanku demi menebusnya dari para penculik itu.
"Kamu, tidak apa-apa, kan?" Mari kita pulang." Aku meneliti kondisi badan adikku dari bawah sampai atas, sebelum akhirnya ku gandeng tangannya untuk pergi dari tempat itu.
Tak kuhiraukan sepasang mata itu memperhatikan kami sedari tadi. Aku terus keluar dari rumah itu menuju hatel bus. Mungkin saja yang memperhatikanku itu bosnya para penagih hutang iti. Yang selalu mereka sebut Juragan Penagih Hutang.
"Di rumah itu, enak tahu, Kak." kata Ariana dalam perjalanan pulang.
"Hush! Di culik kok enak, Kamu di kasih makan nggak?" tanyaku sambil menekan kepalanya biar bersandar di pundaku, ketika kami sedang naik bus.
"Ih, memang enak, Kak. Ariana setiap hari di kasih makanan enak, tidur di kasur yang empuk, bisa berenang tiap hari." Celoteh adikku panjang kali lebar.
"Masa iya begitu, kamu kan lagi di culik?" Ariana hanya mengangguk. Mulutnya berkali-kali menguap dan akhirnya dia tertidur pulas di pundakku.
Apa iya, Ariana seenak itu hidupnya di rumah besar itu. Dia kan di culik, apa mungkin si penculik sebaik itu? Sampai-sampai memperlakukan Ariana seperti bukan korban penculikkannya.
Akh- entahlah, aku sudah nggak mau mengingat-ingat peristiwa ini. Peristiwa yang mengharuskan aku mengorbankan mahkotaku. Yang terpenting sekarang, semua sudah kembali normal. Jangan sampai aku terjerat kembali dengan si penagih hutang.
Tapi ... apakah aku harus berterima kasih pada laki-laki itu? Laki-laki semalam yang sudah memberikan cek senilai 100 juta, yang sudah mengambil kevigirnan ku.
Yah! Dia lah orang pertama yang menyentuh ku dan mengambil mahkota ku. Haruskah dia ku jadikan suamiku. Karena sudah menodai ku? Bukannya semua berbanding dengan uang 100 juta itu?
Akh- sudah, lah! Itu sudah nggak penting, yang terpenting sekarang, semua masalah ini sudah selesai.
Di rumah mewah itu,
"Ini Juragan! Gadis itu memberikan cek sebagai gantinya untuk menebus adiknya." Salah satu anak buah penagih hutang itu, menyodorkan selembar cek senilai 100 juta.
Laki-laki yang di panggil dengan sebutan juragan itu, mengambil cek itu dan menyipitkan matanya. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat apa yang tertera di kertas yang berisikan uang sebesar 100 juta itu.
Di situ, ada tanda tangan miliknya.
"Gadis semalam!" gumamnya sambil meremas cek itu. Anak buahnya kaget seketika melihat perubahan bosnya.
Gigi laki-laki itu gemeletuk menahan amarah .
"Ternyata, dia gadis yang semalam!" gumamnya sekali lagi dengan dengusan kasar. Ketika mengetahui bahwa yang adiknya di culik adalah gadis yang semalam ia beli dengan cek seharga 100 juta.
Itupun semalam dirinya dalam keadaan mabok melakukan tawar menawar atau transaksi dengan wanita itu. Mungkin kalau dalam keadaan normal dia akan menolak membeli gadis itu seharga 100 juta.
"Antar Aku ke alamat gadis itu!" ucapnya sambil berdiri dengan raut muka marah. Anak buahnnya segera mengiyakan perintah bosnya. Karena kondisi bosnya sudah tidak wajar lagi, tidak mungkin dia bertanya panjang lebar.
"Akhirnya, ku temukan juga kamu! Aku tidak akan melepaskan kamu lagi kali ini!" ucap laki-laki itu pada dirinya sendiri.
Dia merasa Daiva Gayatri Maheswari harus bertanggung jawab atas dirinya, bahwa gadis yang di renggut keperawanannya itu sudah membuat dirinya mabok kepayang.
