"Ja-jangan lakukan itu, Nek. Aku mohon!" teriakku ketakutan. Namun nenek itu terus melakukannya.
Mencekikku dalam keadaan yang sangat menyakiti aku. Membuat napasku tersengal dengan jari-jarinya yang kokoh mencengkramku.
"Nek," desisku mengucapkan nama itu. Namun semua sudah berubah. Rasanya gelap dan sakit.
Aku meronta dalam cengkraman itu yang semakin membuatku berteriak dahsyat.
"Jangann! Aku mohon, jangan lakukan ini, please ...,"
"Iva! Iva, bangun! Kamu mimpi buruk." Tepukan di pipi Daiva membuat gadis itu menarik napas panjang yang tersengal dan akhirnya aku terbatuk-batuk.
Aku membuka mataku dengan napas tak karuan. Kucoba mengatur napasku yang tersengal tadi. Kulihat sosok Damian sudah ada di depanku.
Setelan jas tuxedo melangkahkan kakinya di teras rumah yang sagat besar dan luas itu. Bahkan tanpa megetuk pintu pun pria tampan itu langsung menuju ke kamar Damian.
"Daiva! Kamu kenapa?" tanyanya padak
Damian mengerutkan dahinya mendengar laporan si Bibi. "Polisi? Apa mereka berhasil menemukan bukti itu?" tanya Damian dalam hati. Dengan bergegas duda tampan itu berjalan keluar dan menemui dua orang polisi yang sudah berdiri di haman rumahnya. "Selamat Siang, Pak Damian. Maaf mengganggu waktunya. Kami ingin bertemu dengan korban pembunuhan Daiva Gayatri Maheswari." Damian mengangguk hormat lalu mempersilakan masuk untuk menemui Iva. "Selamat Siang, Mbak Daiva. Semoga kedatangan kami tidak menggangu Mbak Daiva." Aku hanya tersenyum lantas menggeleng pelan. Setelah 15 menit betlalu, sezi tanya jawab itu akhirnya selesai. Aku menarik napas penuh kebahagiaan ketika polisi akan mengejar pelaku yang telah merencanakan pembunuhan buatku. Hari ini juga ada saksi kunci yang sudah datang memberikan bukti akurat. Wajahku menegang sesaat karena aku tahu siapa saksi kunci tersebut. "Dokter Melisa?" "Iya, Mbak Daiv
Aku tersentak menyadari itu hanya mimpi. Sempat kurasakan basah di milokku. Akh, sial! Apa saking aku merindukannya hingga aku bisa mimpi bersamanya seperti itu? Dengan malas aku bangkit pembaringanku. Ternyata aku ketiduran. Kulihat jam di atas nakas sudah pukul sebelas malam. Rasanya baru tidur srbentar tadi. Beberapa jam yang lalu baru pulang mengantarkan pesanan bunga. Tak terasa aku di tempat ini sudah hampir satu bulam Tidak ada satu pun orang yang mengenalku. Kubeli rumah yang cukup seerhana ini dengan harga murah. Rumah pinggiran jauh dari perkotaan apalagi Jakarta. Tapi aku nyaman dan bahagia. Usahaku juga sudah mulai berkembang. Menjual tanaman hias seperti bunga hidup. Aku berharap Ariana akan senang kslsu sudah kembali nanti. Sengaja aku mengasingkan diri ke tempat terpencil karena aku sudah capek hidup dengan orang-orang yang selalu berpura-pura baik padaku. Bahkan semua akses kominikasi yang dulu tak lagi ada.
Tubuhku membeku seketika melihat sosok yang ada di seberang tempatku berdiri Tak menyangka akan berada lagi dalam kondisi seperti ini. Rasanya aku ingin berlari dan tak pernah menoleh ke belakang lagi. Aku memang sudah berniat untuk pergi lalu nggak keluar lagi. "Daiva!" Aku menghentikan langkahku seketika tanpa menoleh. Aku sudah tidak ingin sama sekali kembali melihatnya "Maaf, hari ini saya libur nggak jual bunga," ucapku datar dan tanpa menoleh lagi aku berjalan ke arah rumah berniat untuk masuk dan menutup yang pasti mengunci rumah. "Daiva, tunggu! Jangan menghindar dariku, please! Aku mohon!" Aku tiba-tiba bergeming melihat pria yang tak lain Keyko itu. Pria itu mendekatiku lalu tiba-tiba menubrukku dan mendekapku erat. Kaget dan tak dapat mengelak lagi, ketika dengan spontan pria tampan itu memberikan ciuman bertubi-tubi. "Key-Key! Tolong jangan seperti ini, please," ucapku tersengal karena nggak bisa napas dan jug
Aku mengernyitkan kening mendengar pertanyaan Damian saat jabat tangan terakhir dengannya. Bahkan ekspresi wajahku datar dan dingin. Apalagi melihat wanita yang ada di sampingnya. Cih! Baru juga sebulan aku pergi dari kota ini, nyatanya dia sudah kembali pada mantannya. Pantes Key sibuk nyari aku. Ternyata hanya ingin saling manas-manasi. Rasanya aku ingin buru-buru pergi dari sini dan menuntaskan tugasku hari ini. Setelah itu aku pergi kembali ke pinggiran kota yang tenang dan damai. Dengan senyum sinis aku membalas tatapan mata Damian. Dan menarik jabat tangan itu. Berharap setelah itu Keyko mengajakku pergi. Namun nyatanya aku malah terjebak dengan dua pria tak bermoral itu menurutku. "Maaf, Kalau sudah selesai, saya undur diri." Dengan cepat aku melangkahkan kakiku dari tempat itu. Baguslah, nggak ada yang mengejarku. Baru sadar aku, ternnyata aku cuma dimanfaatkan. "Taksi!" seruku ketika melihat taksi lewat di depanku. "Kantor pol
