Lagi-lagi aku menghela napas. Membalikkan badan dan menautkan kedua alisku saat melihat pria itu kembali lagi.
"Ada yang ketinggalan?" tanyaku dari kejauhan.
"Nggak sich tapi boleh nggak aku minta nomor telponmu. Atau kartu nama saja." Aku semakin mengernyitkan keningku.
"Buat apa?" tanyaku tak mengerti.
"Buat pesen bunga lagi." Aku kembali menghela napas. Daripada lama dan ribet langsung saja aku mendekat oada pria tampan itu. Kuraih tangannya yang membuat dia kaget setengah mati lalu aku buka telapak tangannya.
Ds situ aku tulis nomor aku . Setelah selesai aku segera masuk tanpa menghiraukan dia yang masih tepana melihat telapak tangannya. Sesaat kemudian aku dengar ada suara melengking memanggil namanya.
Sudah bisa dipastikan kalau perempuan itu posesif akut. Aku hanya menghela napas lalu masuk ke dalam karena hari sudah siang.
Sungguh tak dapat di percaya kalau gari ini toko bungaku akan sangat ramai kedatangan pengunj
"Pak Kuntoro!" Pekik Sandra tertahan. Sedangkan Pengacara Kuntoronadi sendiri pun sangat terkejut melihat siapa yang tadi hampir saja bertabrakan dengan dirinya. "Nyonya Sandra," desisnya tak percaya. Bertahun-tahun perempuan ini diusir dari kediaman keluarga Gumelar dan kini tanpa sengaja bertemu di tepi jalan begini. "Apa yang Nyonta lakukan malam-malam begini? Nyonya, pulanglah. Nyonya besar membutuhkan Anda. Saat ini beliau sedang di lapas." Mendengar itu Sandra seperti disengat listrik. "Mama di penjara?" tanyanya sambil menutup mulut tak percaya setelah Kuntoro mengangguk dengan tegas. Sandra bersandar pada badan mobil merasakan sesuatu yang bergemuruh di dadannya. Sudah sekian tahun tapi dia belum bisa membuktikan apa-apa bagaimana mau pulang. "Nyonya, saya harap Anda bisa pulang dan menengok Nyonya tua. Sebentar lagi beliau akan bebas dari tuntutan. Tolong sempatkan untuk menengoknya." Sandra hanya menghela napas lalu m
"Key, ada yang datang," bisikku masih di bawah tubuhnya yang menindihku. Keyko tak pedul sama sekali. Dia terus melanjutkan aksinya memacu tubuhku dengan miliknya dan membuatku mendesah hebat padahal sudah berkali-kali aku mendapatkan pelepasan, Namun sepertinya iti belum cukup membuat pria itu untuk merasakan kepuasan dariku. "Sayang, akh!" ucapnya dengan erangan yang menggila dan diakhiri dengan desahan yang dahsyat. Aku semakin mengejang hingga kudapatkan kembali pelepasan itu. Saat kami mengakhiri percintaan kami ketukan itu sudah tak terdengar lagi. Aku terkulai lemas lalu akhirnya tertidur karena capeknya dan mengabaikan keberadaannya. Tampak Keyko mendekap tubuh Diva dan membiarkan tangannya digunakan sebagai bantalan olehnya. Lalu pria itu mengecup dengan lembut bibir yang selalu menjadi candunya dan membuatnya menagih terus tubuh gadis itu. Kali ini Keyko tak akan melepaskan gadis itu lagi. Rasanya sudah teralu jauh selama ini dia mencampakan dan mem
Aku terbangun dengan perasaan yang campur aduk. Kurasakan ada yang ngilu di bagian bawah selangkanganku. Dengan ringisan menahan rasa sakit aku mencoba turun dari ranjang empuk yang semalam menerbangkan daya imaginasiku ke awang-awang.Kulirik sosok pria di sampingku. Pria yang sudah merenggut mahkota yang selama 26 tahun ini kujaga dengan penuh perjuangan. Akhirnya harus kuserahkan pada laki-laki hidung belang seperti dia.Wajah tampan laki-laki itu kharismatik. Ada guratan kebahagiaan di wajah yang menampakkan pesona laki-lakinya. Harus ku akui, pria ini luar biasa, selain tampan, wajah itu menunjukkan aura yang membuat jantung setiap perempuan berdebar keras saat melihatnya. Bahkan akan membuat para wanita berhalusinasi tingkat dewa, membayangkan ketika tubuh kekarnya itu mendekap dan menerbangkan daya khayalnya ke awang-awang.Tetapi ketika ku lihat ada bercak darah di bawah tempatku berbaring, seketika itu hatiku tertusuk. Seolah ada ribuan ja
Daiva Gayatri Maheswari, menjadi pusat perhatian para pengunjung di cafe restoran pagi ini. Kecantikannya yang begitu mencolok mengundang para tamu memuji dan menjadikan dirinya bahan obrolan di cafe restoran di mana dia bekerja. Perempuan yang mempunyai bentuk tubuh body goal dengan tinggi yang proporsional itu mengangguk ramah ke para pengunjung yang menyapanya. Bahkan ada yang berebutan mau dilayanin dan dibawain makanan ke mejanya. Hari ini suasana cafe lumayan rame pengunjung. Setelah briefeng 15 menit, semua karyawan langsung disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Kesibukkan hari ini membuat ku sesaat lupa kalau hari ini sudah ada janji dengan penagih hutang, untuk menebus Ariana dan membawanya pulang. Sungguh capek kurasakan hari ini, belum ditambah ada yang ngilu kurasakan akibat pekerjaan tadi malam. "Daiva, tolong bawa ini ke meja no.7, ya." Mbak Dina selaku koki di restoran menyodorkan beberapa gelas minuman dingin dan sebungkus potato
