Aku terduduk lemas di samping taman. Tanganku yang thremor benar-benar tak mampu aku kendalikan. Lemas terkeluai di sebelah badanku. Nafasku masih terlihat turun-naik belum terarur. Rasanya aku seperti mimpi, sekarang hidupku setiap hari harus berurusan dengan laki-laki yang sakit mental.
Selang beberapa menit aku sudah kembali ke tempat kerjaku. Mbak Dina yang melihat wajahku tiba-tiba memucat mendekatiku.
"Daiva, Kamu sakit? Kok wajah Kamu pucat begitu?" tanyanya cemas, sambil memegang keningku. Lumayan agak sumeng sich. Cuma itu bukan sakit. Aku kaget dengan tragedi tadi, tragedi yang diciptakan orang yang mentalnya sakit. Cakep-cakep kok sakit jiwa!
"Nggak kok, Mbak. Hanya sedikit demam, mungkin kecapekan karena semalam kurang istirahat dengan baik." jawabku sambil tersenyum, terus merapikan semua pekerjaanku.
"Apa, Kamu mau izin pulang duluan? Nanti Mbak sampaikan sama pengawas!" suaranya kembali dengan nada penawaran. Aku menggelengkan kepala lemah.
"Nggak usah, Mbak. Lagian sebentar lagi, shifku juga sudah habis. Nanggung,"
Dan wanita yang usianya terpaut 5 tahun di atasku itu hanya menghela nafas mendengar jawabanku lantas berlalu ke dapur.
Ku tebarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Perkumpulan sekelompok laki-laki jomblo itu sudah tidak ada. Ternyata selama ini aku sudah terlalu dekat dengan orang sakit jiwa itu, tapi kenapa aku nggak menyadarinya?
Oh, hidupku! Kenapa sekarang harus berurusan dengan orang phisycophat kayak dia. Rasanya sudah nggak ada tenang-tenangnya lagi. Dan lebih mirisnya, orang inilah yang merenggut mahkotaku. Rasanya aku ingin mendatangi laki-laki itu dan mencabik-cabik mukanya, mencincang tubuhnya lalu aku buang ke sampah! Sadis, kan?
Tepat jam 3 sore, aku sudah meninggalkan cafe tempatku bekerja. Hari ini rasanya aku ingin segera sampai di rumah dan melemparkan tubuh lelahku ke pembaringan. Rasanya untuk beberapa hari belakangan ini, tubuhku kurang asupan yang maksimal.
Semenjak peristiwa malam laknat itu, seolah tubuhku seperti sugesti, selalu merasakan kekelahan. Bahkan selera makanpun menurun drastis. Apalagi sekarang setiap hari diteror laki-laki sakit jiwa itu.
Mungkin besok, aku harus memanjakan badanku dan juga asupan makanan Ariana. Sudah hampir sebulan aku tidak berbelanja ke supermarket untuk keperluan dapur. Besok jadwalku off, sebaiknya aku mengajak Ariana pergi belanja ke supermarket. Sekalian memanjakan sedikit adikku itu.
Hampir 15 menit aku menunggu bus langgananku, namun belum kunjung datang juga. Kulirik jam di pergelangan tanganku sudah hampir setengah 4 kurang 15 menit. Biasanya nggak selama ini, mungkin jalanan macet.
Tanpa kusadari sebuah Alphard sudah mendarat mulus persis di depan halte tempatku duduk. Aku yang sibuk dengan ponselku tak begitu mempedulikan mobil itu. Apalagi pemiliknya. Ada urusan apa aku dengannya, sampai aku harus repot-repot menyapa?
Alangkah terkejutnya aku ketika seseorang itu sudah menarik tanganku dan mendorong paksa badanku masuk ke jok mobilnya.
"Eh! Siapa Ka-"
Aku tak melanjutkan ucapanku yang bernada pertanyaan itu, ketika ku sadari siapa yang menarikku lantas mendorong badanku dengan paksa masuk ke mobilnya.