******
BERSAMBUNG
Keyko Khayang Gumelar, sudah sampai di depan rumah yang cukup sederhana, tapi suasananya cukup asri. Disapukan matanya ke sekeliling rumah itu. Tampak hening dan senyap. Padahal hari baru mau menjelang magrib. Dengan gesture tangannya, anak buah Keyko sudah paham apa maksud bosnya. Segera di langkahkan kakinya menuju pintu rumah itu. Dan sekali ketuk, pintu itu sudah terbuka. "Eh-hh, Kalian! Mau apalagi? Bukankah semua sudah selesai. Hutang Saya sudah lunas, kan?!" teriakku histeri di depan pintu, berusaha menutup rapat-rapat pintu rumah ku. Namun sayang kekuatan mereka lebih kuat. Akhirnya aku kalah. "Juragan mau ketemu dengan kamu!" ucap saha seorang, anak buah penagih hutang itu. Aku terkejut. Sesaat, aku terdiam. Dan kulayangkan pandangan ku jauh ke depan ke halaman rumah. Ada sosok tinggi tegap dengan rambut cepak pendek dan postur tubuh aduhai. Sudah dapat di pastikan pria itu tampan meskipun tampak dari belakang. "Mau ngapain la
Masih dalam dekapannya, aku merasakan getaran hebat. Degub jantung seperti genderang perang. Tanganku yang thremor, tak bisa berpegangan sama badannya. Kubiarkan terkulai lemas di samping kanan-kiri badanku. Sedang wajahku sudah menyatu dengan wajahnya. Mataku masih terpejam halus. Tapi bibirku, entah kapan sudah merasakan sesapan dan lumatan yang begitu nikmat. Aku terbawa, aku terhanyut, hingga terdengar lenguhan dari bibirku. Begitu aku menikmatinya. Sampai lupa diri. Dia siapa dan aku siapa. Rasanya aku seperti tak rela ketika laki-laki tampan itu menyudahi ciuman panas itu. Melepaskan bibirnya dari bibirku. Dengan masih terpejam di seka bibirku yang basah dengan tangan kekarnya dan terdengar bisikan mesranya yang mebuatku berubah ekspresi seketika. "Sudah jangan nganga begitu, malu dilihat anak buahku. Kalau masih mau kita ke hotel lagi." Deg! Jantungku seakan mau copot mendengar kata-kata itu. Seketika aku buka mataku. Laki-laki itu menatapku dengan tat
Aku terduduk lemas di samping taman. Tanganku yang thremor benar-benar tak mampu aku kendalikan. Lemas terkeluai di sebelah badanku. Nafasku masih terlihat turun-naik belum terarur. Rasanya aku seperti mimpi, sekarang hidupku setiap hari harus berurusan dengan laki-laki yang sakit mental. Selang beberapa menit aku sudah kembali ke tempat kerjaku. Mbak Dina yang melihat wajahku tiba-tiba memucat mendekatiku. "Daiva, Kamu sakit? Kok wajah Kamu pucat begitu?" tanyanya cemas, sambil memegang keningku. Lumayan agak sumeng sich. Cuma itu bukan sakit. Aku kaget dengan tragedi tadi, tragedi yang diciptakan orang yang mentalnya sakit. Cakep-cakep kok sakit jiwa! "Nggak kok, Mbak. Hanya sedikit demam, mungkin kecapekan karena semalam kurang istirahat dengan baik." jawabku sambil tersenyum, terus merapikan semua pekerjaanku. "Apa, Kamu mau izin pulang duluan? Nanti Mbak sampaikan sama pengawas!" suaranya kembali dengan nada penawaran. Aku menggelengkan kepala le
Aku semakin ketakutan melihat badannya mendekatiku. Kupeluk erat bantal yang menutupi dadaku. Kaku-laki semaki mendekat dan menghimpit dadaku. Menindih tubuhku. Aku menahan napas kuat-kuat, ketika wajahnya bersinggungan dengan wajahku, dan napasnya sudah menyatu dengan napasku. Kali ini dengan begitu lembut dia meraih kepalaku, menekannya perlahan agar bibirku tidak lepas dari bibirnya. Entah kesurupan setan dari mana, aku yang tadinya menolak dan memberontak menjadi lebih agresif dan liar. Aku raih dengan sedikit memaksakan, melingkarkan tanganku ke lehernya, agar dia tidak melepaskan pagutannya di bibirku. Ku jelajahi rongga-ronga mulutnya. Kusesap dan kuhisap lidahnya yang panas. Dan kulumat dengan sepenuh perasaan bibir simetrisnya yang begitu sangat menggairahkan. Tanpa berpikir dua kali, laki-laki yang bernama Keyko Khayang Gumelar itu, menjelajahi setiap jengkal kulit tubuhku dari atas sampai bawah. Sedikitpun tidak membiarkan lolos dar