Keyko Khayang Gumelar, sudah sampai di depan rumah yang cukup sederhana, tapi suasananya cukup asri. Disapukan matanya ke sekeliling rumah itu. Tampak hening dan senyap. Padahal hari baru mau menjelang magrib. Dengan gesture tangannya, anak buah Keyko sudah paham apa maksud bosnya. Segera di langkahkan kakinya menuju pintu rumah itu. Dan sekali ketuk, pintu itu sudah terbuka. "Eh-hh, Kalian! Mau apalagi? Bukankah semua sudah selesai. Hutang Saya sudah lunas, kan?!" teriakku histeri di depan pintu, berusaha menutup rapat-rapat pintu rumah ku. Namun sayang kekuatan mereka lebih kuat. Akhirnya aku kalah. "Juragan mau ketemu dengan kamu!" ucap saha seorang, anak buah penagih hutang itu. Aku terkejut. Sesaat, aku terdiam. Dan kulayangkan pandangan ku jauh ke depan ke halaman rumah. Ada sosok tinggi tegap dengan rambut cepak pendek dan postur tubuh aduhai. Sudah dapat di pastikan pria itu tampan meskipun tampak dari belakang. "Mau ngapain la
Masih dalam dekapannya, aku merasakan getaran hebat. Degub jantung seperti genderang perang. Tanganku yang thremor, tak bisa berpegangan sama badannya. Kubiarkan terkulai lemas di samping kanan-kiri badanku. Sedang wajahku sudah menyatu dengan wajahnya. Mataku masih terpejam halus. Tapi bibirku, entah kapan sudah merasakan sesapan dan lumatan yang begitu nikmat. Aku terbawa, aku terhanyut, hingga terdengar lenguhan dari bibirku. Begitu aku menikmatinya. Sampai lupa diri. Dia siapa dan aku siapa. Rasanya aku seperti tak rela ketika laki-laki tampan itu menyudahi ciuman panas itu. Melepaskan bibirnya dari bibirku. Dengan masih terpejam di seka bibirku yang basah dengan tangan kekarnya dan terdengar bisikan mesranya yang mebuatku berubah ekspresi seketika. "Sudah jangan nganga begitu, malu dilihat anak buahku. Kalau masih mau kita ke hotel lagi." Deg! Jantungku seakan mau copot mendengar kata-kata itu. Seketika aku buka mataku. Laki-laki itu menatapku dengan tat
Aku terduduk lemas di samping taman. Tanganku yang thremor benar-benar tak mampu aku kendalikan. Lemas terkeluai di sebelah badanku. Nafasku masih terlihat turun-naik belum terarur. Rasanya aku seperti mimpi, sekarang hidupku setiap hari harus berurusan dengan laki-laki yang sakit mental. Selang beberapa menit aku sudah kembali ke tempat kerjaku. Mbak Dina yang melihat wajahku tiba-tiba memucat mendekatiku. "Daiva, Kamu sakit? Kok wajah Kamu pucat begitu?" tanyanya cemas, sambil memegang keningku. Lumayan agak sumeng sich. Cuma itu bukan sakit. Aku kaget dengan tragedi tadi, tragedi yang diciptakan orang yang mentalnya sakit. Cakep-cakep kok sakit jiwa! "Nggak kok, Mbak. Hanya sedikit demam, mungkin kecapekan karena semalam kurang istirahat dengan baik." jawabku sambil tersenyum, terus merapikan semua pekerjaanku. "Apa, Kamu mau izin pulang duluan? Nanti Mbak sampaikan sama pengawas!" suaranya kembali dengan nada penawaran. Aku menggelengkan kepala le
Aku semakin ketakutan melihat badannya mendekatiku. Kupeluk erat bantal yang menutupi dadaku. Kaku-laki semaki mendekat dan menghimpit dadaku. Menindih tubuhku. Aku menahan napas kuat-kuat, ketika wajahnya bersinggungan dengan wajahku, dan napasnya sudah menyatu dengan napasku. Kali ini dengan begitu lembut dia meraih kepalaku, menekannya perlahan agar bibirku tidak lepas dari bibirnya. Entah kesurupan setan dari mana, aku yang tadinya menolak dan memberontak menjadi lebih agresif dan liar. Aku raih dengan sedikit memaksakan, melingkarkan tanganku ke lehernya, agar dia tidak melepaskan pagutannya di bibirku. Ku jelajahi rongga-ronga mulutnya. Kusesap dan kuhisap lidahnya yang panas. Dan kulumat dengan sepenuh perasaan bibir simetrisnya yang begitu sangat menggairahkan. Tanpa berpikir dua kali, laki-laki yang bernama Keyko Khayang Gumelar itu, menjelajahi setiap jengkal kulit tubuhku dari atas sampai bawah. Sedikitpun tidak membiarkan lolos dar