Aku benar-benar kembali ke pinggiran kota yang jauh dari Jakarta. Sudah fix bahwa Key mencariku waktu itu hanya untuk memanfaatkanku.Sekarang ini aku ingin benar-benar meluoakan srmua yang sudah terjadi di Jakarta. Dan tak perlu lagi aku kembali ke sana. Melulakan sosok Key dan Damian juga seabrek masalah yang melibatkanku di masa lalu."Mbak Daiva, kok cuma sebentar du sana. Saya kira bakalan berbulan-bukan, Mbak. Secara yang ngajak Mbak itu ganteng. Bisa jadikan mau merekrut Mbak Daiva jadi karyawan, cicit Yayi polos. Sala satu temanku di kota terpencil ini."Nggak kok, aku cuma menolongnta aja. Perusahaannya butuh aku untuk presentasi buat memenangkan tender. Dan kemarin semya sudah clear.""Kenapa Mbak Daiva nggak minta kerjaan saja sama cowok itu?" Aku tersenyum mendengar pertanyaan Yayi.Agak terkejut sedikit ketika kami mendengar suara mobil dengan halusnya parkir di depan warung."Permisi," sapa seorang cowok yang aku rasa usianya s
Lagi-lagi aku menghela napas. Membalikkan badan dan menautkan kedua alisku saat melihat pria itu kembali lagi."Ada yang ketinggalan?" tanyaku dari kejauhan."Nggak sich tapi boleh nggak aku minta nomor telponmu. Atau kartu nama saja." Aku semakin mengernyitkan keningku."Buat apa?" tanyaku tak mengerti."Buat pesen bunga lagi." Aku kembali menghela napas. Daripada lama dan ribet langsung saja aku mendekat oada pria tampan itu. Kuraih tangannya yang membuat dia kaget setengah mati lalu aku buka telapak tangannya.Ds situ aku tulis nomor aku . Setelah selesai aku segera masuk tanpa menghiraukan dia yang masih tepana melihat telapak tangannya. Sesaat kemudian aku dengar ada suara melengking memanggil namanya.Sudah bisa dipastikan kalau perempuan itu posesif akut. Aku hanya menghela napas lalu masuk ke dalam karena hari sudah siang.Sungguh tak dapat di percaya kalau gari ini toko bungaku akan sangat ramai kedatangan pengunj
"Pak Kuntoro!" Pekik Sandra tertahan. Sedangkan Pengacara Kuntoronadi sendiri pun sangat terkejut melihat siapa yang tadi hampir saja bertabrakan dengan dirinya. "Nyonya Sandra," desisnya tak percaya. Bertahun-tahun perempuan ini diusir dari kediaman keluarga Gumelar dan kini tanpa sengaja bertemu di tepi jalan begini. "Apa yang Nyonta lakukan malam-malam begini? Nyonya, pulanglah. Nyonya besar membutuhkan Anda. Saat ini beliau sedang di lapas." Mendengar itu Sandra seperti disengat listrik. "Mama di penjara?" tanyanya sambil menutup mulut tak percaya setelah Kuntoro mengangguk dengan tegas. Sandra bersandar pada badan mobil merasakan sesuatu yang bergemuruh di dadannya. Sudah sekian tahun tapi dia belum bisa membuktikan apa-apa bagaimana mau pulang. "Nyonya, saya harap Anda bisa pulang dan menengok Nyonya tua. Sebentar lagi beliau akan bebas dari tuntutan. Tolong sempatkan untuk menengoknya." Sandra hanya menghela napas lalu m
"Key, ada yang datang," bisikku masih di bawah tubuhnya yang menindihku. Keyko tak pedul sama sekali. Dia terus melanjutkan aksinya memacu tubuhku dengan miliknya dan membuatku mendesah hebat padahal sudah berkali-kali aku mendapatkan pelepasan, Namun sepertinya iti belum cukup membuat pria itu untuk merasakan kepuasan dariku. "Sayang, akh!" ucapnya dengan erangan yang menggila dan diakhiri dengan desahan yang dahsyat. Aku semakin mengejang hingga kudapatkan kembali pelepasan itu. Saat kami mengakhiri percintaan kami ketukan itu sudah tak terdengar lagi. Aku terkulai lemas lalu akhirnya tertidur karena capeknya dan mengabaikan keberadaannya. Tampak Keyko mendekap tubuh Diva dan membiarkan tangannya digunakan sebagai bantalan olehnya. Lalu pria itu mengecup dengan lembut bibir yang selalu menjadi candunya dan membuatnya menagih terus tubuh gadis itu. Kali ini Keyko tak akan melepaskan gadis itu lagi. Rasanya sudah teralu jauh selama ini dia mencampakan dan mem