"Lepasin Aku!" pintaku dengan sengit dan memberontak. Tapi tangan itu begitu kuat, padahal satu tangan sedang menyetir.
"Ternyata, Kamu ada hubungan juga sama Kalingga, ya? Kamu tahu siapa dia? Adikku!"
Uh-
Rasanya mau pecah kendang telangaku mendengar teriakannya yang histeris.
"Ada hubungan apa kamu dengan adikku?!" Lagi-lagi suaranya memekakkan telinga.
"Teman."
Teman tidur, heh!" Sungguh suaranya bercampur emosi semakin membuat nyaliku ciut.
"Hanya teman. Kamukan yang pertama kali tidur denganku. Kamu juga yang sudah merenggutnya." kataku lagi membuat dia, Keyko terdiam ketat mengatupkan bibirnya.
Setelah mendengar ucapanku yang terakhir itu, tiba-tiba suara hening. Mobil pun tak sengebut tadi. Aku juga ikut terdiam, sesekali aku curi pandang ke arahnya.
"Sudah berapa lama kamu kenal adikku?"
Tiba-tiba suaranya memecah kesunyian. Matanya tetap lurus sambil tangannya masih menyetir mobilnya.
"
"Kamu kenal wanita itu di mana?" tanya Kalingga dingin. Wajahnya seperti membeku. Kupicingkan mata ke arahnya. Pria yang kukenal hampir satu tahun setengah itu seolah berubah. Ada yang aneh menurutku. Kalau berwajah dingin begini nggak ada bedanya dengan kakaknya yang brengsek itu. "Nggak akan ada wanita yang mencarimu, jika hubunganmu dengan Keyko belum jauh." Lagi-lagi datar nada pertanyaan itu. "Sejauh mana hubunganmu dengan Keyko? Sudah pernah tidur bersama?" Deg! Insting laki-laki ini hebat! Luar biasa! Bahkan aku belum sepatah pun memulai cerita tentang aku dan Keyko. Tapi dia sudah sejauh itu menebaknya. Dan seperti paham tentang sifat kakaknya yang hidung belang itu. "Kakakku suka jajan hampir tiap malam. Hanya untuk pelampiasan dan main-main. Tak jarang banyak wanita yang terbawa perasaan setelah tidur sama Keyko. Mereka akan mengejar-ngejar Keyko sampai dapat. Jadi tak heran kalau tiba-tiba ada wanita yang datang ke rumahmu d
"Biarkan, dia pergi! Dia salah apa sama, Kamu? Sampai menyiksanya begitu?" "Jadi, Kamu tahu, kemana dia pergi?" Kalingga hanya menggeleng sambil merapikan berkasnya yang berserakan. Dari dulu dia memang anak papa mama. Selalu menjadi kebanggan. "Memangnya, dia punya hutang berapa sama Kamu?" Keyko menatap tajam ke arah adiknya. Ada yang berdesir aneh ketika dia menyadari, mungkin gadis itu sudah cerita banyak dengan Kalingga. "Apa dia sudah banyak yang diceritakan padamu?" Kalingga hanya terkekeh mendengar ucapan yang bernada sinis. "Nggak ada. Dia nggak pernah cerita apapun itu. Tapi kemarin, cewek koleksi kamu datang kerumahnya dan menampar Daiva." Hampir tersedak Keyko, waktu mendengar perkataan adiknya. Air mineral yang sedari tadi disesapnya ditaruh begitu saja. "Stella, maksudmu?" Keyko menatap serius ke arah manik adiknya. "Terus siapa lagi yang begitu t
Jantungku berdebar keras, dengan tangan yang tiba-tiba thremor. Aku terhuyung beringsut ke belakang. Tapi laki-laki yang sudah menubrukku itu, buru-buru meraih tubuhku. Menyangganya agar tidak jatuh. Ada senyum misterius di sudut bibirnya. Oh Tuhan! Jauh-jauh aku ke sini menghindari dia, kenapa malah ketemu di sini? Rasanya, aku ingin menjerit minta tolong sama orang-orang di sekitarku, kalau hidupku sudah sangat terancam dengan keberadaan laki-laki ini. "Apa kabar, Daiva Gayatri Maheswari?" suaranya membuat aku menelan salivaku yang sedari tadi kering kerontang. Ada warna pias di wajahku melihat keberadaan laki-laki ini. Kakiku seakan lumpuh dan tak bisa digerakkan ketika dia mendorongku keluar dari supermarket kecil itu. Digiring menuju parkiran di mana mobilnya di sana. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti titahnya. "Sejauh apapun Kamu menghindar bahkan menghilang dariku, Kamu tak akan pernah berhasil. Karena ini sudah