Belum sempat aku membuka mulut, laki-laki itu sudah nengambil alih tangannya untuk membantuku memasangkan sabuk pengaman. Ku tahan napas sebentar ketika wajahnya bertemu dengan wajahku dan kulit kami bersinggungan. Aroma eskulin yang lembut menguar dari badannya. Membuatku sesaat terlena.
"Akh-! Sial! Kenapa aku selemah ini ketika berhadapan dengannya. Di mana aku yang tadi pengan mencabik dan mencincangnya. Itu hanya kehaluanku yang tingkat dewa. Nyatanya setelah di hadapannya aku luluh lantak. Nggak bisa berkutik sama sekali." Batinku terus berucap tak karuan.
Laki-laki itu menjalankan mobilnya dengan tidak sabar. Berkali-kali ngerem mendadak dan hampir menabrak orang. Aku tidak begitu paham, sebenarnya mau dibawa kemana. Tapi ketika aku sadari akh nemasuki kawasan oerhotelan dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi atau lebih tepatnya kawadan apartemen, darahku langsung berdesir. Rasanya jantungku mau copot. Jiwaku memberontak keras.
Ada trauma sendiri akh dengan tempat seperti ini. Kejadian malam itu tiba-tiba menyeruak masuk ke dalam benakku. Dan ketika laki-laki itu menghentikan mobilnya dengan kasar, lalu menyuruhku turun, aku masih terpaku. Ada rasa gelisah di hatiku.
Oh Tuhan! Apa dia mau jadikan aku tumbal lagi?
"Eh! Ayok, turun!" ucapnya dengan nada ketas. Dengan nggak sabar dia melepaskan sabuk pengamanku dan menarik paksa aku keluar dari mobilnya.
"Ki-ta, mau ngapain ke sini?" suaraku gugup dan bergetar.
Laki-laki itu dengan cueknya melangkahkan kakinya menuju pintu masuk lobi. Setelah terlebih dulu memberikan kunci pada penjaga keamanan untuk memarkirkan mobilnya.
Lelaki itu berhenti sesaat ketika menyadari aku tertinggal jauh di belakang atau lebih tepatnya memang aku berhenti berjalan dari tadi.
"Eh! Kok malah berhenti?!" ucapnya dengan tidak sabar lalu menghampiriku dan menarik pergelangan tanganku.
"Kita sebenarnya mau ngapain di sini?" Sekali lagi aku mengungkapkan pertanyaan. Ada rasa ketakutan di binar mataku.
"Nanti juga kamu tahu sendiri." ucapnya datar, dengan masih menarik atau lebih tepatnya lagi menggandeng tanganku.
Sesampainya di dalam lobi, di depan meja resepsionis, laki-laki ini sudah disambut dengan senyuman manis manager apartemen.
"Selamat Sore, Pak Key," sapanya sambil tersenyum dan tidak lupa matanya yang jelalatan itu mampir ke paha mulusku yang hanya memakai rok mini di atas dengkul.
Laki-laki yang disapa dengan panggilan pak Key itu hanya mengangguk dengan wajah dingin dan mengetatkan tubuhku merapat ke badannya, ketika melihat mata manager apartemen itu menjelajah ke pahaku tanpa berkedip.
Sesampainya di apartemen, aku baru ngeh kalau itu apartemen dia. Ternyata selama ini, laki-laki ini tinggal di apartemen.
Aku masih diam terpaku, berdiri di depan pintu yang menghubungkan dengan ruang tamu. Sedang, laki-laki yang bernama Keyko Khayang Gumelar itu, masih di dalam kamarnya. Aku tahu namanya itu juga dari foto wisudanya yang terpampang di dinding.
Aku menyapukan kembali pandanganku ke seluruh ruangan. Berjalan melihat ke arah dekat kaca jendela. Kunikmati nyamannya apartemen orang kaya. Tak kusadari kalau si empunya apartemen sudah berdiri di belakangku.