Drtttt ... drttt ... Dering telpon itu milikku, tapi dengan cepat ada tangan seseorang yang menyambar ponsel genggamku. Dan aku tahu betul siapa orang itu. Di gesernya ikon yang berwarna hijau itu, dan terdengar suara riang di ujung seberang telpon. "Kak! Mau jam berapa pulang?" Ariana mau belajar kelompok sama Alvin ya?" Klik! Telpon terputus tanpa memberi kesempatan si empunya telpon untuk berbicara barang sekata dua kata. Keyko kembali menaruh ponselku di atas nakas. Dan kurasakan jari-jemarinya yang kokoh sudah meremas pinggangku dengan lembut. Akh-, kalau aku terus bersamanya sepanjang hari pasti aku akan jadi budak sex-nya. Walau tak bisa kupungkiri aku menikmatinya. Tapi nggak bisa seperti ini terus. Aku akan kelihatan seperti murahan di matanya, hanya untuk menebus cek senilai 100 juta itu. Siapa suruh waktu itu mau transaksi denganku. Akh-, brengsek! Memang. Aku terjebak dengan permainan laki-laki hidung belang
Aku meringis merasakan tamparan yang begitu keras itu. Aku yakin, 5 jari perempuan ini sudah membekas di pipi kananku."Stella!" Teriakan Keyko mengglegar membuatku sesaat terperanjat. Tapi tak mengurangi emosi wanita yang sedang gelap mata ini."Dasar perempuan murahan! Pelacur! Enyah aja kamu dari muka bumi ini!"Rambutku tiba-tiba di jambak, ditarik bahkan badanku yang setengah bugil itu diunyel-unyel di kasur Keyko.Keyko geram, karena teriakannya tidak di hiraukan oleh perempuan yang tiba-tiba datang tanpa membunyikan bel pintu itu."Stella! Hentikan!" Teriaknya lagi, kali ini dia segera memakai celana pendeknya dan meraih badan perempuan yang ia panggil setella itu dari atas badanku."Plak! Plak!"Tamparan itu telak di muka kanan-kiri gadis itu. Hampir terhuyung dari tempat berdirinya, perempuan yang bernama stella itu.Aku segera merapikan bajuku yan awalnya bugil oleh Keyko dan kini acak-acakan oleh Stella.Gadis
"Lepasin Aku!" pintaku dengan sengit dan memberontak. Tapi tangan itu begitu kuat, padahal satu tangan sedang menyetir. "Ternyata, Kamu ada hubungan juga sama Kalingga, ya? Kamu tahu siapa dia? Adikku!" Uh- Rasanya mau pecah kendang telangaku mendengar teriakannya yang histeris. "Ada hubungan apa kamu dengan adikku?!" Lagi-lagi suaranya memekakkan telinga. "Teman." Teman tidur, heh!" Sungguh suaranya bercampur emosi semakin membuat nyaliku ciut. "Hanya teman. Kamukan yang pertama kali tidur denganku. Kamu juga yang sudah merenggutnya." kataku lagi membuat dia, Keyko terdiam ketat mengatupkan bibirnya. Setelah mendengar ucapanku yang terakhir itu, tiba-tiba suara hening. Mobil pun tak sengebut tadi. Aku juga ikut terdiam, sesekali aku curi pandang ke arahnya. "Sudah berapa lama kamu kenal adikku?" Tiba-tiba suaranya memecah kesunyian. Matanya tetap lurus sambil tangannya masih menyetir mobilnya. "
"Kamu kenal wanita itu di mana?" tanya Kalingga dingin. Wajahnya seperti membeku. Kupicingkan mata ke arahnya. Pria yang kukenal hampir satu tahun setengah itu seolah berubah. Ada yang aneh menurutku. Kalau berwajah dingin begini nggak ada bedanya dengan kakaknya yang brengsek itu. "Nggak akan ada wanita yang mencarimu, jika hubunganmu dengan Keyko belum jauh." Lagi-lagi datar nada pertanyaan itu. "Sejauh mana hubunganmu dengan Keyko? Sudah pernah tidur bersama?" Deg! Insting laki-laki ini hebat! Luar biasa! Bahkan aku belum sepatah pun memulai cerita tentang aku dan Keyko. Tapi dia sudah sejauh itu menebaknya. Dan seperti paham tentang sifat kakaknya yang hidung belang itu. "Kakakku suka jajan hampir tiap malam. Hanya untuk pelampiasan dan main-main. Tak jarang banyak wanita yang terbawa perasaan setelah tidur sama Keyko. Mereka akan mengejar-ngejar Keyko sampai dapat. Jadi tak heran kalau tiba-tiba ada wanita yang datang ke rumahmu d