Aku masih di buat terpana oleh mereka berdua. Sebenarnya, hubungan apa yang mereka miliki sampai seakrab itu? Teman, saudara atau malah ...? Akh! Entah, lah! Aku nggak mau pusing ngurusin urusan orang. Hanya saja, kenapa sich? Lagi-lagi harus dengan laki-laki ini, aku berurusan. Rasanya duniaku tu sempit sekali. Apa ini yang disebut takdir, atau malah mala petaka aku bertemu Keyko Khayang Gumelar. Seandainya bukan dia yang disebut Juragan Penagih Hutang, atau bukan dia yang menculik adikku, atau malah saja bukan dia orang yang pertama kali mengambil mahkotaku dan membeliku, mungkin aku orang yang paling bahagia saat ini bisa bertemu bahkan bisa merasakan sentuhan laki-laki tampan itu. Tapi ... Karena peristiwa-peristiwa itu, aku seperti trauma dengan kebetadaannya. Ketakutan itu selalu menghantuiku saat aku entah sengaja atau tidak bertemu dengannya. Huft! Aku agak tersentak mendengar gelak tawa dari mulut mereka. Renyah sekali obrolan mereka.
Aku meremas pipiku yang barusan ditampar dengan kejam. Kulit bak bayi itu langsung membiru. Aku ingin meringis sakit, tapi kutahan karena nggak mau kelihatan lemah di depannya. Semua orang yang melihat kejadian itu sesaat menghentikan aktivitasnya, hanya sekedar untuk melihat apa kejadian selajutnya. "Jasmine!" Suara Adrian mengglegar memenuhi ruang pasar yang luas itu. Cowok itu mendekati perempuan bernama Jasmine itu. Sedang aku masih memegangi pipiku yang langsung berwarna biru lebam itu. Keyko menariku dalam pelukanya beruhasa melindungi aku dari wanita yang tak ingin kukenal sama sekali. "Oh! Dasar perempuan murah! Laki-laki mana saja bisa memelukmu! Apa ini permainan kotor kamu!" "Plakk!" Adrian tak segan-segan lagi melabuhkan satu tamparan itu di pipi Jasmine. "Adrian!" pekik Jasmine sambil memegangi pipinya yang barusan di tampar oleh Adrian. Ada air hangat di pelupuk matanya yang siap jatuh membasahi pipinya. "
Sebelum aku menyadari apa yang terjadi, mobil alphard itu sudah melaju dan ini bukan menuju arah pulang. Tapi ke tempat yang tidak aku mengerti. Namun, aku tak berani untuk bertanya. Memandang dia pun aku takut. Akku menyesal membuatnya marah tadi. Mhngkin ini hukumanku. Dia akan menghukumku. Dan benar saja. Tak jauh dari seberang jan raya ada penginapan kecil, yang tak begitu ramai. Dengan tergesa dia turun dari mobil, tidak lupa menarik tsngankj menuju resepsionist. "Mbak! Pesan satu kamar yang masih kosong." Suaranya membuat jantungku seakan mau copot. "Pesan satu kamar? Mau ngapain? Oh tidak-tidak!" Aku mrnggekengkan kepala berkali-kali Pasti dia akan memintaku melayaninya lagi. Sebelum ini terjadi, aku dah bersiap untuk kabur darinya sebelum dia selesai chek-in. Tapi baru saja, kakiku akan melangkah menjauhinya, satu tangan kirinya sudsh menarik dan meremas pinggangku agar lebih merapat ketubuhnya. Dan keinginanku kabur dari