"Lain kali, jangan pakai, pakaian minim begini!" suara tenornya mengagetkan aku.
Reflek aku menoleh dan membalikkan badan. Di belakangku sudah berdiri tegap laki-laki itu, dengan penampilan yang sempat membuat aku menahan napas saking terpesonanya.
Keyko khayang Gumelar, laki-laki yang pertama kali mengambil mahkota dalam hidupku, itu kini berdiri tepat di hadapanku di dalam gedung apartemennya. Bahkan aku seperti gadis bodoh yang mau ditarik sana tarik sini oleh seorang Keyko.
Entah, perasaan apa ini. Apakah secepat itu aku jatuh cinta pada laki-laki yang sakit mental seperti dia? Oh, tentu tidak! Tidak semudah itu. Saat ini yang kurasaka sama laki-laki ini adalah ketakutan yang luar biasa.
Setiap dia dekat denganku sepertinya orang ini punya gairah yang luar biasa. Jadi serem sendiri dekat dengannya. Bentar-bentar main tubruk, main cium. Sudah persis aku ini hanya dimanfaatkan olehnya.
"Eh! Kok malah diam aja!" Kembali suaranya mengagetkanku.
Keyko melangkah mendekatiku,tapi aku beringsut mundur ke belakang. Mungkin laki-laki itu gereget sama sikapku. Diraihnya tubuh kecilku dengan kasar. Tapi aku langsung mengelak. Lari ke arah pintu. Berniat mau kabur. Tapi apa dayaku. Aku hanyalah wanita lemah. Sejauh-jauhnya lari tetap juga aku tertangkap.
"Lepasin!" kataku sambil meronta dari dekapannya. Bukannya dilepasin pria itu malah menggendongku, membawanya ke kamar tidurnya. Aku semakin ketakutan.
"Aku nggak mau jadi budak nafsumu!" teriakku sambil meronta-ronta dalam gendongannya.
Dihempaskannya dengan kasar tubuh kecilku yang ringkih ke ranjangnya yang empuk. Mau seempuk apapun itu. Tetap aku merasakan ngilu di sekujur tubuhku.
Aku menyingsut ke belakang, semakin kebelakang ketika Keyko mendekatiku.
"Ja-ngan, lakukan itu lagi!" ucapku ketakutan.
******
BERSAMBUNG
Aku semakin ketakutan melihat badannya mendekatiku. Kupeluk erat bantal yang menutupi dadaku. Kaku-laki semaki mendekat dan menghimpit dadaku. Menindih tubuhku. Aku menahan napas kuat-kuat, ketika wajahnya bersinggungan dengan wajahku, dan napasnya sudah menyatu dengan napasku. Kali ini dengan begitu lembut dia meraih kepalaku, menekannya perlahan agar bibirku tidak lepas dari bibirnya. Entah kesurupan setan dari mana, aku yang tadinya menolak dan memberontak menjadi lebih agresif dan liar. Aku raih dengan sedikit memaksakan, melingkarkan tanganku ke lehernya, agar dia tidak melepaskan pagutannya di bibirku. Ku jelajahi rongga-ronga mulutnya. Kusesap dan kuhisap lidahnya yang panas. Dan kulumat dengan sepenuh perasaan bibir simetrisnya yang begitu sangat menggairahkan. Tanpa berpikir dua kali, laki-laki yang bernama Keyko Khayang Gumelar itu, menjelajahi setiap jengkal kulit tubuhku dari atas sampai bawah. Sedikitpun tidak membiarkan lolos dar