"Sayang," aku membuka mataku dengan berat. Kudapati pria itu terlihat tampan sekali, bertelanjang dada, sedang menindih tubuh kecilku dengan badan kekarnya yang berotot.Sebelum mulutku terbuka, bibirnya sudah melumat panas bibirku. Dengan masih terkantuk-kantuk aku membalas ciuman itu. Tapi, beberapa saat kemudian terdengar suara desahan dari bibirku.Keyko hanya tersenyum lantas berhenti setelah dengan jahilnya mengginggit puncak dadaku.Uh! Aku cubit lengannya yang berotot."Masih betah di sini?" tanyanya sambil membelai pipiku tirusku.Aku hanya menggerakan tanganku mencari-cari sesuatu di atas nakas."Ponselnya ada padaku. Sengaja Aku matiin, supaya nggak ada yang ganggu."Aku kembali menarik tangan lalu mengalungkannya di lehernya. Mataku meredup dan itu malah membual laki-laki jantan itu semakin berhasrat.Jari-jemari itu sudah menjalar di sana. Aku merasakan sensasi kenikmatan. Ku pejamkan mata dengan bibir terbuka dan se
Aku buru-buru masuk ke rumah setelah sampai di halaman. Kutinggalkan Keyko yang masih terpana melihat sikapku. Tapi sesampainya aku di dalam rumah, dengan jalan mundur tubuhku seolah terdorong keluar, melihat ada sosok lain di rumahku duduk di kursi roda. Berkali-kali aku menelan salivaku, mengetahui siapa orang yang datang. Bahkan aku hampir terjungkal ke belakang, saking aku terhipnotis dengan kedatangan orang itu. Antara kaget dan ketakutan, melihat sosok itu dengan tenanya memutar kursi rodanya mendekatiku. Aku sudah tidak berkutik. Saat seperti itu aku tidak mengharap pertolongan Keyko. Malah yang kuharapkan, sosok itu pergi dan jangan sampai melihat bahkan mendengar apapun tentang sosok yang sedang duduk di kursi roda itu. "Apa kabar, Gayatri?" Suaranya tenang. Bahkan ekspresi mukanya, itu lho! Tak seperti orang yang sedang tersakiti. Aku menelan salivaku dengan susah payah. Apalagi ketika sosok itu semakin mendekat ke arah
"Key, ada yang datang," bisikku masih di bawah tubuhnya yang menindihku. Keyko tak pedul sama sekali. Dia terus melanjutkan aksinya memacu tubuhku dengan miliknya dan membuatku mendesah hebat padahal sudah berkali-kali aku mendapatkan pelepasan, Namun sepertinya iti belum cukup membuat pria itu untuk merasakan kepuasan dariku. "Sayang, akh!" ucapnya dengan erangan yang menggila dan diakhiri dengan desahan yang dahsyat. Aku semakin mengejang hingga kudapatkan kembali pelepasan itu. Saat kami mengakhiri percintaan kami ketukan itu sudah tak terdengar lagi. Aku terkulai lemas lalu akhirnya tertidur karena capeknya dan mengabaikan keberadaannya. Tampak Keyko mendekap tubuh Diva dan membiarkan tangannya digunakan sebagai bantalan olehnya. Lalu pria itu mengecup dengan lembut bibir yang selalu menjadi candunya dan membuatnya menagih terus tubuh gadis itu. Kali ini Keyko tak akan melepaskan gadis itu lagi. Rasanya sudah teralu jauh selama ini dia mencampakan dan mem
"Pak Kuntoro!" Pekik Sandra tertahan. Sedangkan Pengacara Kuntoronadi sendiri pun sangat terkejut melihat siapa yang tadi hampir saja bertabrakan dengan dirinya. "Nyonya Sandra," desisnya tak percaya. Bertahun-tahun perempuan ini diusir dari kediaman keluarga Gumelar dan kini tanpa sengaja bertemu di tepi jalan begini. "Apa yang Nyonta lakukan malam-malam begini? Nyonya, pulanglah. Nyonya besar membutuhkan Anda. Saat ini beliau sedang di lapas." Mendengar itu Sandra seperti disengat listrik. "Mama di penjara?" tanyanya sambil menutup mulut tak percaya setelah Kuntoro mengangguk dengan tegas. Sandra bersandar pada badan mobil merasakan sesuatu yang bergemuruh di dadannya. Sudah sekian tahun tapi dia belum bisa membuktikan apa-apa bagaimana mau pulang. "Nyonya, saya harap Anda bisa pulang dan menengok Nyonya tua. Sebentar lagi beliau akan bebas dari tuntutan. Tolong sempatkan untuk menengoknya." Sandra hanya menghela napas lalu m