Drtttt ... drttt ... Dering telpon itu milikku, tapi dengan cepat ada tangan seseorang yang menyambar ponsel genggamku. Dan aku tahu betul siapa orang itu. Di gesernya ikon yang berwarna hijau itu, dan terdengar suara riang di ujung seberang telpon. "Kak! Mau jam berapa pulang?" Ariana mau belajar kelompok sama Alvin ya?" Klik! Telpon terputus tanpa memberi kesempatan si empunya telpon untuk berbicara barang sekata dua kata. Keyko kembali menaruh ponselku di atas nakas. Dan kurasakan jari-jemarinya yang kokoh sudah meremas pinggangku dengan lembut. Akh-, kalau aku terus bersamanya sepanjang hari pasti aku akan jadi budak sex-nya. Walau tak bisa kupungkiri aku menikmatinya. Tapi nggak bisa seperti ini terus. Aku akan kelihatan seperti murahan di matanya, hanya untuk menebus cek senilai 100 juta itu. Siapa suruh waktu itu mau transaksi denganku. Akh-, brengsek! Memang. Aku terjebak dengan permainan laki-laki hidung belang
Aku meringis merasakan tamparan yang begitu keras itu. Aku yakin, 5 jari perempuan ini sudah membekas di pipi kananku."Stella!" Teriakan Keyko mengglegar membuatku sesaat terperanjat. Tapi tak mengurangi emosi wanita yang sedang gelap mata ini."Dasar perempuan murahan! Pelacur! Enyah aja kamu dari muka bumi ini!"Rambutku tiba-tiba di jambak, ditarik bahkan badanku yang setengah bugil itu diunyel-unyel di kasur Keyko.Keyko geram, karena teriakannya tidak di hiraukan oleh perempuan yang tiba-tiba datang tanpa membunyikan bel pintu itu."Stella! Hentikan!" Teriaknya lagi, kali ini dia segera memakai celana pendeknya dan meraih badan perempuan yang ia panggil setella itu dari atas badanku."Plak! Plak!"Tamparan itu telak di muka kanan-kiri gadis itu. Hampir terhuyung dari tempat berdirinya, perempuan yang bernama stella itu.Aku segera merapikan bajuku yan awalnya bugil oleh Keyko dan kini acak-acakan oleh Stella.Gadis
"Lepasin Aku!" pintaku dengan sengit dan memberontak. Tapi tangan itu begitu kuat, padahal satu tangan sedang menyetir. "Ternyata, Kamu ada hubungan juga sama Kalingga, ya? Kamu tahu siapa dia? Adikku!" Uh- Rasanya mau pecah kendang telangaku mendengar teriakannya yang histeris. "Ada hubungan apa kamu dengan adikku?!" Lagi-lagi suaranya memekakkan telinga. "Teman." Teman tidur, heh!" Sungguh suaranya bercampur emosi semakin membuat nyaliku ciut. "Hanya teman. Kamukan yang pertama kali tidur denganku. Kamu juga yang sudah merenggutnya." kataku lagi membuat dia, Keyko terdiam ketat mengatupkan bibirnya. Setelah mendengar ucapanku yang terakhir itu, tiba-tiba suara hening. Mobil pun tak sengebut tadi. Aku juga ikut terdiam, sesekali aku curi pandang ke arahnya. "Sudah berapa lama kamu kenal adikku?" Tiba-tiba suaranya memecah kesunyian. Matanya tetap lurus sambil tangannya masih menyetir mobilnya. "
"Kamu kenal wanita itu di mana?" tanya Kalingga dingin. Wajahnya seperti membeku. Kupicingkan mata ke arahnya. Pria yang kukenal hampir satu tahun setengah itu seolah berubah. Ada yang aneh menurutku. Kalau berwajah dingin begini nggak ada bedanya dengan kakaknya yang brengsek itu. "Nggak akan ada wanita yang mencarimu, jika hubunganmu dengan Keyko belum jauh." Lagi-lagi datar nada pertanyaan itu. "Sejauh mana hubunganmu dengan Keyko? Sudah pernah tidur bersama?" Deg! Insting laki-laki ini hebat! Luar biasa! Bahkan aku belum sepatah pun memulai cerita tentang aku dan Keyko. Tapi dia sudah sejauh itu menebaknya. Dan seperti paham tentang sifat kakaknya yang hidung belang itu. "Kakakku suka jajan hampir tiap malam. Hanya untuk pelampiasan dan main-main. Tak jarang banyak wanita yang terbawa perasaan setelah tidur sama Keyko. Mereka akan mengejar-ngejar Keyko sampai dapat. Jadi tak heran kalau tiba-tiba ada wanita yang datang ke rumahmu d