Lagi-lagi aku menghela napas. Membalikkan badan dan menautkan kedua alisku saat melihat pria itu kembali lagi."Ada yang ketinggalan?" tanyaku dari kejauhan."Nggak sich tapi boleh nggak aku minta nomor telponmu. Atau kartu nama saja." Aku semakin mengernyitkan keningku."Buat apa?" tanyaku tak mengerti."Buat pesen bunga lagi." Aku kembali menghela napas. Daripada lama dan ribet langsung saja aku mendekat oada pria tampan itu. Kuraih tangannya yang membuat dia kaget setengah mati lalu aku buka telapak tangannya.Ds situ aku tulis nomor aku . Setelah selesai aku segera masuk tanpa menghiraukan dia yang masih tepana melihat telapak tangannya. Sesaat kemudian aku dengar ada suara melengking memanggil namanya.Sudah bisa dipastikan kalau perempuan itu posesif akut. Aku hanya menghela napas lalu masuk ke dalam karena hari sudah siang.Sungguh tak dapat di percaya kalau gari ini toko bungaku akan sangat ramai kedatangan pengunj
Aku benar-benar kembali ke pinggiran kota yang jauh dari Jakarta. Sudah fix bahwa Key mencariku waktu itu hanya untuk memanfaatkanku.Sekarang ini aku ingin benar-benar meluoakan srmua yang sudah terjadi di Jakarta. Dan tak perlu lagi aku kembali ke sana. Melulakan sosok Key dan Damian juga seabrek masalah yang melibatkanku di masa lalu."Mbak Daiva, kok cuma sebentar du sana. Saya kira bakalan berbulan-bukan, Mbak. Secara yang ngajak Mbak itu ganteng. Bisa jadikan mau merekrut Mbak Daiva jadi karyawan, cicit Yayi polos. Sala satu temanku di kota terpencil ini."Nggak kok, aku cuma menolongnta aja. Perusahaannya butuh aku untuk presentasi buat memenangkan tender. Dan kemarin semya sudah clear.""Kenapa Mbak Daiva nggak minta kerjaan saja sama cowok itu?" Aku tersenyum mendengar pertanyaan Yayi.Agak terkejut sedikit ketika kami mendengar suara mobil dengan halusnya parkir di depan warung."Permisi," sapa seorang cowok yang aku rasa usianya s
Aku mengernyitkan kening mendengar pertanyaan Damian saat jabat tangan terakhir dengannya. Bahkan ekspresi wajahku datar dan dingin. Apalagi melihat wanita yang ada di sampingnya. Cih! Baru juga sebulan aku pergi dari kota ini, nyatanya dia sudah kembali pada mantannya. Pantes Key sibuk nyari aku. Ternyata hanya ingin saling manas-manasi. Rasanya aku ingin buru-buru pergi dari sini dan menuntaskan tugasku hari ini. Setelah itu aku pergi kembali ke pinggiran kota yang tenang dan damai. Dengan senyum sinis aku membalas tatapan mata Damian. Dan menarik jabat tangan itu. Berharap setelah itu Keyko mengajakku pergi. Namun nyatanya aku malah terjebak dengan dua pria tak bermoral itu menurutku. "Maaf, Kalau sudah selesai, saya undur diri." Dengan cepat aku melangkahkan kakiku dari tempat itu. Baguslah, nggak ada yang mengejarku. Baru sadar aku, ternnyata aku cuma dimanfaatkan. "Taksi!" seruku ketika melihat taksi lewat di depanku. "Kantor pol