"Biarkan, dia pergi! Dia salah apa sama, Kamu? Sampai menyiksanya begitu?" "Jadi, Kamu tahu, kemana dia pergi?" Kalingga hanya menggeleng sambil merapikan berkasnya yang berserakan. Dari dulu dia memang anak papa mama. Selalu menjadi kebanggan. "Memangnya, dia punya hutang berapa sama Kamu?" Keyko menatap tajam ke arah adiknya. Ada yang berdesir aneh ketika dia menyadari, mungkin gadis itu sudah cerita banyak dengan Kalingga. "Apa dia sudah banyak yang diceritakan padamu?" Kalingga hanya terkekeh mendengar ucapan yang bernada sinis. "Nggak ada. Dia nggak pernah cerita apapun itu. Tapi kemarin, cewek koleksi kamu datang kerumahnya dan menampar Daiva." Hampir tersedak Keyko, waktu mendengar perkataan adiknya. Air mineral yang sedari tadi disesapnya ditaruh begitu saja. "Stella, maksudmu?" Keyko menatap serius ke arah manik adiknya. "Terus siapa lagi yang begitu t
Jantungku berdebar keras, dengan tangan yang tiba-tiba thremor. Aku terhuyung beringsut ke belakang. Tapi laki-laki yang sudah menubrukku itu, buru-buru meraih tubuhku. Menyangganya agar tidak jatuh. Ada senyum misterius di sudut bibirnya. Oh Tuhan! Jauh-jauh aku ke sini menghindari dia, kenapa malah ketemu di sini? Rasanya, aku ingin menjerit minta tolong sama orang-orang di sekitarku, kalau hidupku sudah sangat terancam dengan keberadaan laki-laki ini. "Apa kabar, Daiva Gayatri Maheswari?" suaranya membuat aku menelan salivaku yang sedari tadi kering kerontang. Ada warna pias di wajahku melihat keberadaan laki-laki ini. Kakiku seakan lumpuh dan tak bisa digerakkan ketika dia mendorongku keluar dari supermarket kecil itu. Digiring menuju parkiran di mana mobilnya di sana. Aku tak bisa berbuat apa-apa selain menuruti titahnya. "Sejauh apapun Kamu menghindar bahkan menghilang dariku, Kamu tak akan pernah berhasil. Karena ini sudah
Aku masih di buat terpana oleh mereka berdua. Sebenarnya, hubungan apa yang mereka miliki sampai seakrab itu? Teman, saudara atau malah ...? Akh! Entah, lah! Aku nggak mau pusing ngurusin urusan orang. Hanya saja, kenapa sich? Lagi-lagi harus dengan laki-laki ini, aku berurusan. Rasanya duniaku tu sempit sekali. Apa ini yang disebut takdir, atau malah mala petaka aku bertemu Keyko Khayang Gumelar. Seandainya bukan dia yang disebut Juragan Penagih Hutang, atau bukan dia yang menculik adikku, atau malah saja bukan dia orang yang pertama kali mengambil mahkotaku dan membeliku, mungkin aku orang yang paling bahagia saat ini bisa bertemu bahkan bisa merasakan sentuhan laki-laki tampan itu. Tapi ... Karena peristiwa-peristiwa itu, aku seperti trauma dengan kebetadaannya. Ketakutan itu selalu menghantuiku saat aku entah sengaja atau tidak bertemu dengannya. Huft! Aku agak tersentak mendengar gelak tawa dari mulut mereka. Renyah sekali obrolan mereka.