Tubuhku membeku seketika melihat sosok yang ada di seberang tempatku berdiri Tak menyangka akan berada lagi dalam kondisi seperti ini. Rasanya aku ingin berlari dan tak pernah menoleh ke belakang lagi. Aku memang sudah berniat untuk pergi lalu nggak keluar lagi. "Daiva!" Aku menghentikan langkahku seketika tanpa menoleh. Aku sudah tidak ingin sama sekali kembali melihatnya "Maaf, hari ini saya libur nggak jual bunga," ucapku datar dan tanpa menoleh lagi aku berjalan ke arah rumah berniat untuk masuk dan menutup yang pasti mengunci rumah. "Daiva, tunggu! Jangan menghindar dariku, please! Aku mohon!" Aku tiba-tiba bergeming melihat pria yang tak lain Keyko itu. Pria itu mendekatiku lalu tiba-tiba menubrukku dan mendekapku erat. Kaget dan tak dapat mengelak lagi, ketika dengan spontan pria tampan itu memberikan ciuman bertubi-tubi. "Key-Key! Tolong jangan seperti ini, please," ucapku tersengal karena nggak bisa napas dan jug
Aku tersentak menyadari itu hanya mimpi. Sempat kurasakan basah di milokku. Akh, sial! Apa saking aku merindukannya hingga aku bisa mimpi bersamanya seperti itu? Dengan malas aku bangkit pembaringanku. Ternyata aku ketiduran. Kulihat jam di atas nakas sudah pukul sebelas malam. Rasanya baru tidur srbentar tadi. Beberapa jam yang lalu baru pulang mengantarkan pesanan bunga. Tak terasa aku di tempat ini sudah hampir satu bulam Tidak ada satu pun orang yang mengenalku. Kubeli rumah yang cukup seerhana ini dengan harga murah. Rumah pinggiran jauh dari perkotaan apalagi Jakarta. Tapi aku nyaman dan bahagia. Usahaku juga sudah mulai berkembang. Menjual tanaman hias seperti bunga hidup. Aku berharap Ariana akan senang kslsu sudah kembali nanti. Sengaja aku mengasingkan diri ke tempat terpencil karena aku sudah capek hidup dengan orang-orang yang selalu berpura-pura baik padaku. Bahkan semua akses kominikasi yang dulu tak lagi ada.
Damian mengerutkan dahinya mendengar laporan si Bibi. "Polisi? Apa mereka berhasil menemukan bukti itu?" tanya Damian dalam hati. Dengan bergegas duda tampan itu berjalan keluar dan menemui dua orang polisi yang sudah berdiri di haman rumahnya. "Selamat Siang, Pak Damian. Maaf mengganggu waktunya. Kami ingin bertemu dengan korban pembunuhan Daiva Gayatri Maheswari." Damian mengangguk hormat lalu mempersilakan masuk untuk menemui Iva. "Selamat Siang, Mbak Daiva. Semoga kedatangan kami tidak menggangu Mbak Daiva." Aku hanya tersenyum lantas menggeleng pelan. Setelah 15 menit betlalu, sezi tanya jawab itu akhirnya selesai. Aku menarik napas penuh kebahagiaan ketika polisi akan mengejar pelaku yang telah merencanakan pembunuhan buatku. Hari ini juga ada saksi kunci yang sudah datang memberikan bukti akurat. Wajahku menegang sesaat karena aku tahu siapa saksi kunci tersebut. "Dokter Melisa?" "Iya, Mbak Daiv
"Ja-jangan lakukan itu, Nek. Aku mohon!" teriakku ketakutan. Namun nenek itu terus melakukannya. Mencekikku dalam keadaan yang sangat menyakiti aku. Membuat napasku tersengal dengan jari-jarinya yang kokoh mencengkramku. "Nek," desisku mengucapkan nama itu. Namun semua sudah berubah. Rasanya gelap dan sakit. Aku meronta dalam cengkraman itu yang semakin membuatku berteriak dahsyat. "Jangann! Aku mohon, jangan lakukan ini, please ...," "Iva! Iva, bangun! Kamu mimpi buruk." Tepukan di pipi Daiva membuat gadis itu menarik napas panjang yang tersengal dan akhirnya aku terbatuk-batuk. Aku membuka mataku dengan napas tak karuan. Kucoba mengatur napasku yang tersengal tadi. Kulihat sosok Damian sudah ada di depanku. Setelan jas tuxedo melangkahkan kakinya di teras rumah yang sagat besar dan luas itu. Bahkan tanpa megetuk pintu pun pria tampan itu langsung menuju ke kamar Damian. "Daiva! Kamu kenapa?" tanyanya padak